Jurnal Agribisnis dan Agrowisata       ISSN: 2685-3809

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2022.v11.i01.p08

Vol. 11, No. 1, Juli 2022

Risiko Pendapatan Usahatani Tumpang Sari Cabai Rawit dan Tembakau di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar

GABRIELLA BRENDA CHRISTIE, RATNA KOMALA DEWI*, IDA AYU LISTIA DEWI

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar 80321 Bali Email: [email protected] *[email protected]

Abstract

Income Risks of Capsicum Frutescens L. and Nicotiana Tabacum Farming in Subak Gede Sukawati, Gianyar Regency

Land size, planting distance, capital, maintenance, and weather affect production yields and farmers' incomes. Therefore, farmers must be able to take the right decisions to minimize farming risks. This study aims to determine the risk of production, price, and income of capsicum frutescens L and nicotiana tabacum intercropping farming in Subak Gede Sukawati, Gianyar Regency. Data were analyzed using the calculation of variance, standard deviation, coefficient of variation, and descriptively. Production risk in capsicum frutescens L and nicotiana tabacum intercropping shows the lowest risk with a coefficient of variation of 0.14 when compared to capsicum frutescens L and nicotiana tabacum monoculture. The risk of capsicum frutescens L production is higher (0.34) than nicotiana tabacum (0.30). The price risk in nicotiana tabacum farming, which is 0.12, indicates a higher price risk than the risk in capsicum frutescens L farming (0.02). As for income risk, the lowest risk occurs in capsicum frutescens L and nicotiana tabacum intercropping farming, which is 0.13. This risk is lower when compared to the monoculture of capsicum frutescens L (0.38) and nicotiana tabacum (0.30). The selection of cropping patterns in Subak Gede Sukawati, among others, is based on habits carried out for generations, product selling prices, maximizing income, and production costs.

Keywords: risk, income, capsicum frutescens L., nicotiana tabacum

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang penuh dengan risiko (Lestari, 2013). Risiko merupakan suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi (Soemarno, 2007). Risiko sangat berkaitan dengan ketidakpastian, mulai dari ketidakpastian hasil produksi,

harga, dan pendapatan. Risiko produksi dapat dicerminkan oleh adanya fluktuasi produktivitas. Produktivitas dalam usahatani dapat disebabkan oleh input produksi, cuaca, hama, serta penyakit pada tanaman (Just, 1974). Risiko harga terjadi disebabkan ketidakpastian harga, yaitu apabila persediaan produk tinggi sedangkan permintaan stabil, atau kondisi sebaliknya. Risiko pendapatan disebabkan dari ketidakpastian pada biaya, jumlah produksi, dan penerimaan. Untuk meminimalkan risik petani diharapkannya mampu mengetahui penyebab dari risiko yang dihadapi dan mampu mengambil keputusan yang tepat.

Pada kegiatan usahatani, pengambilan keputusan atau perilaku petani dapat mempengaruhi besar atau kecilnya risiko yang dihadapi (Purwati, 2019). Keterkaitan antara produksi, harga, dan pendapatan menyebabkan petani harus bijak dalam pengambilan keputusan. Upaya yang sering dilakukan petani dalam menekankan risiko dan kerugian, antara lain menjalankan usahatani dengan pola tanam tumpang sari. Melalui pola tanam tumpang sari petani akan mampu meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan selama proses produksi. Pola tanam tumpang sari tersebut juga diterapkan di Subak Gede sukawati, Kabupaten Gianyar. Tumpang sari yang diterapkan pada Subak Gede Sukawati adalah tumpang sari antara cabai rawit dengan tembakau. Namun tidak semua petani di Subak Gede Sukawati melakukan pola tumpang sari tersebut.

Berkenaan dengan pentingnya meminimalkan risiko dalam kegiatan usahatani maka diperlukannya kajian terhadap risiko pada pola tumpang sari usahatani cabai rawit dan tembakau di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Berapakah risiko produksi pada usahatani tumpang sari cabai rawit dan tembakau?

  • 2.    Berapakah risiko harga dan risiko pendapatan pada usahatani tumpang sari cabai rawit dan tembakau?

  • 3.    Apa alasan petani dalam pemilihan pola tanam tumpang sari dalam usahatani cabai rawit dan tembakau?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

  • 1.    Mengetahui risiko produksi yang dihadapai dalam usahatani cabai rawit dan tembakau .

  • 2.    Mengetahui risiko harga dan risiko pendapatan pada usahatani tumpang sari cabai rawit dan tembakau.

  • 3.    Mengetahui alasan petani dalam memilihan pola tanam tumpang sari pada usahatani cabai rawit dan tembakau.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1   Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar yang

dilaksanakan sejak bulan Februari 2019 hingga bulan Agustus 2020. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive). Lokasi penelitian ini dipilih karena merupakan salah satu sentral penghasil tembakau di Provinsi Bali. Subak Gede Sukawati juga merupakan daerah pengembangan usahatani cabai rawit dan tembakau dengan pola tanam tumpang sari.

  • 2.2    Data dan Metode Pengumpulan

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif merupakan data yang berupa angka dan dapat dihitung, antara lain jumlah produksi, harga produk, harga input, dan jumlah input selama dua musim tanam. Harga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah harga yang diterima oleh petani pada tiap musim tanam. Data kualitatif merupakan data yang berupa kata-kata dalam bentuk kalimat dan gambar merupakan hasil wawancara kepada petani cabai rawit dan tembakau. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  • 1.    Wawancara, dilakukan dengan cara tatap muka dan tanya jawab secara langsung dan mendalam dengan responden tentang data yang diinginkan dan terkait dalam penelitian.

  • 2.    Studi pustaka yaitu pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian yang bersumber dari jurnal, buku, surat kabar, dan dokumen lainnya yang ada di instansi pemerintah atau swasta.

  • 3.    Dokumentasi, kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan data yang sedang terjadi di lapangan yang dilakukan oleh peneliti dengan cara mengambil gambar berupa foto dari pada tanaman cabai rawit dan tembakau di Subak Gede Sukawati Gianyar.

  • 2.3    Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani di Subak Gede Sukawati yang menjalankan usahatani tumpang sari cabai rawit dengan tembakau pada tahun 2017 dan 2019. Populasi petani cabai rawit dan tembakau adalah 447 petani dan sampel yang diambil sebanyak 82 petani. Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling.

  • 2.4   Metode Analisis Data

  • 1.    Risiko

Terdapat beberapa ukuran dalam menghitung risiko diantaranya adalah varian, standar devisiasi, dan koefisien variasi (Elton dan Gruber, 1995). Pengukuran yang digunakan untuk melihat besarnya risiko adalah nilai dari koefisien variasi. Langkah-langkah pengukuran risiko menggunakan rumus sebagai berikut.

a. Varian


∏- _ y n (Qi~E(Q))2 =

(1)


Keterangan.

=2Varian produksi/harga/pendapatan cabai rawit dan tembakau

= Produksi/harga/pendapatan cabai rawit dan tembakau

E(Q) = Rata-rata produksi /harga/pendapatan cabai rawit dan tembakau n = Jumlah sampel

  • b.    Standar devisiasi σ = √σ2 ........................................................(2)

Keterangan.

= Standar devisiasi produksi/harga/pendapatan cabai rawit dan tembakau

= Varian produksi/harga/pendapatan dari cabai rawit dan tembakau

  • c.    Koefisien variasi

(KV) =     ....................................................(3)

Keterangan.

KV = Koefisien variasi dari cabai rawit dan tembakau

σ = Standar deviasi produksi/harga/pendapatancabai rawit dan tembakau

E(Q) = Rata-rata produksi/harga/pendapatan cabai rawit dan tembakau

  • d.    Tumpang sari antara cabai rawit dan tembakau

σp2 = α2 σi2 + (i – α )2 σj2 + 2 α2 (i –α ) σij ......................(4)

Keterangan

2

σp = Varian tumpang sari untuk usahatani cabai rawit dantembakau

σi = Standar deviasi cabai

σj = Standar deviasi tembakau

=2Fraction cabai rawit

(i-α) = Fraction tembakau

σij = Covariance pada cabai rawit dan tembakau

Covariance antara komoditi cabai rawit dan tembakau dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

ij = ρIJ σι σj .......................................................(5)

Keterangan

σij = Covariance cabai rawit dan tembakau

ρIJ = Koefisien variasi antara cabai rawit dan tembakau

σi = Standar deviasi cabai rawit

σj = Standar deviasi tembakau

  • 2.    Pendapatan Usahatani

Pendapatan usatahani dapat diperoleh dengan beberapa rumus, yaitu.

  • a.    Total biaya TC = TFC + TVC...................................................(6)

Keterangan

TC = Total cost ( total biaya, Rp)

TFC = Total fixed cost ( total biaya tetap,Rp )

TVC = Total variable cost ( total biaya tidak tetap, Rp)

  • b.    Total penerimaan TR = Y. Py............................................................(7)

Keterangan

TR = Total revenue (total penerimaan,Rp)

Y = Output (produksi, kg)

Py= Price output (harga produk, Rp)

  • c.    Pendapatan Usahatani

II = TR – TC..........................................................(8)

Keterangan

II = Income ( pendapatan usahatani, Rp )

TR = Total revenue ( total penerimaan, Rp )

TC = Total cost ( total biaya, Rp)

  • 3.    Pemilihan Pola Tanam

Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan tentang alasan petani dalam memilih pola tanam tumpang sari cabai rawit dengan tembakau di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1   Risiko Produksi Cabai Rawit danTembakau

Risiko produksi dalam kegiatan usahatani cabai rawit dan tembakau ini ditunjukkan dengan adanya fluktuasi atau variasi pada jumlah produksi yang dihasilkan. Sumber ketidakpastian yang penting dalam sektor pertanian adalah fluktuasi hasil produksi dan harga (Doll dan Orazem, 1984). Risiko produksi pada usahatani tumpang sari cabai rawit dan tembakau di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar dapat dilihat pada tabel.

Tabel 1.

Risiko Produksi Pada Usahatani Tumpang sari Cabai Rawit dan Tembakau di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar

Ukuran

Usahatani

Cabai Rawit

Usahatani Tembaka

Usahatani

Tumpang sari

Varian

18,841

22,205

16,677

Standar Devisiasi

137,266

149,016

129,140

Kovisien Variasi

0,34

0,30

0,14

Sumber : dioleh dari data primer tahun 2020

Risiko produksi tertinggi terjadi pada usahatani cabai rawit dengan nilai koefisien variasi sebesar 0,34 dan risiko produksi terendah terjadi pada usahatani tumpang sari dengan nilai koefisien variasi sebesar 0,14 yang berarti setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh maka risiko yang dihadapi oleh petani adalah 14 persen. Nilai 0,14 pada koefisien variasi juga memperlihatkan bahwa kombinasi tumpang sari antara cabai rawit dan tembakau tidak memiliki hubungan satu sama lain.

Rendahnya risiko pada kegiatan usahatani tumpang sari antara cabai rawit dan tembakau disebabkan oleh meningkatnya hasil produksi. Jumlah produksi yang dihasilkan dapat meningkat dikarenakan dengan pola tanam tumpang sari dapat mengoptimalkan pemanfaatan faktor produksi dan mencegah petani dari gagal panen (Mubyarto, 1989) .

Kelebihan pada tumpang sari yaitu apabila salah satu dari komoditi yang diusahakan mengalami gagal panen maka masih ada komoditi pendamping yang dapat meminimalkan kerugian dan fluktuasi produksi yang tinggi. Melalui kelebihan dari pola tanam tumpang sari pada usahatani cabai rawit dan tembakau maka secara tidak langsung petani dapat meminimalkan risiko produksi.

  • 3.2    Risiko Harga Pada Cabai Rawit dan Tembakau

    1.    Risiko Harga

Harga yang diterima oleh petani sangat bervariasi pada setiap musim. Ketidakpastian harga jual ini menjadikan harga sebagai salah satu risiko dalam kegiatan pertanian karena harga jual pada hasil produksi akan mempengaruhi pendapatan yang akan diterima oleh petani. Ketidakpastian harga sulit diprediksi secara cepat, mengingat begitu kompleksnya faktor-faktor yang menyebabkan fluktuasi harga (Sriyadi, 2014) . Pada penelitian ini risiko harga yang dianalisis adalah risiko harga cabai rawit dan tembakau yang diterima oleh petani di Subak Gede Sukawati secara monokultur. Berikut risiko harga pada usahatani cabai rawit dan tembakau di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar

Tabel 2.

Risiko Harga pada Usahatani Cabai Rawit dan Tembakau di Subak Gede Sukawati,

Kabupaten Gianyar

Ukuran

Cabai Rawit

Tembakau

Varian

98,116

123,251

Standar Devisiasi

9,905

351,072

Kovisien Variasi

0,02

0,12

Sumber : dioleh dari data primer tahun 2020

Risiko harga tembakau yaitu 0,12 yang berarti dalam setiap satu rupiah yang dihasilkan mengandung risiko sebesar 12 persen. Risiko harga tembakau jauh lenih tinggi dibandingkan risiko harga cabai rawit (0,02).

Risiko harga yang terjadi baik pada cabai rawit dan tembakau disebabkan oleh ketersediaan dan permintaan akan produk. Tingginya risiko harga pada tembakau dikarenakan tingginya ketersediaan tembakau tidak diikuti oleh permintaan tembakau, sehingga harga tembakau cenderung menurun. Pada cabai rawit, fluktuasi ketersediaan cabai rawit relative diikuti oleh fluktuasi permintaan produk. Hal ini mengakibatkan harga cabai rawit cenderung stabil.

Dalam meminimalkan risiko harga di tingkat petani dapat dibantu dengan adanya kelembagaan kelompok tani. Di Subak Gede Suklawati perlu dibangun kelompok tani yang berperan aktif dalam menangani pemasaran cabai rawit dan tembakau. Peran aktif dari kelompok tani dalam pemasaran diharapkan petani dapat menerima harga yang menguntungkan dan meminimalkan risiko harga komoditi.

  • 2.    Risiko Pendapatan

Berhasil atau tidaknya kegiatan pertanian dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh oleh petani. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya selama kegiatan usahatani dalam satu kali musim tanam (Soekartawi, 2002) . Rata-rata biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani cabai rawit dan tembakau dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.

Rata-Rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Pendapatan Usahatani Cabai Rawit

dan Tembakau di Subak Gede Sukawati

Keterangan

Cabai Rawit

Tembakau

Penerimaan (Rp)

9,017,409

13,686,890

Per petani

Total Biaya (Rp)

4,658,129

2,108,666

Pendapatan (Rp)

4,359,279

11,578,224

Penerimaan (Rp)

46,156,523

70,057,740

Perhektar

Total Biaya (Rp)

23,843,109

10,793,421

Pendapatan (Rp)

22,313,414

59,264,319

Sumber : diolah dari data primer tahun 2020

Rata-rata biaya usahatani cabai rawit per petani maupun per hektar lebih tinggi dibandingkan biaya tembakau. Sebaliknya, rata-rata penerimaan dan pendapatan usahatani cabai rawit lebih rendah dari pada rata-rata penerimaan dan pendapatan tembakau. Harga dan hasil produksi dapat mempengaruhi jumlah pendapatan petani.

Ketidakpastian harga dan hasil produksi dapat berpengaruh pada pendapatan petani. Fluktuasi pendapatan usahatani menunjukkan adanya risiko pendapatan usahatani. Pengukuran risiko pendapatan usahatani tumpang sari antara cabai rawit dan tembakau ditinjau berdasarkan nilai varian, standar devisiasi dan koefisien variasi pendapatan. Tabel 4 menyajikan nilai risiko pendapatan pada kegiatan monokultur dan tumpang sari antara cabai rawit dan tembakau.

Tabel 4.

Risiko Pendapatan Usahatani Cabai Rawit dan Tembakau Dalam Kegiatan Monokultur dan Tumpang sari

Ukuran

Cabai Rawit

Tembakau

Tumpang sari

Varian

10,863

47,114

18,077

Standar Devisiasi

3,295

6,863

4,251

Kovisien Variasi

0,38

0,30

0,13

Sumber : dioleh dari data primer tahun 2020

Risiko pendapatan tumpang sari antara usahatani cabai rawit dan tembakau sebesar 0,13. Nilai ini lebih rendah dibandingkan nilai risiko pendapatan masing-masing komoditi tersebut jika ditanam secara monokultur. Tingginya risiko pendapatan pada kegiatan monokultur pada cabai rawit maupun tembakau disebabkan oleh tingginya risiko produksi pada usahatani monokultur cabai rawit dan tembakau (Tabel 1), serta tingginya risiko harga tembakau (Tabel 2).

  • 3.2    Alasan dalam Pemilihan Pola Tanam Tumpang Sari

Pola tanam tumpang sari dipilih oleh petani karena dinilai mampu mengurangi kerugian secara ekonomi, namun tidak semua petani menilai bahwa pola tanam tumpang sari dapat menguntungkan.Terdapat beberapa alasan lainnya dan pertimbangan yang dilakukan oleh petani di Subak Gede Sukawati dalam pemilihan pola tanam dalam kegiatan usahatani cabai rawit dan tembakau yaitu sebagai berikut.

Tabel 5.

Alasan Petani Dalam Pemilihan Pola Tanam di Subak Gede Sukawati

No

Alasan petani dalam pemilihan pola tanam

Jumlah Petani (orang)

Persentase (%)

1

Menjadi kebiasaan dari turun temurun

72

78

QC 1 7

menanam cabai rawit dan tembakau

95,12

2

Pertumbuhan cabai rawit dan tembakau menjadi

lebih baik ketika ditanam secara tumpang sari

63

76,83

3

Fluktuasi harga pada cabai rawit dan tembakau

80

97,56

4

Fluktuasi produksi pada cabai rawit dan tembakau

59

71,95

5

Biaya produksi pascapanen pada tembakau lebih

39

47,56

tinggi

6

Pendapatan yang diperoleh lebih tinggi dengan

71

8659

kegiatan tumpang sari

7

Pengerjaannya menjadi lebih efisien dengan pola

75

91,46

tanam tumpang sari

8

Lebih mudah menanam cabai rawit dari pada

7

8,54

tembakau

Q

Lamanya proses pascapanen pada tembakau yang

QQ

47 S^

mempengaruhi lamanya penerimaan petani

Sumber :

diolah dari data primer tahun 2020

Persentase tertinggi terjadi pada alasan mengenai fluktuasi harga pada cabai rawit dan tembakau yaitu 97,56%. Berdasarkan risiko harga pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa cabai rawit dan tembakau mengandung risiko dalam setiap satuan rupiah dari harga jual. Harga yang juga merupakan penentu dari besarnya pendapatan yang akan diterima oleh petani menjadi salah satu pertimbangan dalam pemilihan pola tanam bagi usahataninya. Persentase tertinggi kedua terjadi pada alasan mengenai penerapannya sudah menjadi kebiasaan secara turun temurun yaitu sebesar 95,12%.

Mengambil suatu keputusan atau membuat keputusan berarti memilih salah satu pilihan diantara banyak pilihan alernatif lainnya (Supranto, 2005). Bagi beberapa petani menanam komoditi cabai rawit secara monokutur dikarenakan permintaan konsumen pada cabai rawit lebih tinggi dari pada tembakau. Selain faktor permintaan alasan petani dalam memilih menerapkan cabai rawit secara monokultur adalah karena setalah masa panen cabai rawit dapat langsung dijual dan petani langsung memperoleh penerimaan, sedangkan pada tembakau setelah masa panen daun tembakau tersebut harus melewati beberapa proses pascapanen sebelum dijual ke pasar.

Menanam cabai rawit secara monokultur dapat menyebabkan kelangkaan pada tembakau khas Sukawati itu sendiri. Diharapkannya petani tetap menanam cabai rawit dan tembakau secara tumpangsari guna meminimalkan risiko serta menjaga varietas lokal tembakau khas Sukawati yang telah diturunkan dari generasi sebelumnya.

Pada petani lainnya pola tanam tumpang sari tetap menjadi pilihan dalam usahatani di Subak Gede Sukawati. Petani menilai bahwa pola tanam tumpang sari lebih menguntungkan dari pada pola tanam monokultur. Menerapkan pola tanam tumpang sari pengerjaannya dapat dilakukan pada waktu yang sama (Thahir, 1999), namun hasil yang diterima dapat lebih tinggi apabila kedua komoditi tersebut tumbuh dengan baik, namun apabila salah satu dari komoditi tersebut mengalami gagal panen maka tanaman pendampingnya biasa menyanggah tanaman yang tidak berproduksi tersebut. Dengan kata lain pola tanam tumpang sari dapat meminimalkan kerugian yang harus diterima oleh petani.

Pemilihan pola tanam yang diterapkan oleh petani didasari dari pengalaman dan pertimbangan akan untung dan rugi yang harus dihadapi. Banyak petani menerapkan pola tanam tumpang sari karena petani meyakini bahwa dengan penerapan pola tanam tersebut petani dapat meminimalkan kerugian.

Apabila penerimaan yang diperoleh petani mampu menutupi biaya atau modal yang telah dikeluarkan maka kemungkinan terburuk yang harus dihadapi oleh petani adalah titik impas, dimana petani tidak mengalami kerugian dan tidak memperoleh keuntungan, atau pendapatan yang diterima petani hanya dapat menggantikan biaya atau modal yang dikeluarkan.

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1   Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan yaitu risiko produksi pada usahatani tumpang sari cabai rawit dan tembakau memiliki risiko terendah yaitu nilai koefisien variasi 0,14 dibandingkan usahatani monokultur cabai rawit (0,34) dan tembakau (0,30). Risiko harga usahatani tembakau sebesar 0,12 menunjukkan risiko lebih tinggi dibandingkan dengan risiko harga usahatani cabai rawit (0,02). Pada risiko pendapatan, nilai terendah terjadi pada usahatani tumpang sari cabai rawit dan tembakau (0,13) dibandingkan risiko usahatani monokultur cabai rawit (0,38) dan tembakau (0,30). Pemilihan pola tanam di Subak Gede Sukawati antara lain didasari oleh kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun; jaminan harga jual produk; maksimalisasi pendapatan; minimalisasi biaya produksi selama proses produksinya.

  • 4.2    Saran

Berdasarkan simpulan penelitian maka diusulkan beberapa saran yaitu petani diharapkan tetap menerapkan pola tanam tumpang sari usahatani cabai rawit dan tembakau untuk meminimalkan risiko produksi dan menjaga kelestarian varietas lokal tembakau khas Sukawati. Kelembagaan kelompok tani pada Subak Gede Sukawati diharapkan dapat diaktifkan perannya dalam pemasaran produksi agar dapat menekan risiko harga dan pendapatan.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, seluruh pihak yang telah mendukung dalam penulisan e-jurna ini yaitu kepada Ketua Subak dan seluruh Petani di Subak Gede Sukawati, penyuluh di Subak Gede Sukawati sehingga penyusunan jurnal ini dapat terselesaikan.

Daftar Pustaka

Doll, John P and Orazem. 1984. Productions Economics Theory with Application. John Wiley and Sons inc. New York

Elton E. J., M. J. Gruber. 1995. Risk Reduction and Portfolio Size: An Analytical

Solution. Journal of Business

Lestari, Dewi Retna. 2013. Makalah Risiko Agribisnis Share Leasing. Bogor: Program Studi Magister Sains Agribisnis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Dan Sosial. Jakarta

Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta

Purwati,Dwi. 2019. Analisis Risiko dan Pendapatan Usahatani Sayur Mayur. UIN Sutha Jambi. Jambi

J. Supranto. 2005. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikan Pangsa Pasar. Jakarta : Rineka Cipta

Just, R. E., 1974. An Investigation of The Importance risk in Farmers Decisions American Journal of Agricultural Economics.(February). 21(2) :14-25)

Soekarwati, 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian Teori dan Aplikasinya. PT raja Grafindo Peksara. Jakarta

Soemarno. 2007. Risiko Penggunaan Lahan dan Analisisnya Laboratorium PPJB Jurusan Tanah . Malang

Sriyadi. 2014. Risiko Usahatani. LP3M UMY. Yogyakarta

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

92