Analisis Perbandingan Produktivitas Salak antara Kecamatan Selat dan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809 Vol. 10, No. 2, Desember 2021
Analisis Perbandingan Produktivitas Salak antara Kecamatan Selat dan Kecamatan Bebandem
Kabupaten Karangasem
NI PUTU AYU LESTARI DAMAIYANTI, I WAYAN BUDIASA*, WIDHIANTINI
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232, Bali Email: [email protected] * [email protected]
Abstract
Comparative Analysis of Snake fruit Productivity Between Selat District and Bebandem District Karangasem Regency
Indonesia is a country with a fairly potential agricultural sector. The agricultural sector is one of the driving factors for the national economy. Horticultural commodities that are widely developed in Indonesia include fruits, vegetables and various ornamental plants. One of the agricultural commodities in the horticultural sub-sector is snake fruit. The high public demand for horticultural crops, especially snake fruit in Indonesia, requires snake fruit farmers to increase their productivity. Bali Province has a center for the development of snake fruit commodities that applies organic cultivation technology in Karangasem Regency. The Food Crops and Horticulture Department of Karangasem Regency said that Bebandem District is the largest contributor to the production of snake fruit in Bali Province. The research objective was to analyze the productivity of snake fruit farming in Selat District with different productivity of snake fruit farming in Bebandem District, identify the factors that cause the production of snake fruit in the Bebandem District to be different from the Selat District and analyze the development strategy of salak farming in the Selat District. The analysis technique used is the analysis of the Mean Difference Test, the Interpretive Structural Modeling (ISM) and the Descriptive Test. The results showed that Bebandem District had a higher production than Selat District. The future strategy for the development of snake fruit farming in Selat District should focus more on the problem of plant treatment. It is hoped that farmers in Selat District should be able to follow up on the results of the research by doing as much maintenance as possible so that production results can be increased with good quality bark.
Keywords: snake fruit, model interpretatif structural (ISM), horticultura
Indonesia merupakan negara dengan sektor pertanian yang cukup potensial. Sektor pertanian menjadi salah satu faktor penggerak ekonomi nasional. Jika dilihat dari sisi produksi, pertanian merupakan sektor kedua paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi setelah industri pengolahan. Hortikultura merupakan salah satu komoditi andalan sektor pertanian di Indonesia. Komoditi hortikultura yang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain buah-buahan, sayuran dan aneka tanaman hias. Tanaman hortikultura mempunyai fungsi sebagai penghasil bahan pangan namun juga mempunyai fungsi lain, seperti fungsi penyedia pangan, fungsi ekonomi, fungsi kesehatan dan fungsi sosial bagi masyarakat (Bahar, 2008). Salah satu komoditas hortikultura yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara komersial dan berorientasi agribisnis adalah salak (Damayanti,1999). Tanaman salak (Salacca edulis Reinw) tumbuh liar di hutan Indonesia, dan tanaman ini tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Snake Fruit atau salak (Salacca edulis Reinw) yang merupakan buah tropis dengan kecirian khusus memiliki kulit buah berwarna kecoklatan, bersisik dan berduri sangat halus pada kulit buahnya (Tim Redaksi Agro Media, 2007). Salak (Salacca edulis Reinw) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini tumbuh subur di daerah tropis. Ternyata tidak hanya di Indonesia, salak juga dapat tumbuh dan menyebar di Malaysia, Filipina, Brunei, dan Thailand (Joshua, 2018). Komoditas salak (Salacca edulis Reinw) sangat tepat dikembangkan di Indonesia karena petani salak pada umumnya dapat hidup layak dari usaha tersebut, hal ini disebabkan karena salak : (1) Membudidaya tanaman salak sangatlah mudah sehingga tidak perlu perawatan yang khusus, (2) Tanaman salak termasuk tanaman yang relatif tidak ada hama dan penyakit, (3) Tanaman salak memiliki buah yang mempunyai umur relatif cukup panjang sehingga berdampak memberikan hasil buah segar dalam jangka waktu yang lama, sehingga pemerintah menetapkan tanaman salak sebagai buah unggulan nasional Indonesia (Anarsis, 1999). Provinsi Bali memiliki sentra pengembangan komoditas salak yang menerapkan teknologi budidaya organik yang terdapat di Kabupaten Karangasem. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Karangasem (2019) menyebutkan Kabupaten Bebandem merupakan penyumbang produksi salak terbesar di di Provinsi Bali. Berdasarkan Data BPS Karangasem (2019) panen dan produksi salak yang paling tinggi yaitu pada Kecamatan Bebandem dan Kecamatan Selat dengan luas panen pada Kecamatan Bebandem yaitu 344.981 Ha dan hasil produksinya yaitu 11.087,00 ton. Sedangkan Kecamatan Selat memiliki luas panen yaitu 2.329.388 Ha dan hasil produksinya yaitu 5.260,00 ton.
Perbedaan kondisi dan struktur tanah mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan oleh petani. Walaupun masih ada dalam satu wilayah, tetapi perbedaan kandungan unsur hara tanah di masing-masing daerah serta dari tata cara penanaman dan perawatan akan mempengaruhi tingkat produksi salak yang dihasilkan dan juga kan menyebabkan perbedaan jumlah pendapatan yang dihasilkan oleh petani salak.
Produktivitas pertanian sangat dipengaruhi oleh input dan output dari pertanian. Input dari pertanian meliputi luas lahan, umur petani, irigasi, tenaga kerja, bibit dan perlakuan tanaman, sedangkan output dari pertanian meliputi hasil pertanian yang dikelola misalnya salak, selain itu produktivitas di bidang pertanian juga tidak lepas dari faktor-faktor sosial, ekonomi dan lingkungan yang ada disekitarnya (Ramalia, 2011). Berdasarkan uraian diatas maka ditemukan permasalahan dimana terdapat kesenjangan antara produksi usaha tani salak di Kecamatan Selat dengan di Kecamatan Bebandem. Kecamatan Selat cenderung memiliki luas lahan yang lebih tinggi daripada di Kecamatan Bebandem, tetapi justru tingkat produksi di Kecataman Bebandem yang lebih tinggi daripada di Kecamatan Selat. Terjadinya perbedaan dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga perlu dikaji dan diteliti lebih lanjut faktor-faktor yang menyebabkan produksi salak di Kecamatan Bebandem dan Kecamatan Selat. Selain itu karena rendahnya produktivitas usaha tani salak di Selat di tengah tingginya luas lahan yang tersedia menyebabkan penelitit juga tertarik untuk menganalisis keberlanjutan usaha tani salak di Kecamatan Selat.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam analisis ini yaitu:
-
1. Apakah perbedaan produktivitas usahatani salak di Kecamatan Selat dengan produktivitas usaha tani salak di Kecamatan Bebandem?
-
2. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan produksi salak di Kecamatan Bebandem berbeda dengan Kecamatan Selat?
-
3. Bagaimanakah strategi produksi salak di Kecamatan Bebandem dan Kecamatan Selat?
-
1. Untuk menganalisis perbedaan produktivitas usahatani salak di Kecamatan Selat dengan produktivitas usaha tani salak di Kecamatan Bebandem.
-
2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan produksi salak di Kecamatan Bebandem berbeda dengan Kecamatan Selat.
-
3. Untuk menganalisis strategi produksi salak di Kecamatan Bebandem dan Kecamatan Selat.
Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut. Manfaat teoritis yaitu hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca serta dapat memperkaya ragam penelitian, sehingga dapat menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Manfaat praktis yaitu bagi petani, diharapkan dari hasil peneitian ini dapat memberikan manfaat secara praktis bagi petani sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan bagi seluruh petani khususnya pada usahatani salak di Kecamatan
Selat dan Kecamatan Bebandem, guna meningkatkan produksi usahatani salak, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi pemerintah, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan manfaat secara praktis bagi pemerintah untuk membuat kebijakan dalam sektor pertanian, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani salak, guna meningkatkan produksi usahatani salak, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Selat dan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan Kecamatan Selat dan Kecamatan Bebandem merupakan sentra pengembangan salak di Kabupaten Karangasem. Alasan lain adalah terjadi permasalahan dari fluktuasi produksi sehingga berdampak terhadap pendapatan di Desa Putung Kecamatan Selat dan Desa Sibetan Kecamatan Bebandem. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2020 sampai dengan Maret 2020.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang tidak dapat dihitung dengan satuan hitung dan berupa narasi (Sugiyono, 2012). Data kuantitatif terdiri atas data produksi salak yang dihasilkan petani, luas lahan, umur petani dan tenaga kerja yang dijawab oleh responden penelitian. Data kualitatif terdiri atas irigasi, bibit, dan perlakuan tanaman yang dijawab oleh responden serta hasil wawancara mendalam dengan pakar pertanian terkait dengan strategi produksi salak. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil dari survei dengan responden dengan mempergunakan kuisioner yang dibuat terlebih dahulu mengenai jumlah produksi salak yang dihasilkan petani, luas lahan, umur petani, irigasi, tenaga kerja, bibit dan perlakuan terhadap tanaman, Data sekunder pada umumnya digunakan untuk memberikan gambaran tambahan, gambaran pelengkap atau diproses lebih lanjut (Ibrahim,2015). Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Karangasem dan instansi lainnya yang terkait dengan objek penelitian ini seperti data mengenai luas lahan pertanian per Kecamatan di Kabupaten Karangasem, jumlah petani, dan jumlah produksi.
Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu dan ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017). Pengambilan sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil subyek dari petani salak yang
nantinya ditentukan seimbang dengan banyaknya subyek dalam masing-masing petani antara di Kecamatan Selat dengan jumah petani yaitu 100 orang sedangkan di Kecamatan Bebandem jumlah petani yaitu 118 orang, lalu sampel diperhitungkan kembali dengan metode slovin sehingga mendapatkan hasil pada Kecamatan Bebandem 54 orang dan di Kecamatan Selat 50 orang. Pada penelitian ini tidak ditentukan dari kelompok usaha tani, tetapi pada petani salak secara perseorangan, karena di Kecamatan Selat tidak terdapat kelompok usaha tani dan usahatani salak yang dilakukan oleh petani lebih bersifat perseorangan.
Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu produksi yang terdiri dari luas lahan, umur petani, irigasi, tenaga kerja, bibit, dan perlakuan tanaman. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2013 dengan metode penelitian yaitu metode deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Teknik analisis yang digunakan adalah Uji Beda Rata-Rata (Compare Means), Interpretative Structural Modeling (ISM) dan Uji Deskriptif.
Tabel 1.
Hasil Uji Paired Samples Statistics Produksi
Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Selat 1.500 52 .5270 .1667
Bebandem 2.750 54 .9204 .2911
Sumber : Data Primer Diolah, 2020
Berdasarkan hasil analisis menujukkan bahwa nilai rata-rata (mean) di Selat sebesar 1,500 sedangkan nilai rata-rata di Bebandem sebesar 2,750. Hasil ini menujukkan bahwa produksi salak di Bebandem lebih tinggi daripada di Selat. Namun rentang sebaran data di Bebandem juga menjadi semakin lebar Dn dengan standar error yang semakin tinggi.
Tabel 2.
Hasil Uji Paired Samples Correlations Produksi
N |
Correlation |
Sig. | |
Selat & Bebandem |
106 |
-.286 |
.423 |
Sumber : Data Primer Diolah, 2020
Tabel Paired samples correlations menunjukkan nilai korelasi yang menunjukkan hubungan kedua kecamatan pada sampel berpasangan. Hasil menunjukkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,423 > 0,05 maka tidak terdapat korelasi antar variabel sehingga analisis dapat dilanjutkan.
Tabel 3.
Hasil Uji Paired Samples Test Produksi
Paired Differences |
t |
Df |
Sig. (2tailed) | |||
Std. Deviati Mean on |
Std. Error Mean |
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper | ||||
selat – |
- |
- | ||||
bebandem |
1.250 1.1844 |
.3745 |
-2.0973 -.4027 |
3.33 |
105 |
.009 |
0 |
7 |
Sumber : Data Primer Diolah, 2020
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 3. menujukkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,009 < 0,05 sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara produksi salak yang dihasilkan di Selat dengan di Bebandem. Berdasarkan statisika deskriptif Kecamatan Selat dan Bebandem terbukti bahwa produksi salak di Kecamatan Bebandem lebih tinggi daripada produksi salak di Kecamatan Selat.
-
3.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Produksi Salak di Kecamatan Bebandem
Berbeda dengan di Kecamatan Selat
Analisis hierarki digunakan untuk menentukan penyebab perbedaan produksi salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat menggunakan metode Interpretative Structural Modeling (ISM). Berdasarkan hasil studi literatur data sekunder dari jurnal, diskusi dengan pakar masalah kemitraan, dan penelitian di lapangan, didapatkan 1 sub elemen yaitu elemen kendala utama yang terkait dengan permasalahan-permasalahan yang ada dan mempengaruhi perbedaan produksi salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat. Elemen kendala utama dikatagorikan menjadi 3 elemen yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan produksi salak di Kecamatan Bebandem dengan Kecamatan Selat adalah terdiri atas 6 faktor yaitu luas lahan, umur petani, irigasi, tenaga kerja, bibit dan perlakuan tanaman. Berikut hasil lengkap dari 6 sub elemen yang merupakan faktor yang sudah teridentifikasi dan penilaiannya yang telah diinterpretasikan ke dalam Final Reachbility Matrix, sebagai berikut:
Tabel 4.
Final Reachability Matrix
SE |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
DP |
EK |
1 |
1 |
1 |
0 |
1 |
0 |
0 |
3 |
4 |
2 |
0 |
1 |
0 |
1 |
0 |
0 |
2 |
5 |
3 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
0 |
5 |
2 |
4 |
0 |
1 |
0 |
1 |
0 |
0 |
2 |
5 |
5 |
1 |
1 |
0 |
1 |
1 |
0 |
4 |
3 |
6 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
6 |
1 |
D |
4 |
6 |
2 |
6 |
3 |
1 | ||
L |
2 |
1 |
4 |
1 |
3 |
5 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2020
Hasil terhadap Reachability Matrix sebanyak 3 maka diperoleh Inconsistency Index sebesar 0,0 % yang artinya tidak konsistennya suatu data yang sangat dapat di toleransi. Diperoleh pengelompokan masing-masing sub elemen yang dapat menjadi elemen kunci pada final reachability matrix yang tersaji pada tabel. Diperoleh 1 elemen kunci yang merupakan kendala utama yang mempengaruhi perbedaan produksi salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat yaitu 6) Perlakuan Tanaman. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa meskipun produksi salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat berjalan dengan lancar hingga saat ini, namun terjadi perbedaan produksi salak yang dihasilkan di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat karena adanya perbedaan perlakuan tanaman.
Model Garph Matrix hubungan Driver Power dengan Dependence sebagai pengaruh setiap faktor terhadap perbedaan Produksi Salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat
Keterangan :
E1 : Luas Lahan
E2 : Umur Petani
E3 : Irigasi
E4 : Tenaga Kerja
E5 : Bibit
E6 : Perlakuan Tanaman
Grafis hubungan Driver Power (DP) dengan Dependensi (D) terdapat 4 sektor yaitu : 1) Autonomous, 2) Dependent, 3) Linkage, 4) Independent yang masing masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk lebih detailnya ada pada gambar 1. Gambar 1. menunjukkan bahwa semakin tingginya nilai driver power pada suatu sub elemen maka semakin besar juga pengaruhnya terhadap perbedaan produksi salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat.
Gambar 2.
Model Struktur hierarki dengan tingkatan level sebagai pengaruh setiap faktor terhadap perbedaan produksi salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat
Keterangan:
: Jangka Pendek
: Jangka Menengah
: Jangka Panjang
Model struktur hierarki merupakan penjabaran strukur sub-sub yang sudah digambarkan dengan tingkatan level, secara umum level tertinggi merupakan sebagai peranan yang paling penting dalam struktur yang diikuti oleh level dibawahnya. Pada gambar menjelaskan bahwa terdapat 3 kategori sektor yaitu : pertama, sektor 1 yaitu level yang memiliki pengaruh yang besar dan sebagai level independent. Artinya sub
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809 Vol. 10, No. 2, Desember 2021 elemen yang terdapat pada level ini mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap perbedaan produksi salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat. Perubahan perlakuan pada sub elemen ini mampu mempengaruhi perubahan pada sub elemen lainnya. Kedua, sektor 2 yaitu level yang memiliki pengaruh cukup besar dan level yang memiliki pengaruh dan terpangaruh kepada sektor lainnya dan memiliki umpan balik terhadap faktor itu sendiri. Artinya pada level ini ketika terjadi perubahan proporsi sub elemen maka akan mempengaruhi sub elemen di atas maupun sub elemen dibawahnya. Ketiga, sektor 3 yaitu level yang memiliki pengaruh kurang cukup besar dan sebagai level yang dipengaruhi atau level yang terikat. Hal ini karena sub elemen di level ini adalah sub elemen yang dipengaruhi langsung oleh elemen terikat. Artinya pada sub elemen pada level ini sangat menentukan perbedaan produksi salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat. Ketika sub elemen di level ini tidak mampu dikelola dengan baik maka akan menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas petani.
Berdasarkan hasil analisis menujukkan bahwa diantara sub elemen yang diteliti strategi pengembangan usaha tani salak di Kecamatan Selat sebaiknya memfokuskan atau memberi perhatian utama pada permasalahan perlakuan tanaman. Perlakuan tanaman yang dimaksud adalah proses pemeliharaan tanaman salak yang terdiri dari proses pembibitan dan pemeliharaan hingga panen tiba. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan tanaman salak adalah penggunaan bibit unggul dan bermutu. Tanaman salak merupakan tanaman tahunan, karena itu kesalahan dalam pemakaian bibit akan berakibat buruk dalam pengusahaannya, walaupun diberi perlakuan kultur teknis yang baik tidak akan memberikan hasil yang diinginkan, sehingga modal yang dikeluarkan tidak akan kembali karena adanya kerugian dalam usaha tani. Untuk menghindari masalah tersebut, perlu dilakukan cara pembibitan salak yang baik. Pembibitan salak dapat berasal dari biji (generatif) atau dari anakan (vegetatif). Pembibitan secara generatif adalah pembibitan dengan menggunakan biji yang baik diperoleh dari pohon induk yang mempunyai sifat-sifat baik, yaitu: cepat berbuah, berbuah sepanjang tahun, hasil buah banyak dan seragam, pertumbuhan tanaman baik, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan. Selain itu petani juga harus memperhatikan teknik penanaman. Untuk menghindari sinar matahari penuh, tanaman salak ditanam di bawah tanaman peneduh seperti tanaman kelapa, durian, lamptoro dan sebagainya. Apabila lahan masih belum ada tanaman peneduh, dapat ditanam tanaman peneduh sementara seperti tanaman pisang. Setelah selesai ditanam, tanaman salak perlu dipelihara dengan benar dan teratur sehingga diperoleh produksi kebin yang baik dan produktif. Pemeliharaan ini dilakukan sampai berakhirnya masa produksi tanaman salak.
Untuk memperkuat hasil penelitian maka dilakukan wawancara dengan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karangasem yang berpendapat bahwa: “Usaha
tani salak di Kabupaten Karangasem telah dikenal diberbagai wilayah di Bali. Salak Karangasem telah memiliki ciri khas tersendiri di hati masyarakat Bali. Jika dilihat dari produksi salak di per Kecamatan, maka Kecamatan Bebandem adalah kecamatan dengan penghasil salak terbesar dibandingkan Kecamatan Selat yang juga menghasilkan salak. Perbedaan ini menurut saya terjadi karena adanya permasalahan irigasi yang terjadi di Kecamatan Selat sehingga petani kesulitan untuk mendapatkan air dalam proses pemeliharaan, oleh karena itu sebaiknya petani di Kecamata Selat lebih memfokuskan pada pemeliharaan salak sehingga produksinya meningkat. Apabila terkendala di irigasi mungkin petani harus lebih memaksimalkan pada proses pemeliharaan seperti media tanam, pemilihan bibit dan penggunaan pestisida. Untuk irigasi sendiri petani memanfaatkan potensi air seperti meningkatkan penyimpanan air tanah, penggunaan pompa air dan menampung air hujan yang seyogyanya mampu mendukung pengembangan usaha tani salak di Kecamatan Selat”.
Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan produktivitas usaha tani salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat. Produktivitas usahatani salak di Kecamatan Bebandem lebih tinggi daripada produktivitas usahatani di Kecamatan Selat. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan produksi salak di Kecamatan Bebandem dengan di Kecamatan Selat adalah 1) luas lahan, 2) umur petani, 3) irigasi, 4) tenaga kerja, 5) bibit dan 6) perlakuan tanaman. Diantara faktor-faktor tersebut adapun faktor yang paling mempengaruhi produksi usaha tani salak Kecamatan Bebandem lebih tinggi di bandingkan di Kecamatan Selat adalah faktor ke 6 yaitu perlakuan tanaman. Strategi produksi salak baik itu di Kecamatan Bebandem maupun di Kecamatan Selat lebih memfokuskan pada permasalahan perlakuan tanaman.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil analisis adalah pemerintah sebaiknya membantu petani dalam hal meningkatkan pengetahuan tentang aturan penggunaan pupuk melalui penyuluhan dan sosialisasi lainnya sehingga produksi dan pendapatan petani salak di Kecamatan Bebandem dan juga Selat akan meningkat. Kepada petani salak yang menjual hasil panen ke luar pasar agar menjual hasil panennya ke pasar agar upaya untuk meningkatkan pendapatan dapat dicapai dan petani tidak perlu khawatir akan terjadinya penurunan harga jual pada saat musim panen raya. Petani di Kecamatan Selat sebaiknya mampu menindaklanjuti hasil penelitian dengan melakukan pemeliharaan semaksimal mungkin agar hasil produksi dapat lebih meningkat dengan kualitas salak yang baik.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada pihak-pihak yang membantu dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya .
Daftar Pustaka
BPS Kabupaten Karangasem. 2019. Kabupaten Dalam Angka 2019. Percetakan
Teleng Indah, Karangasem.
Cahyono, B. 2016. Panen Untung Dari Budidaya Salak Intensif. Andi, Yogyakarta.
Hazra, F. 2015. Pertumbuhan Bibit Salak [Salacca zalacca (Gaertner) Voss] Pondoh yang Diinokulasi dengan Isolat Bakteri Potensial di Tanah Regosol Darmaga. J. Hort. Indonesia 6(1):37-44.
Joshua, Rano Kurnia Sinuraya. 2018. Keanekaragaman Aktivitas Farmakologi
Tanaman Salak (Salacca Zalacca). Farmaka Suplemen, 16(1).
Soekartawi. 2011. Ilmu Usaha Tani. Universitas Indonesia, Jakarta.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. CV. Alfa Betta, Bandung.
Sukirno, S. 2015. Makro Ekonomi, Teori Pengantar. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Buah Salak. Nuansa Aulia, Jakarta.
Bahar, YH. 2008. Pengembangan Komoditas Pertanian pada Tahun 2008.
http://www.hortikultura.deptan.go.id.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Karangasem, 2019
Ramalia, Mapula, dkk. 2011. Agricultural Productivity In South Africa: Literature
Review. Report on agricultural productivity in South Africa.
Tim Redaksi Agro Media, Budidaya Salak. Agromedia Pustaka, 2007
Anarsis. Wiji, 1999. Agribisnis Komoditas Salak. PT. Aksara. Jakarta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.
Ibrahim, M. A. 2015. Metodelogi Penelitian Kuantitatif. Alfabeta, Bandung.
Damayanti, P. G. 1999. Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Sistem Pemasaran
Salak Bali: Studi Kasus Desa Sibetan Kabupaten Karang Asem Bali.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
663
Discussion and feedback