Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah Kakao Pasta di Unit Pengolah Hasil (UPH) Sari Bumi, Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809 Vol. 10, No. 2, Desember 2021
Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah Kakao Pasta di Unit Pengolah Hasil (UPH) Sari Bumi, Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana
NI LUH PRIMA KEMALA DEWI1*, I KADE ASTAMA2
-
1Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232
-
2Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Email: * primakemaladewi@gmail.com astamakd12@gmail.com
Abstract
Analysis of Benefits and Added Value of Cocoa Pasta in the Sari Bumi Processing Unit (UPH), Gumbrih Village, Pekutatan District, Jembrana
Regency
The Sari Bumi Processing Unit (UPH), Gumbrih Village, Pekutatan District, Jembrana Regency is the only group that is actively processing fermented cocoa beans into secondary products in Bali Province. There are several types of products processed by the group, one of which is cocoa pasta. Cocoa Pasta is cocoa that is more in demand by consumers, especially for export because this cocoa pasta can be made as an ingredient for making cakes, ice cream and others. Quantitative data used in this study is the cost of raw materials, labor, other inputs, the amount of cocoa pasta production in one production process. The qualitative data used is the processing of Cocoa from Fermented Cocoa Beans into Pasta. Data collection methods used are observation and survey. Determination of the sample of this study was determined by the purposive method, namely the selection of samples deliberately appointed by the Head of UPH. The appointment is based on the duties and responsibilities of UPH Sari Bumi and is considered capable of providing information in accordance with the research objectives. The respondents consisted of three people who were divided into the chairperson, treasurer, and cocoa processing staff. Data analysis using by the Hayami method. The profit obtained by the processor in one production process after deducting the value of labor benefits is a profit of IDR 43,259.75. The added value of cocoa pasta is IDR 50,166.00, meaning that with the addition of secondary products, it will get additional selling value. In one kilogram of pasta, the added value is Rp. 50,166.00.
Keywords: add value, cocoa pasta
Kakao (Theobrema cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, selain sebagai penyedia
lapangan kerja dan sumber devisa negara, kakao juga diharapkan sebagai komoditas yang dapat memberikan sumber pendapatan yang kontinyu bagi petani. Saat ini Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara produsen kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Sangat besar peluang untuk mewujudkan tujuan menjadi produsen terbesar kakao dunia, dengan percepatan peningkatan produktivitas dan kualitas serta menjamin kontinyuitas. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Pemerintah bersama pemangku kepentingan kakao nasional, terus berupaya melakukan upaya perbaikan secara menyeluruh sejak hulu hingga hilir, salah satunya adalah melalui peringatan Hari Kakao Indonesia setiap tahunnya. Tujuannya adalah untuk mengangkat citra kakao Indonesia dari hulu sampai dengan hilir dan untuk meningkatkan kesejahteraan pekebun. Pelaksanaan Peringatan Hari Kakao Indonesia yang diperingati setiap tahunnya berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3470/Kpts/PD.320/10/2012 tentang penetapan Hari Kakao Indonesia tanggal 16 September (Ditjen Perkebunan, 2019).
Dibandingkan dengan Angka Sementara tahun 2019 Ditjen Perkebunan (783.978 ton), produksi kakao turun sebesar 0,42% (780.707 ton) di tahun 2020. Hasil ini memberi penurunan lebih rendah apabila dibandingkan dengan hasil estimasi Ditjen Perkebunan di tahun yang sama sebesar 5,68% atau 739.483 ton. Penurunan produksi merupakan suatu keniscayaan dikarenakan pertambahan luas areal tanaman menghasilkan yang sangat kecil disertai penurunan produktivitas kakao. Hal ini menjadi tantangan bagi para stakeholder kakao Indonesia untuk bersama-sama merumuskan kebijakan dan langkah-langkah kongkret untuk meningkatkan produksi kakao Indonesia (Rohmah, 2020).
Kakao juga sangat diandalkan dalam perdagangan internasional karena tingginya nilai dan permintaan pasar yang disebabkan oleh karakteristik khas biji kakao Indonesia. Biji kakao Indonesia memiliki keunggulan, yaitu titik lelehnya tinggi (330C) sehingga cocok digunakan dalam proses blending (Ariyanti, 2017). Selain itu, Indonesia juga menjadi salah satu produsen biji kakao terbesar di dunia. Tingkat produksi biji kakao Indonesia merupakan yang tertinggi se-Asia dan Oseania (ICCO, 2019), hanya kalah oleh dua negara dari Afrika Barat, yakni Pantai Gading (43%), Ghana (20%), dan Ekuador (6%).
Meskipun Indonesia merupakan salah satu produsen utama dunia, faktanya negara kita masih lebih banyak menghasilkan produk mentah dibanding produk olahan. Setiap tahunnya, Indonesia mengekspor sebesar 53% dari total produksi kakaonya. Berdasarkan kinerja ekspor dari ITC, ekspor kakao Indonesia pada tahun 2018 didominasi dalam bentuk lemak (155 ribu ton), pasta (89,8 ribu ton), dan bubuk kakao (83,5 ribu ton). Sementara itu, produk akhir olahan cokelat hanya sebesar 15 ribu ton dan biji kakao sebesar 27,8 ribu ton. Data ITC (2019) juga menunjukkan bahwa kakao Indonesia yang diekspor sebagian besar hingga 96% masih berbentuk produk mentah dan setengah jadi. Di sisi lain, impor dilakukan dalam bentuk olahan cokelat (HS 1806000) konsisten tinggi. Tren tersebut kemudian menggambarkan kondisi industri kakao di Indonesia masih belum berkembang dengan cukup baik.
Tumbuhnya pabrik-pabrik pengolahan kakao asing menjadi faktor penghambat kemajuan industri kakao lokal khususnya skala kecil dan menengah meski di satu sisi meningkatkan pengolahan dalam negeri. Ketua Umum Askindo juga mengatakan kepemilikan perusahaan asing terhadap pabrik pengolahan kakao dalam negeri mencapai 75% (AIKI, 2014). Perusahaan PT Barry Calebaut asal Swiss yang memiliki pabrik di berbagai negara contohnya, memiliki pabrik di Indonesia yang menghasilkan 80% pasta yang kemudian diekspor ke pabrik lainnya untuk dijadikan cokelat merek Barry Callebaut (Mangalandum, 2013).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan yakni melalui pengembangan agroindustri berbasis sumber daya lokal dan ekonomi petani. Pengembangan agroindustri dimaksud dalam hal pengolahan yang mampu meningkatkan nilai produk. Nilai mengacu pada proses penambahan nilai yang timbul dari serangkaian rantai kegiatan pembuatan produk akhir, dan kemudian disebut juga sebagai rantai nilai (Hawkes & Ruel, 2011; Trienekens., 2011). Peningkatan rantai nilai dapat bermanfaat dalam meningkatkan proses, produk, produktivitas, dan kemitraan yang berdampak pada peningkatan daya saing dan pendapatan petani (Pietrobelli & Rabelloti, 2006). Udayana, 2011; Ricketts et al., 2014; dan Olaoye, 2014). Untuk meningkatkan nilai tambah biji kakao, maka perlu dilakukan pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi. Produk setengah jadi dapat berupa bentuk powder dan pasta kakao sedangkan produk jadi dapat berupa berupa produk olahan seperti coklat batangan siap konsumsi (Rosniati & Kalsum, 2018). Jika para petani coklat dapat melakukan pengolahan biji coklat menjadi produk setengah jadi maupun produk yang dapat langsung dikonsumsi, maka akan meningkatkan pendapatan petani sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani coklat (Nurhadi et al., 2019).
Sebagai implementasi kebijakan hilirisasi kakao, Pemerintah Provinsi Bali memberikan bantuan mesin atau peralatan pengolahan kakao di sentra produksi kakao salah satunya di Kabupaten Jembrana yang merupakan salah satu penyuplai kakao terbanyak di Bali. Bantuan peralatan tersebut memacu kelompok dalam melakukan aktivitasnya yaitu pengolahan kakao. Salah satu kelompok yang aktif dalam melakukan pengolahan kakao adalah kelompok Unit Usaha Produktif (UPH) Sari Bumi, Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana. Terdapat beberapa jenis produk yang diolah oleh kelompok salah satunya adalah kakao pasta. Kakao Pasta merupakan kakao yang lebih diminati oleh konsumen utamanya untuk diekspor karena kakao pasta ini dapat dibuat sebagai bahan membuat kue, eskrim dan lain-lain.
Hingga kini kelompok atau UPH belum melakukan perhitungan analisis nilai tambah. Nilai tambah merupakan nilai yang muncul dari selisih output terhadap input yang mengubah produk mentah ke suatu tahap (Hayami et al., 1987). Hasil dari penelitian ini dapat membantu kelompok atau UPH dalam memberikan gambaran tingkat keuntungan dari pengolahan suatu produk.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian dilakukan bertujuan untuk menganalisis besaran keuntungan dan nilai tambah kakao pasta yang dihasilkan oleh UPH Sari Bumi dalam satu kali proses produksi.
Lokasi penelitian ini dilakukan di UPH Sari Bumi, Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan dengan metode purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa UPH Sari Bumi merupakan UPH satu-satunya yang mengolah biji kakao fermentasi menjadi kakao pasta yang ada di Bali. Waktu penelitian pada bulan Oktober 2021.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah biaya bahan baku, tenaga kerja, input lain, jumlah produksi kakao pasta dalam satu kali proses produksi. Data kualitatif yang digunakan adalah proses pengolahan Kakao dari Biji Kakao Fermentasi menjadi Pasta. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan survei.
Populasi adalah kumpulan individu dengan kualitas dan ciri-ciri yang telah ditetapkan, sedangkan sampel adalah bagian dari karakteristik dalam populasi (Antara, 2010 dalam Januarta, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Anggota UPH Sari Bumi yang berjumlah 17 orang. Penentuan sampel penelitian ini ditentukan dengan metode purposive yaitu pemilihan sampel secara sengaja yang ditunjuk oleh Ketua UPH. Penunjukan tersebut berdasarkan tugas dan tanggung jawab pada UPH Sari Bumi serta dianggap mampu memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian. Responden terdiri dari tiga orang yang terbagi atas ketua, bendahara, dan staf pengolahan kakao.
Variabel analisis keuntungan dan nilai tambah menggunakan indikator output, input bahan baku, input tenaga kerja, faktor konversi, koefisien tenaga kerja, harga output, tingkat upah, harga bahan baku, sumbangan input lain, nilai output, nilai tambah, rasio nilai tambah, imbalan tenaga kerja, dan persentase kontribusi tenaga kerja dengan parameter jumlah. Metode analisis data yang digunakan adalah metode Hayami, 1987.
Hayami et al. (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai
korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber- sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen.
Dalam perjalanannya dari produsen primer (usahatani) ke konsumen, komoditas pertanian memperoleh perlakuan-perlakuan sehingga menimbulkan nilai tambah. Besarnya nilai tambah tergantung dari teknologi yang digunakan dalam proses dan perlakuan terhadap produk tersebut (Anonim, 2010 dalam Pertiwi, 2014).
Ada dua cara menghitung nilai tambah yaitu: (1) nilai untuk pengolahan dan (2) nilai tambah untuk pemasaran (Hayami, 1990 dalam Sudiyono, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang mempengaruhi adalah kapasitas produk, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang mempengaruhi adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja.
Prosedur perhitungan nilai tambah untuk pengolahan menurut metode Hayami dapat dilihat pada Tabel 2.1. Dari hasil perhitungan tersebut akan dihasilkan keterangan sebagai berikut.
-
1. Nilai tambah (rp) adalah selisih antara nilai output dengan bahan baku utama dan sumbangan input lain.
-
2. Rasio nilai tambah (%) menunjukkan nilai tambah dari nilai produk.
-
3. Pendapatan tenaga kerja langsung (rp) menunjukkan upah yang diterima tenaga kerja langsung untuk mengolah satu kali proses produksi.
-
4. Pangsa tenaga kerja langsung (%) menunjukkan persentase pendapatan tenaga kerja langsung dari nilai tambah yang diperoleh.
-
5. Keuntungan pengolah atau perusahaan (rp) adalah nilai tambah dikurangi imbalan tenaga kerja langsung dalam satu kilogram bahan baku.
-
6. Tingkat keuntungan (%) menunjukkan persentase keuntungan pengolah atau perusahaan yang dihasilkan dalam satu kilogram bahan baku.
Tabel 1.
Analisis Nilai Tambah Metode Hayami | ||
No |
Variabel |
Notasi |
Output, input, dan harga | ||
1 |
Output (kg/proses) |
a |
2 |
Input bahan baku (kg/proses) |
b |
3 |
Input tenaga kerja (HOK/proses) |
c |
4 |
Faktor konversi |
a/b = m |
5 |
Koefisien tenaga kerja (HOK/kg) |
c/b = n |
6 |
Harga output (rp/Kg) |
d |
7 |
Tingkat upah (rp/HOK) |
e |
8 |
Harga bahan baku (rp/kg bahan baku) |
f |
9 |
Sumbangan input lain (rp/kg bahan baku)* |
g |
Penerimaan, nilai tambah, dan keuntungan | ||
10 |
Nilai output (rp/kg bahan baku) |
m x d = k |
11 |
a. Nilai tambah (rp/kg bahan baku) |
k – f – g = l |
b. Ratio nilai tambah (%) |
l/k % = h% | |
12 |
a. Imbalan tenaga kerja |
n x e = q |
b. Persentase kontribusi tenaga kerja (%) |
q/l % = r % | |
13 |
a. Keuntungan pengolah |
π = l – (n x e) |
b. Tingkat keuntungan |
π/k % = s% |
Sumber : Hayami et al. (1987) Keterangan : * = bahan penolong
Proses pengolahan kakao Pasta di UPH (Unit Pengolah Hasil) Sari Bumi, Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana adalah sebagai berikut.
-
1. UPH Sari Bumi membeli biji kakao fermentasi kepada Anggota UPH dan luar Anggota UPH. Luar Anggota UPH diperoleh dari Kecamatan Melaya dan Mendoyo (masih dalam lingkup kabupaten Jembrana).
-
2. Roasting/Sangrai merupakan proses penyangraian biji kakao fermentasi hingga warna agak kehitaman.
-
3. Winowing/Pengupas Biji merupakan proses biji kakao yang agak kehitaman dipecah hingga menjadi nibs.
-
4. Stone Mild merupakan alat yang mengubah kakao nibs menjadi kakao pasta kasar.
-
5. Mesin Ball Mill besar merupakan alat untuk mengoperasikan pasta kasar menjadi pasta halus.
Gambar 1.
Proses Pengolahan Biji Kakao Fermentasi
di UPH Sari Bumi, Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana
Nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung (Hayami et al 1987). Analisis nilai tambah yang digunakan adalah analisis satu kali proses produksi dari biji kakao fermentasi menjadi kakao pasta. Pada Tahun 2021, dengan harga pembelian bahan baku biji kakao fermentasi sebesar Rp 42.000,-/kg. Harga jual Kakao Pasta sebesar Rp 150.000,-/kg.
Dalam satu kali proses produksi, UPH Sari Bumi mengolah 20 kg biji kakao fermentasi. Dari 20 kg biji kakao fermentasi menghasilkan 14 kg Kakao nibs. Dari 14 kg Kakao Nibs menghasilkan 13 kg Kakao Pasta.
Dalam menganalisis nilai tambah, diperlukan upah tenaga kerja dan biaya sumbangan input lain. Penjelasan masing–masing tersebut akan dijelaskan dalam sub-sub bab berikut.
-
1. Upah tenaga kerja
Tenaga kerja yang diperlukan dalam satu kali proses produksi sebanyak 3 orang, tetapi dalam hal ini tenaga kerja tersebut dibagi dalam penugasannya seperti yang terlihat pada Tabel berikut.
Tabel 2. Kebutuhan Tenaga Kerja dalam satu kali proses produksi Kakao Pasta | ||||||
No |
Kegiatan |
Jumlah TK (L) |
Jumlah jam per hari |
Jumlah hari |
HOK |
Upah (Rp) |
1 |
Roasting |
2 |
4 |
1 |
1 |
85.000 |
2 |
Pengupas Biji/Winowing |
1 |
1 |
1 |
0,125 |
10.625 |
3 |
Mesin Pemasta Kasar |
1 |
1 |
1 |
0,125 |
10.625 |
4 |
Mesin Pemasta Halus |
1 |
2 |
1 |
0,25 |
21.250 |
5 |
Pengemasan Kakao Pasta |
1 |
1 |
1 |
0,125 |
10.625 |
jumlah |
1,625 |
138.125 |
Sumber : Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa kegiatan Roasting paling banyak memerlukan tenaga kerja karena Roasting merupakan kegiatan menggoreng biji kakao fermentasi hingga berwarna kehitaman mesin roasting dan waktu yang diperlukan cukup lama. Dalam Roasting tenaga kerja yang dibutuhkan juga 2 orang karena tidak dapat menurunkan biji kakao fermentasi sendiri. Tingkat upah untuk memproduksi kakao pasta sejumlah Rp. 138.125,00 dalam satu kali proses produksi yaitu dengan bahan baku 20 kg, sehingga untuk satu kilogram bahan baku tingkat upah tenaga kerja sejumlah Rp 6.906,25
-
2. Sumbangan Input Lain
Sumbangan input lain juga merupakan salah satu komponen yang mendukung terjadinya proses pengolahan kakao. Input lain yang digunakan dalam proses pengolahan biji kakao fementasi menjadi kakao pasta ini dapat di lihat pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.
Sumbangan Input Lain Pada Proses Pengolahan Kakao Pasta
No Kegiatan Volume Harga (Rp) Jumlah (Rp) input lain per kg
(input lain) (Rp)
1 |
Roasting (Gas) |
3,125 kg |
4.800 |
15.000 |
750 |
2 |
Pengupas Biji/Winowing (Listrik) |
26 kwh |
960 |
24.960 |
1.248 |
3 |
Mesin Pemasta Kasar (Listrik) |
26 kwh |
960 |
24.960 |
1.248 |
4 |
Mesin Pemasta Halus (Listrik) |
26 kwh |
960 |
24.960 |
1.248 |
5 |
Pengemasan Pasta (Kemasan) |
13 pcs |
1.050 |
16.800 |
840 |
Total |
106.680 |
5.334 |
Sumber : Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel di atas, dalam satu kali proses produksi untuk sumbangan input lain pembuatan kakao pasta menghabiskan Rp 5.334,- per kilogram bahan baku. Input lain yang paling banyak menghabiskan biaya adalah penggunaan listrik, karena mesin-mesin yang digunakan dalam pembuatan kakao pasta lebih banyak
menggunakan energi listrik. Perhitungan analisis nilai tambah lengkapnya terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Perhitungan Analisis Nilai Tambah Biji Kakao Fermentasi Menjadi Kakao Pasta di UPH Sari Bumi | |
No |
Variabel Notasi Kakao Pasta |
OUTPUT, INPUT, HARGA | |||
1 |
Output (kg/proses) |
a |
13,00 |
2 |
Input bahan baku (kg/proses) * |
b |
20,00 |
3 |
Input tenaga kerja (HOK/proses) |
c |
1,63 |
4 |
Faktor konversi output |
a/b = m |
0,65 |
5 |
Koefisien tenaga kerja (HOK/kg) |
c/b = n |
0,0813 |
6 |
Harga output (Rp/kg) |
d |
150.000,00 |
7 |
Tingkat upah (Rp/HOK) |
e |
85.000,00 |
8 |
Harga input (Rp/kg bahan baku) |
f |
42.000,00 |
9 |
Sumbangan input lain (Rp/kg bahan baku) ** |
g |
5.334,00 |
NILAI OUTPUT, NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN | |||
10 |
Nilai output (Rp/kg bahan baku) |
m x d = k |
97.500,00 |
11 |
a. Nilai tambah (Rp/kg bahan baku) |
k - f - g = l |
50.166,00 |
b. Rasio nilai tambah (%) |
l/k*100% = h% |
51,45 | |
12 |
a. Imbalan tenaga kerja |
n x e = q |
6.906,25 |
b. Persentase kontribusi tenaga kerja (%) |
q/l*100% = r% |
13,77 | |
13 |
a. Keuntungan pengolah *** |
π = l - q |
43.259,75 |
b. Tingkat keuntungan (%) |
π∕k*100% = u% |
44,37 |
Keterangan:
* Satu kali proses produksi mengolah sebanyak 20 kg bahan baku Kakao Fermentasi
** Input lain = Gas (mesin Roasting), Listrik (Penerangan dan mesin winowing, mesin ball mill)
*** Keuntungan dinilai atas biaya operasi (bahan baku, input lain, dan tenaga kerja) dalam satu kali
proses produksi; keuntungan bersih pengolah harus memperhitungkan komponen biaya tetap
Berdasarkan Tabel. 4 di atas, terlihat bahwa keuntungan yang diperoleh UPH adalah sebesar Rp 43.259,75 per kg bahan baku. Bahan baku yang digunakan dalam satu kali proses produksi adalah sebanyak 20 kg biji kakao fermentasi, karena kapasitas terpakai dari mesin roasting untuk menggoreng biji kakao fermentasi adalah 25 kg per empat jam. Faktor konversi output sebesar 0,65 artinya setiap pengolahan satu kilogram bahan baku biji kakao fermentasi akan menghasilkan output kakao pasta sebesar 0,65 kg. Hasil perhitungan nilai tambah penelitian untuk kakao pasta yang dikeudian dibandingkan dengan produk serupa hasil kajian lainnya. Yahuda, dkk (2020) mengkaji kakao pasta di perusahaan CV Wahyu Putra Mandiri di Jawa Timur bahwa nilai tambah kakao pasta di UPH Sari Bumi lebih tinggi (Rp) dibandingkan dengan nilai tambah kakao pasta di CV. Wahyu Putra Mandiri (26.990/kg ). Perbedaan nilai yang cukup besar disebabkan adanya perbedaan nilai
output pada UPH yang lebih tinggi (Rp 150.000/kg) dibanding kajian (Rp 75.000/kg). Tingginya nilai tambah produk kakao pasta penelitian akibat nilai output produk juga diikuti nilai lainnya seperti keuntungan dan margin yang diperoleh perusahaan sehingga cukup baik dalam hal ini jika dibandingkan dengan produk pasta lain.
Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa keuntungan yang diperoleh pengolah dalam satu kali proses prosuksi setelah dikurangi nilai imbalan tenaga kerja memperoleh keuntungan sebesar Rp 43.259,75/kg. Nilai Tambah Kakao Pasta diperoleh sebesar Rp 50.166,00/kg artinya dengan adanya penambahan produk sekunder maka akan memperoleh penambahan nilai jual. Dalam satu kilogram pasta memperoleh nilai tambah sebesar Rp 50.166,00.
Disarankan kepada pihak pengelola UPH agar menambah inovasi untuk produksekunder lainnya seperti kakao bubuk, kakao butter, coklat batangan melihat fenomena kebutuhan coklat ini sangat diminati masyarakat. Selain itu, pihak pengelola agar dapat menghitung nilai investasi usahanya dengan kelayakan usaha.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pengurus Unit Pengolahan Hasil Perkebunan Sari Bumi Desa Gumbrih Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembran dan semua pihak terkait yang telah membantu pelaksanaan proses penelitian sehingga e-jurnal ini bisa diselesaikan dengan baik.
Daftar Pustaka
Ariyanti, M. (2017). Karakteristik Mutu Biji Kakao (Theobroma cacao L) dengan Perlakuan Waktu Fermentasi Berdasar SNI 2323-2008. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, Vol. 12(1): 34-42.
Clusters Elsevier LTD. Great Britain. Clusters Elsevier LTD. Great Britain, 1(1), 120.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2019.www.instagram.com/ditjenperkebunan
Hayami, Y. T., Kawagoe, Y. M., & Siregar., M. (1987). Agricultural Marketing and Processing in Upland Java : A Perspective from A Sunda Village. CGPRT Center, Bogor., 1(1), 1-50
ITC. (2019, 1 1). List of importing markets for a product exported by Indonesia Product: 18 Cocoa and cocoa preparations. Dipetik 4 4, 2019, dari
https://www.trademap.org/Country_SelProductCountry_TS.aspx?nvpm=1%7 c360%7c%7c%7c%7c18%7c%7c%7c2%7c1%7c1%7c2%7c2%7c1%7c2%7 c1%7c1.
Lambert, D. K., Lim, S. H., Tweeten, K., Leistritz, F. L., Wilson, W. W., McKee., G.
J, Saxowsky., & D. M. (2006). Agricultural Value Added: Prospects for
North Dakota. Agricultural Experiment Station, 1-25.
Mangalandum, R. S. (2013). Barry Callebaut Operasikan Pabrik ke-17 di Salodong, Makassar. Diambil kembali dari SWA - Capital Market & Investment -Corporate Action: https://swa.co.id/swa/capitalmarket/corporate-action/barry-callebaut-operasikan-pabrik-ke-17-di-salodong-makassar.
Nurhadi, E., Hidayat., Indah., Widayanti., & Harya. (2019). Keberlanjutan Komoditas Kakao Sebagai Produk Unggulan Agroindustri dalam Meningkatkan Kesejahteraan Petani. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Vol 8 (1). Hal 51-61.
Pietrobelli, C., & Rabelloti, R. (2006). Upgrading of Global Value chain Lessons From Latin American
Pertiwi, CII. 2014. Nilai Tambah Pada Produk Olahan Salak (Kasus CV Duta Gunung Salak Denpasar Utara). [Skripsi]. Universitas Udayana.
Rohmah, Yuliawati. 2020. Buku Outlook Komoditas Perkebunan Kakao. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian- Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Diakses melalui http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/.
Rosniasti & Kalsum. (2018). Pengolahan Kakao Bubuk dari Biji Kako Fermentasi Dan Tanpa fermentasi Sebagai Sediaan Bahan Pangan Fungsional. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, Vol 13(2). Hal 107116.
Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM Press, Malang.
Trienekens, J. H. (2011). Agricultural Value Chains in Developing Countries A Framework for Analysis. International Food and Agribusiness Management Review Volume 14, Issue 2,, 1-32.
Udayana, I. G. B. (2011). Peran Agroindustri dalam Pembangunan Pertanian. Singhadwala, Edisi 44, Februari 2011, hlm. 3-8.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
642
Discussion and feedback