Pengaruh Industri Pengolahan Salak terhadap Pendapatan Usahatani Salak di Desa Sibetan
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata
ISSN: 2685-3809
Vol. 10, No. 1, Juli 2021
Pengaruh Industri Pengolahan Salak terhadap Pendapatan Usahatani Salak di Desa Sibetan
PUTU AYU RATNA DEWI, DWI PUTRA DARMAWAN, KETUT BUDI SUSRUSA
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar 80323 Bali
Email: putuayuratnadewi18@gmail.com putradarmawan@unud.ac.id
Abstract
The Effect of Zalacca Processing Industry on the Zalacca Farming Income in Sibetan Village
The drastic increase in the production of zalacca will cause a new problem, which is the decrease in the income of zalacca farmers, due to the decline in the price of zalacca at harvest as a result of the increased supply of fruit in the market. This problem especially occurs during the harvest season. Therefore, efforts are needed to increase the economic value of the zalacca fruits into processed products that can be stored longer. There is now a partnership between the zalacca processing industry of CV. Dukuh Lestari with the Dukuh Sari farmer group and between the Werdhi Guna Food zalacca processing industry and the Werdhi Guna farmer group. The purpose of this study was to determine the effect of zalacca processing industry on zalacca farming income in Sibetan Village. The research data collection methods are interviews, library research and documentation. The analysis was conducted quantitatively and qualitatively. The research respondents were 52 farmers who were grouped into 2 groups, namely 26 partner farmers and 26 non-partner farmers. The results of this study showed that the average zalacca farming income with a partnership scheme was greater than the non-partnership zalacca farming income. Zalacca farming income with partnership was IDR 13,298,919.75/hectare while nonpartnership zalacca farming income was IDR 8,947,214.92/hectare. Value of R/C the ratio of partnership zalacca farming was 2.066, greater than the non-partnership zalacca farming of 1.809. The results of the analysis showed that the existence of zalacca processing industry has a positive effect on farmers' income through partnerships. Therefore, farmers who do not have business partners are encouraged to establish cooperation if there are companies that want to collaborate in partnership.
Keywords: industry, zalacca farming, income
Pembangunan pertanian Indonesia telah dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan dengan tujuan dapat meningkatkan produksi pertanian semaksimal mungkin sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dalam mencapai kesejahteraan, peningkatan produksi usahatani, peningkatan pendapatan. Holtikultura sebagai salah satu sub-produk pertanian tanaman pangan dipandang sebagai sumber
pertumbuhan baru yang potensial untuk dikembangkan dalam sistem agribisnis karena mempunyai keterkaitan yang kuat baik ke hulu maupun ke hilir. Salah satu komoditi holtikultura yang memiliki prospek cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia adalalah salak, karena salak mampu beradaptasi dengan baik mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi (Anarsis, 2006).
Provinsi Bali adalah salah satu pemasok komoditas buah salak baik dipasar lokal maupun pasar nasional yang dihasilkan dari beberapa wilayah. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holikultura Kecamatan Bebandem (2017), Kabupaten Karangasem merupakan sentar budidaya tanaman salak, hal ini disebabkan daerah ini memenuhi syarat untuk pertumbuhan salak. Ketersedian buah salak di pasaran saat ini masih bersifat musiman. Meningkatnya produksi salak secara drastis akan memunculkan masalah baru yaitu menurunnya pendapatan usahatani petani salak, dikarenakan harga buah salak saat panen menurun sebagai akibat bertambahnya pasokan buah di pasar. Hal tersebut terjadi pada saat panen raya. Oleh karena itu, perlu adanya perlakuan untuk meningkatkan nilai ekonomis buah salak tersebut menjadi olahan yang memiliki daya simpan yang lebih lama (Mangunwidjaja, 2008). Desa sibetan sendiri sudah ada industri pengolahan salak yang melakukan kemitraan dengan petani sekitar. Kegiatan kemitraan tersebut dijalankan oleh industri pengolahan salak CV. Dukuh Lestari dengan Kelompok Tani Dukuh Sari dan industri pengolahan salak Werdhi Guna Food dengan Kelompok Tani Werdhi Guna. Pola kemitraan yang dijalankan antara industri pengolahan salak dengan petani adalah pola dagang umum. Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan antara petani mitra dengan perusahaan mitra, yang didalamnya industri pengolahan salak mitra memasarkan hasil produksi petani mitra atau petani mitra memasok kebutuhan yang dibutuhkan oleh industri.
Keberadaan industri pengolahan salak yang ada di Desa Sibetan diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan pendapatan usahatani salak melalui kemitraan, khususnya bagi petani mitra yang merupakan penyuplai bahan baku utama industri pengolahan salak tersebut. Semakin tinggi pengaruh positif keberadaan industri yang dirasakan petani diharapkan dapat berpengaruh pada semakin tingginya tingkat pendapatan usahatani salak. Oleh karena itu, menjadi menarik untuk diteliti tentang bagaimana Pengaruh Industri Pengolahan Salak Terhadap Pendapatan Usahatani Salak di Desa Sibetan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa masalah yaitu sebagai berikut :
-
1. Bagaimana karakteristik petani salak mitra dan non mitra di Desa Sibetan?
-
2. Bagaimana perbedaan pendapatan usahatani salak petani mitra dan petani non mitra di Desa Sibetan?
Berdasarkan beberapa perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
-
1. Mengetahui karakteristik petani salak mitra dan non mitra di Desa Sibetan.
-
2. Mengetahui perbedaan pendapatan usahatani salak petani mitra dan petani non
mitra di Desa Sibetan.
Penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem dengan pertimbangan bahwa Desa Sibetan merupakan sentra pengembangan budidaya salak. Pertimbangan lainnya yaitu terdapat industri pengolahan salak yaitiu CV. Dukuh Lestari dan Werdi Guna Food. Dimana, industri ini melakukan kemitraan dengan Kelompok Tani Dukuh Sari dan Kelompok Tani Werdhi Guna. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2019.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif (Sugiyono, 2012). Data kualitatif mencangkup gambaran umum tempat penelitian, lembaga-lembaga yang berkaitan dengan petani salak, jenis kelamin responden, status kepemilikan lahan, pekerjaan sampingan dan tingkat pendidikan responden. Sedangkan data kuantitatif mencangkup usia petani, pengalaman berusahatani, biaya usahatani, jumlah produksi,dan pendapatan responden.
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dilapangan dengan responden petani yang diajukan melalui kuesioner. Sumber data sekunder diperoleh dari studi pustaka (buku, jurnal, dan internet) dan instansi atau lembaga terkait di Kabupaten Karangasem. Serta Ketua Industri CV. Dukuh Lestari dan Ketua Industri Werdi Guna Food.
Metode pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah survey, wawancara, dan dokumentasi. Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian berupa kuesioner terbuka yang digunakan untuk pengukuran parameter yang menggunakan pengukuran kualitatif, dan kuantitatif sehingga responden diberikan kebebasan untuk menjawab sesuai dengan pertanyaan yang disediakan.
Populasi dalam penelitian berjumlah 110 orang yang terbagi menjadi dua yaitu petani mitra sebanyak 55 orang dan petani non mitra sebanyak 55 orang. Responden yang merupakan petani non mitra dipilih bedasarkan letak kepemilikan lahan yang berlokasi di sekitar lahan petani salak bermitra dengan industri pengolahan salak tersebut. Sampel yang digunakan berjumlah 52 orang. teknik pengambilan sampel responden petani dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan tabel random dimana sampel yang diambil dari populasi bisa mewakili karakter populasi secara keseluruhan (Margono, 2004).
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis kualitatif untuk menganalisis gambaran umum tempat penelitian, lembaga-lembaga yang berkaitan dengan petani salak, jenis kelamin responden, status kepemilikan lahan, pekerjaan sampingan dan tingkat pendidikan responden.
Sedangkan data kuantitatif untuk menganalisis usia petani, pengalaman berusahatani, biaya usahatani, jumlah produksi,dan pendapatan responden.
Menurut Soekartawi (2002), untuk menghitung pendapatan usahatani digunakan adalah analisis pendapatan usahatani dengan rumus sebagai berikut:
Total Cost (TC) = TFC + TVC (1)
Keterangan :
π = Pendapatan (Rp)
R = Penerimaan (Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp)
C = Biaya (Rp)
TC = Total Biaya Produksi (Rp)
TFC = Total Biaya Tetap (Rp)
TVC = Total Biaya Variabel (Rp)
P = Harga Salak (Rp/kg)
Q = Jumlah Produksi (kg)
Menurut Suekartawi, (2000) dalam analisis R/C Rasio memiliki kriteria yaitu :
-
- Jika nila R/C > 1, maka usaha menguntungkan atau layak untuk diusahakan
-
- Jika R/C = 1, maka usaha berada pada titik impas (Break Even Point)
-
- Jika R/C < 1, maka usaha rugi/tidak layak untuk diusahakan -
Setelah diperoleh nilai pendapatan usahatani salak petani mitra dan petani non mitra, akan dilakukan uji beda rata – rata dengan uji Independen Sampe t-Test yang digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan usahatani salak petani mitra dan petani non mitra (Sugiyono, 2012).
Hipotesis:
H0 :Tidak terdapat perbedaan pendapatan usahatani salak petani mitra dengan
petani non mitra
H1 :Terdapat perbedaan pendapatan usahatani salak petani mitra dan petani non mitra.
Hipotesis Statistik :
H1 : µ1 > µ2
Keteragan :
-
µ1 : rata – rata pendapatan petani mitra
-
µ2 : rata – rata penerimaan petani non mitra
Kaidah pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai uji statistik yang sesungguhnya dengan nilai kritisnya yaitu sebagai berikut:
-
1. thit ≤ ttabel, α 0,05 maka H0 diterima H1 ditolak, berarti tidak ada perbedaan
antara pendapatan usahatani salak petani mitra dengan petani non mitra.
-
2. thit ≥ ttabel, α 0,05 maka H0 ditolak H1 diterima, berarti ada perbedaan antara
pendapatan usahatani salak petani mitra dengan petani non mitra.
-
3. Hasil dan Pembahasan
Bedasarkan hasil kuesioner diperoleh informasi bahwa 100 persen petani responden berjenis kelamin laki – laki. Pada Tabel 1 akan disajikan karakteristik responden bedasarkan jenis kelamin pada petani mitra dan petani non mitra di Desa Sibetan.
Tabel 1.
Karakteristik Responden Bedasarkan Jenis Kelamin pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra di Desa Sibetan.
No |
Jenis Kelamin |
Jumlah Petani | |||
Petani Mitra |
% |
Petani Non Mitra |
% | ||
1 |
Laki - Laki |
26 |
100 |
26 |
100 |
2 |
Perempuan |
0 |
0 |
0 |
0 |
Jumlah |
26 |
100 |
26 |
100 |
Sumber : diolah dari data primer (2019)
Bedasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini adalah semua berjenis kelamin laki – laki. Responden mitra laki – laki sebanyak 26 orang atau 100%, sedangkan responden non mitra laki – laki sebanyak 26 orang atau 100% dari total responden. Hasil sebaran ini tentu bisa dimaklumi mengingat umumnya petani adalah laki – laki.
Menurut Badan Pusat Statistik (2014) tingkat umur penduduk dapat dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu umur 0 – 14 tahun merupakan golongan umur yang belum produktif, umur 15 – 64 tahun adalah golongan umur yang produktif, sedangkan umur 65 tahun keatas adalah golongan umur yang sudah tidak produktif. Umur berkaitan dengan pengalaman dan kematangan petani dalam melakukan usahatani. Semakin tua umur petani semakin banyak pengalaman dalam berusahatani serta semakin menurunkan kemampuan fisik petani dalam melakukan usahatani. Pada Tabel 2 akan disajikan karakteristik responden petani mitra dan non mitra bedasarkan umur.
Tabel 2.
Karakteristik Responden Petani Salak Mitra dan Non Mitra Bedasarkan Umur di Desa Sibetan
No |
Kelompok Umur (Tahun) |
Jumlah Petani | |||
Petani Mitra |
% |
Petani Non Mitra |
% | ||
1 |
<15 |
0 |
0 |
0 |
0 |
2 |
15 - 64 |
24 |
92,30 |
22 |
84,61 |
3 |
>64 |
2 |
7,70 |
4 |
15,39 |
Jumlah |
26 |
100 |
26 |
100 |
Sumber : diolah dari data primer (2019)
Bedasarkan Tabel 2 diketahui mayoritas responden petani salak baik mitra maupun non mitra merupakan petani yang berada pada golongan usia produktif (15 – 64 tahun) yaitu masing – masing sebesar 24 orang atau 92,30% dan 22 orang atau 84.61%. pada kondisi petani yang rata – rata berumur produktif maka diharapkan mampu mengelola usahataninya secara maksimal guna meningkatkan produksi.
Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani responden beragam mulai dari tidak sekolah, SD, SMP, SMA samapi lainnya. Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan terakhir yang diterima oleh petani responden. Pada Tabel 3 akan disajikan karakteristik petani responden bedasarkan tingkat pendidikan pada petani mitra dan petani non mitra di Desa Sibetan.
Tabel 3.
Karakteristik Petani Responden Bedasarkan Tingkat Pendidikan pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra di Desa Sibetan
No |
Tingkat Pendidikan |
Jumlah Petani | |||
Petani Mitra |
% |
Petani Non Mitra |
% | ||
1 |
Tidak/belum tamat SD |
0 |
0 |
0 |
0 |
2 |
Tamat Sd |
12 |
46,62 |
11 |
42,30 |
3 |
Tamat SMP |
8 |
30,08 |
9 |
34,61 |
4 |
Tamat SMA |
6 |
23,30 |
6 |
23,09 |
Jumlah |
26 |
100 |
26 |
100 |
Sumber : diolah dari data primer (2019)
Bedasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar petani di lokasi penelitian yang menjadi sampel hanya berpendidikan SD. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pendidikan di daerah penelitian relatif rendah. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh petani yang relatif terbatas, hal ini menyebabkan pengelolaan usahatani salak hanya dijalankan secara sederhana sesuai dengan kebiasaan yang selama ini dilakukan dengan cara bertukar informasi yang didapatkan antar petani.
Jumlah tanggungan keluarga merupakan jumlah keseluruhan orang yang berada dalam satu rumah yang menjadi tanggungan kepala rumah tangga. Semakin banyak anggota keluarga yang menjadi tanggungan, maka akan semakin tinggi pula biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani. Pada Tabel 4 akan disajikan karakteristik responden bedasarkan jumlah tanggungan keluarga di Desa Sibetan.
Tabel 4.
Karakteristik Responden Bedasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra di Desa Sibetan
No |
Tanggungan keluarga (Orang) |
Jumlah Petani | |||
Petani Mitra |
% |
Petani Non Mitra |
% | ||
1 |
1 – 2 |
10 |
38,46 |
6 |
23,07 |
2 |
3 – 4 |
13 |
50 |
16 |
61,54 |
3 |
5 – 6 |
3 |
11,54 |
4 |
15,39 |
Jumlah |
26 |
100 |
26 |
100 |
Sumber : diolah dari data primer (2019)
Bedasarkan pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa jumlah tanggungan keluarga responden tertinggi yaitu kisaran 3 sampai 4 orang. Hal ini berarti bahwa jumlah anggota yang harus ditanggung oleh petani responden tidak terlalu banyak. Jumlah anggota keluarga merupakan modal tenaga kerja dalam keluarga, akan tetapi pada umumnya yang terlibat dalam proses usahatani adalah kepala keluarga dan istri
sehingga ketersediaan tenaga kerja belum mencukupi dan saat masa panen petani memerlukan tambahan tenaga kerja dari luar keluarga.
Keberhasilan usahatani salak tidak hanya ditentukan oleh tingkat pendidikan saja namun juga ditentukan oleh bakat dan pengalaman petani itu sendiri. Lama berusahatani menjadi salah satu faktor yang dianalisis dalam karakteristik responden karena dapat berpengaruh pada keterampilan petani berusahatani. Hasil penelitian pengalaman petani dalam berusahatani di daerah penelitian berkisar antara 35 sampai 45 tahun. Pada Tabel 5 akan disajikan karakteristik petani responden bedasarkan pengalaman usahatani pada petani mitra dan petani non mitra di Desa Sibetan.
Tabel 5.
Karakteristik Petani Responden Bedasarkan Pengalaman Usahatani pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra di Desa Sibetan
No |
Pengalaman Usahatani |
Jumlah Petani | |||
Petani Mitra |
% |
Petani Non Mitra |
% | ||
1 |
0 - 10 |
0 |
0 |
0 |
0 |
2 |
11 - 20 |
2 |
7,70 |
2 |
7,70 |
3 |
21 - 30 |
13 |
50 |
14 |
53,84 |
4 |
31 - 40 |
11 |
42,30 |
10 |
38,46 |
Jumlah |
26 |
100 |
26 |
100 |
Sumber : diolah dari data primer (2019)
Bedasarkan pada Tabel 5 diketahui bahwa pengalaman usahatani salak responden petani mitra dan petani non mitra adalah kisaran 31 samapai 40 tahun dengan jumlah petani mitra adalah 13 orang atau 42,30% dan petani non mitra adalah 14 orang atau 53,84%. Rata – rata petani responden mempunyai pengalaman usahatani salak selama 30,5 tahun. Hal ini menunjukan bahwa petani responden di daerah penelitian telah memiliki pengalaman yang cukup lama dan produktif dalam usahatani salak. semakin lama pengalaman berusahatani salak maka dapat meningkatkan keterampilan dan menambah pengetahuan dalam mengelelola usahataninya sehingga dapat meningkatkan pendapatan usahatani salak. Pengalaman usahatani bisa didapatkan dari keikutsertaan petani dalam kelompok tani dan kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh instansi terkait.
Menurut Mubyarto (1995) luas lahan menjamin jumlah atau hasil yang akan diperoleh petani. Jika hasil produksi yang dihasilkan banyak maka akan berpengaruhi terhadap penerimaan dan pendapatan petani. Bedasarkan hasil wawancara dengan petani responden status kepemilikan lahan adalah lahan milik sendiri. Pada Tabel 6 akan disajikan karakteristik petani responden bedasarkan luas lahan responden pada petani mitra dan petani non mitra di Desa Sibetan.
Tabel 6. Karakteristik Responden Bedasarkan Luas Lahan pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra di Desa Sibetan | |||||
No |
Luas Tanam (hektar) |
Jumlah Petani | |||
Petani Mitra |
% |
Petani Non Mitra |
% | ||
1 |
<1 |
20 |
76,69 |
21 |
80,08 |
2 |
1 - 2 |
6 |
23,31 |
5 |
19,92 |
Jumlah |
26 |
100 |
26 |
100 | |
Sumber |
: diolah dari data primer (2019) |
Bedasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa penggunaan luas lahan di daerah penelitian paling tinggi adalah luas lahan kurang dari atau sama dengan 1 hektar yaitu sebesar 20 orang atau 76,69% petani mitra dan 21 orang atau 80,08% petani non mitra. Keadaan ini menunjukan bahwa luas lahan yang diusahakan di daerah penelitian masih relatif kecil. Menurut Suratiyah (2011), luas lahan dipandang dari sudut efesiensi, semakin luas lahan yang diusahakan maka semakin tinggi produksi dan pendapatan per kesatuan luasnya.
Usahatani salak merupakan pekerjaan utama dalam memenuhi kebutuhan hidup bagi petani responden di daerah penelitian Pekerjaan petani untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan mengisi waktu senggang selama berusahatani salak, beberpa petani biasanya mempunyai pekerjaan sampingan. Pada daerah penelitian petani responden memeliki pekerjaan sampingan antara lain buruh dan bangunan, pengabdi sekolah. Pada Tabel 7 akan disajikan karakteristik responden bedasarkan pekerjaan sampingan petani responden pada petani mitra dan petani non mitra di Desa Sibetan.
Tabel 7. Karakteristik Responden Bedasarkan Pekerjaan Sampingan Petani Responden pada Petani Mitra Dan Petani Non Mitra di Desa Sibetan | |||||
No |
Pekerjaan Sampingan |
Jumlah Petani | |||
Petani Mitra |
% |
Petani Non Mitra |
% | ||
1 |
ada |
5 |
19,92 |
7 |
26,69 |
2 |
Tidak Ada |
21 |
80,08 |
19 |
73,31 |
Jumlah |
26 |
100 |
26 |
100 | |
Sumber |
: diolah dari data primer (2019) |
Bedasarkan pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa berusahatani salak merupakan pekerjaan utama bagi petani responden. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah petani yang tidak memiliki pekerjaan sampingan yaitu sebesar 21 orang atau 80,08% petani mitra dan sebesar 19 orang atau 73,31% petani non mitra yang pekerjaanya utamanya adalah sebagai petani salak dan tidak memiliki pekerjaan sampingan. sedangkan petani responden yang memiliki pekerjaan sampingan bekerja sebagai buruh bangunan dan pengabdi di sekolah.
Biaya usahatani mencangkup keseluruhan biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani untuk satu kali proses produksi salak. komponen biaya usahatani salak meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani. Biaya yang dikeluarkan petani dalam usahatani salak adalah biaya sarana produksi (pupuk, obat-obatan), biaya tenaga kerja luar keluarga dan biaya pajak lahan usahatani. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang diperhitungkan dalam usahatani namun tidak langsung dibayarkan secara tunai. Yang termasuk dalam biaya diperhitungkan pada usahatani salak di lokasi penelitian adalah tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan peralatan pertanian. pada Tabel 8 akan disajikan rata – rata biaya usahatani salak petani mitra dan non mitra per hektar tahun 2018.
Tabel 8.
Rata – Rata Biaya Usahatani Salak Petani Mitra dan Non Mitra Per Hektar Tahun
2018 | ||
Biaya Usahatani |
Jumlah Biaya (Rp) | |
Petani Mitra |
Petani Non Mitra | |
1. Biaya Tunai Tenaga Kerja Luar keluarga |
5.800.999,11 |
5.000.824,18 |
Pajak Lahan |
200.000,00 |
261.349,21 |
Total Biaya Tunai |
6.000.999,11 |
5.262.173,39 |
2. Biaya Tidak Tunai Tenaga Kerja Dalam Keluarga |
6.268.936,55 |
5.790.611,69 |
Biaya Penyusutan |
201.144,59 |
192.424,88 |
Total Biaya Tidak Tunai |
6.470.081,14 |
5.790.611,69 |
Total Biaya |
12.471.080,25 |
11.052.785,08 |
Sumber : Diolah dari data primer, 2019
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa rata - rata biaya usahatani salak petani mitra lebih besar yaitu sebesar Rp 12.471.080,25/ha dibandingkan dengan rata – rata biaya usahatani salak petani non mitra yaitu sebesar Rp 11.052.785,08/ha. Hal ini dikarenakan rata-rata luas lahan yang dimiliki petani mitra lebih banyak sehingga biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani mitra lebih tinggi.
Penerimaan usahatani salak diperoleh dari hasil hasil produksi dikalikan dengan harga jual salak yang diterima petani. Harga salak di lokasi penelitian dibagi menjadi tiga bedasarkan musim panen salak. Harga yang diterima petani salak mitra saat musim panen raya maupun gadu harga yang diterima petani sama yaitu sebesar Rp 5.000,00/kg. Sedangkan harga yang diterima petani non mitra saat musim panen raya dan musim panen gadu berbeda. Pada saat panen raya harga yang diterima petani non mitra akan lebih murah yaitu sebesar Rp 2.000,00/kg, dan untuk harga yang diterima petani non mitra pada saat musim gadu yaitu sebesar Rp 7.000,00/kg. Hal ini dikarenakan petani non mitra menjual hasil produksinya ke luar industri pengolahan salak, sedangkan untuk petani mitra mereka menjual produksinya ke industri dengan harga yang sudah disepakati bersama. Menurut penelitian Matovani (2012), harga yang diterima oleh petani yang menjual salak ke industri dan luar industri akan mempengaruhi penerimaan yang diterima petani. Pada Tabel 9 akan
disajikan rata – rata penerimaan usahatan salak petani mitra dan non mitra per hektar tahun 2018.
Tabel 9.
Rata – Rata Penerimaan Usahatan Salak Petani Mitra dan Non Mitra Musim
Per Hektar Tahun 2018
Uraian Satuan Musim Panen Petani Mitra Petani Non Mitra
Jumlah Produksi |
Rp |
Panen Raya Panen Gadu |
3.154,00 2.000,00 |
3.000,00 1.427,00 |
Harga Jual |
Rp/kg |
Panen Raya Panen Gadu |
5.000,00 5.000,00 |
2.000,00 7.000,00 |
Penerimaan |
Rp |
Panen Raya Panen Gadu |
15.770.000,00 10.000.000,00 |
6.000.000,00 14.000.000,00 |
Total Penerimaan 25.770.000,00 20.000.000,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2019
Bedasarkan Tabel 9 dapat diketahui rata – rata penerimaan usahatani salak petani mitra pada pada tahun 2018 yaitu sebesar Rp 25.770.000,00/ha dan petani non mitra yaitu sebesar Rp 20.000.000,00/ha. Penerimaan tersebut terdiri dari dua musim panen yaitu musim panen raya dan musim panen gadu.
Analisis pendapatan usahatani salak merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua, yaitu pendapatan usahatani atas biaya tunai dan atas biaya total. Pada Tabel 10 akan disajikan rata - rata pendapatan usahatani salak petani mitra dan petani non mitra per hektar Tahun 2018.
Tabel 10.
Rata - Rata Pendapatan Usahatani Salak Petani Mitra Dan Petani Non Mitra
Per Hektar Tahun 2018 | |||
Uraian |
Satuan |
Petani Mitra |
Petani Non Mitra |
Total Penerimaan |
Rp |
25.770.000,00 |
20.000.000,00 |
Biaya |
Rp | ||
a. Biaya Tunai |
6.000.999,11 |
5.262.173,39 | |
b. Biaya Diperhitungkan |
6.470.081,14 |
5.790.611,69 | |
Total Biaya |
Rp |
12.471,080,25 |
11.052.785,08 |
Pendapatan Atas Biaya Tunai |
Rp |
19.769.000,89 |
14.737.826,61 |
Pendapatan Atas Biaya Total |
Rp |
13.298.919,75 |
8.947.214,92 |
Sumber : Diolah dari data primer (2019)
Bedasarkan pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa rata – rata pendapatan usahatani salak atas biaya tunai petani mitra lebih besar yaitu Rp 19.769.000,89/ha dibandingkan dengan petani non mitra sebesar Rp 14.737.826,61/ha. Sedangkan rata – rata pendapatan usahatani salak atas biaya total petani mitra adalah sebesar Rp 13.298.919,75/ha dan petani non mitra sebesar Rp 8.947.214.92/ha.
Bedasarkan perolehan nilai penerimaan dan nilai biaya dapat diketahui nilai R/C rasio kedua kelompok petani responden. Perolehan R/C rasio atas biaya tunai
petani mitra adalah sebesar 2,066 dan petani non mitra sebesar 1.809. Nilai R/C rasio usahatani salak petani mitra dan non mitra lebih besar dari 1 maka usahatani kedua kelompok responden tersebut menguntungkan atau layak untuk diusahakan.
Uji beda rata-rata dilakukan untuk membandingkan rata – rata dari dua grup/populasi yang tidak berhubungan satu dengan yang lain. Apakah kedua grup/populasi tersebut mempunyai rata – rata yang sama atau tidak secara signifikan. Pada penelitian ini dua populasi yang akan dibandingkan adalah petani mitra dan petani non mitra. Nilai rata – rata yang akan diuji adalah rata – rata pendapatan per ha dari usahatani petani mitra dan petani non mitra di Desa Sibetan. Bedasarkan hasil ananlisis dengan bantuan Microsoft excel dan Independen sampel t-test dari rata – rata pendapataan usahatani salak petani mitra dan petani non mitra akan disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11.
Perbedaan Pendapatan Usahatani Petani Mitra dan Petani Non Mitra Per Satu
Hektar di Desa Sibetan Tahun 2018
Rata-rata Pendapatan |
P-Value |
Kesimpulan |
Petani Mitra Rp 13.298.919,75 Petani Non Mitra Rp 8.947.214.92 |
0,000 |
H0 ditolak H1 diterima |
Sumber : Diolah dari data primer (2019)
Bedasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa hasil t-hitung terhadap pendapatan usahatani salak menunjukan bahwa nilai sig (2-tailed) sebesar 0,000<0,05, artinya pendapatan usahatani per hektar yang diterima oleh petani mitra berbeda secara nyata dengan pendapatan usahatani per hektar petani non mitra, dimana rata – rata pendapatan usahatani salak petani mitra adalah Rp 13.298.919,75 per hektar lebih besar dibandingkan petani non mitra adalah Rp 8.947.214.92 per hektar. Maka H0 ditolak H1 diterima yang artinya terdapat perbedaan nyata antara pendapatan usahatani salak petani mitra dengan pendapatan usahatani salak petani non mitra. Sehingga hipotesis statistik yang menyatakan pendapatan usahatani salak petani mitra lebih besar dibandingkan pendapatan usahatani salak petani non mitra dapat diterima.
Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan diantaranya:
-
1. Karakteristik petani salak mitra dengan karakteristik petani salak non mitra menunjukan kemiripan yang ditunjukan bedasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman usahatani, luas lahan dan setatus kepemilikan lahan serta pekerjaan sampingan petani salak.
-
2. Pendapatan usahatani salak petani mitra lebih besar dibandingkan pendapatan usahatani salak petani non mitra. Hasil analisis tersebut menjelaskan bahwa keberadaan Industri pengolahan salak berpengaruh terhadap pendapatan petani melalui kemitraan
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka saran yang dapat diberikan diantaranya :
-
1. Bagi petani yang belum ikut dalam bermitra dianjurkan untuk bermitra jika ada perusahaan yang ingin bekerjasama dalam kemitraan.
-
2. Pemerintah perlu memfasilitasi dan mendorong perusahaan agar memberikan peluang menjalin kemitraan lebih luas sehingga lebih banyak petani berkesempatan untuk bermitra.
-
3. Program kemitraan yang telah berlangsung akan lebih baik lagi jika dilakukan upaya – upaya yang dapat meningkatkan efesiensi melalui bimbingan secara intensif dan terprogram bagi petani mitra guna meningkatkan wawasan dan kesejahteraan para petani mitra.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Penulis megucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian hingga karya ilmiah ini dipublikasikan dalam e-jurnal.
Daftar Pustaka
Anarsis, Widji. 2006. Agribisnis Komoditas Salak. Cetakan Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karangasem. 2017. Bebandem Dalam Angka 2017.
Diakses online di http://karangasemkab.bps.go.id.
Badan Pusat Statistik
Mangunwidjaja, Djumali., Illah S. 2008. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar
Swadaya, Jakarta
Margono, 2004 Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Pt. Renika Cipta
Matovani, L.E., Tarigan, K., Kesuma, S.I. 2012. Analisis Perbandingan pendapatan petani Salak yang Menjual Hasil Panen Ke Pabrik dan Luar Pabrik di Kabupaten Tapaluni Selatan. Program Studi Agribisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Mubyarto, 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta
Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu Usahatani. Universitas Indonesia (UI-Press), Salemba, Jakarta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Suratiyah, 2011. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta
UPT Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holikultura Kecamatan Bebandem. 2017.
Program Penyuluhan Pertanian BPP Bebandem.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
162
Discussion and feedback