Jurnal Agribisnis dan Agrowisata

ISSN: 2685-3809

Vol. 10, No. 1, Juli 2021

Analisis Usahatani Monokultur Padi dan Tumpang Sari Tembakau Cabai

(Studi Kasus di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar)

PUTU EKA TEJA DIPUTRI, I MADE SUDARMA, NI WAYAN PUTU ARTINI

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jalan P.B Sudirman-Denpasar, 80232, Bali

Email: tejaputri28@gmail.com sudarmaimade@yahoo.com

Abstract

Analysis Of Rice Monopulture And Tumpang Sari Chilli Tobacco

Farming is an activity that seeks land, labor, and capital to provide maximum benefits and income. This is applied by Irrigation System of Subak Gede Sukawati, namely the farming of rice fields by planting in rotation by planting rice monocultures and intercropping of tobacco-chilies because they are suitable with their natural conditions, so that the irrigation water distribution system is evenly distributed. The purpose of this study is to determine the income of rice monoculture farming and tobacco-chili intercropping, to see which farming's R/c ratio is more profitable, and the constraints faced by farmers in Subak Gede Sukawati. The technique of determining the sampling is proportional random sampling with 60 respondents. The analysis technique used is quantitative and qualitative analysis. The results of this study concluded that the income of rice monoculture farming farmers was IDR 13,377,272 per hectare per year, while the income of tobacco-chili intercropping farmers was IDR 115,318,875 per hectare per year. Seen from the R/C ratio of rice monoculture farming at 1.50 and intercropping chili tobacco at 4.47, which means that they are equally profitable because the R/C ratio > 1. The constraints faced by farmers are technically weather, pests and diseases, while nontechnical are land conditions and difficult accessibility to land, marketing, and labor.

Keywords: monoculture, intercropping, rice, tobacco, chili

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Usahatani yaitu kegiatan dalam mengusahakan dan mengkoordinir faktor produksi secara efektif dan efisien mungkin berupa lahan, tenaga kerja, dan modal sehingga memberikan manfaat serta pendapatan semaksimal mungkin (Barokah, 2014). Pada hakikatnya perkembangan usahatani bertujuan untuk menghasilkan bahan pangan untuk kebutuhan keluarga sehingga hal tersebut dinamakan usahatani swasembada. Oleh karena sistem pengelolaan yang lebih baik oleh petani maka menghasilkan lebih banyak produk dan dapat dipasarkan sehingga bercorak usahatani swasembada keuangan. Karena dapat berorientasi pada pasar maka usahatani tersebut akan menjadi usahatani niaga. Usahatani yang pada mulanya

hanya mengelola tanaman pangan kemudian perkembang menjadi beberapa komoditi menyebabkan usahatani murni menjadi usahatani campuran (mixed farming) (Shinta, 2011). Menurut Suratiyah (2015) sahatani campuran (mixed farming) yaitu usahatani yang terdiri dari berbagai macam komoditas, seperti tanaman pangan, hortikultura (seperti sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias), tanaman perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Desa Sukawati merupakan desa yang ada di Kecamatan Sukawati yang petaninya tergabung dalam subak yang bernama Subak Gede Sukawati. Subak Gede Sukawati terdiri dari 13 subak dengan luas sekitar 387 ha lahan sawah (Badan Pusat Statistika Provinsi Bali, 2017). Subak Gede Sukawati juga memiliki peraturan-peraturan yang telah di sepakati dan telah di tulis dalam awig-awig. Salah satu awig-awig (aturan) yang ada di Subak Gede Sukawati yaitu dalam bercocok tanam menggunakan istilah kerta masa. Kerta masa adalah aturan-aturan atau teknik pengelolaan lahan sawah yang telah diatur dalam awig-awig meliputi jenis tanaman yang ditanam dan pergiliran tanaman (Norken, 2015). Hal tersebut dikarenakan keterbatasan ketersediaan air irigasi, sehingga pembagian air haruslah merata dan pemilihan komoditi yang tepat sangatlah penting agar sesuai dengan kondisi alam disana serta mampu meningkatkan perekonomian petani di Subak Gede Sukawati.

Petani di Subak Gede Sukawati dalam upaya mencukupi kebutuhan pangan dan meningkatkan pendapatan menerapkan pola tanam monokultur dan tumpang sari secara bergilir setiap tahunnya. Pola tanam monokultur merupakan cara budidaya dalam memanfaatkan lahan pertanian dengan menanami satu jenis tanaman dalam satu areal lahan garapan (Wahyuni, 2018). Pola tanam monokultur memiliki kelebihan seperti memudahkan dalam pembuatan, pengelolaan, pemanenan dan pengawasan. Namun terdapat resiko terserang hama dan penyakit, dan tidak ada diversifikasi produk untuk pendapatan alternatif (Siregar, 2017). Oleh sebab itu demi meningkatkan produktivitas di lahan sawah, pola tanam tumpang sari mampu menjamin berhasilnya penanaman menghadapi iklim yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit. Selain itu, dengan pola tanam ini membantu menekan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani seperti biaya tenaga kerja dan biaya saprodi (Salahudin, 2018).

Pola tanam monokultur padi yang dilakukan selama tiga kali dalam satu tahun dimana musim tanam pertama biasanya dilakukan pada bulan Februari-Mei mulai dari mengolah lahan hingga panen, musim tanam kedua mulai dari bulan Juni-September dan musim tanam ketiga mulai dari Oktober-Januari. Pola tanam tumpang sari tembakau-cabai dilakukan selama satu tahun. Masa tanam tanaman tembakau yang merupakan tanaman tembakau rakyat hanya berlangsung satu kali dalam satu tahun dimulai dari bulan Februari-Mei pada tahun yang sama mulai dari mengolah lahan hingga panen dengan umur tanaman 105-121 hari. Sedangkan masa tanam tanaman cabai dengan varietas lokal berlangsung selama delapan bulan dari bulan Februari-September.

Perbedaan jenis pola tanam dan komoditi yang ditanam di Subak Gede Sukawati menyebabkan perlakukan yang dilakukan pun pastilah berbeda seperti penanganan dan biaya yang dikeluarkan oleh petani, serta pendapatan yang diperoleh petani pun berbeda. Selain itu juga dalam berusahatani terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh petani di Subak Gede Sukawati baik secara teknis mau pun non teknis.Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti ingin melakukan kajian mengenai analisis usahatani dengan melihat biaya yang dikeluarkan oleh petani dan pendapatan

yang diperoleh petani selama dua kali musim pada musim usahatani monokultur padi dengan usahatani tumpang sari tembakau-cabai dan R/C ratio usahatani monokultur padi dan tumpang sari tembakau-cabai, serta kendala-kendala yang dihadapi oleh petani di Subak Gede Sukawati, Kabupten Gianyar.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pendapatan usahatani monokultur padi dan tumpang sari tembakau-cabai di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar?

  • 2.  Bagaimana R/C ratio dari usahatani monokultur padi dan tumpang sari

tembakau-cabai di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar?

  • 3.  Kendala-kendala apakah yang dihadapi petani dalam berusahatani

monokultur padi dan tumpang sari tembakau-cabai di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar?

  • 1.3    Tujuan Masalah.

  • 1.    Untuk mengetahui pendapatan usahatani monokultur padi dan tumpang sari tembakau-cabai di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar.

  • 2.    Untuk mengetahui R/C ratio dari usahatani monokultur padi dan tumpang sari tembakau-cabai di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar.

  • 3.    Mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi petani dalam berusahatani monokultur padi dan tumpang sari tembakau-cabai di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar.

  • 2.   Metode Penelitian

    • 2.1  Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Penelitan dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan April-Mei 2019 di Subak Gede Sukawati, Kabupaten Gianyar.

  • 2.2    Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anggota aktif yang mempunyai satu lahan subak di Subak Gede Sukawati berjumlah 350 petani dalam tujuh subak yang menanam padi dan enam subak yang menanam tumpang sari tembakau-cabai. Penentuan jumlah sampel ditentukan sebanyak 60 petani dengan menggunakan teknik quota sampling, sehingga jumlah sampel yang digunakan yaitu responden untuk usahatani monokultur padi sebanyak 30 petani dan responden usahatani tumpang sari tembakau cabai sebanyak 30 petani.

  • 2.3    Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam pelitian ini yaitu data kuantitatif dan data kualitati. Data kuantitatif dalam penelitian ini yaitu berupa angka dan dapat dihitung (Siregar, 2017). Data yang dicari meliputi luas tanam, jumlah produksi padi dan tembakau perluas tanam, biaya tetap yang dikeluarkan meliputi biaya luas lahan dan penyusutan, biaya variabel terdiri dari biaya bibit pupuk, tenaga kerja usahatani padi dan tembakau, umur petani, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan harga jual padi dan tembakau di tingkat petani.

Data kualitatif yaitu data yang tidak dapat dihitung dengan satuan hitung berupa informasi verbal yang meliputi idenitas responden dan kendala dalam

usahatani monokultur padi dan tumpang sari tembakau-cabai (Sugiyono, 2017). Data yang dikumpulkan langsung dari hasil wawancara dan observasi dengan anggota Subak Gede Sukawati.

  • 2.4    Analisis Data

    • 2.4.1    Analisis Pendapatan

Identifikasi masalah 1 pada penelitian ini, untuk melihat besar pendapatan usahatani monokultur padi dan tumpang sari tembakau-cabai. Untuk menganalisis pendapatan usahatani monokultur padi dapat dihitung dengan rumus (Soekartawi, 2010):

TC1 = TFC1 + TVC1

TR1 = Y1 . Py1 (2)

Pd1 = TR1 - TC1(3)

Dimana :

TC1          = Biaya total usahatani monokultur padi (Rp/Ha/MT)

TFC1        = Biaya tetap usahatani monokultur padi (Rp/Ha/MT)

TVC1        = Biaya variabel usahatani monokultur padi (Rp/Ha/MT).

TR1         = Penerimaan total usahatani monokultur padi (Rp/Ha/MT)

Y1          = Luas lahan usahatani monokultur padi (Ha/MT)

Py1         = Harga usahatani monokultur padi (Rp/Ha/MT)

Pd1          = Pendapatan usahatani monokultur padi (Rp/Ha/MT)

TR1         = Total penerimaan usahatani monokultur padi (Rp/Ha/MT)

TC1         = Total biaya usahatani monokultur padi (Rp/Ha/MT)

Untuk menganalisis pendapatan usahatani tumpang sari tembakau-cabai dapat dihitung menggunakan rumus (Soekartawi, 2010):

TC2 = TFC2 + TVC2 .......................................................................(4)

Dimana :

TR2 = Y2 . Py2.........................................................(5)

Pd2 = TR2 - TC2 ......................................................(6)

TC2

= Biaya total usahatani tumpang sari tembakau-cabai (Rp/Ha/MT)

TFC2

= Biaya tetap usahatani tumpang sari tembakau-cabai (Rp/Ha/MT)

TVC2 (Rp/Ha/MT).

= Biaya tidak tetap usahatani tumpang sari tembakau-cabai

TR2

(Rp/Ha/MT)

= Penerimaan total usahatani tumpang sari tembakau-cabai

Y2

(Rp/Ha/MT)

= Jumlah produksi usahatani tumpang sari tembakau-cabai

Py2 (Rp/Ha/MT)

= Harga produksi usahatani tumpang sari tembakau-cabai

Pd2

= Pendapatan usahatani tumpang sari tembakau-cabai (Rp/Ha/MT)

TR2

(Rp/Ha/MT)

= Total penerimaan usahatani tumpang sari tembakau-cabai

TC2

= Total biaya usahatani tumpang sari tembakau-cabai (Rp/Ha/MT)

  • 2.4.2    Analisis R/C ratio

Identifikasi masalah 2, analisis R/C ratio digunakan untuk menganalisis efesiensi usahatani monokultur padi dan tumpang sari tembakau-cabai dimana total penerimaaan dibagi total biaya. Formasinya sebagai berikut (Soekartawi, 2010).


................................................................(7)

Keterangan:

R/C   = Return cost

TR   = Total penerimaan

TC   = Total biaya

i      = Usahatani monokutur padi atau usahatani tumpang sari tembakau-cabai

Kriteria pengambilan keputusan:

  • 1.    Apabila R/C ratio > 1, maka biaya produksi yang digunakan dalam usahatani monokultur padi atau usahatani tumpang sari tembakau-cabai efisien.

  • 2.    Apabila R/C ratio < 1, maka biaya produksi yang digunakan dalam usahatani padi atau tembak usahatani monokultur padi atau usahatani tumpang sari tembakau-cabai tidak efisien.

  • 2.4.3    Analisis Deskriptif

Identifikasi masalah 3, mengenai kendala-kendala yang dihadapi oleh para petani dalam berusahatani secara deskriptif. Kendala yang dimaksudkan meliputi kendala teknis dan non teknis.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Analisis Pendapatan Usahatani Monokultur Padi dan Tumpang Sari Tembakau-Cabai

Indikator keberhasilan suatu usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh oleh petani. Berikut rincian mengenai produksi, penerimaan, total biaya produksi, dan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

ata-rata Produksi dan Pendapatan Usahatani Monokultur Padi dan Usahatani Tumpang Sari Tembakau-Cabai di Subak Gede Sukawati

No

Uraian

Monokultur Padi

Tumpang Sari Tembakau-Cabai

1

Produksi (Kg/Ha)

a.   Padi

-

b.  Tembakau

707,44

c.   Cabai

1.513

2

Harga (Rp/Kg)

a.   Padi

-

b.  Tembakau

50.000

c.   Cabai

25.000

3

Penerimaan (Rp/Ha/Thn)

40.000.000

148.565.083

4

Total Biaya Produksi (Rp/Ha/Thn)

26.629.728

33.246.108

5

Pendapatan (Rp/Ha/Thn)

13.370.272

115.318.875

Sumber: Data diolah, 2019

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan usahatani tumpang sari tembakau-cabai yaitu sebesar Rp 115.318.875 per Ha/Thn, lebih besar dibandingkan dengan usahatani monokultur padi sebesar Rp 13.370.272 per Ha/Thn. Tingginya pendapatan yang diterima usahatani tembakau dikarenakan rata-rata penerimaan usahatani tumpang sari tembakau-cabai lebih tinggi dibandingkan usahatani padi. Hal ini dikarenakan usahatani monokultur padi tidak mendapat penerimaan tambahan seperti usahatani tumpang sari tembakau-cabai, disamping itu juga produksi yang dihasilkan dan harga jual tummpang sari tembakau-cabai lebih besar dibandingkan usahatani padi yang penjualannya menggunakan sistem tebasan dengan nilai jual perluas lahan.

  • 3.2    Analisis R/c Ratio Usahatani Monokultur Padi dan Tumpang Sari Tembakau-Cabai

Adapun untuk mengetahui efesiensi usahatani monokultur padi dan usahatani tumpang sari tembakau-cabai dapat dilihat dari nilai R/c ratio. Analisis R/c ratio merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani untuk memberikan gambaran atau rekomendasi bagi petani responden mengenai menguntungkan tidaknya usahatani padi dan usahatani tembakau sehingga layak untuk dikembangkan atau tidak. R/C ratio menunjukkan perbandingan total penerimaan dengan total pengeluaran. Analisis R/C Ratio usahatani padi dan tembakau per hektar per musim tanam dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.

Analisis R/c Ratio Usahatani Monokultur Padi dan Usahatani Tumpang Sari Tembakau-Cabai di Subak Gede Sukawati

No                Uraian              Monokultur Padi     Tumpang Sari

Tembakau-Cabai

1     Penerimaan (Rp/Ha/Thn)            40.000.000        148.565.083

2      Total Biaya Produksi (Rp/Ha/Thn)    26.629.728        33.246.108

R/C Ratio                           1,50              4,47

Sumber: Data diolah, 2019

Tabel 2 menunjukkan bahwa usahatani monokultr padi dan usahatani tumpang sari tembakau-cabai menguntungkan dan layak untuk diusahakan karena hasil dari analisis R/c ratio menunjukkan nilai lebih dari 1. Nilai R/c ratio usahatani monokultur padi sebesar 1,50 sedangkan pada usahatani tumpang sari tembakau-cabai sebesar 4,47. Penjelasan mengenai R/C ratio 1,50 adalah setiap satu rupiah biaya produksi yang dikeluarkan pada usahatani padi akan menambah pendapatan kotor sebesar Rp. 1,50 dan pengertian R/C ratio 4,47 adalah setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan pada usahatani tenbakau akan menambah pendapatan kotor sebesar Rp. 4,47.

  • 3.3    Kendala-Kendala Usahatani Monokultur Padi dan Tumpang Sari Tembakau-Cabai

Tabel 3.

Kendala-kendala Usahatani Monokultur Padi dan Tumpang Sari Tembakau-Cabai di Subak Gede Sukawati

Kendala

Monokultur Padi

Tumpang Sari Tembakau-Cabai

  • a. Kendala Teknis

  • 1.    Cuaca

  • 2.    Hama dan penyakit

  • 1.    Cuaca yang tidak menentu akan  mempengaruhi  hsil

padi.

  • 2.    Hama wereng dan pengerek batang yang menyebabkan tanaman kerdil dan pucuk layu.

  • 1.    Cuaca    yang    tidak

menentu         akan

mempengaruhi hasil dan kualitas dari tanaman tembakau dan cabai.

  • 2.    Hama   berupa   ulat,

kumbang  dan orong-

orong            yang

menyebabkan tanaman layu.

  • b. Kendala Non Teknis

  • 1.    Kondisi lahan dan aksesibilitas

  • 2.    Pemasaran (Penentuan Harga)

  • 3.    Tenaga kerja

  • 1.    Kondisi    lahan    berupa

dataran rendah dengan jalan setapak    sehingga    sulit

membawa saprodi.

  • 2.    Hanya     mengandalkan

penebas dan harga dominan ditentukan oleh pembeli

  • 3.    -

  • 1.    Kondisi lahan berupa dataran rendah dengan jalan setapak sehingga sulit membawa saprodi dan hasil panen.

  • 2.    Hanya   mengandalkan

pembeli   dan   harga

dominan ditentukan oleh pembeli

  • 3.    Sulit    dan    banyak

menggunakan   tenaga

kerja dalam usahatani

tumpang sari tembakau-cabai.

Kendala-kendala yang dihadapi petani di Subak Gede Subak Gede Sukawati terkait dengan usahatani padi yaitu cuaca sangat menentukan keberhasilan usahatani padi, keadaan cuaca yang tidak menentu dapat memperburuk kegiatan usahatani padi. Cuaca buruk seperti musim penghujan atau musim kemarau yang panjang sangat mempegaruhi hasil dan kualitas usahatani padi. Usahatani padi memerlukan pengairan, namun jika kebanyakan air pada musim penghujan akan membuat padi gagal panen dan pada saat musim kemarau tanaman padi akan ke keringan. Cuaca menjadi hambatan utama dalam usahatai padi, karena responden sediri tidak dapat mengendalikan cuaca sehinga responden hanya pasrah dan tidak dapat berbuat banyak untuk mengatasi hambatan cuaca dalam usahatani padi, sehingga responden mengatasinya dengan perawatan yang lebih intensif dan pembagian air irigasi secara begilir.

Hama dan penyakit merupakan hambatan usahatani padi yang berkaitan dengan cuaca, seperti hama wereng dan pengerek batang yang menyebabkan

tanaman kerdil dan pucuk layu. Responden mengatasinya dengan cara perawatan dan pemberian obat sesuai dengan jenis hama yang menyerang tanaman padi.

Kondisi lahan berupa dataran rendah namun akses jalan menuju lahan pertanian sulit untuk mencapainya karena berbentuk jalan setapak sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menjangkau lahan menjadi lebih lama. Responden pun mengalami hambatan dalam pengangkutan pupuk serta hasil panen sehingga biaya yang dikeluarkan oleh responden ushatani cukup tinggi untuk transportasi dan tenaga kerja.

Responden usahatani padi hanya mengandalkan penebas dalam penjualan dan penentuan harga dominan dilakukan oleh pembeli sehingga harga jual padi sesuai dengan harga yang ditawarkan oleh penebas.

Cuaca sangat menentukan keberhasilan usahatani tembakau. keadaan cuaca yang tidak menentu dapat memperburuk kegiatan usahatani tembakau. Cuaca buruk seperti musim penghujan yang panjang sangat mempegaruhi hasil dan kualitas dari tanaman tembakau dan cabai. Tanaman tembakau dan cabai tidak membutuhkan pengairan yang banyak, namun dengan curah hujan yang tinggi akan membuat tanaman tembakau dan cabai akan mudah diserang penyakit dan produksinya tidak maksimal. Cuaca menjadi hambatan utama dalam usahatai tembakau, karena responden sediri tidak dapat mengendalikan cuaca sehinga responden hanya pasrah dan tidak dapat berbuat banyak untuk mengatasi hambatan cuaca dalam usahatani tembakau. Responden dalam mengatasi masalah cuaca dengan cara lebih intensif perawatan agar tanaman tidak mudah terserang hama dan penyakit.

Hama dan penyakit merupakan hambatan usahatani tumpang sari tembakau-cabai yang berkaitan dengan cuaca, ketika curah hujan tinggi biasanya hama berupa ulat, kumbang dan orong-orong yang menyerang batang dan daun tanaman tembakau dan cabai. Penyakit tanaman akan membuat daun tembakau layu dan buah cabai akhirnya membusuk. Responden dalam mengatasi hama dan penyakit dengan cara perawatan dan pemberian obat sesuai dengan jenis hama yang menyerang tanaman tembakau dan cabai.

Kondisi lahan berupa dataran rendah namun akses jalan menuju lahan pertanian sulit untuk mencapainya karena berbentuk jalan setapak sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menjangkau lahan menjadi lebih lama. Responden pun mengalami hambatan dalam pengangkutan pupuk serta hasil panen.

Usahatani tumpang sari tembakau-cabai membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian khususnya dalam bidang tembakau karena responden kesulitan jika mengelolanya sendiri, sehingga harus mendatangkan tenaga kerja dari luar dengan upah yang cukup mahal. Kesulitan dalam memperoleh tenaga kerja akan menghambat pengelolaan usahatani tembakau dan proses pemanenan hasil usahatani tumpang sari tembakau dan cabai, karena tanpa tenaga kerja maka petani tidak dapat melakukan pekerjaan dengan maksimal.

Responden sulit memasarkan hasil produksi tembakau dikarenakan masyarakat sekarang lebih memilih rokok daripada tembakau rajang. Sehingga petani hanya mengandalkan pembeli yang datang untuk membeli hasil pertaniannya dan penentuan harga jual dominan ditentukan oleh pembeli (tengkulak). Hal tersebut juga berlaku di usahatani cabai, dimana pemasarannya langsung dilakukan di tempat usahatani yaitu di sawah dengan mengandalkan tengkulak dalam pemasarannya.

  • 4.    Simpulan dan Saran

    • 4.1 .   Simpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian mengenai perbandingan usahatani padi dan tembakau, dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Pendapatan per hektar per tahun yang diterima petani responden usahatani monokultur padi adalah sebesar Rp 13.370.272, sedangkan petani responden usahatani tumpang sari tembakau-cabai sebesar Rp 115.318.875.

  • 2.    Dilihat dari nilai R/c ratio, maka usahatani padi dan tembakau sama-sama menguntungkan karena R/c ratio lebih dari 1. Nilai R/c ratio usahatani monokultur padi sebesar 1,50 sedangkan pada usahatani tumpang sari tembakau-cabai sebesar 4,47.

  • 3.    Kendala-kendala yang dihadapi oleh petani responden usahatani padi dan usahatani tembakau di Subak Gede Sukawati yaitu secara teknis berupa cuaca, hama dan penyakit, sedangkan secara non teknis berupa kondisi lahan dan aksesibilitas, tenaga kerja dan pemasaran.

  • 4.2    Saran

Berdasarkan hasil penelitian penelitian mengenai perbandingan usahatani padi dan tembakau, maka saran yang dapat diberikan adalah.

  • 1.    Bagi petani, jika yang ingin menggeluti usahatani padi dan tembakau petani hendaknya menguasai teknis, serta menguasai informasi pasar dan modal dengan mengikuti studi banding sehingga petani mendapatkan tambahan pengetahuan dalam memperoleh informasi untuk meningkatkan pendapatan yang lebih besar.

  • 2.    Kepada pemerintah hendaknya berperan aktif dalam membantu petani dalam bidang pemasaran dengan bekerja sama dengan desa setempat untuk membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yangdapat memasarkan hasil pertanian terutama di usahatani tumpang sari tembakau-cabai sehingga stabilitas harga dapat terjaga.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih atas seluruh pihak yang telah memberikan masukan, kritik, dan dukungan sehingga e-jurnal ini dapat penulis selesaikan sebaik-baiknya. Penulis berharap jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistika Provinsi Bali. (2017). Luas Lahan Per Kabupaten/Kota Menurut Penggunaannya Di Provinsi Bali.

Barokah, U., Rahayu, W., & Sundari, T. (2014). Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Padi Di Kabupaten Karanganyar. Agric, 26(1), 12–19.

Norken, I. N., Suputra, I. K., & Arsana, I. G. N. K. (2015). Water Resources Management Of Subak Irrigation System In Bali. Applied Mechanics And Materials. Https://Doi.Org/10.4028/Www.Scientific.Net/Amm.776.139

Salahudin, S. (2018). Analisis Komparatif Usahatani Monokultur Tembakau Rakyat Dan Tumpangsari Tembakau Rakyat Dengan Cabai Di Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur. Agroteksos: Agronomi Teknologi Dan              Sosial             Ekonomi             Pertanian.

Https://Doi.Org/10.29303/Agroteksos.V28i3.28

Shinta, A. (2011). Ilmu Usahatani. Malang: Universitas Brawijawa Press (Ub Press).

Siregar, S. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif (4th Ed.). Jakarta: Pt. Fajar Interpratama Mandiri.

Soekartawi, A. (2010). Analisis Usahatani. Jakarta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Bisnis (3rd Ed.). Bandung: Alfabeta.

Suratiyah, K. (2015). Ilmu Usahatani. (S. R. Annisa, Ed.). Jakarta: Penebar Swadaya.

Wahyuni, A., Alamsyah, Z., & Damayanti, Y. (2018). Analisis Komparasi

Pendapatan Usahatani Kelapa Dalam Pola Monokultur Dan Tumpang Sari Di Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jurnal Ilmiah Sosio-Ekonomika Bisnis. Https://Doi.Org/10.22437/Jiseb.V21i1.5094

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

126