Jurnal Agribisnis dan Agrowisata

ISSN : 2685-3809

Vol. 9, No.3, Desember 2020

Pendapatan dan Peran Petani Subak Padanggalak di Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar

ANAK AGUNG MIRAH WIJAYANTI, WAYAN WINDIA,

I DEWA GEDE AGUNG

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jalan PB Sudirman Denpasar 80232

Email: mirahwijayanti73@gmail.com wayanwindia@ymail.com

Abstract

Income and Role of Subak Padanggalak Farmers in Tourism Objects of Kertalangu Cultural Village, Kesiman Kertalangu Village, East Denpasar District,

Denpasar City

The source of income of most farmers may come from several sources that is called as diversification of income. The role of farmers could be seen from the perspective of culture, namely culture as system of ideas or thought patterns, culture as system of activities, and culture as system of artifacts. The purpose of this study is to identify and understand the income and role of farmers in terms of culture in the development of Kertalangu Cultural Village Tourism Object. The study involves 54 farmers as respondents and was conducted in the second planting season between August and November 2018. The sample was determined using accidental sampling method. The research shows that the income of farmers in Subak Padanggalak with an average area of 0.26 ha of arable land is Rp. 4,695,377.78. Farming is efficient with an R/C ratio of 4.92, which means that for every Rp 100 costs incurred, Rp 4.92 income is received.

The role of farmers is investigated from the aspect of culture that consist of three elements, namely mindset, social, and material. The aspect of mindset is reflected in decision-making processes related with the existence of new ideas or ideas regarding the development of attractions where farmers are also given the opportunity to provide advice or input. In relation to social aspects, the operation and maintenance of irrigation networks has become a routine activity agenda. In addition, farmers also become the object of tourism packages provided by the manager of the attractions. The role of farmers in material aspects can be seen from the maintenance of subak physical facilities, namely the maintenance of special plants that are planted for ceremonial service. In addition, farmers also organize and maintain empelan and other infrastructures which are used as sites to learn subak for students. Based on this research, Subak Padanggalak farmers should continue to improve agricultural skills in order to increase income and maintain the synergy of subak with tourism in order to harmonize the two sectors.

keywords : Subak Padanggalak, income, subak role

Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN : 2685-3809 Vol. 9, No.3, Desember 2020

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang

Mengingat rentannya subak dari intervensi pihak luar seperti kurangnya ketersediaan air irigasi karena adanya persaingan yang semakin ketat dengan adanya pemanfaatan air oleh sektor non pertanian (air minum atau PDAM, sektor industri, dan sektor pariwisata atau hotel maupun restoran) padahal, subak mempunyai fungsi dan peran cukup penting dalam menjaga ketahanan pangan menurut Windia (2008). Dinyatakan oleh Sutawan (2005) pentingnya upaya pelestarian subak mengingat subak memiliki peran jamak (multi-functional roles) diantaranya: (1) fungsi produksi dan ekonomi guna menjamin ketahanan pangan, (2) fungsi lingkungan yang mencakup pengendalian banjir, pengendalian erosi, pengisian kembali air tanah, pemurnian udara dan air, (3) fungsi ekologi yaitu menjadi habitat bagi berbagai spesies sebagai pemberi sumber protein bagi petani dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, (4) fungsi sosial budaya yaitu penyangga tradisi dan nilai-nilai sosial budaya pedesaan, (5) fungsi pembangunan pedesaanya itu sebagai sumber air minum untuk ternak, cuci dan mandi bagi masyarakat pedesaan, menyediakan kesempatan kerja bagi penduduk desa, serta (6) fungsi ekowisata dan agrowisata mengingat subak ada yang memiliki daya tarik keindahan pemandangan berupa terasering dan alam pedesaaan serta kehidupan masyarakat pedesaan ataupun pertanian dengan kekayaan tradisinya termasuk keanekaragaman produksi pertaniannya.

Menurut Agustina (2012) sebagai salah satu daya tarik wisata di Kota Denpasar, Desa Budaya Kertalangu memiliki berbagai potensi wisata yang dapat dijadikan sebagai daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung kesana. Potensi tersebut terbagi menjadi dua yaitu potensi budaya dan potensi alamiah. Potensi budaya meliputi seni arsitektur, pementasan seni dan aktivitas budaya lainnya seperti kegiatan bercocok tanam. Potensi alamiah meliputi bentangan alam dan lahan pertanian yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti jogging track, fasilitas outbound, bale bengong dan lahan edukasi pertanian. Dewasa ini sumber pendapatan sebagian besar petani tidak hanya dari satu sumber, melainkan dari beberapa sumber atau dikatakan petani tersebut melakukan diversifikasi pekerjaan atau memiliki aneka ragam sumber pendapatan. Pendapatan petani dapat berasal dari dua sector utama, yakni pertanian (farm) dan bukan pertanian (non farm). Pendapatan dari pertanian bersumber dari usahatani (on farm) dan luar usahatani (off farm). Dalam hal ini yang termasuk dalam pendapatan yang bersumber dari usahatani (on farm) contohnya adalah usaha sayur, usaha ternak, maupun usaha perikanan. Sedangkan yang termasuk dalam pendapatan yang bersumber dari luar usahatani (off farm) contohnya adalah buruh tani. Sedangkan untuk pekerjaan bukan pertanian (non farm) contohnya adalah PNS, buruh bangunan atau pegawai kantoran (Susilowati et al., 2002).

Peningkatan pendapatan merupakan sarana pencapaian kesejahteraan dan menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu, dalam setiap perencanaan pembangunan peningkatan pendapatan senantiasa menjadi prioritas. Menurut (Sukartawi et al., 1986) secara teoritis, pendapatan petani mengukur imbalan yang diperoleh petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang di investasikan kedalam usahatani dan atau kegiatan di luar usahatani. Selain pendapatan petani Subak Padanggalak, peran petani terhadap pengembangan Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu juga sangat menentukan berkembangnya objek wisata tersebut. Peran petani akan dilihat dari wujud kebudayaan yakni wujud kebudayaan sebagai sistem pola pikir, wujud kebudayaan sebagai sistem sosial, wujud kebudayaan sebagai sistem artefak.

  • 1.    2 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah (1) Berapakah pendapatan usahatani padi Subak Padanggalak di Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu? dan (2) Bagaimana peran petani Subak Padanggalak di dalam pengembangan Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu?

  • 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) Mengetahui pendapatan usahatani padi Subak Padanggalak di Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu, dan (2) Mengetahui apa saja peran petani terhadap pengembangan Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1 .   Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Subak Padanggalak tepatnya di Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu, Desa Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember 2019. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan dasar pertimbangan sebagai berikut: (1) Intensnya interkasi pertanian (subak dan petaninya) dengan pariwisata akan berdampak pada aspek pendapatan kepada anggota Subak Padanggalak, dimana Subak Padanggalak merupakan bagian dari Desa Budaya Kertalangu, dan (2) Subak Padanggalak merupakan salah satu subak yang cukup mempresentasikan interaksi antara pariwisata dengan masyarakat lokal sekaligus berlokasi di perkotaan menyebabkan kondisi ini cukup ideal untuk melihat upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh Subak Padanggalak dalam melestarikan subaknya.

  • 2.2 . Metode Pengumpulan Data

    2.2.1    Jenis dan sumber data

Jenis data pada penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah jumlah produksi, harga jual, dan produksi tunai. Data kualitatif dalam penelitian ini meliputi gambaran umum dari Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.

Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu sumber data primer dan sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (1) Identitas umum petani di Subak Padanggalak yaitu: nama, umur, lama pendidikan formal, luas lahan garapan, status lahan garapan, dan (2) Aspek usahatani yaitu: jumlah produksi, harga jual, biaya produksi seperti benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, iuran subak. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: data kondisi geografi, sejarah singkat dan kependudukan Desa Kesiman Kertalangu yang diperoleh dari kantor Desa Kesiman Kertalangu

  • 2.2.2    Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi dengan mengadakan pengamatan secara langsung di Subak Padanggalak, metode wawancara mendalam menurut Bungin (2007), merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang akan diteliti dan wawancara terstruktur menurut Esther Kuntjara (2006), wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu membuat pertanyaan dan kemudian menyusun pertanyaan dalam bentuk daftar-daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada informan untuk mengetahui pendapatan dan juga peran petani dalam

pengembangan objek wisata dan metode kepustakaan (library research) mengumpulkan data dari literatur-literatur dan referensi yang ada dari berbagai buku, digunakan sebagai landasan teori yang sifatnya menunjang penelitian ini.

  • 2.3    Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah petani yang sudah terdaftar sebagai anggota Subak Padanggalak sebesar 114 orang. Berdasarkan rumus Slovin, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 54 orang petani. Penentuan sampel dari populasi menggunakan metode accidental sampling dengan alasan karena petani memiliki diversifikasi pekerjaan sehingga sangat sulit menemui petani sehingga menggunakan metode accidental sampling.

  • 2.4    Variabel dan Pengukuran

Variabel penelitian yang digunakan dalam analisis ini yaitu variabel pendapatan usahatani dengan indikator yang digunakan adalah biaya produksi tunai, penerimaan dan pendapatan usahatani padi variabel efisiensi usahatani dengan indikator yang digunakan yaitu R/C ratio usahatani padi. Selain variabel pendapatan disini juga ingin mengetahui apa saja peran petani di dalam pengembangan Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu dilihat dari aspek kebudayaan dimana aspek kebudayaan terdiri dari aspek pola pikir, aspek sosial, dan aspek kebendaan.

  • 2.5    Metode Analisis Data

Metode Analisis data pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif, digunakan untuk mengetahui besarnya penerimaan usahatani, biaya produksi tunai, pendapatan, dan R/C ratio usahatani padi.

  • 2.5.1    Penerimaan usahatani padi

Penelitian ini diawali dengan penghitungan terhadap besarnya penerimaan padi dengan cara harga jual dikali dengan jumlah produksi dalam waktu satu musim tanam dengan rumus sebagai berikut.

TR = Q x P ........................................................................(1)

Keterangan :

TR = Penerimaan (Rp/luas lahan garapan/mt)

Q     = Rata-rata harga produksi (Rp/kg/mt)

P      = Jumlah produksi (Kg/luas lahan garapan/mt)

  • 2.5.2    Biaya produksi tunai usahatani padi

Menurut Kasim (2004) total biaya usahatani merupakan penjumlahan dari seluruh biaya tunai dengan biaya yang diperhitungkan dalam menjalankan usahatani. Berikut adalah rumus mencari total biaya.

TC = TCe+ TCi.................................................................(2)

Keterangan :

TC = Total biaya usahatani (Rp/luas lahan garapan/mt)

TCe = Total biaya tunai (Rp/luas lahan garapan/mt)

TCi = Total biaya diperhitungkan (Rp/luas lahan garapan/mt)

  • 2.5.3    Pendapatan usahatani padi

Soekartawi (1995), mengemukakan bahwa pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya usahatani, pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut.

π = TR – TC ....................................................................(3)

Keterangan :

π     = Pendapatan usahatani (Rp/Luas Lahan Garapan/MT).

TR = Penerimaan (Rp/Luas Lahan Garapan/MT).

TC = Biaya produksi tunai (Rp/Luas Lahan Garapan/MT).

  • 2.5.4    R/C ratio

Menurut Soekartawi (1995) analisis R/C ratio adalah singkatan dari Return Cost Ratio digunakan untuk membandingkan antara penerimaan dan biaya dengan rumus sebagai berikut.

TR

R/C Ratio = TR ................................................................(4)

Keterangan :

TR   = Total penerimaan (Rp)

TC   = Biaya total (Rp)

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1   Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata umur responden dominan berada pada tingkat umur produktif yaitu umur 15 sampai 65 tahun dengan persentase 93%, dengan tingkat pendidikan formal petani lebih dominan berada pada tingkat sekolah menegah pertama (SMP) dengan persentase sebesar 37%. Pengalaman berusahatani responden berkisar antara 20 s.d 30 tahun terlihat dominan dengan jumlah responden sebanyak 32 responden dengan persentase sebesar 59% usahatani padi sawah sudah menjadi profesi semenjak kecil sehingga rata – ratapengalaman yang dimiliki oleh petani responden mencapai 20-30 tahun.Terdapat 36 responden petani memiliki luas lahan garapan seluas ≤ 0,25ha dengan persentase sebesar 67%.

  • 3.2    Analisis Usahatani Padi Subak Padanggalak

    3.2.1    Produksi dan penerimaan usahatani padi

Berdasarkan hasil penelitian rata-rata penerimaan usahatani padi di Subak Padanggalak ialah sebesar Rp 5.893.611,11/luas lahan garapan dengan rata-rata luas garapan petani sebesar 0,26 ha. Rata-rata dari jumlah produksi padi ialah 1.508,70/kg/llg/mt dan rata-rata harga jual adalah Rp 3.905,56/kg, hasil perkalian tersebut di dapatkan hasil rata-rata penerimaan usahatani padi ialah sebesar Rp 5.893.611,11/luas lahan garapan.

  • 3.2.2    Biaya Produksi Tunai Usahatani Padi

Biaya produksi adalah semua biaya atau modal baik yang dibayar tunai maupun yang tidak dibayar tunai selama proses produksi berlangsung. Dinyatakan oleh Hernanto (1993), biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara nyata dalam memproduksi padi sawah, seperti membeli sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida dan lain sebagainya), alat-alat pertanian dan upah tenaga kerja dari luar keluarga. Perincian biaya sarana produksi pada usahatani padi sawah per musim tanam dapat dilihat pada Tabel 1.

Jurnal Agribisnis dan Agrowisata      ISSN : 2685-3809

Vol. 9, No.3

, Desember 2020

Tabel 1.

Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Padi Per 0,26 Hektar Per-Musim

Tanam di Subak Padanggalak, Tahun 2018

Nilai

Persentase

No             Komponen Biaya

(Rp/LLG)

(%)

I     Biaya Tunai

a. Benih

63.962,96

5

b. Iuran Subak

50.000,00

4

c. Pupuk

223.122,22

19

d. Obat-obatan

328.333,33

27

e. Tenaga Kerja Luar Keluarga

532.814,81

44

Total Biaya Tunai

1.198.233,33

100

Sumber : Data primer (diolah), 2019

Berdasarkan Tabel 1. di atas, jika rata – rata luas lahan garapan padi sawah untuk setiap responden 0.26 ha, maka jumlah biaya produksi tunai yang harus dikeluarkan petani dalam usahatani padi sawah untuk satu musim tanam yang meliputi benih, pupuk, iuran, obat-obatan dan biaya tenaga kerja luar keluarga yaitu sebesar Rp.1.198.233,33 dimana biaya tenaga kerja luar keluarga dominan lebih besar yaitu sebesar Rp. 532.814,81 dengan persentase sebesar 44%. Selanjutnya terdapat biaya obat-obatan sebesar Rp. 328,333.33 dengan persentase sebesar 27%, dimana penggunakan obat-obatan untuk menghindari tanaman padi dari serangan hama dan penyakit yang dapat mengganggu produktivitas padi. Biaya pupuk sebesar Rp. 223,122.22 dengan persentase 19%, biaya iuran subak sebesar Rp. 50,000.00dengan persentase sebesar 4% dan yang terakhir adalah biaya benih dengan jumlah biaya Rp. 63.962,96dengan persentase sebesar 5%.

  • 3.2.3    Pendapatan Usahatani Padi

Usahatani dapat dikatakan mengutungkan jika penerimaan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan usahatani yang diperoleh dengan seluruh biaya produksi tunai yang digunakan. Untuk perhitunganpendapatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.

Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Per-Musim Tanam di Subak Padanggalak, tahun 2018

No.

Uraian

Pendapatan (Rp/LLG/MT)

1

Penerimaan

5.893.611,11

2

Biaya Produksi Tunai

1.198.233,33

3

Pendapatan

4.695.377,78

Sumber: Analisis Data Primer, 2019

Dilihat dari hasil Tabel 2. Penerimaan petani lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk melakukan produksi, berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan hasil pendapatan petani yang melakukan usahatani padi untuk satu musim tanam dengan rata-rata luas lahan garapan sebesar 0,26 ha yaitu sebesar Rp 4.695.377,78.

  • 3.3    R/C Ratio Usahatani Padi

Perhitungan kelayakan usahatani padi ini menggunakan analisis R/C Ratio yaitu perbandingan penerimaan dan biaya produksi tunaiyang digunakan untuk mengukur kelayakan dari kegiatan usahatani tersebut. Untuk perhitungan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.

R/C Ratio pada Usahatani Padi di Subak Padanggalak Per-Musim Tanam Dengan Luas Lahan Rata-rata 0.26 ha, Tahun 2018

No.

Uraian

Nilai (Rp)

1

Penerimaan Usahatani

5.893.611,11

2

Biaya Produksi Tunai Usahatani

1.198.233,33

R/C ratio biaya riil

4,92

Sumber: Analisis Data Primer, 2019

Hasil Tabel 3. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas menunjukkan nilai R/C ratio atas biaya tunai yang diperoleh dari usahatani padi dengan luas rata-rata 0,26 ha sebesar 4,92 nilai ini menunjukkan bahwa untuk setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan, usahatani padi memperoleh penerimaan sebesar Rp 4,92. Berdasarkan R/C ratio yang diperoleh pada usahatani padi pada Subak Padanggalak, secara ekonomis maka dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut efisien atau menguntungkan.

  • 3.4    Peran Petani dalam Aspek Kebudayaan

Dalam penelitian kualitatif analisis data dilakukan dengan pendekatan yang disebutkan oleh Koentjaraningrat (1981), dimana terdapat tiga wujud kebudayaan yang akan diteliti yaitu sebagai berikut: (1) Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya, (2) Sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, (3) Kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia.

  • 3.4.1    Aspek pola pikir

Jika dilihat dari hubungan pola pikir petani Subak Padanggalak terhadap pengembangan Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu dimana para petani yang berada di kawasan Objek Wisata turut serta dalam pengambilan keputusan terkait dengan adanya ide atau gagasan baru mengenai pengembangan Desa Wisata Kertelangu tersebut. petani memiliki ide untuk melakukan perawatan jalur jogging track dimana jalur jogging track tersebut melintasi areal persawahan petani. Dengan adanya jalur jogging track petani juga dipermudah dalam proses produksi padi, dimana petani dapat dengan mudah membawa saprodi ke tengah sawah mereka. Selain melakukan perawatan jalur jogging track, petani juga menawarkan diri sebagai pekerja freelance untuk membersihkan areal objek wisata. 3.4.2 Aspek sosial

Dalam kaitannya dengan aspek sosial, operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi pada Subak Padanggalak, gotong royong di areal objek wisata memang telah menjadi agenda kegiatan rutin antara Subak Padanggalak, pengelola objek wisata dan juga aparat desa. Terawatnya fasilitas objek wisata membuat areal objek wisata khususnya areal jogging track terlihat bersih sehingga mampu menarik pengunjung untuk datang berolahraga. Selain itu, petani juga menjadi objek dalam kegiatan wisata yang disediakan oleh pengelola, dimana petani menjadi pemandu dalam tata cara menanam padi yang merupakan salah satu paket kegiatan yang disediakan oleh pengelola Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu.

  • 3.4.3    Aspek kebendaan

Dalam aspek kebendaan atau artefak sangatlah terlihat dengan memelihara dan melakukan penataan tanaman khusus untuk kegiatan upakara di Subak Padanggalak karna tidak dapat dipungkiri pemandangan yang indah disepanjang areal jogging track dapat menarik kunjungan pengunjung ke objek wisata. Jika keadaan fasilitas sarana penunjang objek wisata seperti toilet dan gazebo yang terpelihara dengan baik, kebersihan yang terjaga maka pengunjung juga akan nyaman berkunjung ke Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu itu sendiri. Petani juga melakukan pemeliharaan dan penataan aliran irigasi subak seperti empelan (pengairan), pembagian air, dan prasarana lainnya utamanya di kompleks areal jogging track karena Subak Padanggalak dijadikan tempat edukasi subak bagi siswa.

  • 4.    Simpulan dan Saran

    • 4.1    Simpulan

Rata-rata luas lahan garapan petani responden adalah 0,26 ha, rata-rata biaya produksi tunai berupa saprodi pertanian yang harus dikeluarkan petani adalah Rp 1.198.233,33, dan rata – rata penerimaan adalah Rp 5.893.611,11/ha setiap satu musim tanam. Pendapatan yang dihasilkan oleh petani dengan luas lahan garapan 0,26 ha adalah sebesar Rp. 4.695.377,78. Peran petani dalam hal pengembangan Objek Wisata Desa BudayaKertalangu jika dilihat daridimensi budaya sudah tercermin. Jika dilihat dari aspek pola pikir petani sudah diberikan hak dan kesempatan dalam mengambil keputusan untuk kemajuan Objek Wisata.Dilihat dari aspek sosial, petani juga sudah menjadikan kegiatan gotong royong sebagai bagian dari kegiatan rutin untuk menjaga kebersihan areal objek wisata, petani juga menjadi objek dalam kegiatan wisata yang disedakan oleh pengelola dimana petani menjadi pemandu dalam kegiatan menanam padi sawah. Terakhir jika dilihat dari aspek kebendaan atau artefak sangatlah terlihat dengan memelihara dan melakukan penataan tanaman khusus untuk kegiatan upakara di Subak Padanggalak. Petani juga melakukan pemeliharaan dan penataan aliran irigasi subak seperti empelan (pengairan), pembagian air, dan prasarana lainnya utamanya di kompleks areal jogging track karena Subak Padanggalak dijadikan tempat edukasi subak bagi siswa.

  • 4.2    Saran

Dapat penulis berikan saran kepada para petani di Subak Padanggalak untuk terus mengoptimalisasi keterampilan pada sektor pertanian terutama teknologi padi dan harus mampu menyerap inovasi- inovasi baru yang menguntungkan dengan harapan mampu mempengaruhi produksi padi dan peningkatan pendapatan kearah yang lebih baik sehingga mampu mensejahterakan keluarga dan masyarakatnya.

Keterlibatan petani dalam pengembangan Objek Wisata Desa Budaya sudah cukup bagus, namun harus tetap dijaga dengan adanya perjanjian antara pihak pengelola Objek Wisata, petani anggota subak dan diikuti dengan pihak Desa Kesiman Ketalangu agar Objek Wisata Desa Budaya Kertalangu ini kedepannya bisa terus eksis ditengah maraknya alih fungsi lahan hijau.

  • 5.    Ucapan Terimakasih

Terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu dalam pelaksanaan penelitian ini, terutama kepada seluruh responden dan informan kunci sehingga penyusunanan jurnal ini dapat selesai.

Daftar Pustaka

Agustina, N. 2012. Desa Budaya sebagai Usaha Daya Tarik di Kota Denpasar. Tesis pada Magister Program Studi Kajian Pariwisata Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar: tidak diterbitkan

Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Kencana : Jakarta.

Hernanto. 1994. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya: Jakarta.

KartohadikoesoemoSoetardjo. 2002. Menyoal (kembali) Otonomi Desa. Yogyakarta.

Kasim, S. A. 2004. Petunjuk Menghitung Keuntungan dan Pendapatan Usahatani.

Universitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru.

Koentjaraningrat. 1981. Metode Penelitian Masyarakat.Gramedia. Jakarta.

Pantiyasa Wayan. 2013. Strategi Pengembangan Potensi Desa Menjadi Desa Wisata Di Kabupaten Tabanan. Dalam Jurnal Ilmiah Hospitality Management, Vol. 4 No. 1 Juli-Desember 2013.

Pitana, I.G dan Gayatri P.G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Andi: Yogyakarta.

Reksoprayitno.2004. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Bina Grafika: Jakarta.

Susilowati, S., H. Supandi, dan C. Saleh. 2002. Diversifikasi sumber pendapatan rumah tangga di pedesaan Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi 20 (1): 85-109

Sutawan, N. 2005. Subak Menghadapi Tantangan Globalisasi. Dalam Pitana dan Setiawan AP. editor. Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi. Andi: Yogyakarta.

Sutawan. N. 2008. Organisasi dan manajemen Subak di Bali. Bali Pustaka: Denpasar.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta: Bandung.

Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI Press: Jakarta.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. UI Press: Jakarta.

Soekartawi et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Lembaga Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Windia, W. 2008. Menuju Sistem Irigasi Subak yang Berkelanjutan di Bali. Orasi Ilmiah

Pengukuhan Jabatan Guru Besar Universitas Udayana tanggal 29 Maret 2008

(https://kesimankertalangu.denpasarkota.go.id) diakses pada tanggal 3 Oktober 2018 (https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/22286) diaskes pada tanggal 3 Oktober 2018

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

257