Jurnal Agribisnis dan Agrowisata E-ISSN: 2685-3809 Vol. 9 No.3 Desember 2020

Model Networking Kemitraan untuk Peningkatan Daya Saing Agribisnis Umbi Porang

di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa

Andi Amran Asriadi1, Nailah Husain2, Rahmawati3

Program Studi Agribisnis Pertanian, Universitas Muhammadiyah Makassar Jalan Sultan Alauddin No. 259. Makassar Email: a.amranasriadi@unismuh.ac.id nailah.husain@gmail.com rahmawati@gmail.com.

Abstract

Partnership Networking Model For Improvement Competitiveness Agribusiness Porang Tuber In The District Pattalassang Gowa District

Partnership is a business strategy carried out by two or more parties within a certain period of time to achieve mutual benefit. In this relation, in running a partnership with partner farmers, aimed to get the maximum possible profit and be sustainable. This study aimed: 1) to determine a partnership networking model in improving porang tuber agribusiness in Pattalassang District, Gowa Regency that had been developed. 2). to determine the networking relationship between upstream-downstream stakeholders on the competitiveness of porang tuber agribusiness in Pattalassang District, Was regency which had been developed. The method used in this research was simple random sampling. The data used were primary and secondary data which were analyzed descriptively-qualitatively and quantitatively. The results showed that one of the partnership models between the Village Government, the sub-district, traders, warehouses and farmers was a partnership between farmers in Pattalassang District, Gowa Regency, to collaborate between a buying partner. The partial correlation relationship of upstream networking, farmer partnerships, the relationship between the distribution of inputs to seeds, fertilizers and medicines had a significant effect on partnerships to determine price competitiveness, quality, determination of types and quantities, and timeliness of market availability. Meanwhile, the partial correlation relationship, downstream networking, partnership, the relationship between farmers and collectors had a significant effect on the determination of price competitiveness, quality, determination of types and quantities, and the timing of market availability. The farmer partnership with the warehouse had a significant effect on the determination of price competitiveness, quality, determination of type and quantity, and timeliness of market availability. The partnership of farmers with the processing industry had a significant effect on the determination of price competitiveness, quality, determination of types and quantities, and timeliness of market availability.

Keywords: partnership model, porang tuber farmer.

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang

Tanaman porang (Amorphophallus muelleri Blume) adalah salah satu tanaman yang sudah lama dikenal oleh masyarakat sejak jaman pendudukan Jepang. Namun demikian sampai saat ini budidaya porang belum banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Tanaman porang merupakan jenis tanaman umbi-umbian termasuk keluarga araceae dan kelas monokotiledoneae. Hasil tanaman ini berupa umbi yang mengandung glukomanan yang berbentuk tepung. Glukomanan tersebut apabila diproduksi secara besar-besaran dapat meningkatkan ekspor non migas, devisa negara, kesejahteraan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja (Anonim, 2011). Menurut asalnya porang berasal dari daerah tropis Afrika Barat kemudian menyebar ke arah timur melalui Kepulauan Andaman India, Myanmar, Thailand, Cina, Jepang dan Indonesia (Sumatera, Jawa, Madura, Bali dan NTB). Porang mempunyai nama daerah yang berbeda-beda seperti ponang (Jawa), kruwu, lorkong, labing, subeg leres, subeg bali (Madura), acung, cocoan oray (Sunda), badur (Nusa Tenggara Barat) (Dwiyono, 2009). Penelitian yang telah dilakukan oleh Leti Sundawati, dkk., 2012 bahwa model kemitraan dan pemasaran terpadu biofarmaka telah terbentuk dan diharapkan dapat berfungsi efektif pada tahun yang akan datang karena sifat komoditas biofarmaka jenis rimpang yang membutuhkan waktu tanam sampai panen 6-10 bulan. Inisiasi penguatan petani dan kelembagaan petani telah dilakukan, tetapi hasil nyata dari kegiatan tersebut membutuhkan proses yang cukup lama. Model-model hubungan kemitraan ini ditujukan agar pengusaha kecil dapat lebih aktif berperan bersama-sama dengan pengusaha besar, karena bagaimanapun juga usaha kecil merupakan bagian yang integral dari dunia usaha nasional dan mempunyai eksistensi, potensi, peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan pembangunan ekonomi pada khususnya. (Sumarjo, dkk., 2004).

Petani Porang di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa merupakan daerah potensial tanaman tire/porang saat ini menjadi tanaman yang punya nilai ekonomis tinggi, yang dulunya dianggap sebagai tanaman pengganggu sekarang. Berdasarkan hal tersebut diatas maka permasalahan yang adalah menentukan model kemitraan dan hubungan networking antar stakeholder hulu-hilir terhadap daya saing agribisnis umbi porang di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa. Selama ini, proses keterbatasan pengetahuan petani di Kecamatan Pattalassang dalam menjalankan networking kerjasama dengan pihak penyedia saprodi maupun pihak pedagang lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini menawarkan model dan jaringan/networking antar stakeholder hulu-hilir sehingga meningkatkan daya saing agribisnis tanaman porang di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa. Adapun langkah-langkah yang dikembangkan adalah Model (memberi model),

tukar pikiran/ide, berinteraksi, membimbing networking. Dengan demikian, pihak dapat dibantu oleh penulis dalam meningkatkan pengetahuan daya saing agribisnis umbi porang sebagai ide yang baik secara lisan maupun tertulis.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana model networking kemitraan dalam meningkatkan agribisnis umbi porang di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa yang telah dikembangkan?

  • 2.    Bagaimana hubungan networking kemitraan stakeholder hulu-hilir terhadap daya saing tanaman porang di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa yang telah dikembangkan?

  • 1.3.    Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

  • 1.    Untuk menentukan model networking kemitraan dalam meningkatkan agribisnis umbi porang di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa yang telah dikembangkan.

  • 2.    Untuk menentukan hubungan networking antar stakeholder hulu-hilir terhadap daya saing agribisnis umbi porang di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa yang telah dikembangkan.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1.    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2020 di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa. Lokasi ini dipilih sebagai sentral yang kembangkan budidaya tire/porang, sejauhmana jaringan pola kemitraan berlangsung petani sehingga dapat bisa menjadi salah satu penghasilan masyarakat khususnya yang ada di Kabupaten Gowa.

  • 2.2.    Data dan Metode Pengumpulan Data

    2.2.1.    Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif, yaitu jenis data yang dapat dinyatakan dalam bentuk angka dan program statistika yaitu deskriptif dan korelasi person. Data kuantitatif yang dikumpulkan adalah tabulasi hasil wawancara kuisioner Sedangkan data kualitatif yang dikumpulkan adalah data mengenai gambaran umum lokasi penelitian melihat sistem agribisnis yang menjelaskan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi Networking Hulu dan Networking Hilir.

  • 2.2.2.    Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data diperoleh melalui survey lapangan dan

wawancara terhadap responden petani umbi porang yang berada pada kelompok tani dalam sebuah kemitraan agribisnis di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa. Data sekunder adalah data diperoleh melalui studi pustaka yaitu: dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, serta dari penelitian-penelitian sebelumnya. Data sekunder juga diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Gowa, Dinas Pertanian Kabupaten Gowa, Kantor Penyuluhan Pertanian Kabupaten Gowa.

  • 2.2.3.    Metode pengumpulan data

Metode yang dipergunakan dalam memperoleh data pada penelitian ini sebagai berikut: Observasi lapangan merupakan salah satu prosedur pengambilan data dimana peneliti mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap objek yang diteliti di lapangan. Wawancara dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab (audience) secara terstruktur dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden menggunakan alat bantu berupa kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dokumentasi, yakni pengumpulan berupa dokumen yang berisi data ataupun gambar berasal dari perseorangan atau lembaga yang memiliki relevansi dan informasi dari masalah yang di teliti. Penelitian Kepustakaan (Library Research) diperoleh dengan pengumpulan data dan informasi literatur yang berhubungan dengan penelitian ini, kemudian akan diambil kesimpulan dan saran-saran dengan batas kemampuan penulis.

  • 2.3.    Populasi dan responden penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek keseluruhan petani umbi porang yang berada pada kelompok tani dalam sebuah kemitraan agribisnis. Pada penelitian ini populasi yang berjumlah 50 orang yaitu terdiri dari dua desa yang mewakili yaitu desa Palantikang dan desa Pattalassang di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa.

  • 2.4.    Metode Analisis Data

Untuk menganalisis hasil penelitian maka peneliti menggunakan beberapa metode penelitian sebagai berikut:

  • 2.4.1.    Analisis deskripsi model

Analisis deskriptif menggunakan penilaian secara kualitatif maupun kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan dan mengembangkan bahasa, sehingga dapat menggambarkan sampel yang nantinya sangat penting untuk analisis kuantitatif. Sedangkan metode kuantitatif untuk mendeskripsikan karakter sensori suatu produk dengan memberikan penilaian yang menggambarkan sampel dalam suatu skala interval. (Meilgaard et al., 2004). Penelitian ini melihat sejauhmana model networking mitra kerja sama dan kordinasi stakeholder hulu-hilir dalam agribisnis.

  • 2.4.2.    Analisis scoring rating

Indikator Daya saing tanaman Jagung di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa diukur dengan melihat tingkat kepuasan setiap pelaku terhadap pelaksanaan daya saing. Analisis yang dilakukan menggunakan metode analisis statistik desktiptif dengan scoring rating, Analisis ini digunakan untuk menghitung dan menggambarkan tingkat kesesuaian kepentingan yang di interpretasikan dengan 3 kategori terhadap Daya Saing yang diterapkan pada penelitian tersebut (Rangkuti, 2003), untuk mengetahui ataupun mendeskripsikan tingkat kesesuaian scoring rating daya saing digunakan rumus sebagi berikut :

Skor tertinggi : Jumlah sampel x banyaknya indikator variabel x 5

Skor terendah : Jumlah sampel x banyaknya indikator variabel x 1

Sedangkan untuk mengetahui rentan nilai sebagai berikut:

Skor Tertinggi – Skor Terendah

Selang =

Banyaknya Kategori Jawaban

Rumus diatas digunakan untuk menggambarkan prioritas atribut-atribut guna perbaikan ke depan. Skala yang digunakan adalah interpretasi skor yang diperlihatkan pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Skala Skor Penilaian Penelitian

Kategori Penilaian

Rentang Skala

344 – 573

Rendah

574 – 803

Sedang

804 – 1.032

Tinggi

2.4.3. Analisis koefisien korelasi

Analisis korelasi sederhana dengan metode Pearson atau sering disebut Product Moment Pearson. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun). Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien korelasi adalah sebagai berikut: (Sugiyono, 2007).

∑xy rxy =

√ ∑x2y2…………………………………………..(1) Dimana:

rxy = korelasi antara variabel x dan y

x = (xi - x) y = (yi - y)

Menurut Sugiyono (2007) menjelaskan bahwa pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi diperlihatkan pada Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 2. Interpretasi Koefisien

Kategori Penilaian

Rentang Skala

0,00 - 0,199

Sangat Rendah

0,20 - 0,399

Rendah

0,40 - 0,599

Sedang

0,60 - 0,799

Kuat

0,80 - 1,000

Sangat Kuat

Kriteria Pengujian: Ha diterima jika Signifikansi > 0,05

Ho ditolak jika Signifikansi < 0,05

  • 2.5.    Hubungan Antar Peubah Penelitian

Networking Hilir Model dan Hubungan Petani Umbi Porang ke pihak Pedagang pengumpul, Pedagang besar dan Pengolah Porang dalam hal harga, kualitas yang ditawarkan, ketepatan jenis dan jumlah porang, Ketepatan waktu pengiriman jagung dalam peningkatan daya saing. Model dan hubungan antar peubah penelitian dijelaskan pada Gambar 3 sebagai berikut:


Keterangan:

_____J Hubungan Langsung

Hubungan Tidak Langsung

Hubungan Korelasi

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Model Mitra Kerjasama Petani Umbi Porang di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa

Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat bersama atau keuntungan bersama. Dikemukakan Thoby Mutis dalam Mohammad Jafar Hafsah (2013) menjelaskan bahwa kemitraan diwujudkan dengan misi utamanya adalah membantu memecahkan masalah ketimpangan dalam kesempatan berusaha, ketimpangan pendapatan, ketimpangan antar wilayah dan ketimpangan antara kota dan desa dan mutu produk yang dihasilkan. Peningkatan biaya produksi http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA                                         263

merupakan upaya dalam memperoleh tingkat produksi yang lebih tinggi, karena peningkatan penggunaan sarana produksi yang lebih baik, akan sejalan dengan peningkatan produksi baik jumlah maupun kualitas umbi porang yang dihasilkan. Meningkatnya jumlah produksi dan kualitas yang dihasilkan ini akan berpengaruh terhadap penerimaan petani dan hasil penjualan produk tersebut. Tujuan dari bermitra usaha tani yaitu untuk menumbuh kembangkan kemampuanpara petani mitra dan meningkatkan kemandirian yang optimal dalam usaha tani, jaminan saranadan prasarana yang terpenuhi, peningkatan pendapatan, usaha yang berkesinambungan, peningkatan kualitas kelompok mitra usaha tani,dan kualitas produksi yang baik (Jasuli, 2014). Salah satu pola kemitraan antara pihak Pemerintah Desa Kecamatan pengusaha pedagang pengumpul, gudang dengan petani adalah kemitraan yang dilakukan antara petani di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa melakukan kerjasama antara sebuah mitra beli. Mitra beli bertujuan untuk memasok kebutuhan pengadaan umbi porang kepihak perusahaan mengekspor, terkadang pasokan mengalami kekurangan di mitra usaha tani karena kebutuhan bahan baku yang masih kurang tersebut. Kantor Desa adalah pusat pelayanan di Desa, menjadi central segala kegiatan yang ada di Desa, baik itu di bidang Pemerintahan, Pemberdayaan, Pembangunan ataupun Pembinaan semua berpusat di Kantor Desa Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa. Upaya kantor desa kerjasama yang terjalin antara petani sebagai jaringan/networking hulu dan hilir yang terjadi dilokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut:

  • Gambar 1. Jaringan/Network Hulu dan Hilir

Berdasarkan gambar 1 dapat terlihat bahwa adanya bentuk kerjasama yang terjalin antara petani dengan pihak pemerintah desa Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa bekerjasama BUMDesa memberikan modal usaha sebesar Rp. 70.000.000 diperuntukkan kepada unit pengelolaan umbi porang, dana bantuan yang diberikan BUMDes untuk biaya operasional seperti penjemuran, alat-alat pengupasan serta alat bantu pengeringan chips umbi porang, sewa tempat penjemuran chip umbi porang., dan lain-lain. Keberadaan BUMDes sangat berarti bagi petani karena menyediakan kebutuhan pokok petani khususnya sarana produksi, dan membantu petani dalam transportasi produk pertaniannya.Untuk

identifikasi kemitraan yaitu mengenai jaringan kemitraan hulu sampai dengan hilir komoditi umbi porang di Kecamatan Pattalassang, yaitu diketahui bahwa jaringan hulu kemitraan melibatkan BUMDes penyediaan kerjasama produsen (Saprodi), pemerintah dan hilir melibatkan produsen (petani), pedagang pengumpul, pedagang besar, pengolahan industri dan gudang. Pemasaran umbi porang langsung pengiriman ekspor kejepang. Kemitraan tersebut sudah berjalan 4 tahun, Pemerintah dalam hal ini memiliki peran sebagai pengawas saluran pemasaran ekspor sehingga petani dapat memperoleh jumlah dan harga yang sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. Jaringan kerjasama kemitraan hulu dengan instansi/ lembaga pemerintah terkait ditujukan untuk memperoleh berbagai informasi kemudian diolah dan disampaikan ke petani. Suatu kegiatan penyediaan sarana produksi atau input produksi yang juga menyangkut kegiatan penyaluran atau distribusi serta mencakup perencanaan, pengelolaan sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar kegiatan penyediaan sarana produksi usahatani memenuhi kriteria yang direncanakan atau diharapkan. (Hermawan, 2012). Networking hulu (harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu pasar) disajikan pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 3. Rekapitulasi Networking Hulu (Harga, Kualitas, Ketetapan Jenis Dan Jumlah, Serta Ketetapan Waktu Pasar)

Indikator Jawaban

Rentang Skala

Keterangan

Petani dan pemerintah dalam penyediaan bibit

630

Sedang

Petani dan swasta dalam penyediaan pupuk

641

Sedang

Petani dan swasta dalam penyediaan peptisida

619

Sedang

Sumber: Rekapitulasi Data Primer Setelah Diolah, 2020

Berdasarkan rekapitulasi networking hulu (harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu pasar) pada Tabel 3 diatas menjelaskan bahwa petani dan pemerintah dalam kerjasama kemitraan penyediaan bibit umbi porang dengan skala 630 atau sedang, petani dan swasta dalam kerjasama kemitraan penyediaan pupuk dengan skala 641 atau sedang, petani dan swasta dalam kerjasama kemitraan penyediaan pupuk dengan skala 619 atau sedang. Penyaluran saprodi benih, pupuk, peptisida dalam program kemitraan pemerintah dan swasta selama ini sedang untuk proses budidaya tanaman umbi porang, harga yang ditetapkan juga sesuai serta waktu pemberian saprodi benih, pupuk, peptisida tersebut masih biasa mengalami keterlambatan atau belum selalu tepat waktu yaitu pada awal musim tanam budidaya tanaman umbi porang.

Produsen umbi porang adalah petani, dimana petani dalam menyalurkan hasil produksinya ke konsumen menggunakan perantara pedagang pengumpul. Kemudian dari pedagang pengumpul disalurkan kepada gudang umbi porang. Lalu akhirnya Industri menjual dalam bentuk tepung porang. Networking hilir (harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu pasar) disajikan pada Tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4.Rekapitulasi Networking Hilir (Harga, Kualitas, Ketetapan Jenis dan Jumlah, Serta Ketetapan Waktu Pasar)

Indikator Jawaban

Rentang Skala

Keterangan

Petani Ke Pedagang Pengumpul

662

Sedang

Petani Ke Gudang

697

Sedang

Petani Ke Industri Pengolahan

570

Rendah

Sumber: Rekapitulasi Data Primer Setelah Diolah, 2020

Berdasarkan rekapitulasi networking hulir (harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu pasar) pada Tabel 4 diatas menjelaskan bahwa petani dan pedagang pengumpul dalam kerjasama kemitraan dengan skala 662 atau sedang. Petani ke gudang kerjasama kemitraan dengan skala 697 atau sedang. Petani ke industri pengolahan kerjasama kemitraan dengan skala 570 atau rendah. Hal diatas merupakan dari beberapa tingkat petani terhadap pedagang pengumpul, gudang, pengolahan industry terjalin kemitraan beberapa kendala penentuan cip umbi yang harga berpengaruh berkualitas dan penyaluran sarana produksi masih terbatas untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.

  • 3.2.    Analisis Koefisiensi Korelasi

Analisis korelasi studi pembahasan tentang derajat keeratan hubungan antar variabel yang dinyatakan nilai koefiensi korelasi. Hubungan antara variabel bersifat positif dan negatif. Hasil pengamatan lokasi penelitian sejauhmana networking hulu hubungan petani umbi porang kepeyediaan saprodi berupa benih, pupuk, obat-obatan dan networking hulu hubungan lembaga pemasaran pedagang pengumpul, gudang, pengelolaan industri dilihat suatu daya saing dalam hal harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu ketersediaan pasar. Dalam menggunakan bantuan perangkat computer SPSS.21 di peroleh networking hulu adalah sebagai berikut:

  • 1.    Networking Hulu

Kemitraan yang dilakukan oleh petani sejauhmana hubungan signifikan berpengaruh terhadap kemitraan terhadap penentuan daya saing harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu ketersediaan pasar. Maka pengujian secara parsial yang dapat dilihat sebagai pada Tabel 5.

Interprestasi:

  • a.    Hubungan Benih (X1) dengan Variabel Harga Benih (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,001 < 0,05 yang terdapat korelasi antar variabel benih (X1) dengan variabel harga benih (Y) yang dihubungkan, sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,456** > r tabel 0,2732, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan atau korelasi antara variabel benih (X1) dengan variabel harga (Y) karena r hitung dalam tabel output spss tersebut bernilai positif menunjukkan ada hubungan antara variabel benih (X1) dengan variabel harga (Y) atau semakin meningkatnya hubungan kerjasama kemitraan

penentuan harga umbi porang yang mempunyai kualitas yang tetapi harga lebih murah. Untuk bibit/benih biasanya digunakan dari umbinya yang memiliki titik tumbuh atau umbi katak (bubil) ditanam secara langsung ataupun mengambil dari hutan, bila mana petani tersebut sulit dapat benih untuk ditanam.

Tabel 5. Output SPSS Benih

Correlations

Benih

Harga Benih

Kualitas Benih

Ketetapan Jenis dan Jumlah Benih

Ketetapan Waktu Pasar Benih

Benih

Pearson

Correlation

1

.456**

.431**

.525**

.472**

Sig. (2-tailed)

.001

.002

.000

.001

N

50

50

50

50

50

Harga Benih

Pearson Correlation

.456**

1

.624**

.572**

.394**

Sig. (2-tailed)

.001

.000

.000

.005

N

50

50

50

50

50

Kualitas Benih

Pearson

Correlation

.431**

.624**

1

.382**

.406**

Sig. (2-tailed)

.002

.000

.006

.003

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Jenis dan

Jumlah Benih

Pearson Correlation

.525**

.572**

.382**

1

.370**

Sig. (2-tailed)

.000

.000

.006

.008

N

50

50

50

50

50

Ketetapan

Waktu Pasar

Benih

Pearson

Correlation

.472**

.394**

.406**

.370**

1

Sig. (2-tailed)

.001

.005

.003

.008

N

50

50

50

50

50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

  • b.    Hubungan Benih (X1) dengan Variabel Kualitas Benih (Y)

Berdasarkan Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,002 < 0,05 menunjukkan korelasi pada signifikan sebesar 5% atau 0,05 yang terdapat korelasi antar variabel benih (X1) dengan variabel kualitas benih (Y) yang dihubungkan, sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,431** > r tabel 0,2732 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan atau korelasi antara variabel benih (X1) dengan variabel kualitas (Y) karena r hitung dalam tabel output spss tersebut bernilai positif menunjukkan ada hubungan antara variabel benih (X1) dengan variabel kualitas (Y) hubungan kerjasama kemitraan dengan kategori sedang pada pemilihan kualitas umbi porang merasa puas jika produk yang diharapkan berkualitas pula.

  • c.    Hubungan Benih (X1) dengan Variabel Ketetapan Jumlah dan Jenis (Y)

Berdasarkan Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05 terdapat korelasi antar variabel benih (X1) dengan variabel ketetapan jumlah dan jenis (Y) yang dihubungkan, sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung 0,525** > r tabel 0,2732 menunjukkan korelasi pada signifikasi 5% atau 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan atau korelasi antara variabel benih (X1) dengan

variabel ketetapan jumlah dan jenis (Y) karena r hitung dalam tabel output spss tersebut bernilai positif menunjukkan ada hubungan antara variabel benih (X1) dengan variabel ketetapan jumlah dan jenis (Y) atau hubungan kerjasama kemitraan dengan kategori sedang pada ketetapan jumlah dan jenis umbi porang kepada petani kategori sedang untuk memenuhi kebutuhan usahataninya d. Hubungan Benih (X1) dengan Variabel Ketetapan Pasar (Y)

Berdasarkan Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,001 < 0,05 yang terdapat korelasi antar variabel benih (X1) dengan variabel ketetapan waktu pasar (Y) yang dihubungkan, sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung 0,525** > r tabel 0,2732 menunjukkan korelasi pada signifikasi 5% atau 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan atau korelasi antara variabel benih (X1) dengan variabel ketetapan waktu pasar (Y) karena r hitung dalam tabel output spss tersebut bernilai positif menunjukkan ada hubungan antara variabel benih (X1) dengan variabel ketetapan waktu pasar (Y) atau hubungan kerjasama kemitraan dengan kategori sedang pada ketetapan waktu pasar umbi porang kepada petani kategori sedang untuk memenuhi kebutuhan usahataninya.

Tabel 6. Output SPSS Pupuk

Correlations

Pupuk

Harga Pupuk

Kualitas Pupuk

Ketetapan Jenis dan Jumlah Pupuk

Ketetapan Waktu Pasar Pupuk

Pupuk

Pearson

Correlation

1

.351*

.341*

.403**

.444

Sig. (2-tailed)

.012

.016

.004

.001

N

50

50

50

50

50

Harga Pupuk

Pearson

Correlation

.351*

1

.578**

.526**

.212

Sig. (2-tailed)

.012

.000

.000

.140

N

50

50

50

50

50

Kualitas Pupuk

Pearson

Correlation

.341*

.578**

1

.345*

.431**

Sig. (2-tailed)

.016

.000

.014

.002

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Jenis dan Jumlah Pupuk

Pearson

Correlation

.403*

*

.526**

.345*

1

.527**

Sig. (2-tailed)

.004

.000

.014

.000

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Waktu Pasar Pupuk

Pearson

Correlation

.444*

*

.212

.431**

.527**

1

Sig. (2-tailed)

.001

.140

.002

.000

N

50

50

50

50

50

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Interprestasi:

a. Hubungan Pupuk (X1) dengan Variabel Harga Pupuk (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0.012 > 0,05 maka tidak terdapat korelasi, sedangkan berdasarkan person correlation diperoleh nilai r hitung lebih 0,351* > r tabel 0,2732, maka dapat disimpulkan korelasi pada signifikasi 1% atau 0,001 ada pengaruh terhadap keputusan pembelian harga pupuk.

Penetapan harga merupakan keputusan paling penting dan komplek yang harus ditetapkan oleh perusahaan dan menurut Kotler (2003) menjelaskan harga merupakan unsur penting di dalam bauran pemasaran (marketing mix) yang menghasilkan pendapatan. Pendekatan harga berbasis pasar di mulai dari pelanggan, pesaing dan positioning perusahaan (Sumarwan 2009).

  • b.    Hubungan Pupuk (X1) dengan Variabel Kualitas Pupuk (Y)

Berdasarkan Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,016 > 0,05 maka tidak terdapat ada korelasi, ** sedangkan berdasarkan person correlation diperoleh nilai r hitung lebih 0, 341 > r tabel 0,2732, maka dapat disimpulkan korelasi pada signifikasi 5% atau 0,05 berpengaruh parsial secara langsung yang nyata terhadap daya saing kualitas produk. Kualitas didefinisikan oleh Heizer dan Barry Render dalam Wibowo (2010) sebagai kemampuan produk atau jasa memenuhi kebutuhan pelanggan. Dikatakan pula sebagai totalitas tampilan dan karakteristik produk atau jasa dan berusaha keras dengan segenap kemampuannya memuaskan kebutuhan tertentu. (Russel dan Taylor dalam Wibowo, 2010)

  • c.    Hubungan Pupuk (X1) dengan Variabel Ketetapan Jumlah dan Jenis (Y)

Berdasarkan Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,004 < 0,05 maka terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan pupuk (X1) dengan variabel ketetapan jumlah dan jenis (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung 0,403** > r tabel 0,2732 maka dapat disimpulkan korelasi pada signifikasi 5% atau 0,05. berpengaruh parsial secara langsung yang nyata terhadap daya saing ketetapan jumlah dan jenis produk pupuk. Selain itu, pupuk tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup di tingkat petani dan terjadi kelangkaan, serta harga pupuk relatif belum stabil.

  • d.    Hubungan Pupuk (X1) dengan Variabel Ketetapan Pasar (Y)

Berdasarkan Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,001 < 0,05 maka terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan pupuk (X1) dengan variabel ketetapan waktu pasar (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,444** > r tabel 0,2732 berpengaruh parsial secara langsung yang nyata terhadap daya saing ketetapan pasar produk pupuk.

Tabel 7. Output SPSS Obat-Obatan

Correlations

Obat-Obatan

Harga Obat-Obatan

Kualitas Obat-Obatan

Ketetapan Jenis dan Jumlah Obat-Obatan

Ketetapan Waktu Pasar Obat-Obatan

Obat-Obatan

Pearson Correlation

1

.440**

.517**

.398**

.598**

Sig. (2-tailed)

.001

.000

.004

.000

N

50

50

50

50

50

Harga Obat-Obatan

Pearson Correlation

.440**

1

.627**

.595**

.511**

Sig. (2-tailed)

.001

.000

.000

.000

N

50

50

50

50

50

Kualitas Obat-Obatan

Pearson

Correlation

.517**

.627**

1

.250

.553**

Sig. (2-tailed)

.000

.000

.080

.000

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Jenis dan Jumlah Obat-Obatan

Pearson

Correlation

.398**

.595**

.250

1

.517**

Sig. (2-tailed)

.004

.000

.080

.000

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Waktu Pasar Obat-Obatan

Pearson Correlation

.598**

.511**

.553**

.517**

1

Sig. (2-tailed)

.000

.000

.000

.000

N

50

50

50

50

50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Interprestasi:

a. Hubungan Obat-Obatan (X1) dengan Variabel Harga (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0.001 < 0,05 maka terdapat ada hubungan korelasi, sedangkan berdasarkan person correlation diperoleh nilai r hitung lebih 0,440* > r tabel 0,2732, maka dapat disimpulkan korelasi pada signifikasi 5% atau 0,05 ada pengaruh terhadap keputusan pembelian harga obat-obatan. Harga berpengaruh namun tidak signifikan terhadap keputusan pembelian.

  • b.    Hubungan Obat-Obatan (X1) dengan Variabel Kualitas (Y)

Berdasarkan Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000<0,05 maka tidak terdapat ada korelasi, ** sedangkan berdasarkan person correlation diperoleh nilai r hitung lebih 0,517 > r tabel 0,2732, maka dapat disimpulkan korelasi pada signifikasi 5% atau 0,05 berpengaruh parsial secara langsung yang nyata terhadap daya saing kualitas produk. Kualitas didefinisikan oleh Heizer dan Barry Render dalam Wibowo (2010) sebagai kemampuan produk atau jasa memenuhi kebutuhan pelanggan. Dikatakan pula sebagai totalitas tampilan dan karakteristik produk atau jasa dan berusaha keras dengan segenap kemampuannya memuaskan kebutuhan tertentu. (Russel dan Taylor dalam Wibowo, 2010)

  • c.    Hubungan Pupuk (X1) dengan Variabel Ketetapan Jumlah dan Jenis (Y)

Berdasarkan Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,004 < 0,05 maka terdapat korelasi antar

variabel yang dihubungkan pupuk (X1) dengan variabel ketetapan jumlah dan jenis (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung 0,403** > r tabel 0,2732 maka dapat disimpulkan korelasi pada signifikasi 5% atau 0,05. berpengaruh parsial secara langsung yang nyata terhadap daya saing ketetapan jumlah dan jenis produk pupuk. Selain itu, pupuk tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup di tingkat petani dan terjadi kelangkaan, serta harga pupuk relatif belum stabil.

  • d.    Hubungan Pupuk (X1) dengan Variabel Ketetapan Pasar (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,001 < 0,05 maka terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan pupuk (X1) dengan variabel ketetapan waktu pasar (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,444** > r tabel 0,2732 berpengaruh parsial secara langsung yang nyata terhadap daya saing ketetapan pasar produk pupuk.

  • 2.    Networking Hilir

Kemitraan yang dilakukan oleh lembaga pemasaran misalnya pedagang pengumpul, gudang, pengelolaan industri sejauhmana hubungan signifikan berpengaruh terhadap penentuan daya saing harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu ketersediaan pasar. Maka pengujian secara parsial yang dapat dilihat sebagai berikut ini:

Tabel 8. Output SPSS Pedagang Pengumpul

Correlations

Pedagang Pengumpul

Harga

Kualitas

Ketetapan Jenis dan Jumlah

Ketetapan Waktu Pasar

Pedagang Pengumpul

Pearson

Correlation

1

** .456

.208

.317*

.291*

Sig. (2-tailed)

.001

.147

.025

.040

N

50

50

50

50

50

Harga

Pearson

Correlation

** .456

1

.236

.307*

.148

Sig. (2-tailed)

.001

.099

.030

.305

N

50

50

50

50

50

Kualitas

Pearson

Correlation

.208

.236

1

.109

.074

Sig. (2-tailed)

.147

.099

.450

.608

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Jenis dan Jumlah

Pearson

Correlation

.317*

.307*

.109

1

.514**

Sig. (2-tailed)

.025

.030

.450

.000

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Waktu Pasar

Pearson

Correlation

.291*

.148

.074

.514**

1

Sig. (2-tailed)

.040

.305

.608

.000

N

50

50

50

50

50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Interprestasi:

  • 1.    Hubungan Pedagang Pengumpul (X2) dengan Variabel Harga (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,001 < 0,05 maka terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan pedagang pengumpul (X2) yang signifikan penentuan daya saing harga (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,456** > r tabel 0,2732 ada korelasi antar variabel. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif yang sedang atau tidak terlalu kuat terhadap daya saing ketetapan harga penjualan umbi porang tersebut. Sebagaimana hasil penelitian Ali dan Ahmad (2012) telah menunjukkan bahwa harga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. 2. Hubungan Pedagang Pengumpul (X1) dengan Variabel Kualitas (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,001<0,05 maka terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan pedagang pengumpul (X2) yang signifikan penentuan daya saing kualitas (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,208 < r tabel 0,2732 tidak ada korelasi antar variabel. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang rendah terhadap daya saing ketetapan kualitas penjualan umbi porang tersebut. Menurut Garvin yang dikutip Tjiptono (2012) menyatakan bahwa terdapat lima perspektif mengenai kualitas, salah satunya yaitu bahwa kualitas dilihat tergantung pada orang yang menilainya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.

  • 3.    Hubungan Pedagang Pengumpul (X1) dengan Variabel Ketetapan Jenis dan Jumlah (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,025>0,05 maka tidak terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan pedagang pengumpul (X2) yang signifikan penentuan daya saing ketetapan jenis dan jumlah (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,317 > r tabel 0,2732 maka ada korelasi antar variabel. Hal ini hasil penelitian ini adalah bahwa petani dengan pedagang pengumpul memiliki hubungan positif dalam penentuan jenis dan jumlah umbi porang terlihat adanya integrasi yang lemah karena kesiapan bahan baku terbatas. 4. Hubungan Pedagang Pengumpul (X1) dengan Variabel Ketetapan Waktu Pasar (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,040>0,05 maka tidak terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan pedagang pengumpul (X2) yang signifikan penentuan daya saing waktu pasar (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,291 > r tabel 0,2732 maka ada korelasi antar variabel. Hal ini hasil

penelitian ini adalah bahwa petani dengan pedagang pengumpul memiliki hubungan positif dalam penentuan waktu pasar umbi porang terlihat adanya integrasi yang lemah karena perubahan harga di tingkat pasar pada waktu

sebelumnya tidak ditransmisikan dengan lemah ke tangan produsen (petani). Tabel 9. Output SPSS Gudang

Correlations

Guda ng

Harga

Kuali tas

Ketetapan Jenis dan Jumlah

Ketetapan Waktu Pasar

Networking Hilir Gudang

Pearson

Correlation

1

.767**

.120

.298*

.312*

Sig. (2tailed)

.000

.407

.036

.027

N

50

50

50

50

50

Harga

Pearson

Correlation

.767**

1

.431* *

.087

.046

Sig. (2tailed)

.000

.002

.547

.753

N

50

50

50

50

50

Kualitas

Pearson Correlation

.120

.431**

1

.371**

-.244

Sig. (2tailed)

.407

.002

.008

.087

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Jenis dan Jumlah

Pearson Correlation

.298*

.087

.371* *

1

„ ⅛⅛ .750**

Sig. (2tailed)

.036

.547

.008

.000

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Waktu Pasar

Pearson Correlation

.312*

.046

-.244

.750**

1

Sig. (2tailed)

.027

.753

.087

.000

N

50

50

50

50

50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Interprestasi:

  • 1.    Hubungan Gudang (X2) dengan Variabel Harga (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05 maka terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan gudang (X2) yang signifikan penentuan daya saing harga (Y), ** sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,767 > r tabel 0,2732 ada korelasi antar variabel. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif yang kuat terhadap daya saing ketetapan harga penjualan umbi porang tersebut. Bahwa pedagang pengumpul dengan gudang memiliki hubungan korelasi kuat antara harga di tingkat Gudang dengan harga di tingkat pedagang pengumpul.

  • 2.    Hubungan Gudang (X1) dengan Variabel Kualitas (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,407>0,05 maka tidak terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan gudang (X2) yang signifikan penentuan daya saing kualitas (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,120 < r tabel 0,2732 tidak ada korelasi antar variabel.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan korelasi yang sangat lemah antara kualitas jual kepada Gudang, karena persiapan bahan baku yang diproses kurang, standar kualitas chip umbi porang sesuai rendemen kekeringan produk tersebut. Menurut Kotler (1995) dalam Talaumbanua dkk (2013) kualitas sebagai keseluruhan ciri sifat atau sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuannya memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen baik yang dinyatakan maupun yang tersirat. Dalam hal ini kualitas sepenuhnya ditentukan oleh konsumen sebagai pengguna produk. Jika kualitas tidak memenuhi spesifikasi yang diinginkan oleh konsumen akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena konsumen tidak akan membeli atau memesan produk tersebut. 3. Hubungan Gudang (X1) dengan Variabel Ketetapan Jenis dan Jumlah (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,036>0,05 maka tidak terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan gudang (X2) yang signifikan penentuan daya saing ketetapan jenis dan jumlah (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,298 > r tabel 0,2732 maka ada korelasi antar variabel. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan korelasi yang rendah antara ketetapan jenis dan jumlah persediaan yang jual kepada gudang, karena kesiapan bahan baku terbatas dilokasi tersebut.

  • 4.    Hubungan Gudang (X1) dengan Variabel Ketetapan Waktu Pasar (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,027>0,05 maka tidak terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan gudang (X2) yang signifikan penentuan daya saing waktu pasar (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,312 > r tabel 0,2732 maka ada korelasi antar variabel. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan korelasi yang rendah antara ketetapan waktu pasar yang jual kepada gudang, karena terbatasnya persediaan bahan baku pedagang pengumpul akan membuat penjualan ke pihak gudang menjadi terhambat waktu pasar.

Tabel 10. Output SPSS Industri Pengolahan

Correlations

Industri Pengolahan

Harga

Kualitas

Ketetapan Jenis dan Jumlah

Ketetapan Waktu Pasar

Industri

Pengolahan

Pearson Correlation

1

.823**

.295*

.436**

.391**

Sig. (2-tailed)

.000

.037

.002

.005

N

50

50

50

50

50

Harga

Pearson Correlation

.823**

1

.378**

.329*

.243

Sig. (2-tailed)

.000

.007

.020

.090

N

50

50

50

50

50

Kualitas

Pearson Correlation

.295*

.378**

1

.370**

.055

Sig. (2-tailed)

.037

.007

.008

.704

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Jenis dan Jumlah

Pearson Correlation

.436**

.329*

.370**

1

.722**

Sig. (2-tailed)

.002

.020

.008

.000

N

50

50

50

50

50

Ketetapan Waktu Pasar

Pearson Correlation

.391**

.243

.055

.722**

1

Sig. (2-tailed)

.005

.090

.704

.000

N

50

50

50

50

50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

dihubungkan gudang (X2) yang signifikan penentuan daya saing ketetapan jenis dan jumlah (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,295 > r tabel 0,2732 maka ada korelasi antar variabel.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan korelasi yang rendah antara ketetapan jenis dan jumlah persediaan yang jual kepada pabrik industri, karena kesiapan bahan baku cip umbi porang terbatas kepada petani yang dikumpulkan pedagang pengumpul.

  • 4.    Hubungan Gudang (X1) dengan Variabel Ketetapan Waktu Pasar (Y)

Berdasarkan nilai sig.(2-tailed) pada tabel output diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,005<0,05 maka terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan industri (X2) yang signifikan penentuan daya saing waktu pasar (Y), sedangkan berdasarkan person correlation, diperoleh nilai r hitung lebih 0,391 > r tabel 0,2732 maka ada korelasi antar variabel. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan korelasi yang sedang antara ketetapan waktu pasar yang jual kepada industri, karena masih terbatasnya persediaan bahan baku pedagang pengumpul akan membuat penjualan ke pihak industri menjadi terhambat waktu pasar.

  • 4.    Kesimpulan Dan Saran

    4.1 . Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan penelitian pada penelitian ini maka diambil kesimpulan sebagai berikut: Model kemitraaan umbi porang merupakan salah satu peubah yang berpengaruh terhadap kerjasama pemerintah dan swasta. Model kemitraan masing-masing pihak yang bermitra diharapkan memiliki dan saling berkomitmen pada kesepakatan yang telah disetujui bersama sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan serta kemitraan dapat berlangsung kontinyu secara daya saing. Networking hulu kemitraan petani hubungan penyaluran saprodi benih, pupuk dan obat-obatan berpengaruh signifikan terhadap kemitraan penentuan daya saing harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu ketersediaan pasar. Networking hilir kemitraan hubungan petani pihak pedagang pengumpul berpengaruh signifikan terhadap penentuan daya saing harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu ketersediaan pasar. Kemitraan petani pihak gudang berpengaruh signifikan terhadap penentuan daya saing harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu ketersediaan pasar. Kemitraan petani pihak industri pengolahan berpengaruh signifikan terhadap penentuan daya saing harga, kualitas, ketetapan jenis dan jumlah, serta ketetapan waktu ketersediaan pasar.

  • 4.2    Saran

Beberapa beberapa kesimpulan, maka saran-saran yang dapt dberikan sebagai berikut:

  • 1.    Untuk menjalin networking kerjasama atau kemitraan yang lebih luas dari pada yang ada sekarang. Hal tersebut dapat membantu petani dalam kegiatan bertani baik dalam proses penanaman, pemanenan, maupun pendistribusian.

  • 2.    Dilihat dari sistem networking kemitraan perlu dilakukan agar tingkat hubungan kemitraan yang dijalinpun semakin erat, sehingga keuntungan bersama yang telah disepakati mampu terwujud.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Puji syukur penulis panjatkan rahmat Allah SWT atas rahmat-Nya penelitian ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih Ketua LP3M Universitas Muhammadiyah Makassar dan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil dalam proses penyelesaian penelitian tepat pada waktunya.

Daftar Pustaka

Anonim, 2011. Informasi Spesies Porang. http://www. plantamor.com/ index.php? plant=92. Diakses 7 Desember 2014.

Ali, A., & Ahmad, I. 2012. Environment Friendly Products: Factors that Influence the Green Purchase Intentions of Pakistani Consumers. Pak. J. Eng. Technol. Sci.Volume 2, No 1, p.84-117.

Dwiyono, K. 2009. Tanaman Porang(Amorphophallus muelleri Blume) Dan Beberapa Manfaatnya. Jurnal Ilmu dan Budaya, 29(16): 19-25.

Hermawan, R. 2012. Membangun Sistem Agribisnis. (online) http:// www. mb. ipb.ac.id/uploads/File/2012/Membangun%20-Sistem%20 Agribisnis. pdf. diakses pada 12 Mei 2015.

Jasuli, A., 2014. Analisis Pola Kemitraan Petani Kapas dengan Pt Nusafarm terhadap Pendapatan Usahatani Kapas Di KabupatenSitubondo.

Kotler, Philip. 2003. Managemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Edisi 5. Jilid 2. Jakarta. Prehalindo

L Sundawati, N Purnaningsih, ED Purwakusumah,2012. Pengembangan Model Kemitraan Dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 17 (3): 153-158 17 (3).

Muhammad Jafar Hafsah, 2013. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi.

Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

Meilgaard, M., Civille, G. V. and Carr, B. T. 2006. Sensory Evaluation Techniques. Fourth Second edition. CRC, Boca. Raton

Render, Barry and Jay Heizer. 2004. Operations Management, International

Edition, Pearson Education Inc. Upper Saddle River, New Jersey.

Russell &Taylor., 2011. Operations Management. International Student Version.

Sumarwan, Ujang., 2009. Pemasaran Strategic (Strategi Untk Pertumbuhan Perusahaan dalam Penciptaan Nilai Bagi Pemegang Saham). Penerbit: Inti Prima, Jakarta Timur.

Sumardjo, J.S. dan Wahyu A..2004. Teori dan Praktek Kemitraan Agribisnis.

Penerbit Swadaya Jakarta.

Tjiptono, Fandy. 2012. Service Management Mewujudkan Layanan Prima.Yogyakarta: CV Andi Offset.

Wibowo. 2010. Manajemen Kinerja. Jakarta : Rajawali Pers.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

277