Vol. 5 No. 3 Desember 2020

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Perlindungan Hukum Atas Kriminalisasi Terhadap Notaris Karena Terjadinya Pembatalan Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah

I Gusti Ngurah Bagus Pramana1, Gde Made Swardhana2

1 Program Studi Magister (S2). Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali-Indonesia, Email: pramana.bagus27@gmail.com

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: gmswar@yahoo.com

Info Artikel

Masuk : 5 Oktober 2020

Diterima : 19 November 2020

Terbit : 15 Desember 2020

Keywords :

Legal Protection, Criminalization of Notaries, Cancellation of Sale and Purchase Agreement of Land Rights


Kata kunci:

Perlindungan Hukum, Kriminalisasi Notaris, Pembatalan Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah

Corresponding Author:

I Gusti Ngurah Bagus Pramana, E-mail: pramana.bagus27@gmail.com

DOI :

10.24843/AC.2020.v05.i03.p07


Abstract

This research is motivated by the existence of conflict norms in Article 16 paragraph (1) letter a UUJN with Article 16 paragraph (1) letter e UUJN. The notary is obliged to behave honestly in checking certificates at the land office, and to be careful in carrying out the sale and purchase agreement process, so as not to cause losses and problems in the future. At this writing, there are two problem formulations: what is the basis for the Notary for canceling the sale and purchase agreement of land rights and what is the legal protection for the criminalization of the Notary by the seller due to the cancellation of the sale and purchase agreement for land rights. The research objective is to find out the basis for the notary to cancel the sale and purchase agreement of land rights and to protect the notary from criminalization by the seller from the cancellation of the sale and purchase agreement of land rights. The legal research method uses normative legal research with a statutory approach and a conceptual approach. The results of the study show that the basis for the notary to cancel the sale and purchase agreement process is to act honestly, thoroughly, independently, and to protect the interests of the parties involved in legal actions and legal protection for criminalization of notaries by the seller because the cancellation of the sale and purchase agreement is a notary. can exercise his denial.

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya norma konflik dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN dengan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN. Notaris wajib berperilaku jujur dalam pengecekan sertifikat di kantor pertanahan, dan bertindak hati-hati dalam melaksanakan proses perjanjian jual beli, agar tidak menyebabkan kerugian dan masalah dikemudian hari. Pada penulisan ini ada dua rumusan masalah: apakah dasar Notaris melakukan pembatalan perjanjian jual beli hak atas tanah dan bagaimana perlindungan hukum atas kriminalisasi terhadap Notaris oleh pihak penjual karena batalnya perjanjian jual beli hak atas tanah. Tujuan penelitian untuk mengetahui dasar notaris melakukan pembatalan perjanjian jual beli hak atas tanah serta melindungi notaris dari kriminalisasi yang dilakukan pihak penjual dari pembatalan perjanjian jual beli hak atas tanah. Metode penelitian hukum menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Hasil studi menunjukkan bahwa Dasar

Notaris melakukan pembatalan terhadap proses perjanjian jual beli adalah bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum dan perlindungan hukum atas kriminalisasi terhadap Notaris oleh pihak penjual karena pembatalan perjanjian jual beli adalah Notaris dapat menggunakan hak ingkarnya.

  • I.    Pendahuluan

Pada zaman globalisasi, kebutuhan masyarakat di dalam bidang perekonomian sangatlah meningkat, meningkatnya kebutuhan masyarakat dari segi keuangan sangat mendorong banyaknya aktivitas transaksi antara lain adalah transaksi jual beli, transaksi jual beli banyak dilakukan oleh masyarakat yang membutuhkan uang atau nilai tukar uang untuk mendukung kebutuhan perekonomian.

Transaksi jual beli biasanya menggunakan obyek barang bergerak/barang tidak bergerak yang bernilai harga yang dapat dijual dan dibeli bagi orang yang membutuhkan. Barang tidak bergerak yang biasanya menjadi obyek jual beli adalah berupa tanah. Tanah pada umumnya sangat dibutuhkan oleh manusia, karena semua kegiatan manusia memerlukan tanah di dalam hidupnya serta Bangsa Indonesia, sebagaimana ternyata pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUDNRI 1945, mengandung pengertian: “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Susunan kehidupan rakyat Indonesia dan kehidupan ekominya masih agraris yang bertumpu pada bumi, air dan ruang angkasa.

Kepastian hukum mengenai keberadaan tanah di Indonesia adalah telah diatur di dalam Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disebut dengan UUPA. Pasal 15 UUPA menentukan “Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah”.

Pengaturan mengenai hak atas tanah telah tercantum di dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, antara lain adalah :

  • a.    Hak milik

Berdasarkan KUHPerdata pengertian hak milik adalah peralihan serta cara untuk memperoleh sesuatu benda atau penguasaan terhadap suatu benda. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA hak milik adalah “hak milik adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6”, Pasal 6 UUPA menyatakan “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.

Hak milik bersifat turun menurun dan tidak hanya berlaku selama pemegang hak milik masih hidup, tetapi hak milik tersebut bisa diteruskan oleh ahli waris ketika pemegang hak milik meninggal dunia. Berdasarkan sifatnya, hak milik mempunyai tenggang waktu yang tidak terbatas, dan sifatnya lebih kuat daripada hak pakai dan hak guna bangunan.

Hak milik bisa dilakukan peralihan sebagaimana dinyatakan pada Pasal 20 ayat (2) UUPA adalah “Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”. Kepemilikan dan peralihan haruslah mendapatkan kepastian hukum yakni dengan melakukan pendaftaran hak atas tanah itu dan ternyata didalam Pasal 19 ayat (1) UUPA adalah “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Terjadinya hak milik dengan melalui tiga cara yakni : 1

  • 1.    Atas dasar undang-undang

  • - Yakni dengan diundangkannya UUPA

  • 2.    Atas dasar penetapan pemerintah

  • - Permendagri nomor 6 Th. 1972 mengenai Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah (telah dicabut dan tidak berlaku lagi), kemudian selanjutnya Permen Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 Th. 1999 mengenai Pelimpahan Kewenangan Pemberian Dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara (telah dicabut dan tidak berlaku lagi), dan selanjutnya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 1 Th. 2011 mengenai Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu, serta khusus untuk tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan hak pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 9 tahun 1999.

  • 3.    Atas dasar hukum adat

  • - UUPA mengatur bahwa hak milik berdasarkan hukum adat adalah didalam Permen, sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UUPA “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.

  • b.    Hak Guna Usaha

Bunyi Pasal 28 ayat (1) UUPA menerangkan pengertian hak gunausaha merupakan “Hak guna usaha merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan”, dan dalam Pasal 29 UUPA menentukan bahwa hak guna usaha mempunyai jangka waktu yaitu selama 25 tahun – 35 tahun dan yang menjadi subyek dsini adalah Warga Negara Indonesia, selanjutnya disingkat (WNI) serta Badan hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.2

  • c.    Hak Guna Bangunan

Pengertian hak guna bangunan sebagaimana ternyata pada UUPA Pasal 35 “hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun”. Berikut kualifikasi tanah yang mampu/bisa digunakan hakguna bangunan :

  • -    Tanah Negara

Sesuai pada keputusan menteri/pejabat yang memberikan hak terhadap tanah negara untuk dijadikan hak guna bangunan.

  • -    Tanah pengelolaan

Diberikan berdasarkan keputusan menteri atau pejabat berdasarkan usul pemegang hak untuk dijadikan hak guna bangunan.

  • -    Tanah milik

Berdasarkan akta PPAT sesuai pada pemberi pemegang hakmilik.

  • d.    Hak Pakai

Pasal 41 UUPA menyatakan hak pakai memiliki pengertian yakni “hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain”pula dapat diberikan kepada :3

  • 1.    WNI;

  • 2.    Warga Negara Asing, selanjutnya disingkat (WNA) yang tinggal di Indonesia;

  • 3.    Badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia;

  • 4.    Badan hukum asing dengan kantor perwakilan di Indonesia.

Pada suatu peralihan hak tanah diatas bisa terjadi dikarenakan adanya transaksi jual beli, hibah dan turun waris yang dilakukan di hadapan Notaris. Saat akan melakukan proses transaksi tersebut pihak-pihak akan membutuhkan alat bukti yang otentik yaitu akta. Akta otentik mempunyai peranan hukum dalam mengatur segala transaksi yang terjadi di tengah masyarakat. 4

Demi tercapainya kepastian hukum bagi masyarakat sangat dibantu oleh Peranan hukum oleh akta otentik maka dari itu jasa Notaris sangat diperlukan karena profesinya selaku pejabat umum dengan tujuan untuk dapat menyalurkan jasa hukum kepada masyarakat berdasarkan Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, selanjutnya disingkat UUJN dan mengalami perubahan dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Perubahan, yang pada berikutnya disingkat UUJNP. Kepastian hukum tersebut diperlukan notaris dalam menjalankan jabatannya, apakah yang menjadi dasar bagi seorang notaris yang melakukan pembatalan perjanjian jual beli hak atas tanah dan bagaimana perindungan hukum atas kriminalisasi terhadap notaris oleh pihak penjual karena pembatalan perjanjian jual beli hak atas tanah. Istilah kriminalisasi mengandung arti bahwa mengangkat atau menjadikan adanya perbuatan yang awalnya tidak merupakan atau tergolong tindak pidana tetapi dibuat sebagai perbuatan yang bisa dipidana, yang merupakan wewenang pembentuk UU. Maka pembatalan perjanjian jual beli yang dilakukan oleh Notaris dapat menimbulkan adanya kriminalisasi terhadap Notaris.

Peranan hukum terhadap beralihnya hak atas tanah berdasarkan akta otentik sangat menjadi kewajiban Notaris, PPAT dan kantor pertanahan yang berwenang untuk bekerja sama dalam hal melakukan perbuatan hukum dengan melakukan pengecekan keabsahan bukti kepemilikian hak atas tanah atau yang disebut dengan “sertifikat”. Pendaftaran tanah dilakukan yang berdasarkan pada UUPA Pasal 19 ayat (2) huruf c yaitu “pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat” dan pada Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berikutnya dilanjutkan dengan PP 24/1997 menyatakan yakni sertifikat merupakan “surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”.5

Kewajiban untuk melakukan pemeriksaan dan pengecekan atas tanda bukti hak atau sertifikat adalah untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan terhadap nama pemilik, luas tanah dan tidak sedang dijaminkan kepada kreditur, dan peruntukan tanah yang akan dilakukan transaksi. Apabila terdapat kesalahan dan mengalami ketidakabsahan terhadap sertifikat tersebut maka Notaris akan melakukan pembatalan perjanjian jual beli kepada pihak penjual dan pembeli dikarenakan ketidakabsahan sertifikat tersebut. 6 Kesalahan tersebut ditemukan pada saat dilakukan pengecekan oleh Notaris di kantor pertanahan yang berwenang, maka dari itu kerjasama antar Notaris, PPAT dan kantor pertanahan sangat diperlukan dalam terjadinya proses transaksi jual beli.

Berdasarkan hal tersebut, dirumuskan 2 (dua) masalah yaitu apakah dasar Notaris melakukan pembatalan perjanjian jual beli hak atas tanah dan bagaimana

perlindungan hukum atas kriminalisasi terhadap Notaris oleh pihak penjual karena batalnya perjanjian jual beli hak atas tanah.

Pembatalan terhadap perjanjian jual beli yang dilakukan oleh Notaris tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan hal yang tidak menyenangkan bagi pihak penjual dan menimbulkan perasaan lega terhadap pihak pembeli. Hal yang tidak menyenangkan bagi pihak penjual adalah batalnya proses transaksi jual beli akibat tidak bisa terlaksananya perjanjian jual beli di hadapan Notaris, maka dari itu proses transaksi jual beli tidak bisa terlaksana berdasarkan akta otentik. Terhadap pembatalan tersebut seringkali menimbulkan kriminalisasi oleh pihak penjual terhadap Notaris, alasannya terjadi karena tidak terimanya pihak penjual terhadap ketidakabsahan sertifikat yang dimiliki pihak penjual, yang kemungkinan pihak penjual bisa mendatangkan masalah bagi Notaris, karena hak pihak penjual sebagai masyarakat pada umumnya untuk mendapatkan kepastian hukum melalui akta otentik yang menerangkan adanya perbuatan, perjanjian dan penetapan serta peristiwa hukum tidak diperolehnya. 7 Dari pembatalan PJB tersebut maka melanggar ketentuan UUJN Pasal 16 ayat (1) huruf a.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar notaris melakukan pembatalan perjanjian jual beli hak atas tanah serta melindungi notaris dari kriminalisasi yang dilakukan pihak penjual dari pembatalan perjanjian jual beli hak atas tanah

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, dilakukan oleh Endang Sri Kawuryan pada tahun 2017, menunjukkan bahwa notaris dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada dalam Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang artinya bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana. Kemudian penelitian selanjutnya dilakukan oleh Agus Wijayanto pada tahun 2017, penelitian tersebut menunjukkan bahwa perlindungan hukum atas kriminalisasi terhadap notaris di dalam membuat akta otentik tidak serta merta dapat dipanggil oleh pengadilan, harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Majelis Kehormatan Daerah Notaris.

Berdasarkan pendahuluan diatas, penulis melakukan penelitian pada jurnal ini dengan judul “Perlindungan Hukum Atas Kriminalisasi Terhadap Notaris Karena Terjadinya Pembatalan Perjanjian Jual Beli”.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini mempergunakan metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif ialah teknik menelaah atas peraturan perundang-perundangan yang melihat hierarki perundang-undangan secara vertikal, dan

horizontal.8 Penggunaaan metode penelitian hukum normatif ini dikarenakan adanya norma konfik yang berhubungan antara Pasal 16 ayat (1) huruf a dengan Pasal 16 ayat (1) huruf e. Metode pendekatan yang dipergunakan yakni pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Penulisan ini mempergunakan bahan hukum, yang terdapat bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer terdiri atas Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, selanjutnya bahan hukum sekunder mencangkup buku serta jurnal hukum yang sesuai terhadap permasalahan. Teknik pengumpulan bahan hukum ialah teknik sistematisasi bahan hukum primer serta teknik bola salju pada bahan hukum, sekunder. Metode analisis bahan hukum penulisan ini ialah tenik deskriptif.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1.    Dasar Notaris Melakukan Pembatalan Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah

Sudikno Mertokusumo memberikan definisi notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta.9 Sertifikat diterbitkan dan dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional, selanjutnya disingkat (BPN), sertifikat tersebut merupakan bukti kepemilikan yang sah disetiap adanya sengketa tanah atau masalah yang terkait dengan kepemilikan tanah. Terjaminnya kepastian hukum, maka melakukan pendaftaran hak atas tanah wajib dan penting dilakukan. 10

Peralihan hak milik dalam proses transaksi jual beli oleh dari penjual kepada pembeli dilakukan berdasarkan perjanjian jual beli dan dilaksanakan dihadapan Notaris. Terhadap permohonan penjual dan pembeli ke kantor Notaris dan melaksanakan proses jual beli serta agar mendapatkan alat bukti otentik yaitu aktaperjanjian jual beli memiliki fungsi untuk mengikat penjual maupun pembeli didalam perjanjian, biasanya diapat dikatakan “Perjanjian Pengikatan Jual Beli” atau yang disingkat PPJB.

PPJB dilakukan dan dibuat di hadapan Notaris dalam pihak pembeli belum ingin melakukan balik nama terhadap tanda bukti hak atas tanah atau sertifikat tersebut. PPJB dilakukan dengan 2 tahap yakni PPJB lunas dan PPJB secara angsuran tergantung keinginan para pihak yang melakukan transaksi jual beli.

Terhadap permohonan PPJB oleh pemohon kepada Notaris, maka Notaris berwenang untuk melakukan pengecekan terhadap sertifikat tanah yang menjadi obyek jual beli dalam PPJB di kantor pertanahan yang berwenang. Pasal 34 PP 24/1997 menyatakan “setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah”

Pengecekan tanda bukti hak atau sertifikat tersebut diantaranya dilakukan pengecekan terhadap :

  • 1.    Keaslian sertifikat, pengecekan terhadap asli sertifikat sangat penting dilakukan karena untuk memastikan nama pemegang sertifikat apakah sesuai dengan nama penjual;

  • 2.    Luas tanah, pengecekan terhadap luas tanah dilakukan agar dapat memastikan luas tanah sebenarnya apakah sesuai dengan apa yang diterangkan di dalam sertifikat, apabila terjadi kekeliruan, pihak kantor pertanahan akan melakukan pengukuran ulang di obyek tanah tersebut;

  • 3.    Hak tanggungan sertifikat, pengecekan terhadap hak tanggungan ini untuk memastikan apakah sertifikat telah menjadi jaminan bank atau tidak;

Terhadap proses pengecekan tersebut di atas yang dilakukan oleh kantor pertanahan yang berwenang, maka apabila terjadi kesalahan atau data yang diperoleh Notaris tidak sinkron dengan data di kantor pertanahan, Notaris akan mengembalikan sertifikat tersebut dan tidak melanjutkan proses perjanjian jual beli.

Batalnya proses perjanjian jual beli yang dilakukan oleh Notaris seringkali menciptakan suasana yang tidak mengenakkan bagi pihak penjual, karena batal mendapatkan hasil penjualan dari sertifikat tanah tersebut dan seringkali menyebabkan adanya kriminalisasi terhadap Notaris.

Berkaitan dengan hal ini, Notaris sebagai pejabat umum wajib selalu menjaga martabatnya, disaat bekerja maupun sedang berada di tengah-tengah masyarakat, kondisi ini menyebabkan Notaris dilarang melakukan pelanggaran hukum atau tindakan yang menentang aturan UUJN serta kode etik Notaris.11

Pembatalan proses perjanjian jual beli yang dilakukan oleh Notaris adalah berdasarkan pada kewajiban Notaris Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN adalah “bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”, dengan ini Notaris menjalankan kewajibannya untuk berperilaku jujur atas hasil pengecekan sertifikat di kantor pertanahan yang berwenang, saksama adalah bertindak dengan hati-hati dalam melaksanakan proses perjanjian jual beli, tidak memihak serta mengamankan pihak yang terkait dan menyebabkan kerugian dikemudian hari bagi para pihak.

  • 3.2.    Perlindungan Hukum Atas Kriminalisasi Terhadap Notaris Oleh Pihak Penjual Karena Pembatalan Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah

Fitzgerald, Satjipto Raharjo, Phillipus M Hanjon dan Lily Rasyidi, mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dam mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupkan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.12 Notaris berhak mendapatkan perlindungan hukum agar senantiasa dapat memberikan kepastian hukum. Teori perlindungan hukum menurut kajian Max Weber terdapat 3 alasan mengapa manusia membutuhkan perlindungan, yakni diantaranya :13

  • 1.    Karena manusia hidup dengan kondisi yang tidak pasti. Suatu yang sangat penting untuk keamanan, kesejahteraan dan ketenangan batin manusia berada di luar jangkuan manusia.

  • 2.    Kemampuan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi kehidupannya masih terbatas;

  • 3.    Manusia hidup bermasyarakat, dan masyarakat merupakan alokasi yang ditata dari berbagai fungsi, kewajiban, peran dan haknya.

Berdasarkan teori perlindungan hukum tersebut, Notaris sebagai pejabat umum yang taat terhadap UUJN-UUJNP serta kode etik Notaris, dan segala hak dan kewajiban Notaris telah diatur di dalam UUJN-UUJNP serta dalam menjalankan jabatanya tidak boleh melanggar kode etik Notaris. Menjalankan kewajibannya tersebut, Notaris merupakan juga merupakan masyarakat yang di dalam jabatannya berhak mendapatkan perlindungan hukum atas jasa hukum yang diberikan kepada masyarakat.

Perlindungan hukum di Negara Indonesia lebih menganut teori perlindungan dari Philipus M. Hadjon yakni yang bersifat preventif dan represif.14 Sifat preventif disini memiliki arti bahwa haruslah lebih berhati-hati didalam mengambil maupun membuat keputusan hal ini dikarenakan masih dalam berbentuk suatu tindakan dalam pencegahan, selanjutnya sifat represif adalah pemerintah bersikap tegas dalam mengambil keputusan atas pelanggaran yang telah terjadi. Perlindungan hukum yang digunakan ialah dengan hak ingkar yang dimiliki oleh notaris bersangkutan.

Istilah kriminalisasi yang mengandung makna mengangkat/menjadikan suatu perbuatan yang semua bukan tindak pidana menjadi perbuatan yang dapat dipidana, dan merupakan wewenang pembentuk UU. Dalam hal ini apabila telah terjadi kriminalisasi terhadap Notaris karena batalnya proses perjanjian jual beli adalah, Notaris tidak dapat seenaknya dipanggil kedalam proses peradilan oleh penyidik, penuntut umum atau hakim, karena semuanya itu harus melalui persetujuan Majelis Kehormatan Daerah, namun jika Majelis Kehormatan Daerah memberikan persetujuan, maka sebagai perlindungan hukum terhadap Notaris, Notaris dapat menggunakan hak ingkarnya. Hak ingkar terjemahan dari verschoningrecht yang artinya hak untuk dibebaskan dari kewajiban memberikan keterangan sebagai saksi dalam suatu perkara pengadilan. Hak ingkar merupakan hak untuk menolak memberi keterangan tentang sesuatu rahasia yang berkaitan dengan jabatannya atau akta yang dibuatnya dan keterangan-keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta, sesuai sumpah atau janji jabatan. Diharapkan dengan adanya hak ingkar ini, notaris dapat menjaga kerahasian akta dan bekerja secara adil.

  • 4.    Kesimpulan

Dasar Notaris melakukan pembatalan terhadap proses perjanjian jual beli adalah berdasarkan UUJN Pasal 16 ayat (1) huruf a yaitu “bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Notaris menjalankan kewajibannya untuk berperilaku jujur atas hasil pengecekan sertifikat di kantor pertanahan yang berwenang, saksama adalah bertindak dengan hati-hati dalam melaksanakan proses perjanjian jual beli, tidak memihak serta dapat menjaga pihak terkait agar tidak menyebabkan kerugian dan masalah dikemudian hari bagi para pihak, dan perlindungan hukum atas kriminalisasi terhadap Notaris oleh pihak penjual karena pembatalan perjanjian jual beli adalah Notaris dapat menggunakan hak ingkarnya.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku

Hadjon, P. M. (1987). Perlindungan hukum bagi rakyat di Indonesia: sebuah studi tentang prinsip-prinsipnya, penanganannya oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan pembentukan peradilan administrasi negara. Jakarta: Bina Ilmu.

Jhonny, I. (2005). Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Bayumedia.

Wibowo, T. (2013). Sertifikat sebagai Tanda Bukti Hak Atas Tanah, Bandung: PT. Surya Perkasa.

Satjipto Raharjo,(2000). Ilmu Hukum , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Jurnal

Afifah, K. (2017). Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya. Lex Renaissance, 2(1), 10.

Devi, N. S., & Muryanto, Y. T. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Yang Akta Jual Belinya Diakui Cacat Oleh Pihak Notaris (Studi Kasus: Putusan Mahkamah Agung Nomor 3244 K/Pdt/2016). Jurnal Privat Law, 7(1), 104-109.

Handayani, I. G. A. K. R. (2019). Kajian Yuridis Pembatalan Perjanjian Pengikatan Akta Jual Beli Tanah Terkait Syarat Subjektif. Jurnal Repertorium, 6(1), 14.

Ismail, I. (2011). Sertifikat sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah dalam Proses Peradilan. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 13(1), 23-34.

Ismail, I. (2012). Kajian terhadap Hak Milik atas Tanah yang Terjadi Berdasarkan Hukum Adat. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 14(1), 1-11.

Kawuryan, E. S. (2017). Perlindungan Hukum Atas Kriminalisasi Terhadap Notaris. al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, 7(2), 466-487.

Laurensius Arliman, S. (2018). Peranan Metodologi Penelitian Hukum Dalam Perkembangan Ilmu Hukum di Indonesia. Jurnal Soumatera Law Review, 1 (1). p. 118.

Putri, C. A., & Gunarto, G. (2018). Efektivitas Pengecekan Sertifikat Terhadap Pencegahan Sengketa Tanah Dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah. Jurnal Akta, 5(1), 267-274.

Utama, W. A., & Anand, G. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Pengganti Dalam Pemanggilan Berkaitan Dengan Kepentingan Peradilan. Jurnal Panorama Hukum, 3(1), 105-124.

Wijayanto, A. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap Kriminalisasi Notaris Dalam Menjalankan Tugas Dan Fungsinya Sebagai Pejabat Umum Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Jurnal Akta, 4(4), 791-798.

Yunik Sri Antari, Ni Luh. (2018). Pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah. Jurnal Akta, 3(2), 280-290.

Skripsi, Tesis atau Disertasi

AURI, A. Aspek Hukum Pengelolaan Hak Pakai Atas Tanah Dalam Rangka Pemanfaatan Lahan Secara Optimal. Tadulako University.

Arif, J. (2016). Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Notaris terhadap Pelanggaran Hukum Atas Akta. Tadulako University.

Sudikno Mertokusumo, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, didalam Anggreini Gozali, 2011, Pelanggaran Jabatan Notaris Karena Notaris Tidak Mencocokan Surat Aslinya Ditinjau Dari Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris: Studi Kasus Putusan Majelis Pemeriksa Pusat Notaris tanggal 02 Desember 2010 Nomor: 11/B/Mj.PPN/XI/2010, Depok: Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696)

525