Jurnal Agribisnis dan Agrowisata

ISSN: 2685-3809

Vol.9, No.1, Januari 2020

Pemanfaatan Inovasi Burung Hantu (Tyto Alba) sebagai Pengendali Hama Tikus (Rattus Argentiventer) oleh Anggota Subak di Desa Senganan Kecamatan Penebel KabupatenTabanan

AZIZ FATHUR ROHMAN, I DEWA GEDE RAKA SARJANA, IGAA LIES ANGGRENI

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jalan P.B. Sudirman Denpasar, 80232, Bali

Email: azizfathur7@gmail.com

idewagederakasarjana@yahoo.com

Abstract

Utilizationof Owl Innovation (Tyto alba) as Rat Pests Controller (Rattus argentiventer) by Subak Members in Senganan Village, Penebel Sub-District, Tabanan Regency

Rat pest control must be carried out in an integrated and sustainable way. One ofthe solution is to use owls because it does not create pollution and damage to rice plant. Pets controlusing an owl is determined by the knowledge and behavior of subak members. The purposes of this study is to determine the adoption process and the related factors in the use of owl as rat pets control of rets. The research locations was located in Senganan Village, Penebel Sub-District, Tabanan Regency using 35 respondents. The method used study is qualitative descriptive analysis andordinal measurement score. The result showed that level of knowing of respondents was in the high category with a score of 422. Pespondents’ persceptions were categorized as good with a score of 401. Pespondents’ behavior was categorized as very supportive with a score achievment of 451.Respondents’ attitudesupporting innovation was 91,43%, while thosewho were doubtful was 8,57%. The process of adopting subak members has arrived at the confirmation stage. In the confirmation stage, subak members support the sustainability of innovations applied in subak.Factors relatedto the use of innovation aresuperiority of innovation in the economy and social aspects of subak members, the suitability of innovation with the environment and the needs of subak members, and the ease of technical innovation. Although the number of rets in Senganan Village has decreased, subak members still need to preserve the existence of owl, especially in quarantine areas.

Keywords : utilization of innovation, owl, rat pets controller.

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang

Penggunaan lahan sawah di Kabupaten Tabanan masih menempati posisi pertama di tahun 2017 dengan luas lahan sawah mencapai 21,089 hektar. Namun luas areal lahan sawah berkurang 1,69% dari tahun sebelumnya seluas 21.452 hektar (BPS Provinsi Bali, 2018).Desa Senganan termasuk wilayah Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan yang berada pada ketinggian antara 500-1000 mdpl dengan luas wilayah 24,12 km- . Penggunaan lahan di wilayah ini utamanya untuk lahan persawahan, 576 ha untuk tanaman pangan (padi dan jagung), diikuti lahan perkebunan 84,32 ha (kopi, cengkeh, kelapa, kakao), dan lain-lainya sekitar 0,67 ha. Hampir 87 % mata pencaharian penduduknya berasal dari sektor pertanian (pertanian lahan sawah, perkebunan, dan peternakan) diikuti oleh perdagangan dan jasa 11 %, serta kerajinan 2 % (BPS Kabupaten Tabanan, 2017).

Angka tersebut mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan bidang strategis sehingga perlu mendapatkan prioritas. Desa Senganan, kelembagaan tradisional petani (subak) masih aktif. Salah satu yang menjadipermasalahan petani adalah adanya serangan hama tikus. Hampir setiap tahun ada areal padi terkena serangan hama tikus sehingga petani gagal panen. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya perubahan pola pikir, dimana banyak petani dengan cara-cara bertani yang tidak ramah lingkungan.Oleh karena itu, agar dampak negatif terhadap lingkungan dapat dihindari, pengendalian hama tikus harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pengendalian hama tikus adalah menggunakan musuh alami.

Burung hantu adalah salah satu jenis predator tikus yang sangat potensial selain predator lainnya seperti ular sawah, elang, kucing dan anjing. Burung dari spesies ini memiliki kelebihan yaitumemiliki kemampuan membunuh dan memangsa tikus cukup baik, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan cepat berkembang biak. Permasalahan penanggulangan yang efektif, efisien dan ramah lingkungan menjadi penting mengingat populasi hama tikus yang terus menerus berkembang.

Pengendalian hama tikus menggunakan predator burung hantu ini tidak hanya ditentukan oleh cara yang digunakan, namun juga ditentukan oleh pemahaman akan fungsi dan manfaat burung hantu sebagai pengendali hama tikus. Anggota subak diposisikan sebagai ujung tombak dalam pengendalian hama ini karena anggota subak sebagai pemilik dan pengolah sawah yang akan merasakan manfaat langsung.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Rumusanmasalahdalampenelitianiniadalah (1) bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap anggota subak terhadap inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus (2)bagaimana proses adopsi inovasi oleh anggota subak (3) faktor-faktorapasaja yang berkaitan dalam pemanfaataninovasiolehanggotasubak di DesaSenganan.

  • 1.3    Tujuan

Tujuan penulisan ini untuk mengetahui (1)tingkat pengetahuan dan sikap anggota subak terhadap inovasi (2) proses adopsi inovasi oleh anggota subak (3)faktor-faktor yang berkaitandenganpemanfaataninovasiolehanggotasubak di DesaSenganan.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Senganan Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada (1) Desa Senganan merupakan

tempatpengelolaankelompok konservasi TUWUT (Tyto Alba Uma Wali untuk Tani) (2) SubakGanggangandanSubakSoko Candimerupakantempatpelepasanburunghantu(3) Terdapat penelitian terdahulu mengenai penggunaan burung hantu sebagai pengendali hama tikus di Desa Senganan, tetapi belum membahas tentang pemanfaatan inovasi oleh anggota subak. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018 sampai dengan bulan Feburuari 2019.

  • 2.2    Data Penelitian

Sumber data terdiri atas data primer dan data sekunder(Sugiyono, 2015), sedangkan jenis data terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif(Antara, 2014). Data primer dalam penelitian ini merupakan hasil dari penyebaran kuesioner dan wawancara terhadap pekaseh, kelompok konservasi TUWUT (Tyto Alba Uma Wali Untuk Tani), dan anggota Subak Ganggangan dan SubakSoko Candi. Data sekunder dalam penelitian ini berupa studi kepustakaan baik berupa jurnal, buku yang memiliki kaitan dengan penelitian ini. Data kualitatif menjelaskan mengenai hasil wawancara dan kuesioner yang telah dituangkan dalam catatan lapangan yang bersumber dari responden. Data kuantitatif dalam penelitian ini seperti karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan, luas garapan, danhasil penilaian yang diukur dengan skor.

  • 2.3    Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, kuesioner, dan studi pustaka.

  • 2.4    Populasi dan Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah anggotasubak di Subak Ganggangan dan Subak Soko Candiyang terletak di DesaSenganan,KecamatanPenebel, Kabupaten Tabanan. Menurut Sumanto (1990) ukuran sampel terkecil yang dapat diterima untuk penelitian deskriptif adalah minimal 10%. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 173orang. Penelitian ini menggunakan informan kunci yaitu ketua kelompok konservasi TUWUT dan pekaseh (kepala) Subak Ganggangan dan Subak Soko Candi. Penentuan sampel yang diambil adalah 20% dari jumlah populasi yaitu 35 anggota subak. Cara pengambilan sampel dengan random sampling dapat dilakukan dengan metode tabel bilangan acak.

  • 2.5    Variabel dan Analisis Data

Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah (1) tingkat pengetahuan dan sikap anggota subak, (2) proses adopsi inovasi oleh anggota subak, dan (3) faktor-faktor yang berkaitan pemanfaatan inovasi oleh anggota subak. Variabel-variabel dalam penelitian ini dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Karakteristik Responden

      3.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan umur responden

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini adalah 29 laki-laki dan enam perempuan. Karakteritstik responden berdasarkan jenis kelamin responden dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Jumlah

Persen (%)

Laki-laki

29

82,86

Perempuan

6

17,14

Total

35

100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2019

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, komposisi umur responden berkisar antara 24-80 tahun dengan rata-rata responden adalah 50 tahun. Responden didominasi oleh anggota subak dalam usia produktif antara 15-64 tahun. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2.

Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Umur

Tingkat Umur (tahun)

Kategori

Jumlah (orang)

Presentase (%)

15-64

Usia Produktif

33

94,29

>65

Usia Tidak Produktif

2

5,71

35

100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2019

  • 3.1.2    Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Karakteristisk responden anggota subak didominasi oleh lulusan tingkat Sekolah Dasar (SD) dengan 14 responden. Tingkat pendidikanresponden menentukan dalam pengambilan keputusan dapat menerima inovasi atau menolak inovasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah responden untuk terbuka menerima inovasi. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Jumlah (orang)

Presentase (%)

SD

14

40,00

SMP

9

25,71

SMA

8

22,86

S-1

4

11,43

Total

35

100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2019

  • 3.1.3    Karakteristik responden berdasarkan luas garapan

Karakteristik responden berdasarkan luas garapan 0,1-0,5 ha ialah 21 orang. Luas garapan mempengaruhi responden dalam mengambil keputusan. Semakin besar luas garapan yang dimiliki oleh responden, maka keputusan untuk mendukung adanya inovasi semakin tinggi. Karakteristik responden berdasarkan luas garapan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.

Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Garapan

Luas Lahan Garapan

Kategori

Jumlah (orang)

Presentase (%)

0,1 ha -0,5 ha

Sempit

21

60,00

>0,5 ha – 1 ha

Sedang

10

28,57

>1 ha – 2 ha

Luas

4

11,43

35

100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2019

  • 3.2    Tingkat Pengetahuan dan Sikap Responden

    3.2.1    Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005) merupakan pengetahuan seseorang terhadap objek yang mempunyai intensitas atau tingkat yang berebeda-beda. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ialah pengetahuan responden tentang keberadaan inovasi, pengetahuan tentangcara penggunaan inovasi dan pengetahuan tentang fungsi inovasi. Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Inovasi Burung Hantu

Sebagai Pengendali Hama Tikus.

No

Skor

Interval kelas

Jumlah

Orang       %

Kategori

1

3,0-5,3

-

-

Sangat Rendah

2

5,4- 7,7

-

-

Rendah

3

7,8 - 10,1

1

2,86

Cukup

4

10,2 - 12,5

32

91,43

Tinggi

5

12,6-15,0

2

5,71

Sangat Tinggi

Total

35

100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2019

Berdasarkan Tabel 5.5

distribusi

frekuensi

responden mengenai tingkat

pengetahuan

tentang inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus menunjukan

91,43% memiliki pengetahuan yang tinggi, 5,71% memiliki pengetahuan yang sangat tinggi, dan 2,86% memiliki pengetahuan yang cukup tentang inovasi.

  • 3.2.1.1    Pengetahuan tentang inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus

Pengetahuan responden tentang keberadaan inovasi burung hantu ialah pada tahun 2015 kelompok konservasi TUWUT mulai mengenalkan pengendalian hama tikus menggunakan burung hantu. Pengenalan inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus dilakukan pada rapat subak. Anggota subak yang aktif dalam kegiatan subak telah mengetahui keberadaan inovasi.

  • 3.2.1.2    Pengetahuan tentang fungsi inovasi

Menurut responden burung hantu dapat menjaga keseimbangan lingkungan. Seperti halnya dalam pertanian banyak kegiatan, salah satunya dalam pengendalian hama tikus menggunakan pestisida. Tentu saja penggunaan pestisida mampu menghambat produksi sumber daya lainya. Permasalahan penanggulangan yang efektif, efisien dan ramah lingkungan menjadi penting mengingat populasi hama tikus yang terus menerus berkembang. Pengendalian secara hayati burung hantu menjadi alternatif karena tidak menimbulkan pencemaran dan kerusakan padi.

  • 3.2.1.3    Pengetahuan tentang cara penggunaan inovasi

Menurut responden cara penggunaan inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus sepenuhnya dilakukan oleh kelompok konservasi TUWUT. Pengembangan yang dilakukan oleh kelompok konservasi TUWUT ialah pemeliharaan burung hantu di tempat karantina, pembuatan rumah burung hantu di areal subak, dll. Rapat subak kelompok konservasi TUWUT ialahmengenalkan cara penggunaan inovasi tersebut. Anggota subak yang aktif mengetahui cara penggunaan inovasi dalam hal perawatan rumah burung hantu dan menjaga keberadaan burung hantu di areal subak.

  • 3.2.2    Sikap responden

Sikapsecara umum diartikan sebagai pengaruh atau penolakan, penilaian, suka atau tidak suka, kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu objek psikologis (Muller, 1992). Berikut distribusi sikap responden terhadap inovasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6.

Sikap Responden terhadap Inovasi Burung Hantu sebagai Pengendali Hama Tikus

Pendapat Responden

Jumlah anggota subak

Presentase (%)

Mendukung

32

91,43

Ragu-ragu

3

8,57

Menolak

0

0

Total

35

100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2019

Responden yang mendukung inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus sebesar 91,43%, sedangkan responden yang ragu-ragu 8,57%. Tingginya responden yang dapat menerima inovasi ialah mereka yang telah melihat perubahan secara langsung setelah penerapan inovasi. Penerapan inovasi di Subak Ganggangan sudah berjalan sejak tahun 2015 sedangkan di Subak Soko Candi dimulai pada Juli 2018. Anggota subak melihat perubahan seperti tikus yang jarang terlihat, dan bibit padi yang ditanam masih dalam kondisi baik. Responden yang memiliki sifat pasif dikarenakan belum terlalu melihat perubahan yang terjadi seperti pada siang hari tidak menemukan keberadaan burung hantu di rubuha (rumah burung hantu), selain itu masih terdapat gorong-gorong tikus disawah.

  • 3.3    Proses adopsi inovasi

Menurut Rogers (1983) proses adopsiinovasimemiliki 5 tahap yaitu pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi.

  • 3.3.1    Pengetahuan

Pengetahuan responden tentang keberadaan inovasi burung hantu ialah pada tahun 2015 kelompok konservasi TUWUT mulai mengenalkan pengendalian hama tikus menggunakan burung hantu. Pengenalan inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus dilakukan pada rapat subak. Sehingga anggota subak Subak Ganggangan dan Subak Soko Candi yang aktif dalam kegiatan subak telah mengetahui keberadaan inovasi. Rapat subak kelompok konservasi TUWUT juga mengenalkan bagaimana cara penggunaan inovasi tersebut. Anggota subak yang aktif telah mengetahui cara penggunaan inovasi dalam hal perawatan rumah burung hantu dan menjaga keberadaan burung hantu.

  • 3.3.2    Persuasi

Hasil penelitian mengenai sikap responden memiliki sifat positif terhadap penggunaan burung hantu sebagai pengendali hama tikus. Pada awal pengenalan pengendalian hama tikus dengan burung hantu, anggota subak kurang peduli dengan inovasi tersebut. Bentuk komunikasi yang dilakukan oleh kelompok Konservasi TUWUT ialah pada rapat subak memberikan bukti agar anggota subak merasa yakin bahwa burung hantu dapat digunakan sebagai pengendalian hama tikus. Responden menilai bahwa inovasi tersebut memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan pengendali jenis lain dan dapat menguntungkan secara ekonomis dan teknis.

  • 3.3.3    Keputusan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa keputusan responden adalah yang mendukung adanya inovasi ialah 91,43% sedangkan anggota subak yang ragu-ragu 8,57%. Seluruh responden anggota Subak Ganggangan mendukung adanya penggunaan burung hantu sebagai pengendali hama tikus. Karena di subak tersebut inovasi telah berjalan sejak tahun 2015 dan sebagai subak pelopor penggunaan inovasi. Sedangkan di Subak Soko Candi responden sebagian besar mendukung adanya inovasi, akan tetapi ada tiga anggota subak yang bersifat ragu-ragu tentang keberadaan inovasi. Keputusan responden terhadap inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7.

Keputusan Responden terhadap Inovasi Burung Hantu sebagai Pengendali Hama Tikus

Pendapat Responden

Jumlah anggota subak

Presentase (%)

Mendukung

32

91,43

Ragu-ragu

3

8,57

Menolak

0

0

Total

35

100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2019

  • 3.3.4    Implementasi

Hasil penelitian terhadap inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus setelah diterapkan oleh anggota subak setempat. Menurut 91,54% responden yang mendukung keberadaan burung sebagai hama tikus. Menurut responden perubahan yang dapat mereka lihat ialah jumlah tikus yang berkeliaran dan lubang rongga-ronga di sawah yang telah berkurang. Selain itu, sebelum penggunaan inovasi tikus mulai menyerang tanaman padi mulai saat generatif dan vegetatif. Akan tetapi bibit yang mereka tanam saat ini tetap dalam kondisi baik, jadi hama tikus yang menyerang tanaman padi sudah mulai berkurang.

  • 3.3.5    Konfirmasi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa 32 responden anggota subak yang mendukung keberadaan inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus secara berkelanjutan. Tingginya responden dapat menerima inovasi adalah mereka yang telah melihat perubahan secara langsung setelah penerapan inovasi. Perubahan yang terjadi seperti tikus yang jarang terlihat, dan bibit padi yang ditanam masih dalam kondisi baik. Terdapattiga responden anggota subak yang memiliki sifat ragu-ragu dikarenakan belum terlalu melihat perubahan yang terjadi, seperti pada siang hari tidak menemukan keberadaan burung hantu di rubuha (rumah burung hantu), masih terdapat gorong-

gorong tikus disawah. Akan tetapi, keberadaan hama tikus di sawah jumlahnya berkurang. Melihat hama tikus di sawah jumlahnya berkurang kemungkinan besar responden yang memiliki sifat ragu-ragu terhadap keberadaan inovasi kemungkinan besar akan mendukung keberlanjutan inovasi

  • 3.4    Faktor-Faktor yang Berkaitan dalam Pemanfaataninovasi

Indikator penelitian terhadap faktor-faktor yang berkaitan dengan proses adopsi inovasi meliputi sifat inovasi, persepsi tentang kegunaan dan manfaat inovasi, persepsi tentang kemudahan inovasi, sikap, perilaku, dan penggunaan inovasi.

  • 3.4.1    Sifat inovasi

Menurut Rogers (1983) faktor yang berkaitan proses adopsi inovasi berdasarkan sifat inovasi, terdapat lima parameter dari sifat inovasi tersebut. Sifat inovasi meliputi keunggulaninovasi terhadap ekonomi anggota subak, keunggulan inovasi terhadap sosial anggota subak, kesesuaian inovasi dengan lingkungan, kesesuaian inovasi dengan kebutuhan anggota subak, kemudahan teknis.

  • 3.4.1.1 Keunggulan inovasi terhadap ekonomi anggota subak

Pemanfaatan burung hantu yang telah berjalan sejak tahun 2015 di Subak Ganggangan dan tahun 2018 di Subak Soko Candi, anggota subak mulai merasakan manfaat ekonomi. Menurut responden manfaat ekonomi ialah dapat menghemat biaya pengendalian hama tikus. Responden sudah tidak memerlukan pestisida atau alat penjerat tikus untuk mengendalikan hama tikus.

  • 3.4.1.2    Keunggulan inovasi terhadap sosial anggota subak

Menurut responden keunggulan sosial yang ditimbulkan inovasi tersebut ialah sering adanya rapat subak sehingga hubungan antar sosial anggota subak semakin erat. Koordinasi yang dilakukan antar anggota subak menjadi lebih mudah terutama pada saat keterlibatan anggota subak dalam upacara pelepasan burung hantu. Pelepasan burung hantu biasanya dilakukan oleh kelompok konservasi TUWUT, Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan, serta partisipasi masyarakat.

  • 3.4.1.3    Kesesuaian inovasi dengan lingkungan

Topografi pada Subak Ganggangan dan Subak Soko Candi cenderung memiliki pematang sawah yang bertingkat. Kondisi tersebut memudahkan untuk pemasangan rumah burung hantu. Rumah burung hantu diletakan di pinggir sawah dengan jarak yang telah ditentukan. Subak Ganggangan terdapat tujuh rumah burung hantu, sedangkan di Subak Soko Candi terdapat empat rumah burung hantu. Selain itu, disamping sawah masih terdapat pohon-pohon yang tinggi sebagai tempat persinggahan alternatif burung hantu.

  • 3.4.1.4    Kesesuaian inovasi dengan kebutuhan anggota subak

Anggota subak diposisikan sebagai ujung tombak dalam pengendalian hama ini karena anggota subak sebagai pemilik dan pengolah sawah yang akan merasakan manfaat langsung. Menurut responden hama tikus jumlahnya menurun jika dibandingkan sebelum adanya burung hantu. Subak Ganggangan dan Subak Soko Candi menerapkan pertanian yang ramah lingkungan, sehingga pengendalian hama tikus dengan burung hantu dinilai cocok dengan kebutuhan subak.

  • 3.4.1.5    Kemudahan teknis

Menurut responden burung hantu adalah salah satu jenis predator tikus yang sangat potensial selain predator lainnya seperti ular sawah, elang, kucing dan anjing. Burung dari spesies ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan spesies lain yaitu mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan cepat berkembang biak, dan memiliki daya jelajah hingga 12 km.Penggunaan burung hantu sebagai pengendali hama tikus

ialah dengan meletakkan burung hantu yang telah siap di tempatkan di rumah burung hantu di areal subak. Permasalahan penanggulangan yang efektif, efisien dan ramah lingkungan menjadi penting mengingat populasi hama tikus yang terus menerus berkembang. Pengendalian secara hayati burung hantu menjadi alternatif karena tidak menimbulkan pencemaran dan kerusakan padi.

  • 3.4.2    Persepsi responden

Persepsi adalah stimulus yang mengenai individu tersebut kemudian diorganisasikan dan diimplementasikannya sehingga individu menyadari tentang apa yang di inderanya (Walgito, 2004). Pada penelitian ini indikator yang digunakan untuk menentukan persepsi ialah persepsi responden tentang kegunaan dan persepsi responden tentang kemudahan inovasi. Penilaian persepsi responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8.

Distribusi Frekuensi Perespsi Responden Tentang Inovasi Burung Hantu Sebagai Pengendali Hama Tikus

No

Skor

Jumlah

Kategori

Interval kelas

Orang

%

1

3,0 -5,3

-

-

Sangat Buruk

2

5,4-7,7

-

-

Buruk

3

7,8 - 10,1

7

20,00

Cukup

4

10,2 - 12,5

22

62,86

Baik

5

12,6-15,0

6

17,14

Sangat Baik

Total

35

100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2019

Berdasarkan Tabel 8 mengenai persepsi responden tentang inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus menunjukan dari 35 responden sebanyak 62,86% memiliki persepsi yang baik, kemudian sebesar 20% memiliki persepsi yang cukup, dan 17,14% memiliki persepsi yang sangat baik terhadap inovasi.

  • 3.4.3    Perilaku responden

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia sendiri yang mempunyai bentangan yang secara luas. Menurut Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini ialah perilaku responden terhadap menjaga keberadaan burung hantu, perilaku terhadap pemeliharaan burung hantu, dan perilaku terhadap pembuatan rumah burung hantu. Penilaian responden mengenai perilaku dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9.

Distribusi Frekuensi Perilaku Responden Tentang Inovasi Burung Hantu Sebagai Pengendali Hama Tikus.

No

Skor

Jumlah

Kategori

Interval kelas

Orang

%

1

3,0 - 5,3

-

-

Sangat Menolak

2

5,4- 7,7

-

-

Menolak

3

7,8 - 10,1

2

5,71

Ragu-ragu

4

10,2 - 12,5

18

51,43

Mendukung

5

12,6- 15,0

15

42,86

Sangat Mendukung

Total

35

100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2019

Berdasarkan Tabel 9 mengenai perilaku responden tentang inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus. Menunjukan dari 35 responden sebanyak 51,43% yang mendukung keberadaan inovasi, kemudian 42,86% sangat mendukung keberadaan inovasi, dan 5,71% ragu-ragu terhadap keberadaan inovasi.

  • 4.    Simpulan dan Saran

    • 4.1    Simpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada pembahasan dapat disimpulkan (1)tingkat pengetahuan anggota subak terhadap inovasi burung hantu sebagai pengendali hama tikus ialah tinggi dengan capaian skor 422. Sikap anggota subak yang mendukung inovasi ialah sebesar 91,54%, sedangkan yang memiliki sifat ragu-ragu sebesar 8,57%.Persepsi anggota subak tentang inovasi ialah baik dengan capaian skor 401. Perilaku anggota subak terhadap inovasi ialah sangat mendukung dengan capaian skor 451.      (2) proses adopsi anggota subak terhadap inovasi burung hantu sebagai

pengendali hama tikus telah sampai pada tahap konfirmasi. Tahap konfirmasi anggota subak mendukung keberlanjutan inovasi yang diterapkan. (3)faktor yang berkaitan dalam adopsi inovasi ialah keunggulan inovasi bagi ekonomi dan sosial anggota subak, kesesuaian inovasi dengan lingkungan dan kebutuhan anggota subak, dan kemudahan teknis.

  • 4.2    Saran

Disarankan untuk anggota subak di Desa Senganan tetap mendukung kelompok konservasi TUWUT dalam pengendalian hama tikus meskipun penggunaan inovasi burung hantu sudah berjalan baik.

  • 5.    Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih penulis tunjukan kepadadosen pembimbing,kelompok konservasi TUWUT, dan anggota subak yang telah memberikan izin dan informasi mengenai penelitian ini sehingga e-jurnal ini dapat diselesaikan dengan baik.

Daftar Pustaka

Antara, Made. 2014. Format Substansi Proposal Penelitian : Bahan Kuliah Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabanan. 2017. Kecamatan Penebel Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabanan. Tabanan.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2018. Provinsi Bali Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Denpasar.

Mueller, D.J, (1992). Mengukur Sikap Sosial: Pegangan untuk peneliti dan praktisi. (E.S Kartawidjaja). Jakarta. Radar Jaya Offset.

Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo.2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Rogers, E, M. 1983. Diffusion of Innovations. London: The Free Press.

Sugiyono, 2015. Metode penelitian pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset Walgito, Bomo. 2004. Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta. ANDI OFFSET.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

48