Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Terhadap Tingkatan Konflik dan Manajemen Konflik di Subak Bau Kabupaten Gianyar
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata
ISSN: 2685-3809
Vol. 9 No.1, Januari 2020
Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Terhadap Tingkatan Konflik dan Manajemen Konflik di Subak Bau Kabupaten Gianyar
I MADE ARYA WIRA MARTHA, I KETUT SURYA DIARTA,
I GEDE SETIAWAN ADI PURA
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jalan P.B. Sudirman-Denpasar, 80232
Email:wiramartha@gmail.com suryadiarta@unud.ac.id
Abstract
The Effect of Agriculture Land Conversion into Non-Agriculture Land toward Conflict Level in Subak Bau, Gianyar Regency
The transfer of the function of agricultural land to non-agriculture in Subak Bau involves a very broad dimension. This can lead to conflicts that occur either internally or with outsiders. With this, a management of conflict handling in Subak Bau is required through compromise and collaboration or problem solving. The transfer of the function of agricultural land to non-agriculture will result in the impact of land conversion on economic resilience, social security, and the ecological resilience of the farming community.
The purpose of this study was to analyse the level of conflict in Subak Bau and the efforts made to manage conflicts that occurred, and describe the impact of the conversion of agricultural land on social, economic, and ecological resilience. The method used in this study was a qualitative analysis method with interviews and quantitative analysis method with surveys.
In Subak Bau there was a conversion of 2.71 hectares of agricultural land to nonagriculture. There were several levels of conflict and management efforts made for problem solving through compromise and collaboration or problem solving. The shift in the function of agricultural land to non-agriculture in Subak Bau had a negative impact on economic resilience, social security, and ecological resilience for farmers.
Keywords: transfer of function, conflict, impact
Alih fungsi lahan pertanian merupakan suatu proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic) dengan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (Gitosudormo, dkk., 2012). Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2015) lahan sawah di Provinsi Bali pada tahun 2015 sampai tahun 2017 mengalami penurunan sekitar2.077 hektar.
Sedangkan di Kabupaten Gianyar terjadi penurunan luas lahan pertanian dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017yaitu sekitar 349 hektar (BPS Provinsi Bali, 2015; BPS Provinsi Bali, 2017). Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan lahan untuk kegiatan pembangunan telah mempengaruhi penggunaan tanah secara terus menerus. Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, terjadi peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2012 sampai tahun 2015 sebesar 235.000 jiwa (BPS Bali, 2015).
Subak Bau merupakan salah satu subak di wilayah Subak Gede Guwang Ketewel yang terdapat di Kabupaten Gianyar dan saat ini paling banyak mengalami alih fungsi lahan. Berdasarkan hasil wawancara kepada pekaseh subak, terjadi pengurangan lahan sebanyak 2,71 hektar dari tahun 2009 sampai tahun 2017 akibat pembangunan perumahan (non pertanian). Terjadi alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian di Subak Bau tentunya akan menimbulkan konflik sosial antara petani dengan pihak yang melakukan alih fungsi lahan, baik berhubungan dengan sosial dinamis yang menyangkut hubungan antara personal dengan personal, personal dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok (Sudarta, 2005).
Konflik yang terjadi akibat adanya alih fungsi lahan tersebut menyebabkan perlu adanya usaha manajemen konflik atau pendekatan seseorang dalam hal menanggapi sesuatu situasi konflik sehubungan dengan tekanan yang berasal dari berbagai pihak, baik dari anggota, kelompok, maupun pihak luar dengan cara menghindari konflik, kompetisi, meratakan perbedaan, kompromi, atau kolaborasi dalam penyelesaian masalah (Winardi, 1994). Penelitian ini dilakukan untuk dapat menganalisis seberapa besar konflik yang terjadi akibat adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, sehingga dibutuhkan beberapa deskripsi upaya manajemen penangan konflik agar tidak terjadi permasalahn lebih lanjut, serta dapat menganalisis terjadinya dampak alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian terhadap ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi di Subak bau.
Berdasarkan penjabaran latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
-
1. Bagaimana tingkatan konflik di Subak Bau akibat adanya alih fungsi lahan ke non pertanian?
-
2. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk memanajemen konflik yang terjadi di Subak Bau akibat adanya alih fungsi lahan ke non pertanian?
-
3. Bagaimana dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi di Subak Bau?
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini sebagai berikut.
Menganalisis tingkatan konflik di Subak Bau akibat adanya alih fungsi lahan ke non pertanian.
-
1. Menganalisis upaya yang dilakukan untuk memanajemen konflik yang terjadi di Subak Bau akibat adanya alih fungsi lahan ke non pertanian.
-
2. Mendeskripsikan dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi di Subak Bau.
Penelitian ini dilakukan di Subak Bau yang berada di wilayah Kabupaten Gianyar Provinsi Bali.Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan Subak Bau merupakan salah satu wilayah subak yang paling besar mengalami alih fungsi lahan di Subak Gede Guwang Ketewel yaitu dari tahun 2009 sampai dengan 2017 sebesar 2,71 hektar, dan di Subak Bau pernah terjadi konflik akibat alih fungsi lahan ke non pertanian. Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2017 sampai dengan Desember 2017.
Responden dalam penelitian ini ditentukan dengan metode sensus, artinya cara pengumpulan data bersumber dari seluruh elemen populasi yang diselidiki satu per satu dari anggotayang kemudian akan memperoleh suatu data, dimana terdiri dari anggota Subak Bau yang beranggotakan 26 orang. Responden dalam penelitian ini nantinya akan mendapatkan suatu informasi kuantitatif dan deskripsif kualitatif dari metode survei yang akan dilakukan untuk dapat membahas tujuan penelitian pertama, dimana nantinya hasil yang diperoleh akan dianalisis lebih lanjut menggunakan aplikasi SPSS, sehingga dapat menganalisis tingkatan konflik di Subak Bau akibat adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Informan Kunci dalam penelitian ini ditentukandari anggota Subak Bau yang memang benar-benar mengetahui seluk beluk pasti mengenai Subak Bau, sehingga nantinya diharapkan akan memperoleh suatu data yang valid mengenai Subak Bau.Informan dalam penelitian ini adalah sebagai Pekaseh Subak Bau, wakil pekaseh Subak Bau, sekretaris Subak Bau, seta bendahara Subak Bau.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file (Narimawati, 2008).Data primer diperoleh melalui metode wawancara dengan informan seperti pekaseh subak, sekretaris subak, dan bendahara subak; dan data dari hasil metode survey dengan seluruh anggota subak.
Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (Sugiyono, 2011).Data sekunder diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yang mampu memberikan informasi terkait dengan penelitian ini, yaitu data dokumentasi dari subak seperti monografi subak, struktur organisasi subak, jumlah anggota subak, dan literatur serta data-data melalui internet seperti jurnal penelitian dan artikel terkait dampak alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian terhadap tingkatankonflik di subak.
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah tingkatan konflik akibat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, gaya pengelolaan konflik, dan dampak alih fungsi lahan terhadap Subak Bau.
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi (Sugiyono, 2010).Analisi data kuantitatif adalah metode penelitian yang menggunakan proses data-data yang berupa angka sebagai alat menganalisis dan melakukan kajian penelitian (Kasiram, 2008). Analisis data kuantitaif akan membahas tujuan penelitian pertama mengenai menganalisis tingkatan konflik di Subak Bau akibat adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Dimana data survei ini didapat dari hasil survei yang dilakukan dengan seluruh responden yaitu seluruh anggota subak yang masih aktif sebagai anggota di Subak Bau.
Jumlah responden adalah keseluruhan anggota Subak Bau yang diteliti dalam penelitian ini sejumlah 26 orang. Data tingkatan konflik dapat diperoleh dengan metode skoring. Pemberian scoring menggunakan Skala Likert. Pemberian skor dilakukan dengan menggunakan skala berjenjang lima yaitu pengukuran dengan memberikan bilangan bulat 1,2,3,4, dan 5 setiap jawaban yang diberikan.
I= Jarak
Jumlah Kelas
Keterangan :
I = Interval kelas
Jarak = Selisih skor tertinggi dengan terendah
Jumlah kelas = Jumlah kategori yang ditentukan
Skor yang sudah diperoleh didistribusikan ke dalam kategori atau kelas dengan rumus interval kelas. Pencapaian skor dari masing-masing responden pada tingkatan konflik akibat adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Subak Bau diolah dengan bantuan software SPSS.
Tabel 1
Kategori Intensitas pada Tingkatan Konflik di Subak Bau
No |
Pencapaian Skor |
Kategori Intensitas Tingkatan Konflik |
Frekuensi Konflik Pertahun |
1 |
>4,2 – 5 |
Sangat Sering |
5 |
2 |
>3,4 – 4,2 |
Sering |
4 |
3 |
>2,6 – 3,4 |
Sedang |
3 |
4 |
>1,8 – 2,6 |
Jarang |
2 |
5 |
1 - 1,8 |
Sangat Jarang |
1 |
Analisis data dalam penelitian ini juga menggunakan analisis deskriptif kualitatif, data mentah hasil wawancara dari informan kunci direduksi dengan memilih keterangan
yang mampu menjawab tujuan penelitian kedua dan mengenai upaya yang dilakukan untuk menejemen konflik yang terjadi di Subak Bau akibat adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, serta dapat menganalisis dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi di Subak Bau.
-
3. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2
Akibat Adanya Alih Fungsi Lahan, Maka Intensitas Konflik Antar Anggota dalam Subak Bau Meningkat (Pernyataan 1)
No |
Pencapaian Skor |
Keterangan |
Jumlah Responden | |
Orang |
Persentase (%) | |||
1 |
1 - 1,8 |
Sangat jarang |
0 |
0 |
2 |
>1,8 -2,6 |
Jarang |
4 |
15,38 |
3 |
>2,6 - 3,4 |
Sedang |
7 |
26,92 |
4 |
>3,4 - 4,2 |
Sering |
14 |
53,84 |
5 |
>4,2 - 5 |
Sangat Sering |
1 |
3,84 |
Total |
26 |
100,00 |
Berdasarkan tabel 2dapat dilihat intensitas konflik antar anggota dalam Subak Bau sering terjadi. Pada poin pernyataan 1 sebanyak 14 orang dari 26 orang responden memilih pencapaian skor >3,4 - 4,2 (sering) terjadi atau sekitar 53,84 %.
Tabel 3
Akibat Adanya Alih Fungsi Lahan, Maka Intensitas Konflik Antar Anggota dengan Kelompok Dalam Subak Bau Meningkat (Pernyataan 2)
No |
Pencapaian Skor |
Keterangan |
Jumlah Responden | |
Orang |
Persentase (%) | |||
1 |
1 - 1,8 |
Sangat jarang |
0 |
0 |
2 |
>1,8 -2,6 |
Jarang |
4 |
15,38 |
3 |
>2,6 - 3,4 |
Sedang |
2 |
7,69 |
4 |
>3,4 - 4,2 |
Sering |
19 |
73,07 |
5 |
>4,2 - 5 |
Sangat Sering |
1 |
3,84 |
Total |
26 |
100,00 |
Berdasarkan tabel 3 dapat dielaskan intensitas konflik antar anggota dengan kelompok dalam Subak Bau sering terjadi. Pada poin pernyataan 2 sebanyak 19 orang dari 26 orang responden memilih pencapaian skor >3,4 - 4,2 (sering) terjadi atau sekitar 73,07 %.
Tabel 4
Akibat Adanya Alih Fungsi Lahan, Maka Intensitas Konflik Antar Kelompok dengan Kelompok dalam Subak Bau Meningkat (Pernyataan 3)
No |
Pencapaian Skor |
Keterangan |
Jumlah Responden | |
Orang |
Persentase (%) | |||
1 |
1 - 1,8 |
Sangat jarang |
0 |
0 |
2 |
>1,8 -2,6 |
Jarang |
6 |
23,07 |
3 |
>2,6 - 3,4 |
Sedang |
4 |
15,38 |
4 |
>3,4 - 4,2 |
Sering |
16 |
61,53 |
5 |
>4,2 - 5 |
Sangat Sering |
0 |
0 |
Total |
26 |
100,00 |
Berdasarkan tabel 4 dapat dideskripsikan intensitas konflik antar kelompok dengan kelompok dalam Subak Bau sering terjadi. Pada poin pernyataan 3 sebanyak 16 orang dari 26 orang responden memilih pencapaian skor >3,4 - 4,2 (sering) terjadi atau sekitar 61,53 %.
Tabel 5
Akibat Adanya Alih Fungsi Lahan, Maka Intensitas Konflik Antar Kelompok dengan Subak Bau Meningkat (Pernyataan 4)
No |
Pencapaian Skor |
Keterangan |
Jumlah Responden | |
Orang |
Persentase (%) | |||
1 |
1 - 1,8 |
Sangat jarang |
0 |
0 |
2 |
>1,8 -2,6 |
Jarang |
5 |
19,23 |
3 |
>2,6 - 3,4 |
Sedang |
4 |
15,38 |
4 |
>3,4 - 4,2 |
Sering |
15 |
57,69 |
5 |
>4,2 - 5 |
Sangat Sering |
2 |
7,69 |
Total |
26 |
100,00 |
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat intensitas konflik antar kelompok dengan Subak Bau sering terjadi. Pada poin pernyataan 4 sebanyak 15 orang dari 26 orang responden memilih pencapaian skor >3,4 - 4,2 (sering) terjadi atau sekitar 57,69 %.
Tabel 6
Akibat Adanya Alih Fungsi Lahan, Maka Intensitas Konflik Antar Subak Bau dengan
Pihak Luar Meningkat (Pernyataan 5) | |
No |
Pencapaian Skor Keterangan Jumlah Responden Orang Persentase (%) |
1 2 3 4 5 |
1 - 1,8 Sangat jarang 0 0 >1,8 -2,6 Jarang 3 11,53 >2,6 - 3,4 Sedang 5 19,23 >3,4 - 4,2 Sering 15 57,69 >4,2 - 5 Sangat Sering 3 11,53 Total 26 100,00 |
Berdasarkan tabel 6dapat dilihat intensitas konflik antar kelompok dengan Subak Bau sering terjadi. Pada poin pernyataan 5 sebanyak 15 orang dari 26 orang responden memilih pencapaian skor >3,4 - 4,2 (sering) terjadi atau sekitar 57,69 %.
-
3.2 Upaya yang Dilakukan untuk Memanajemen Konflik yang Terjadi di Subak Bau
Akibat Adanya Alih Fungsi Lahan Ke Non Pertanian
Konflik yang terjadi di Subak Bau dikelola sesuai dengan jenis dan sumbernya oleh pekaseh (ketua subak). Konflik yang terjadi antara Bapak Agus Suar (pemilik hewan) dengan Bapak Teja (pemilik lahan) diselesaikan oleh Pekaseh Subak Bau dengan metode kompromi. Dalam upaya penyelesaian konflik yang terjadi pada pemilik hewan dan petani, pekaseh menyarankan agar pemilik hewan dalam membuatkan kandang untuk semua hewan peliharaannya agar tidak menggangu dan merusak tanaman para petani. Adanya konflik antar pemilik hewan dengan pemilik lahan maka dibuatlah awig-awig yang mengatur tentang kewajiban yang harus diikuti dan ditanggung oleh pemilik hewan jika sampai merusak hasil tani para pemilik lahan.
Konflik yang terjadi antar anggota Subak Bau dengan kelompok (pengurus inti subak) diselesaikan dengan metode kolaborasi. Pengurus inti Subak Bau membuat solusi bagaimana agar dapat memecahkan konflik yang terjadi akibat pro kontra iuran untuk upacara keagamaan yang rutin diadakan di Subak Bau. Pengurus ini merencanakan dan membuat proposal yang nantinya akan di serahkan ke Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan terdapat beberapa dana punia yang diperoleh dari penduduk pendatang di wilayah Subak Bau, sehingga dengan adanya hal tersebut dapat membantu pengeluaran materi dari anggota subak, dan kedua belah pihak merasa tidak dirugikan, serta dapat bekerjasama dalam dalam segala acara maupun upacara.
Menurut Sudaratmaja dan Soethama (2003), terdapat beberapa dampak alih fungsi lahan pertanian yang dapat terjadi yaitu dampak alih fungsi lahan terhadap ketahanan ekonomi krama subak, dampak alih fungsi lahan terhadap ketahanan sosial krama subak, serta dampak alih fungsi lahan terhadap ketahanan ekologi subak. Pada kategori ketahanan ekonomi, terjadi penurunan peluang kerja bagi buruh tani karena adaya akses jalan baru dari areal sawah menuju jalan utama sehingga memudahkan petani membawa hasil pertanian tanpa perlu menggunakan jasa buruh tani. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Ante, dkk. (2016), dimana dengan adanya alih fungsi lahan menyebabkan penurunan pendapatan petani yang secara tidak langsung menghilangkan mata pencaharian buruh tani. Berdasarkan data hasil wawancara, dari segi pendapatan petani tentunya akan memberikan pengaruh terhadap hasil produksi pertanian yang akan mempengaruhi pendapatan petani. Berkurangnya luas lahan pertanian di Subak Bau menyebabkan penurunan produksi hasil pertanian sehingga berdampak pada menurunnya pendapatan penduduk yang masih berprofesi sebagai petani. Produksi pertanian (dalam hal ini komoditi padi) petani di subak Bau dari tahun 2013-2017 mengalami penurunan sekitar 12,465 ton. Dengan berkurangnya peluang kerja para petani, tentunya akan berpengaruh juga berkurangnya pendapatan petani, dan terakhir akan berimbas dengan rasa kesejahteraan yang para petani rasakan.
Dilihat dari segi ketahanan sosial yang menyangkut pembagian air, kegiatan gotong royong serta upaya penanganan konflik tidak terjadi perubahan signifikan setelah terjadinya alih fungsi lahan. Hal tersebut hanya terjadi dari segi kegiatan gotong royong dimana dengan terjadinya penurunan jumlah anggota subak mempengaruhi kegiatan kelembagaan subak itu sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara, segi ketahanan ekologi yang menyangkut debit air dan kualitas air terjadi perbedaan sebelum dan sesudah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Debit air dirasakan berkurang. Pekaseh Subak Bau melarang pemilik lahan yang akan mengalihfungsikan lahannya menjadi bangunan yang berdekatan dengan saluran irigasi tersier untuk mempersempit saluran air tersebut. Ditetapkan dalam awig-awig Subak Bau bahwa saluran irigasi tersier ukurannya minimal 40 cm. Mengenai kualitas air irigasi di Subak Bau dipengaruhi oleh adanya pencemaran air. Terjadinya alih fungsi lahan pertanian di Subak Bau air irigasi sudah tercemar oleh sampah kiriman dari hulu. Namun dengan adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian memperparah pencemaran air oleh sampah-sampah rumah tangga maupun limbah rumah tangga yang dibuang ke saluran irigasi subak. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Dewi (2014) yang menilai dampak negatif alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian terutama berpengaruh terhadap kualitas air di lingkunagn pertanian akibat adanya perubahan sikap sebagian masyarakat atau penduduk baru yang selalu ingin mengambil keuntungan dari orang lain dan dampak bagi lingkungan. Akibat dari hal tersebut, lahan pertanian menjadi rusak sehingga akan rawan banjir dan tercemarnya ekosistem tanah serta air pertanian
-
1. Tingkatan konflik yang terjadi di Subak Bau akibat adanya lahan pertanian ke non pertanian dapat dikatagorikan sering terjadi, dilihat dari tingkat individu dengan jumlah persentase 53,84 % (sering), tingkat individu dengan kelompok dengan jumlah persentase 73,07 % (sering), tingkat antar kelompok dengan jumlah persentase 61,53 % (sering), tingkat kelompok dengan jumlah persentase 57,69 % (sering), dan tingkat Subak Bau dengan jumlah persentase 57,69 % (sering).
-
2. Upaya yang dilakukan untuk memanajemen dampak dan konflik yang terjadi di Subak Bau di lakukan dengan cara kompromi pada konflik penduduk pendatang dengan petani dan kolaborasi pada konflik internal subak terkait biaya upacara yang semakin besar.
-
3. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian memberikan dampak terhadap ketahanan sosial yang berkaitan dengan pelaksanaan pembagian air yang saat ini masih berjalan seperti biasa, pelaksaan gotong royong pada saat ini dengan jumlah anggota subak yang berkurang, dan penanganan konflik yang masih sama menggunakan sistem yang telah ada; dampak terhadap ketahanan ekonomi dapat dilihat dari berkurangnya peluang kerja, pendapatan petani, dan tentunya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan; dan dampak terhadap ketahanan ekologi dimana dapat dilihat dari debit air yang semakin menurun akibat jumlah debit air di hulu mengalami kekeringan, serta terjadinya pencemaran air dan lahan akibat alih fungsi lahan pertanian.
-
1. Untuk meminimalisir dampak dan sumber-sumber konflik sebaiknya Subak Bau selalu menjaga wilayahnya dari alih fungsi lahan pertanian serta menjaga komunikasi yang baik antar anggota subak maupun pihak luar.
-
2. Apabila penduduk pendatang ketahuan melakukan pelanggaran di Subak Bau, maka seharusnya Subak Bau harus memberikan sanksi tegas kepada si pelanggar agar mereka jera. Penulis juga menyarankan agar Subak Bau harus bekerja sama dengan Desa Adat Guwang sehingga Subak Bau menjadi organisasi yang kuat.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyelesaian jurnal ini, semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.
Daftar Pustaka
Ante, E., N.M. Benu, V.R.B Moniaga. 2016. Dampak Ekonomi dan Sosial Alih Fungsi Lahan Pertanian Hortikultura menjadi Kawasan Wisata Bukit Rurukan di Kecamatan Tomohon, Kota Tomohan. Agri-Sosio Ekonomi Unsrat. Vol. 12. No. 03. Hal: 113124.
BPS Bali. 2015. Bali dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Denpasar: Badan Pusat Statistika Provensi Bali.
BPS Bali. 2017. Bali dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Denpasar: Badan Pusat Statistika Provensi Bali.
BPS RI. 2018. Statistik Indonesia Tahun 2018. Jakarta Pusat: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.
Dewi, Nurma Kumala dan Iwan Rudianto. 2013. Identifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Daerah Pinggiran di Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang. Jurnal Wilayah dan Lingkungan. Vol: 1 No. 2 Hal: 175-188.
Gitosudormo, Indriyo, dan Suditha, I Nyoman. 2012. Perilaku Keorganisasian Edisi Pertama. Yogjakarta:BPFE.
Kasiram, Moh. 2008. Metodologi Penelitian. Malang: UIN-Malang Pers.
Narimawati, Umi. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. Bandung : Agung Media
Sudarta, Wayan. 2005. Memperkuat Subak Anggabaya dari Segi Kelembagaan. Laporan Pengabdian Masyarakat. Kerjasama Dinas Kebudayaan Kota Denpasar dengan Program Ekstensi Fakultas Pertanian UNUD.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2011 Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.
Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), Cetakan Pertama,Mandar Maju, Bandung.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
19
Discussion and feedback