Permasalahan Subak di Daerah Pariwisata di Subak Teges, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
on
E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2301-6523
Vol. 7, No. 4, Oktober 2018
Permasalahan Subak di Daerah
Pariwisata di Subak Teges, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
KOMANG TRI PERMATA DEWI, WAYAN WINDIA, KETUT SURYA DIARTA
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar 80323 Email: [email protected]
Abstract
Subak Problems in The Tourism Area of Subak Teges of Ubud Sub-District, Gianyar Regency
The rapid development of tourism in the Ubud area raises problems for local people including the condition of agriculture in the area, one of which is happening in Subak. Subak Teges is an agricultural irrigation organization located in Peliatan Village, which is influenced by tourism development. The development of tourism facilities caused problems to Subak Teges. The problem becomes a threat to the sustainability of subak. The problems arising from tourism are assessed based on three aspects including religious, social and environmental dimensions (Tri Hita Karana). The research location was in Subak Teges, Peliatan, Ubud. The purpose of this study is to describe the problem of subak in the tourism area of Subak Teges, Ubud SubDistrict, Gianyar Regency. The analytical method used is qualitative descriptive analysis.
The results showed that parahyangan or spiritual aspects did not experience problems. While the human aspect of pawongan and palemahan or spatial aspect have undergone problems due to the agricultural land conversion into tourism facilities. Suggestions that can be given related to the problems is that the stakeholders should enact any rules on the governance of agricultural land, it needs to cooperate with the indigenous Village of Pakraman in managing waste and the need for an intensive supervision of tourism waste.
Keywords: subak’s problem, tourism, and Tri Hita Karana
Bali merupakan destinasi wisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Kunjungan wisatawan ke Bali tahun 2014 sampai dengan 2016 rata – rata mencapai 3.625.174,83 wisatawan (BPS Provinsi Bali, 2017). Perkembangan pariwisata yang cukup pesat di Bali tidak hanya berkembang di daerah perkotaan tetapi juga meluas hingga ke pedesaan
seperti di Kabupaten Gianyar. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke
Kabupaten Gianyar pada tahun 2014 mencapai 1.921.819 dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 sebanyak 2.482.938 (Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, 2016).
Kecamatan Ubud merupakan salah satu daerah pariwisata yang terdapat di Kabupaten Gianyar. Potensi ekonomi daerah ini cukup besar meliputi artshop, kawasan wisata, museum, restoran dan villa. Pesatnya perkembangan pariwisata tentu membawa permasalahan tersendiri bagi masyarakat setempat termasuk pada sektor pertanian di daerah tersebut salah satunya Subak.
Subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang sebagai lembaga tradisional wadah berkumpul dan berinteraksi sosialnya para petani.Subak sebagai lembaga tradisional tidak dapat memisahkan diri dari interaksinya dengan dunia luar baik dengan sesama subak, pemerintah, lembaga sosial lainnya, atau terhadap perkembangan zaman khususnya perkembangan pariwisata, hal ini akan membuka peluang perubahan baik secara positif maupun negatif bagi keberadaan subak. Perubahan yang merugikan sering menimbulkan masalah bagi kelestarian subak. Kelemahan subak sebagai sistem irigasi yang berlandaskan sosio agraris religius adalah ketidakmampuannya untuk melawan intervensi yang berasal dari eksternal sehingga menimbulkan marginalisasi. Subak memiliki kemampuan untuk menyerap perkembangan teknologi, beradaptasi dengan dinamika budaya, dan menata organisasinya yang bersifat fleksibel sesuai dengan lingkungannya (Windia, 2008 dalam Budiastuti, 2015).
Subak Teges merupakan salah satu subak yang terdapat di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud yang mendapat pengaruh dari perkembangan pariwisata. Tingginya potensi pariwisata yang ada membuat banyak masyarakat mulai menggantungkan diri pada sektor pariwisata, sehingga terjadi pergeseran mata pencaharian yang mulanya di sektor pertanian berubah ke sektor pariwisata. Rendahnya pendapatan dari hasil pertanian megakibatkan pemilik lahan lebih tertarik menyewakan lahannya untuk villa dan restoran dikarenakan hasilnya lebih menjanjikan. Banyaknya lahan sawah yang disewakan berdampak terhadap pendapatan petani dikarenakan mayoritas petani di Subak Teges merupakan petani penggarap.
Keberadaan Subak Teges juga mengalami ancaman dari adanya alihfungsi lahan. Pitana dan Setiawan (2005) menyatakan bahwa sumber ancaman bagi eksistensi subak adalah pesatnya alih fungsi sawahberirigasi ke arah penggunaan lain diluar pertanian. Berdasarkan data dari Pekaseh Subak Teges luas lahan subak seluas 26 ha dan telah mengalami penurunan seluas 5 ha dalam kurun waktu 2014 hingga 2017. Data mengenai luas lahan pertanian secara administratif tidak ada pembaharuan. Melalui hasil observasi dan fakta di lapangan semakin banyak ditemukan pembangunan di areal pertanian yang menunjukkan penurunan luas lahan pertanian. Perubahan yang terjadi meliputi maraknya pembangunan penginapan, villa, restaurant, dan fasilitas-fasilitas lainnya. Pembangunan fasilitas pariwisata tersebut akan menimbulkan berbagai permasalahan terhadap Subak Teges. Permasalahan tersebut dapat menjadi ancaman terhadap keberlangsungan subak itu sendiri dan dapat mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan di Subak Teges.
Permasalahan yang timbul akibat adanya pariwisata akan dikaji berdasarkan
tiga aspek meliputi dimensi religius, sosial, dan lingkungan. Dimensi tersebut dikenal dengan sebutan Tri Hita Karana (Parahyangan, Pawongan, Palemahan). Tri Hita Karana merupakan landasan yang bersumber dari filosofi Agama Hindu namun sejatinya konsep ini adalah konsep yang universal yang eksis dalam kehidupan setiap umat beragama di dunia. Tri Hita Karana menunjukkan adanya hubungan yang harmonis dan serasi antar sesama umat manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan sebagai landasan filosofi subak. Konsep parahyangan dalam sistem subak ditunjukkan dengan adanya Pura pada wilayah subak dan pada komplek persawahan petani. Konsep palemahan, ditunjukkan dengan adanya kepemilikan sawah untuk setiap subak. Konsep pawongan ditunjukkan dengan adanya organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak (Sutawan et.al, dalam Windia, 2006).
Permasalahan yang timbul akan dilihat dari ada atau tidaknya perubahan pada dimensi religius, sosial, dan lingkungan subak setelah masuknya pariwisata. Penelitian ini akan menjawab permasalahan yang dihadapi Subak Teges di daerah pariwisata, secara spesifik berkaitan dengan ritual keagamaan yang dilakukan oleh subak, hubungan sosial di internal subak, dan perubahan pada lingkungan pertanian Subak Teges.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu apa permasalahan subak di daerah pariwisata di Subak Teges, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mendeskripsikan permasalahan subak di daerah pariwisata di Subak Teges, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
Penelitian ini dilaksanakan di Subak Teges, Peliatan, Ubud. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposife), dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut.
-
1. Relevan dengan fakta yang tengah terjadi di wilayah tersebut yaitu maraknya pembangunan fasilitas-fasilitas pariwisata di lingkungan pertanian meliputi restoran dan villa.
-
2. Sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekitar bahwa perlu adanya kebijakan berkaitan dengan pariwisata dan subak.
Waktu pengumpulan data berlangsung dari bulan November 2017 sampai dengan Februari 2018.
Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Jenis data terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. Data primer diperoleh
dari hasil wawancara mendalam dengan informan kunci menggunakan pedoman wawancara. Informasi langsung dari pekaseh, masing-masing ketua tempek dan PPL Subak Teges. Data sekunder literatur, jurnal, situs dari internet, profil Subak Teges dan kelembagaan subak. Data kualitatif meliputi data terkait permasalahan subak di daerah pariwisata di Subak Teges, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Data kuantitatif berupa data jumlah petani dan luas lahan Subak Teges.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005). Populasi dalam penelitian ini mencangkup seluruh petani aktif di Subak Teges yang berjumlah 70 orang.
Penentuan informan kunci dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan teknik mengambil informan penelitian didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Ibrahim, 2015 dalam Putra, 2017. Penentuan informan kunci tersebut berdasarkan pertimbangan sebagai berikut.
-
1. Pengurus Subak Teges
-
2. Mereka menguasai atau memahami Subak Teges.
-
3. Mereka mempunyai cukup waktu untuk diwawancarai.
Adapun informan kunci yang dijadikan sumber data dalam penelitian problematika interaksi subak dengan pariwisata di Subak Teges, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar sebagai berikut.
-
1. Made Bija, Kelian Subak Teges
-
2. Gst. Nyoman Parta, Sekretaris Subak Teges
-
3. Made Mudrayasa, Bendahara Subak Teges
-
4. Wayan Sudarta, Kelian Tempek Teges Kangin
-
5. Ketut Karsana, Kelian Tempek Teges Kawan
-
6. Nyoman Tangun, Kelian Tempek Br. Tengah
-
7. Gst. Putu Jatai, Kelian Tempek Pande
-
8. Made Geben, PPL Subak Teges
Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Wawancara mendalam (Indepth Interview) merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dan bertatap muka, dimana informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Sutopo, 2006 dalam Putri, 2017). Wawancara mendalam dilakukan dengan informan kunci yang telah ditentukan dengan menggunakan instrumen penelitian yaitu, pedoman wawancara yang diberikan kepada informan sebanyak delapan orang. Oservasi dilakukan untuk mengetahui keadaan langsung di Subak Teges. Alat rekam (dokumentasi) berupa rekam suara maupun rekam gambar. Secara spesifik alat rekam dapat berupa kamera atau handycam (Astiawan, 2017).
-
2.5 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Analisi data dilakukan dengan tiga langkah yakni: pengumpulan data, klasifikasi data dan interpretasi data, dan penarikan kesimpulan akhir (Ibrahim, 2015 dalam Putra, 2017). Pertama, menghimpun data sebanyak mungkin di lapangan. Kedua, data-data yang telah dikumpulkan kemudian diklasifikasi sesuai dengan tematik atau aspek kajian yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Ketiga, pada akhirnya data-data yang sudah diklasifikasi dalam tema/aspek penelitian ditafsirkan dan dimaknai sebagai sebuah kesimpulan akhir dari penelitian ini.
Subak Teges merupakan subak yang terdapat di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud. Jumlah anggota subak sebanyak 70 orang. Subak Teges memiliki empat tempek meliputi Tempek Teges Kangin, Tempek Teges Kawan, Tempek Br. Tengah, dan Tempek Br. Pande. Sumber air yang diperoleh Subak Teges berasal dari bendungan Sapat, Tegalalang. Luas lahan Subak Teges menurut data dari Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Ubud dari tahun 2014- 2017 sebanyak 26 ha. Namun, kenyataan dilapangan tidak menunjukkan hal tersebut. Banyak ditemukan lahan sawah yang dijadikan villa, restoran, maupun fasilitas pariwisata lainnya. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya pembaharuan data dari pihak pemerintah. Menurut Pekaseh Subak Teges, luas lahan sawah telah mengalami penurunan sebanyak 5 ha dalam kurun waktu 2014 sampai 2017.
Subak Teges merupakan subak yang terdapat di Desa Peliatan, Ubud. Batas wilayah bagian utara subak adalah sawah abian, bagian timur adalah sungai Gandalangu, bagian selatan adalah sawah Gandalangu, dan bagian barat adalah Sungai Putungan. Subak Teges memiliki pengurus untuk mengatur upaya pencapaian tujuan yang diharapkan. Adapun pengurus dari Subak Teges, sebagai berikut.
Pekaseh : I Made Wija Penyarikan/Sekertaris : I Gusti Nyoman Parta Petengen/Bendahara : I Made Mudrayasa
Subak Teges memiliki berbagai fasilitas seperti, saluran irigasi, bangunan bagi, bale pertemuan, bale timbang, dan pura. Letak pura bersama yang dimiliki Subak Teges berdampingan dengan balai subak. Fungsi pura subak tersebut adalah tempat untuk melakukan ritual keagamaan yang dilakukan oleh anggota subak.
Parhyangan merupakan wujud hubungan timbal balik yang harmonis antara manusia dengan pencipta-Nya yaitu Sang Hyang Widhi Wasa (Windia et.al, 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada masalah dalam aspek parahyangan. Hal tersebut dilihat dari beberapa parameter meliputi terpelihara atau tidaknya pura subak, masih ada atau tidaknya kegiatan ritual yang dilakukan oleh anggota subak di masing-masing sawah mereka, masih ada atau tidaknya kegiatan ritual yang dilaksanakan oleh kerama subak di pura subak, dan perubahan jumlah iuran
keagamaan.
-
1. Terpelihara atau tidaknya pura subak
Subak memiliki fasilitas fisik berupa pura, baik pura milik bersama maupun pura milik petani perorangan. Pura milik bersama merupakan tempat suci untuk menyelenggarakan kegiatan ritual secara kolektif, sedangkan pura milik petani perorangan merupakan tempat suci untuk menyelenggarakan kegiatan ritual secara individual. Subak Teges dalam pemeliharaan pura subak dilakukan dengan gotong royong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pura subak tidak terganggu dengan adanya fasilitas pariwisata. Anggota subak tetap memelihara dan menjaga kesucian pura sebagai tempat melakukan ritual keagamaan.
-
2. Masih ada atau tidaknya kegiatan ritual yang dilakukan oleh anggota subak di masing-masing sawah mereka
Kegiatan ritual yang dilakukan oleh anggota subak di masing-masing sawah mereka meliputi ritual pengolahan tanah (ngeruak) yang dilaksanakan sebelum mengolah tanah untuk ditanami padi, beberapa ritual lainnya yaitu ritual nuasen, ritual ngurip, ngulanan, ritual biukukung, dan ritual terakhir yaitu masaba Kegiatan ritual yang dilakukan oleh anggota subak dilakukan di dugul yang merupakan sanggah yang terdapat pada masig-masing sawah petani. Seiring dengan perkembangan pariwisata yang begitu pesat tidak mempengaruhi kegiatan ritual yang dilakukan oleh petani, para petani tetap melakukan ritual sesuai dengan tradisi yang telah dilakukan secara turun temurun.
-
3. Masih ada atau tidaknya kegiatan ritual yang dilaksanakan oleh kerama subak di pura subak
Ritual yang dilakukan oleh krama subak seperti upacara magpag toya, pinunas mrana, dan odalan. Ritual bersama ini tidak terpengaruh oleh adanya pariwisata yang terus berkembang di sekitar pertanian. Kerama subak tetap melaksanakan ritual keagamaan di pura subak.
-
4. Perubahan jumlah iuran keagamaan
Iuran yang digunakan Subak dalam melaksanakan ritual keagamaan selain diperoleh dari pemungutan iuran kepada anggota tetapi pihak subak juga memungut iuran kepada pihak pariwisata. Subak Teges memungut iuran Rp. 250.000,00. Pariwisata selain membayar iuran kepada subak juga memberikan sumbangan sukarela setiap enam bulan sekali. Bagi pemilik lahan yang akan mengalihfungsikan lahan mereka wajib membayar uang sebesar Rp. 400.000,00 per are sebelum melakukan pembangunan. Pemilik villa maupun restoran yang menggunkan akses jalan subak juga akan dikenakan biaya sebesar Rp. 1.000.000,00 untuk biaya perawatan jalan.
Pawongan merupakan wujud hubungan timbal balik yang harmonis antara sesama manusia, sebagai makhluk ciptaan-Nya (Windia et.al, 2015). Indikator
pawongan akan dilihat dari beberapa parameter meliputi meningkat atau menurun kerjasama (gotong royong) antar petani, ada atau tidak konflik antar anggota subak dan cara penyelesaian konflik tersebut, dan terganggu atau tidaknya sistem pencarian dan distribusi air yang diterapkan oleh subak.
-
1. Menurunnya kerjasama (gotong royong) antar petani di Subak Teges Terdapat
perbedaan pola kerjasama (gotong royong) antar petani di Subak
Teges. Gotong royong dilakukan mulai dari awal menanam sampai panen dilakukan secara bersama-sama, sedangkan saat ini (Maret 2017) gotong royong hanya dilakukan pada awal menanam saja, namun saat panen digantikan oleh sistim sewa. Menurunnya kerjasama tersebut dikarenakan jumlah petani semakin berkurang akibat dari banyaknya lahan sawah yang dijual.
-
2. Ada atau tidak konflik antar anggota subak dan cara penyelesaian konflik tersebut
Permasalahan yang sempat terjadi antara anggota subak adalah mengenai pembagian air. Hal ini terjadi karena debit air yang berkurang sehingga diperlukan pengelolaan yang lebih bijaksana dari krama subak agar bisa memenuhi kebutuhan seluruh anggota. Sebenarnya debit air saat ini masih bisa dimanfaatkan tetapi kesalahpahaman kadang bisa terjadi. Solusi penyelasaikan permasalahan dengan melakukan paruman atau rapat anggota, sehingga didapat solusi dengan menjadwalkan waktu pengairan secara bergiliran agar tidak ada yang dirugikan. Subak Teges juga sempat mengalami konflik dengan pihak pariwisata. Bentuk permasalahannya karena pembuangan limbah pariwisata sempat membuat pencemaran air irigasi, seperti sisa-sisa makanan, minyak dan bekas-bekas bangunan. Penjelasan tersebut membuktikan bahwa subak Teges mengalami permasalahan akibat adanya pariwisata yang memberikan dampak negatif bagi Subak Teges. Sejauh ini penyelesaian konflik yang terjadi di subak Teges melalui musyawarah namun masih saja terdapat limbah yang masuk ke saluran irigasi.
-
3. Terganggu atau tidaknya sistem pencarian dan distribusi air yang diterapkan oleh subak
Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa debit air semakin sedikit hal tersebut karena beberapa faktor diantaranya karena faktor alam dan akibat menyempitnya saluran irigasi yang mengaliri Subak Teges. Seiring berjalannya waktu sedikit demi sedikit akan mengakibatkan berkurangnya debit air sehingga tidak menutup kemungkinan Subak Teges akan mengalami krisis air.
Palemahan merupakan wujud hubungan timbal balik yang harmonis antara manusia dengan alam lingkungan tempat tinggalnya (Windia et.al, 2015). Indikator palemahan akan dilihat dari beberapa parameter meliputi terganggu atau tidaknya saluran irigasi, ada atau tidaknya limbah pariwisata, terganggu atau tidaknya bendungan irigasi.
-
1. Terganggu atau tidaknya saluran irigasi
Permasalahan yang paling berpengaruh terhadap subak akibat adanya pariwisata adalah pada aspek lingkungan. Masalah yang ditimbulkan salah satunya yaitu terganggunya saluran irigasi. Saluran irigasi tersumbat akibat banyaknya sampah yang tersangkut pada bendungan. Pembuatan akses jalan sering kali melewati saluran irigasi sehingga sering menghambat aliran air saluran irigasi. Terganggunya saluran irigasi akibat sampah plastik mengakibatkan permasalahan bagi Subak Teges yang diakibatkan oleh pihak pariwisata.
-
2. Ada atau tidaknya limbah pariwisata
Masalah yang dirasakan Subak Teges yaitu pada limbah pariwisata berupa limbah cuci piring. yang. Pihak pariwisata membuang bekas cuci piring ke saluran irigasi yang mengakibatkan air irigasi subak berminyak dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Masalah lainnya yang mengganggu selain limbah cuci piring yaitu material pembangunan. Material pembangunan berserakan sehingga para petani terganggu. Limbah tersebut akan berpengaruh terhadap kegiatan para petani di sawah dan hasil dari padi yang ditanam oleh para petani.
-
3. Terganggu atau tidaknya bendungan irigasi
Bendungan irigasi yang besar untuk Subak Teges terletak cukup jauh, yaitu di Sapat Tegalalangan. Sejauh ini tidak ada masalah serius yang ditimbulkan. Masalah yang muncul karena disebabkan oleh faktor alam yang mengakibatkan rusaknya bendungan irigasi. Masalah yang timbul pada bendungan kecil yang terdapat di Subak Teges meliputi tersumbatnya bendungan yang diakibatkan oleh sampah, pembangunan akses jalan dan material bangunan.
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa pada aspek parhyangan tidak terdapat permasalahan. Adanya pariwisata tidak mempengaruhi kegiatan ritual individu maupun bersama. Kerama Subak juga masih tetap menjaga kebersihan dan kesucian pura. Pada aspek pawongan terdapat permasalahan meliputi perubahan pola kerjasama (gotong royong) antar petani, terjadinya konflik antar anggota subak mengenai pembagian air dan terganggunya sistem pencarian air karena menyempitnya saluran irigasi akibat pembangunan pariwisata. Aspek palemahan keberadaan fasilitas pariwisata di Subak Teges menimbulkan permasalahan, terlihat dari terganggunya saluran irigasi oleh sampah plastik yang mengakibatkan saluran tersumbat dan masalah lain yang dirasakan yaitu pada limbah pariwisata berupa limbah cuci piring yang mengakibatkan air irigasi subak berminyak dan menimbulkan bau yang tidak sedap.
Saran yang dapat diberikan yaitu perlu adanya aturan mengenai pembangunan pariwisata di kawasan pertanian. Subak Teges juga harus bekerjasama dengan desa dinas maupun desa pakraman dalam mengelola masalah sampah, sehingga tidak ada lagi masyarakat maupun pihak pariwisata yang membuang sampah ke saluran irigasi. Terkait limbah pariwisata yang mengakibatkan terganggunya saluran irigasi dan adanya limbah pariwisata, untuk dapat mengatasi hal tersebut diperlukan adanya pengawasan intensif. Pencemaran yang terjadi secara tidak sengaja, maka cukup diberikan himbauan saja, jika terjadi berulang kali, pihak subak harus lebih berani mengambil tindakan tegas melalui perjanjian, sehingga ada dampak hukum berupa sanksi bagi yang melanggar.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan berupa data, buah fikiran, kebendaan dan lain-lain sehingga e-jurnal ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga hal didalamnya bermanfaat adanya.
Daftar Pustaka
Astiawan, I Wayan Nika. 2017. Pola Interaksi Anggota Subak Hindu dan Non Hindu di Subak Pemaket Awen Selatan. Denpasar. Universitas Udayana.
BPS Provinsi Bali. 2017. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Bali. Internet. [Artikel_online]. https://bali.bps.go.id/. Diunduh pada tanggal 6 Januari 2018.
Budiastuti, Putu. 2015. Upaya Pelestarian Subak di Perkotaan (Kasus Padanggalak, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Denpasar. Universitas Udayana.
Dinas Pariwisata Daerah Gianyar. 2016. Analisa Pasar Wisata Kabupaten
Gianyar. Internet.[Artikel_online].
http://diparda.gianyarkab.go.id/index.php/en/analisa-pasar-pariwista- gianyar.
Diunduh pada tanggal 10 Desember 2017.
Putri, Ni Luh Putu Hartari. 2017. Interaksi Subak Jatiluwih dengan Pariwisata.
Denpasar. Universitas Udayana.
Putra, I Gede Juli Kristina. 2017. Perekayasaan Sosial Pembuatan Akses Jalan Usaha Tani di Subak Gunung Kangin Desa Bangli Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan. Denpasar. Universitas Udayana.
Pitana, I Gede, dan Setiawan, I Gde. 2005. Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi. Denpasar.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Windia, Wayan, Sudarta, Wayan dan Sri Astiti, Wayan. 2015. Sistem Subak di Bali (Kajian Sosiologis). Denpasar. Udayana University Press.
Windia, Wayan. 2006. Transformasi Sistem Irigasi Subak yang berlandaskan Konsep Tri Hita Karana. Denpasar. Pustaka Bali Post.
522
Discussion and feedback