Perbandingan Pendapatan Budidaya Udang Vaname dengan Sistem Tradisional dan Empang Plastik di Kabupaten Jembrana
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809
DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2023.v12.i01.p31
Vol. 12, No. 1, Juli 2023
Perbandingan Pendapatan Budidaya Udang Vaname dengan Sistem Tradisional dan Empang Plastik di Kabupaten Jembrana
LARASATI DWI CAHYANI, I GUSTI AGUNG AYU AMBARAWATI*, I MADE SUDARMA
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jalan P.B Sudirman-Denpasar, 80232, Bali
Email: larasati_dc@yahoo.co.id *annie_ambarawati@unud.ac.id
Abstract
The Comparison of Vannamei Shrimp Farming Income with Traditional System and HDPE Lined Ponds in Jembrana Regency
Shrimp farming has become a priority in the development of aquaculture in Indonesia because that possesses a high economic value. Vannamei shrimp was recently introduced as a priority commodity in Indonesia. Busmetik is one of the intensive shrimp farming technology using high-density polyethylene (HDPE) plastics as inner lining ponds. However, intensive shrimp farming was only able to be practiced by large-scale farmers because it requires a greater amount of costs. This research aims to (1) identify the comparison of vannamei shrimp farming income with traditional system and plastic lined-ponds, and (2) to find out the obstacles faced by farmers in vannamei shrimp farming. This study was conducted in Jembrana regency. The site location was determined purposely because it is a center for vannamei shrimp production in Bali Province. The selection of respondents was done by using a proportional random sampling technique with 26 traditional shrimp farmers and 8 plastic lined-pond shrimp farmers. The method of analysis used in this study is comparative analysis of farm income, R/C Ratio, and descriptive analysis. Farming income is obtained in one season of production with an average of 75 days of cultivation. The results showed that the average income of traditional shrimp farmers was Rp. 17,969,856 per hectare per season, while the average income of lined ponds shrimp farmers at Rp. 135,623,051 per hectare per season. R/C ratio of traditional shrimp farmers is 1,22 whereas the lined-ponds shrimp farmers is 1,33 and statistic test result is significant. The obstacles of shrimp farming are pests and diseases, climate changes, and large capital issue.
Keywords: income, lined ponds, obstacles, vannamei shrimp
Sektor perikanan sangat potensial dan memiliki prospek pengembangan yang besar, salah satunya adalah budidaya udang. Penambakan atau budidaya udang
menjadi prioritas dalam pembangunan perikanan budidaya di Indonesia karena udang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Disamping itu budidaya udang dapat menciptakan lapangan kerja dan kesempatan usaha yang luas sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan devisa negara. Budidaya udang pada tahun 2002 pernah menjadi komoditas unggulan non migas dengan tingkat ekspor mencapai lebih dari 50% dari seluruh ekspor perikanan (Supono, 2017).
Perkembangan budidaya udang di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1980 dengan komoditas utama udang windu. Budidaya ini kemudian mengalami kemunduran produksi pada awal tahun 2000 akibat tingginya serangan penyakit. Hal tersebut kemudian mendorong pemerintah memperkenalkan komoditas alternatif unggulan salah satunya udang vaname (Kordi,2007). Udang vaname merupakan udang yang diperkenalkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2001 sebagai komoditas unggulan. Udang vaname memiliki keunggulan dibanding jenis udang lainnya, yaitu lebih resisten atau tahan terhadap penyakit dan memiliki produktivitas yang tinggi. Kehadiran udang vaname diharapkan tidak hanya menambah pilihan bagi petambak tetapi juga menopang kebangkitan usaha pertambakan udang di Indonesia (Haliman dan Adijaya, 2007). Keunggulan yang dimiliki udang vaname merupakan peluang yang baik dalam membangkitkan industri udang nasional. Data Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia pada periode 2012 – 2017 produksi udang mengalami peningkatan rata-rata sebesar 25,85%, dibandingkan pada tahun 2012 sebanyak 415.703 ton menjadi sebesar 1.159.405 ton pada tahun 2017. Pada periode tersebut ekspor udang juga meningkat dari 132.999 ton pada tahun 2012 menjadi 180.304 ton atau naik rata-rata 6,98%. Peningkatan volume ekspor mendorong pada peningkatan nilai produksi udang yaitu 1,151 milyar USD pada tahun 2012 menjadi 1,745 milyar USD pada tahun 2017. Kontribusi udang mencapai 38,7% dari nilai ekspor komoditas perikanan pada tahun 2017 yaitu sebesar 4,513 milyar USD.
Budidaya perikanan tambak di Kabupaten Jembrana didominasi oleh udang vaname. Kontribusi produksi dan nilai produksi udang vaname terhadap total produksi dan nilai produksi perikanan Kabupaten Jembrana sangat tinggi, sehingga udang vaname menjadi produk unggulan Kabupaten Jembrana (Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Jembrana, 2018). Di Kabupaten Jembrana udang vaname dibudidayakan secara tradisional dan intensif. Budidaya udang tradisional menggunakan padat tebar benih rendah dan manajemen ala kadarnya, mulai dari pemeliharaan, pengolahan kualitas air, pemberian pakan masih konvensional. Budidaya udang intensif berkaitan dengan penggunaan teknologi budidaya untuk meningkatkan produktivas udang. Budidaya intensif meliputi sarana produksi, teknologi pakan buatan, padat tebar benih tinggi, dan penggunaan pupuk dan obat-obatan (Erlangga, 2012). Menurut Rahayu (2013), budidaya udang vaname sistem intensif sangat menguntungkan karena menggunakan padat tebar yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan produksi udang vaname. Salah satu teknologi budidaya intensif adalah Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik atau busmetik dimana
merupakan inovasi teknologi budidaya udang dengan menggunakan plastik HDPE sebagai wadah budidaya. Lebih lanjut Rahayu (2013) mengatakan teknologi ini diterapkan di lahan sempit dengan padat tebar tinggi sehingga dapat meningkatkan produksi udang dan meningkatkan pendapatan pembudidaya udang. Namun pada kenyataannya masih sedikit pemahaman tentang budidaya secara intensif dan hanya pengusaha kalangan menengah ke atas yang menerapkan sistem tersebut karena berkaitan dengan biaya usaha yang besar.
-
1. Bagaimana perbedaan pendapatan usaha budidaya udang vaname sistem tradisional dan empang plastik?
-
2. Apakah kendala yang dihadapi dalam membudidayakan udang vaname?
-
1. Untuk membandingkan pendapatan usaha budidaya udang vaname sistem tradisional dan empang plastik.
-
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam membudidayakan udang vaname.
Lokasi penelitian adalah Kabupaten Jembrana. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling yaitu penentuan lokasi secara sengaja dengan dasar pertimbangan bahwa sentra produksi udang vaname terbesar di Provinsi Bali yaitu Kabupaten Jembrana. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2021.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa biaya produksi, volume penjualan, dan harga jual udang yang dikumpulkan langsung dari hasil survey dan wawancara dengan responden.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono, 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pembudidaya udang vaname di Kabupaten Jembrana yaitu 169 pembudidaya yang terdiri dari 127 orang yang menggunakan sistem tradisional dan 42 orang menggunakan teknologi empang plastik. Pengambilan sampel atau responden dilakukan dengan menggunakan metode proportional random sampling sebanyak 34 orang, yaitu pembudidaya sistem tradisional sebanyak 26 orang dan pembudidaya empang plastik sebanyak 8 orang.
Variabel dalam penelitian ini yaitu penerimaan usahatani, biaya usahatani yang meliputi biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan oleh pembudidaya udang vaname yang menggunakan sistem tradisional dan empang plastik, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam membudidayakan udang vaname.
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif yang berupa analisis pendapatan usahatani lalu dihitung analisis R/C ratio untuk mengetahui apakah budidaya tersebut untung, impas atau rugi. Data yang diperoleh akan dibandingkan dengan uji beda Mann Whitney U Test yang dimana menggunakan program bantu pengolahan data SPSS 25. Untuk menjelaskan gambaran umum, kendala-kendala dan hasil data dilakukan analisis deskriptif kualitatif.
-
3. Hasil dan Pembahasan
Biaya usaha merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya dalam melakukan proses produksi sampai menghasilkan produk (dari awal pengolahan lahan sampai panen). Pada penelitian ini biaya usaha budidaya dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) (Soekartawi, 2016).
Biaya tetap pada usaha budidaya udang vaname dengan sistem tradisional yaitu biaya sewa lahan, dan penyusutan alat-alat budidaya (mesin diesel, pompa air, kincir air, jala dan timbangan). Biaya tidak tetap meliputi biaya tenaga kerja, biaya pembelian benih, pakan, obat-obatan, bahan bakar, dan listrik. Total jumlah biaya tenaga kerja usaha budidaya udang vaname dengan sistem tradisional yaitu Rp 24.472.277/ha/musim. Biaya tenaga kerja dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga sebesar 63,13% dari total biaya tenaga kerja dan tenaga kerja luar keluarga 36,87% dari total biaya tenaga kerja.
Total biaya usaha budidaya udang vaname dengan sistem tradisional yaitu Rp 84.126.082/ha/musim yang terdiri dari biaya tetap sebesar Rp 5.094.474 (6,06%) dan biaya variabel Rp 79.031.608 (93,94%).
Penerimaan usahatani adalah jumlah produksi total dalam jangka waktu tertentu dikalikan dengan harga udang yang berlaku. Rata-rata produksi udang vaname yang dihasilkan dari usaha budidaya secara tradisional adalah 1.956 kg/ha dikalikan dengan harga udang vaname Rp 51.923/kg maka diperoleh penerimaan sebesar Rp 102.095.939/ha/musim. Rata-rata pendapatan usaha budidaya udang vaname sistem tradisional yaitu Rp 17.969.856/ha/musim yang diperoleh dari selisih
penerimaan usahatani (Rp 102.095.939) dengan total biaya usahatani (Rp 84.126.082). Data selengkapnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.
Rata-rata Penerimaan dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Vaname dengan Sistem Tradisional di Kabupaten Jembrana Tahun 2021
No |
Uraian |
Usaha Budidaya Udang Vaname dengan Sistem Tradisional | |
per LLG (0,24 ha) |
per ha | ||
1 |
Produksi (kg) |
431 |
1.956 |
2 |
Harga (Rp) |
51.923 |
51.923 |
3 |
Penerimaan (Rp) |
22.304.423 |
102.095.939 |
4 |
Total biaya tetap (Rp) |
1.203.134 |
5.094.474 |
5 |
Total biaya tidak tetap (Rp) |
17.165.731 |
79.031.608 |
6 |
Total biaya (Rp) |
18.368.864 |
84.126.082 |
Pendapatan Usahatani |
3.935.559 |
17.969.856 | |
R/C Ratio |
1,21 |
1,21 |
Biaya usaha merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya dalam melakukan proses produksi sampai menghasilkan produk (dari awal pengolahan lahan sampai panen). Biaya tetap pada usaha budidaya udang vaname dengan empang plastik yaitu biaya sewa lahan, dan penyusutan alat (mesin diesel, pompa air, kincir air, terpal plastik, jala dan timbangan). Biaya tidak tetap meliputi biaya tenaga kerja, biaya pembelian benih, pakan, obat-obatan, bahan bakar, dan listrik. Total jumlah biaya tenaga kerja usaha budidaya udang vaname dengan empang plastik yaitu Rp 43.867.509/ha/musim. Biaya tenaga kerja dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga sebesar 30,95% dari total biaya tenaga kerja dan tenaga kerja luar keluarga 69,05% dari total biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja dalam keluarga sebesar Rp 13.576.097 dan biaya tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp 30.291.412.
Total biaya usaha budidaya udang vaname dengan empang plastik yaitu Rp 407.690.604/ha/musim yang terdiri dari biaya tetap sebesar Rp 6.934.457 (1,71%) dan biaya tidak tetap sebesar Rp 400.756.147 (98,29%).
Penerimaan usahatani adalah jumlah produksi total dalam jangka waktu tertentu dikalikan dengan harga udang yang berlaku. Penerimaan usaha budidaya udang vaname dengan teknologi empang plastik sebesar Rp 543.313.655/ha/musim yang diperoleh dari perkalian antara rata-rata produksi udang vaname yaitu 10.496 kg/ha dengan harga udang vaname Rp 51.656/kg. Rata-rata pendapatan usahatani
budidaya udang vaname dengan empang plastik yaitu Rp 135.623.051/ha/musim yang diperoleh dari selisih antara penerimaan usaha sebesar Rp 543.313.655 dengan total biaya yaitu sebesar Rp 407.690.604. Data tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2.
Rata-rata Penerimaan dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Vaname dengan Empang Plastik di Kabupaten Jembrana Tahun 2021
No |
Uraian |
Usaha Budidaya Udang Vaname dengan Empang Plastik | |
per LLG (0,28 ha) |
per ha | ||
1 |
Produksi (kg) |
2.874 |
10.496 |
2 |
Harga (Rp) |
51.656 |
51.656 |
3 |
Penerimaan (Rp) |
148.955.625 |
543.313.655 |
4 |
Total biaya tetap (Rp) |
1.991.854 |
6.934.457 |
5 |
Total biaya tidak tetap (Rp) |
110.390.188 |
400.756.147 |
6 |
Total biaya (Rp) |
112.382.042 |
407.690.604 |
Pendapatan Usahatani |
36.573.583 |
135.623.051 | |
R/C Ratio |
1,33 |
1,33 |
-
3.3 Perbandingan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Vaname dengan Sistem Tradisional dan Empang Plastik
-
3.3.1 Perbandingan secara riil
-
Rata-rata pendapatan usahatani yang diterima oleh pembudidaya udang vaname dengan empang plastik (Rp 135.623.051/ha/musim) lebih besar dibandingkan dengan pembudidaya udang vaname secara tradisional (Rp17,969,856/ha/musim). Hal tersebut disebabkan oleh produksi usaha budidaya udang vaname dengan empang plastik (10.496 kg/ha) lebih besar dibandingkan dengan produksi usaha budidaya udang vaname secara tradisional (1.956 kg/ha). Total biaya yang dikeluarkan pembudidaya udang vaname dengan empang plastik (Rp 70.066.586,62/ha/MT) lebih tinggi dari pembudidaya udang vaname sistem tradisional (Rp 73.906.436,11/ha/MT), sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima. Pembudidaya empang plastik menggunakan cara intensif dalam membudidayakan udang sehingga lebih banyak memerlukan input produksi berupa benur, pakan, obat-obatan, listrik dan solar, sedangkan pembudidaya tradisional yang membudidayakan udang dengan input produksi relatif lebih sedikit.
Analisis R/C rasio merupakan perbandingan antara rata-rata penerimaan dengan rata-rata total biaya. Nilai R/C rasio pada usaha budidaya udang vaname dengan empang plastik lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai R/C rasio pada usaha budidaya udang vaname sistem tradisional. Berdasarkan Tabel 3, nilai R/C rasio pada usaha budidaya udang vaname dengan sistem tradisional adalah 1,21,
artinya usaha budidaya udang vaname sistem tradisional menguntungkan karena setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,21. Nilai R/C rasio usaha budidaya udang vaname empang plastik adalah 1,33, artinya usaha budidaya udang vaname empang plastik menguntungkan karena setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,33. R/C ratio pada pendapatan usaha budidaya udang vaname dengan sistem tradisional dan empang plastik sama-sama memiliki nilai ebih dari 1 (>1) yang artinya usaha budidaya tersebut layak untuk dijalankan. Data selengkapnya tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3.
Perbandingan Rata-rata Pendapatan Usaha Budidaya Udang Vaname per Hektar dengan Sistem Tradisional dan Empang Plastik di Kabupaten Jembrana Tahun 2021
No |
Uraian |
Usaha Budidaya Udang Vaname | |
Tradisional |
Empang Plastik | ||
1 |
Produksi (kg) |
1.956 |
10.496 |
2 |
Harga (Rp) |
51.923 |
51.656 |
3 |
Penerimaan (Rp) |
102.095.939 |
543.313.655 |
4 |
Total biaya tetap (Rp) |
5.094.474 |
6.934.457 |
5 |
Total biaya tidak tetap (Rp) |
79.031.608 |
400.756.147 |
6 |
Total biaya (Rp) |
84.126.082 |
407.690.604 |
Pendapatan Usahatani |
17.969.856 |
135.623.051 | |
R/C Ratio |
1,21 |
1,33 |
Syarat menggunakan uji Mann-Whitney U menurut Ghozali dan Castellan (2002) adalah Asumsi uji t tidak realistis untuk data yang ada. Dan Uji normalitas data menunjukan tidak normal, kurang dari 0,05 (<0,05). Hasil uji statistik non parametrik menggunakan uji Mann-Whitney antara pendapatan pembudidaya udang vaname sistem tradisional dan empang plastik dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Hasil Uji Mann-Whitney Terhadap Pendapatan Antara Usaha Budidaya Udang Vaname dengan Sistem Tradisional dan Empang Plastik
Ranks
Sistem |
N |
Mean Rank |
Sum of Ranks |
Pendapatan Tradisional |
26 |
13.50 |
351.00 |
Empang Plastik |
8 |
30.50 |
244.00 |
Total |
34 | ||
Test Statisticsa |
Pendapatan | ||
Mann-Whitney U |
.000 | ||
Wilcoxon |
351.000 | ||
Z |
-4.222 | ||
Asymp. Sig. (2-tailed) |
.000 | ||
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] |
.000b |
Berdasarkan hasil analisis perbedaan pendapatan dua kelompok independen dengan uji Mann-Whitney U, diperoleh hasil diperoleh hasil nilai α sig adalah 0,000 < 0,05. Angka tersebut menunjukkan hipotesis H1 diterima dan h0 ditolak, yaitu rata rata pendapatan usaha budidaya udang vaname sistem tradisional dan empang plastik per hektar per musim tanam berbeda nyata.
-
1. Hama dan Penyakit
Hama adalah organisme pengganggu yang dapat mempercepat berkurangnya jumlah udang yang dipelihara dalam waktu singkat. Hama yang ditemukan di lokasi penelitian adalah hama predator dan hama penganggu. Hama predator yaitu golongan pemangsa yang dapat memakan langsung udang dalam jumlah banyak sehingga menimbukan kerugian sedangkan hama kompetitor adalah hewan yang hidupnya menyaingi hidup udang dalam hal pakan dan oksigen. Hama yang masuk ke dalam kolam budidaya udang vaname adalah kepiting bakau, dan biawak. Penyakit timbul pada udang disebabkan oleh patogen penyebab penyakit diantaranya virus, bakteri, atau protozoa. Di lokasi penelitian ditemukan beberapa penyakit yang menyerang udang diantaranya adalah white spot yaitu terbentuknya bercak putih pada bagian kepala udang yang menyebabkan udang menjadi lemas dan kehilangan nafsu makan, selanjutnya penyakit myo yang menyebabkan kerusakan jaringan otot pada tubuh udang sehingga menyebabkan kematian. Selain itu ditemukan serangan penyakit kotoran putih yaitu munculnya kotoran udang berwarna putih, penyakit ini menyerang hepatopankreas dan usus pada udang menyebabkan pertumbuhan udang terhambat.
-
2. Perubahan cuaca
Perubahan cuaca yang tidak menentu mengakibatkan pembudidaya udang vaname tidak dapat memprediksikan musim tebar, hampir keseluruhan pembudidaaya mengalami kendala dalam perubahan cuaca. Pada musim kemarau terjadi kekeringan air sedangkan pada musim hujan kolam tambak mengalami kelebihan air yang memengaruhi kualitas air sehingga udang rentan terserang penyakit. Selain itu musim hujan juga dapat menyebabkan banjir rob sehingga pembudiddaya mengalami gagal panen.
-
3. Aspek ekonomi
Kendala ekonomi yang dihadapi oleh pembudidaya udang vaname di Kabupaten Jembrana adalah mengenai pemenuhan permodalan yang dimiliki. Besarnya modal yang dibutuhkan oleh pembudidaya udang vannamei dengan sistem tradisional seringkali para pembudidaya tidak mampu melanjutkan usahanya dikarenakan ketiadaan modal akibat kegagalan produksi periode sebelumnya. Sehingga banyak tambak yang terbengkalai beberapa waktu sampai pembudidaya memperoleh modal kembali.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu rata-rata pendapatan budidaya udang vaname empang plastik lebih besar dibandingkan dengan budidaya udang vaname sistem tradisional, dengan hasil pendapatan sebesar Rp 135.623.051/ha/musim, sedangkan untuk budidaya sistem tradisional sebesar Rp17.969.856/ ha/musim dan secara uji statitistik berbeda nyata.Kendala pembudidaya udang vaname di Kabupaten Jembrana adalah adanya serangan hama dan penyakit yang menyebabkan menurunnya produktivitas, perubahan cuaca dan permodalan yang besar.
Berdasarkan kesimpulan yang diambil berkaitan dengan penelitian ini,saran yang dapat penulis berikan, diantaranya pembudidaya udang vaname tetap menjalankan usaha budidaya dan memperhatikan manajemen budidaya udang vaname dengan baik dan tepat sehingga mengurangi dampak kegagalan produksi. Pemerintah memberikan penyuluhan dan pelatihan untuk para pembudidaya tentang pecegahan dan pengelolaan risiko budidaya udang vaname, subsidi sarana produksi benih dan pakan dan asuransi perikanan. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar melanjutkan penelitian mengenai usaha budidaya udang vaname sistem tradisional dan empang plastik ditinjau dari aspek lainnya seperti aspek pemasaran, dan faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha budidaya. Selain itu penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan lebih banyak responden sehingga dapat dilakukan uji T sebagai uji beda agar didapatkan hasil yang akurat.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini, yaitu kepada pembudidaya udang vaname di Kabupaten Jembrana dan Dinas Perhubungan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jembrana, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga penelitian ini bermanfaat sebagaimana mestinya.
Daftar Pustaka
Dinas Perhubungan Kelautan dan Perikanan. 2018. Buku Statistik Perikanan Tahun
2018. Kabupaten Jembrana.
Erlangga, E. 2012. Budidaya Udang Vannamei. Tangerang: Pustaka Argo Mandiri.
Ghozali, I., and J. Castellan. 2007. Statistik Non Parametrik : Teori dan Aplikasi dengan Program SPSS. Semarang: Univesitas Diponegoro.
Haliman, R. W., dan D. Adijaya. 2007. Udang Vannamei. Jakarta: Penebar Swadaya.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2018. Kelautan dan Perikanan dalam Angka
Tahun 2018. Jakarta: Pusat Data, Statistik dan Informasi.
Kordi, K. M. G. H. 2007. Budidaya Udang Vanname. Surabaya: Indah.
Rahayu, H. 2013. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik. Banten: STP Press.
Soekartawi. 2016. Analisis Usahatani . Jakarta: UI Press.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Supono. 2017. Teknologi Produksi Udang. Yogyakarta: Plantaxia.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
346
Discussion and feedback