Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Kristina Wulandari dkk / Itepa 11 (4) 2022 655-668

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Penggunaan Isolat Weissella confusa F213 dan Lactobacillus rhamnosus SKG34 terhadap Kandungan BAL Minuman Probiotik Sari Buah Naga Merah

The Effect of Weissella confusa F213 and Lactobacillus rhamnosus SKG34 on The LAB Content of Red Dragon Fruit Probiotic Drink

Kristina Wulandari1, Komang Ayu Nocianitri1*, Luh Putu Trisna Darmayanti1

1Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Komang Ayu Nocianitri, Email: nocianitri@unud.ac.id

Abstract

This research was aimed to determine the effect of using lactic acid bacteria (LAB) on the LAB content of red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) probiotic drink and to determine the right type of LAB to produce red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) probiotic drink with the best characteristics. This study used a Completely Randomized Design (CRD) with treatment factors namely the type of LAB which consisted of 3 levels including Weissella confusa F213, Lactobacillus rhamnosus SKG34, and a mixture of Weissella confusa F213 and Lactobacillus rhamnosus SKG34. The treatment was repeated 5 times to obtain 15 experimental units. Data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and if the treatment had a significant effect, then continued with Duncan Multiple Range Test. The results showed that the use of different LAB types had a significant effect on total LAB, pH, total acid, sour taste scores, and sweet taste scores of red dragon fruit probiotic drink. The mixture of Weissella confusa F213 and Lactobacillus rhamnosus SKG34 treatment produced the best characteristics of red dragon fruit probiotic drink with total LAB 11,23 log cfu/ml; pH 3,90; total acid 0,2%; and total sugar 7,96% with color and taste (slightly sour and slightly sweet) liked; aroma rather liked, and overall acceptance liked.

Keywords: red dragon fruit, Weissella confusa F213, Lactobacillus rhamnosus SKG34, probiotic drink

PENDAHULUAN

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan salah satu varietas buah naga yang banyak dibudidayakan di Indonesia selain buah naga putih. Buah naga merah memiliki citarasa dari hambar hingga manis dengan tekstur daging buah yang lunak sehingga kurang disukai oleh masyarakat. Buah naga merah kaya akan senyawa antioksidan flavonoid, karotenoid, polifenol; vitamin A, B, dan C serta serat, kalsium, zat besi, dan fosfor yang sangat baik bagi tubuh (Widianingsih, 2016; Zainoldin dan Baba, 2009). Selain itu, buah naga merah juga mengandung antosianin yang tinggi (8,8 mg/100 g dari daging

buahnya) (Wu et al., 2006) yang bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah serta mengurangi risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan kanker (Prior, 2003). Buah naga merah ini memiliki kadar kemanisan yang lebih tinggi dari buah naga putih yaitu mencapai 13-15oBrix (Rahayu, 2014).

Salah satu pemanfaatan buah naga merah yaitu dengan mengolahnya menjadi minuman sari buah terfermentasi dengan penambahan bakteri asam laktat (BAL) dengan karakteristik probiotik di dalamnya. Probiotik merupakan mikroba hidup yang apabila diberikan dalam jumlah yang cukup dapat memberikan efek menguntungkan bagi tubuh

dengan meningkatkan respon imun dan mengatur keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan. Penambahan probiotik dilakukan untuk meningkatkan manfaat yang dihasilkan, baik dari segi nutrisi maupun dari segi terapeutik. Selain itu, penambahan probiotik ini juga dilakukan seiring dengan meningkatnya permintaan produk probiotik non susu bagi vegetarian, penderita lactose intolerant, kadar kolesterol tinggi, alergi protein susu, dan faktor lainnya (Ray dan Sivakumar, 2009).

Weissella confusa F213 (WCF213) yang sebelumnya dikenal dengan Lactobacillus sp. F213 serta Lactobacillus rhamnosus SKG34 (Lb.SKG34) merupakan strain BAL lokal yang telah terbukti berpotensi sebagai probiotik. WCF213 merupakan BAL yang diisolasi dari feses bayi sehat yang berpotensi sebagai probiotik karena memiliki ketahanan yang baik pada kondisi pencernaan in vitro seperti mampu melekat pada saluran pencernaan untuk mencegah diare dan menstimulasi sistem imun serta resisten terhadap pH rendah, garam empedu, dan enzim pencernaan (Sujaya et al., 2012), sedangkan Lb.SKG34 merupakan BAL yang diisolasi dari susu kuda Sumbawa yang berpotensi sebagai probiotik karena memiliki kemampuan dalam menghidrolisis garam empedu secara in vitro dan berpotensi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah serta resisten terhadap pH rendah (Sujaya et al., 2008). Kedua strain bakteri tersebut memiliki perbedaan pada kemampuannya dalam memanfaatkan glukosa pada proses metabolismenya. Lb.SKG34 merupakan BAL homofermentatif yang hanya membentuk asam

laktat dari glukosa, sedangkan WCF213 merupakan BAL heterofermentatif yang tak hanya mampu membentuk asam laktat, tetapi juga senyawa-senyawa lain seperti asam asetat, etanol, dan CO2. Perbedaan tersebut tentunya dapat mempengaruhi karakteristik produk yang dihasilkan apabila kedua bakteri tersebut digunakan pada proses pembuatan minuman probiotik sari buah naga merah.

Sulistyaningrum (2008) menyebutkan bahwa proses optimum fermentasi tergantung pada jenis organisme yang digunakan. Penyataan ini didukung oleh penelitian Rizal et al. (2016) yang menunjukkan bahwa minuman fermentasi laktat sari buah nanas yang dibuat dengan menggunakan L. acidophilus, L. bulgaricus, L. casei, dan S. thermophilus menghasilkan produk terbaik dengan menggunakan L. casei dengan karakteristik nilai total BAL 1,1x1010 cfu/ml; total asam laktat 3,45; pH 3,54; selisih log jumlah koloni pada pH asam dan kontrol sebesar 5,67 cfu/ml serta aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri patogen Bacillus cereus sebesar 13,97 mm2. Perbedaan karakteristik pada produk yang dihasilkan salah satunya dipengaruhi oleh sifat BAL yang digunakan, dimana aktivitas antibakteri terbaik yang dihasilkan oleh L. casei diduga diperoleh karena bakteri tersebut termasuk ke dalam jenis BAL homofermentatif yang hanya memfermentasi glukosa menjadi asam laktat dalam jumlah besar sebagai produk utamanya (Rizal et al., 2016). Tingginya kandungan asam laktat yang dihasilkan ini mampu menurunkan pH produk sehingga aktivitas antibakteri mengalami peningkatan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis BAL yang berbeda terhadap kandungan BAL minuman probiotik sari buah naga merah serta untuk mengetahui jenis BAL yang dapat menghasilkan minuman probiotik sari buah naga merah dengan karakteristik terbaik.

METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain buah naga merah (diperoleh dari pasar swalayan Tiara Dewata di Jalan Mayjen Sutoyo No. 55, Dauh Puri, Denpasar Barat, Bali), isolat Weissella confusa F213 dan Lactobacillus rhamnosus SKG34 (koleksi UPT. Laboratorium Terpadu Biosains dan Bioteknologi Universitas Udayana), air mineral (Aqua), MRS Agar (Oxoid, Inggris), MRS Broth (Oxoid, Inggris), alkohol 96 , gliserol, kristal violet, larutan lugol, pewarna safranin, larutan H2O2, aquades, NaCl 0,85 , larutan buffer (pH 4 dan 7), NaOH 0,1 N, phenolphtalein 1 , sukrosa (Gulaku), alkohol 70 (Brataco), glukosa standar, HCl 4 N, NaOH 50 , metanol 95 , pereaksi anthrone (Merck), dan H2SO4.

Adapun peralatan yang digunakan antara lain pisau, talenan, tisu, kain saring, blender, aluminium foil, bunsen, cawan petri, laminar air flow, tabung reaksi (pyrex), batang bengkok, inkubator (Memmert), jarum ose, botol plastik, microtube, timbangan analitik (Shimadzu AUX220, Jepang), baskom, waterbath (NVC Thermologic, Jerman), jar, gelas ukur, autoklaf, tip 100µL, tip 1000µL, erlemeyer (pyrex), gelas beker, pipet mikro (Finnipippete), vortex (Labnet),

centrifuge, refrigerator (Polytron), spektrofotometer (Evolution 201, USA), kertas saring, pH meter (Martini Instrument, USA), mikroskop (Olympus CX21FS1, Jerman), pipet volume, pipet tetes, buret, labu ukur, magnetic stirrer (Fisher Scientific), gelas objek, freezer (GEA), dan termometer.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan faktor perlakuan yaitu jenis BAL yang terdiri atas tiga taraf antara lain : P1 = Penambahan Weissella confusa F213 (WCF213) (sebanyak 10 ), P2 = Penambahan Lactobacillus rhamnosus SKG34 (Lb.SKG34) (sebanyak 4 ), P3 = Campuran WCF213 dan Lb.SKG34 (sebanyak 5 WCF213 dan 2 Lb.SKG34). Konsentrasi BAL yang  berbeda-beda pada

perlakuan di atas dilakukan berdasarkan atas konsentrasi terbaik dari masing-masing jenis BAL yang digunakan, dimana rata-rata jumlah BAL yang terkandung pada produk awal sebanyak 108 hingga 109 cfu/ml. Masing-masing perlakuan di atas diulang sebanyak 5 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance). Apabila nilai F hitung ≥ F tabel, maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5 (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Penyegaran dan Konfirmasi Isolat

Penyegaran isolat dilakukan dengan cara mengambil 100 µL stok isolat yang disimpan dalam gliserol 30 pada suhu -20oC lalu diinokulasikan pada 5 mL media MRS Broth dan

diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif ditunjukkan dengan munculnya kekeruhan pada media. Setelah penyegaran, dilakukan konfirmasi isolat melalui uji katalase, pewarnaan gram, dan uji gas (Suryani et al., 2010).

Uji katalase dilakukan dengan cara meneteskan isolat pada gelas objek, kemudian ditetesi dengan dua tetes larutan H2O2 lalu diamati gelembung yang timbul. Hasil positif ditunjukkan dengan timbulnya gelembung udara (O2) yang dihasilkan dari degradasi H2O2 oleh enzim-enzim katalase (Suryani et al., 2010). Pewarnaan gram dilakukan dengan cara meneteskan isolat pada gelas objek, kemudian difiksasi di atas bunsen hingga menjadi kerak. Setelah itu, isolat pada gelas objek tersebut diwarnai dengan kristal violet selama 1 menit, lalu ditetesi dengan larutan lugol selama 1 menit. Selanjutnya, gelas objek ditetesi alkohol selama 1 menit dan terakhir diwarnai dengan pewarna safranin selama 5 detik. Sel bakteri yang telah diwarnai, selanjutnya dikeringkan dan diamati di bawah mikroskop. Timbulnya warna ungu pada uji pewarnaan gram menunjukkan bahwa bakteri tersebut merupakan kelompok bakteri gram positif, sedangkan timbulnya warna merah menunjukkan bahwa bakteri tersebut merupakan kelompok bakteri gram negatif. Selanjutnya, dilakukan uji gas dengan menggunakan metode hot loop dengan cara memasukkan jarum ose panas ke dalam suspensi biakan BAL. Hasil positif pada Lb.SKG34 ditandai dengan tidak terbentuknya gas dari metabolisme glukosa, sedangkan hasil positif pada WCF213 ditandai dengan terbentuknya gas CO2 dan

gelembung seperti buih dari hasil metabolisme glukosa (Suryani et al., 2010).

Setelah dilakukan uji konfirmasi, tahap selanjutnya dilakukan pembuatan stok kerja (Yuliansyah, 2014 yang dimodifikasi) dengan mengambil isolat yang telah tumbuh pada media MRS Broth untuk dimasukkan ke dalam microtube. Microtube tersebut kemudian disentrifugasi pada kecepatan 7000 rpm selama 5 menit. Setelah itu, dibuang supernatan yang terbentuk, kemudian dicuci sel yang tertinggal dengan menambahkan larutan saline ke dalam microtube tersebut lalu di-vortex dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 7000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang lalu ditambahkan larutan saline dan gliserol dengan perbandingan 1:1 ke dalam microtube tersebut sehingga menjadi stok kerja. Stok kerja tersebut kemudian dihomogenkan (di-vortex) lalu disimpan dalam freezer dengan suhu -20oC.

Pembuatan Sari Buah Naga Merah

Proses pembuatan sari buah naga merah diawali dengan tahap sortasi untuk memperoleh buah yang masak dengan kualitas yang baik. Setelah disortasi, buah naga merah dikupas dan dipotong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lalu dihancurkan dengan blender. Selanjutnya, dilakukan penambahan air dengan rasio penambahan buah dan air 1 : 2 lalu diaduk hingga merata. Setelah itu, dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan kain saring 2 lapis untuk memperoleh sari buah naga merah tanpa ampas. Pembuatan Starter Sari Buah Naga Merah

Pembuatan starter sari buah naga merah untuk masing-masing jenis BAL dengan tahapan

sebagai berikut: disiapkan masing-masing 100 mL sari buah naga merah dengan konsentrasi 5 sukrosa yang kemudian dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 4,5 menit lalu didinginkan hingga suhunya mencapai 37oC.

Tahap selanjutnya, dilakukan penyegaran bakteri, hasil penyegaran kultur bakteri yang terdapat pada tabung reaksi kemudian di-vortex lalu diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam microtube untuk disentrifugasi pada kecepatan 7000 rpm selama 5 menit. Setelah disentrifugasi, supernatan dibuang dan endapan (sel) yang tertinggal dicuci sebanyak 3 kali. Pencucian sel dilakukan dengan cara menambahkan larutan saline ke dalam microtube berisi endapan kultur bakteri lalu di-vortex dan disentrifugasi pada kecepatan 7000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang terbentuk setelah proses sentrifugasi tersebut dibuang. Pada pencucian terakhir (pencucian ke-3), supernatan yang tersisa dibuang. Setelah itu, diambil 1 mL dari 100 mL substrat sari buah naga merah yang telah dipasteurisasi dalam jar dan ditambahkan ke dalam microtube yang berisi kultur bakteri lalu di-vortex. Selanjutnya, campuran substrat sari buah dan kultur bakteri tersebut dimasukkan ke dalam sari buah pada jar tadi lalu dikocok. Sari buah tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam untuk memperoleh starter (Ding dan Shah, 2008 yang telah dimodifikasi).

Pembuatan Minuman Probiotik Sari Buah Naga Merah

Sari buah naga merah dengan konsentrasi 5 sukrosa yang telah dipasteurisasi dan didinginkan hingga suhunya mencapai 37oC,

dimasukkan ke dalam masing-masing jar yang telah disterilkan sebanyak 90 mL. Proses pasteurisasi pada sari buah bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzimatis dan aktivitas mikroba yang terdapat di dalamnya. Selanjutnya, dilakukan penambahan jenis starter sesuai perlakuan (WCF213 sebanyak 10 , Lb.SKG34 sebanyak 4 serta campuran keduanya sebanyak 5 WCF213 dan 2 Lb.SKG34) ke dalam masing-masing jar tersebut. Penambahan konsentrasi starter dilakukan berdasarkan konsentrasi terbaik dari masing-masing BAL yang digunakan. Untuk perlakuan dengan penambahan Lb.SKG34 dan campuran keduanya dilakukan penambahan sari buah kembali hingga volumenya 100 ml. Selanjutnya, masing-masing jar dikocok dan difermentasi pada suhu 37oC selama 24 jam (Diniyah et al., 2013 yang telah dimodifikasi).

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati antara lain total BAL dengan metode hitung cawan (Total Plate Count) (Fardiaz, 1993), total asam dengan metode titrasi netralisasi (Sudarmadji et al., 1996), derajat keasaman (pH) dengan pH meter (AOAC, 1995), total gula dengan metode anthrone (Andarwulan et al., 2011), dan sifat sensoris (Soekarto, 1985) yang terdiri atas pengujian hedonik (warna, rasa, aroma, dan penerimaan keseluruhan) serta pengujian skoring terhadap rasa asam dan rasa manis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis total BAL, derajat keasaman (pH), total asam, dan total gula minuman probiotik sari buah naga merah dengan perlakuan BAL yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata total BAL, derajat keasaman pH), total asam, dan total gula minuman probiotik sari buah naga merah dengan perlakuan jenis bakteri asam laktat.

Jenis BAL

Total BAL (Log cfu/ml)

pH

Total Asam ( )

Total Gula ( )

WCF213 (P1)

9,61 ± 0,45 b

4,16 ± 0,08 a

0,13 ± 0,01 b

8,41 ± 0,40 a

Lb.SKG34 (P2)

11,33 ± 0,36 a

3,88 ± 0,05 b

0,18 ± 0,00 a

7,91 ± 0,46 a

WCF213 + Lb.SKG34 (P3)

11,23 ± 0,27 a

3,90 ± 0,06 b

0,20 ± 0,03 a

7,96 ± 0,34 a

Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05).

Total BAL

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis BAL berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total BAL minuman probiotik sari buah naga merah. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata total BAL minuman probiotik sari buah naga merah berkisar antara 9,61 log cfu/ml sampai dengan 11,33 log cfu/ml. Nilai total BAL terendah terdapat pada perlakuan WCF213 (P1) sebesar 9,61 log cfu/ml, sedangkan nilai total BAL tertinggi terdapat pada perlakuan Lb.SKG34 (P2) sebesar 11,33 log cfu/ml yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan BAL campuran WCF213 dan Lb.SKG34 (P3) dengan nilai total BAL sebesar 11,23 log cfu/ml.

Perbedaan total BAL pada masing-masing perlakuan dapat terjadi karena perombakan gula pada masing-masing jenis BAL dilakukan melalui jalur yang berlainan. WCF213 merupakan golongan BAL heterofermentatif yang akan merombak gula melalui jalur HMP (Heksosa Monofosfat) yang melibatkan fosfoketolase serta mampu menghasilkan glukosa 6 fosfat dehidrogenase dan 6 fosfat glukonat dehidrogenase sehingga mempunyai jalur pembentukan asam laktat yang berbeda, dimana pada jalur tersebut

akan terjadi dua reaksi meliputi reaksi anaerob yang akan menghasilkan asam laktat dan etanol serta reaksi aerob yang akan menghasilkan asam asetat dan CO2, sedangkan Lb.SKG34 merupakan golongan BAL homofermentatif, dimana perombakan gula dilakukan melalui jalur glikolisis (Embden Meyerhoff Pathway) yang melibatkan aldolase (fruktosa difosfat aldolase), dimana pada jalur ini hanya terjadi reaksi anaerob yang hanya menghasilkan asam laktat sebagai produk utamanya.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan WCF213 (P1) cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan Lb.SKG34 (P2) serta perlakuan BAL campuran WCF213 dan Lb.SKG34 (P3). Nilai total BAL yang berbeda-beda pada masing-masing perlakuan di atas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketersediaan substrat, jumlah inokulum, lama fermentasi, dan jenis BAL yang digunakan. Dalam penelitian Reddy et al. (2015) disebutkan bahwa metabolisme karbohidrat oleh Lactobacillus bervariasi dari satu strain ke strain yang lain serta tergantung pada substrat dan bahkan pada waktu fermentasi yang digunakan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pertumbuhan optimal

WCF213 berbeda-beda tergantung pada substrat dan lama fermentasi yang dilakukan, dimana jumlah total BAL tertinggi pada minuman probiotik sari buah terung belanda diperoleh pada lama fermentasi 22 jam dan 24 jam sebesar 9,44 log cfu/ml (Febricia et al., 2020), minuman probiotik sari buah sirsak dengan lama fermentasi 20 jam sebesar 11,57 log cfu/ml (Widyantara et al., 2020), dan fermented rice drink dengan lama fermentasi 22 jam sebesar 13,26 log cfu/ml (Kusuma et al., 2020). Selain itu, pada penelitian lainnya menunjukkan bahwa minuman probiotik sari buah terung belanda yang dibuat dengan menggunakan Lb.SKG34 dan minuman probiotik sari buah terung belanda yang dibuat dengan menggunakan WCF213 dengan lama fermentasi 24 jam menghasilkan total BAL tertinggi pada konsentrasi gula 9 yaitu berturut-turut sebesar 9,11 log cfu/ml dan 9,31 log cfu/ml (Tampinongkol et al., 2020; Prawitasari et al., 2020).

Setiap jenis BAL memiliki waktu generasi yang berbeda-beda untuk fase pertumbuhannya, dimana hal tersebut tergantung pada jenis spesies dan kondisi lingkungan pertumbuhannya. Selain itu, pertumbuhan BAL juga dapat mengalami penurunan yang disebabkan oleh terjadinya gangguan metabolisme pertumbuhan BAL sebagai akibat dari berkurangnya nutrisi pada substrat serta terdapatnya inhibisi substrat dan inhibisi dari metabolit yang dihasilkan seperti asam laktat, asam asetat, etanol, diasetil, dan H2O2.

Berdasarkan SNI (7552:2009) mengenai syarat mutu minuman susu fermentasi berperisa, rata-rata total BAL yang dihasilkan pada semua perlakuan jenis BAL memenuhi kriteria total BAL

yang diharuskan yaitu minimal 1 x 106 cfu/ml. Begum et al. (2017) menyebutkan bahwa dosis harian probiotik yang harus dikonsumsi yaitu 108109 cfu/ml untuk memperoleh efek menguntungkan dari konsumsi probiotik berdasarkan atas kuantitas yang dicerna dan pertimbangan akan viabilitas probiotik selama penyimpanan.

Derajat Keasaman pH)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis BAL berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pH minuman probiotik sari buah naga merah. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata pH minuman probiotik sari buah naga merah berkisar antara 3,88 sampai dengan 4,16. Nilai pH terendah diperoleh pada perlakuan Lb.SKG34 (P2) sebesar 3,88 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan BAL campuran WCF213 dan Lb.SKG34 (P3) dengan nilai pH sebesar 3,90, sedangkan nilai pH tertinggi diperoleh pada perlakuan WCF213 (P1) dengan nilai pH sebesar 4,16.

Rata-rata nilai pH awal produk sari buah sebesar 5,44. Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa penurunan pH tertinggi dari ketiga produk di atas terjadi pada perlakuan Lb.SKG34 (P2). Hal ini disebabkan karena Lb.SKG34 merupakan BAL homofermentatif yang hanya menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir utamanya melalui jalur glikolisis. Tingginya asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi ini akan terakumulasi dan mengakibatkan pH produk menjadi semakin rendah. Pada perlakuan WCF213 (P1), penurunan pH terjadi namun tidak setinggi pada perlakuan

Lb.SKG34 (P2). Hal ini dapat terjadi karena WCF213 merupakan BAL heterofermentatif yang tidak hanya menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir yang dihasilkan, namun juga asam asetat, etanol, dan CO2, dimana hal tersebut mengakibatkan jumlah asam laktat yang terakumulasi lebih sedikit sehingga nilai pH yang dihasilkan cenderung lebih tinggi. Saraswati (2021) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa asam asetat dan etanol yang dihasilkan oleh WCF213 selama proses metabolismenya ini memiliki gugus OH- yang dapat mempengaruhi nilai pH produk akhir yang dihasilkan. Di samping itu, asam-asam organik lain yang dihasilkan selama proses fermentasi (seperti asam asetat) memiliki nilai pKa = 4,76 yang lebih lemah dibandingkan dengan asam laktat yang memiliki pKa = 3,85 yang cenderung sedikit lebih kuat, sehingga diduga meskipun dihasilkan sejumlah asam laktat yang disertai dengan asam-asam organik lainnya, pH yang dihasilkan cenderung akan lebih tinggi dibandingkan dengan produk dengan kandungan utamanya berupa asam laktat.

Total Asam

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis BAL berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total asam minuman probiotik sari buah naga merah. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata total asam minuman probiotik sari buah naga merah berkisar antara 0,13 sampai dengan 0,2 . Nilai total asam terendah terdapat pada perlakuan WCF213 (P1) sebesar 0,13 , sedangkan nilai total asam tertinggi terdapat pada perlakuan BAL campuran WCF213 dan Lb.SKG34 (P3) sebesar 0,2 yang tidak berbeda nyata dengan

perlakuan Lb.SKG34 (P2) dengan nilai total asam sebesar 0,18 .

Rata-rata nilai total asam sari buah (tanpa penambahan gula) yaitu sebesar 0,07 . Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa nilai total asam yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan mengalami peningkatan. Peningkatan total asam pada masing-masing perlakuan di atas disebabkan oleh semakin banyaknya asam laktat yang dihasilkan oleh BAL selama proses metabolismenya. BAL akan merombak kandungan gula dalam substrat untuk proses metabolismenya dan menghasilkan senyawa-senyawa seperti asam laktat, asam asetat, etanol, dan CO2 sebagai produk akhirnya.

Perbedaan total asam yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan disebabkan oleh jenis BAL yang digunakan. WCF213 merupakan golongan BAL heterofermentatif yang tidak hanya menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir, tetapi juga senyawa-senyawa lain seperti asam asetat, etanol, dan CO2 melalui jalur pentosa fosfat, sedangkan Lb.SKG34 merupakan golongan BAL homofermentatif yang hanya menghasilkan asam laktat melalui jalur glikolisis sebagai produk utamanya. Semakin tinggi kandungan asam laktat pada produk, maka akan semakin tinggi total asam dan semakin rendah pH yang dihasilkan.

Nilai total asam yang lebih rendah pada perlakuan WCF213 (P1) terjadi karena perombakan nutrisi yang terkandung pada substrat tidak hanya menghasilkan asam laktat, namun juga senyawa-senyawa lain seperti asam asetat, etanol, dan CO2 sehingga jumlah asam laktat yang terakumulasi tidak sebanyak yang dihasilkan oleh

BAL homofermentatif. Di samping itu, perlakuan BAL campuran WCF213 dan Lb.SKG34 (P3) memberikan nilai total asam tertinggi pada produk yang dihasilkan. Hal tersebut diduga terjadi karena penggunaan BAL campuran mampu menciptakan hubungan yang saling menguntungkan, dimana masing-masing kultur mampu menyediakan komponen yang dibutuhkan yang berasal dari metabolit yang dihasilkan untuk mendukung pertumbuhan dari masing-masing jenis BAL sehingga jumlah asam laktat yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kultur tunggal. Umniyati et al. (2007) dalam Retnowati dan Kusnadi (2014) menyebutkan bahwa penggunaan kultur campuran dapat meningkatkan kandungan total asam, menurunkan nilai pH serta meningkatkan jumlah total BAL pada produk yang dihasilkan. Selain itu, penelitian Lee et al. (2013) menunjukkan bahwa Lactobacillus sakei 171 dan Weissella koreensis 521 yang diisolasi dari kimchi ketika dikultur secara bersama-sama memiliki kemampuan fermentatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan kultur tunggal yang ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan sel dan produksi asam laktat yang dihasilkan.

Total Gula

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis BAL tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap total gula minuman probiotik sari buah naga merah. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata total gula minuman probiotik sari buah naga merah berkisar antara 7,91 sampai dengan 8,41 .

Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa nilai total gula yang diperoleh

telah sesuai dengan nilai total BAL, pH, dan total asam yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan. Semakin lama fermentasi, pertumbuhan BAL akan meningkat dan menyebabkan rendahnya nilai total gula yang dihasilkan karena semakin banyak jumlah gula yang dirombak oleh BAL untuk proses metabolismenya yang mengakibatkan jumlah metabolit primer (asam laktat) yang dihasilkan semakin meningkat. Salminen et al. (2004) dalam Winarti et al. (2018) menyebutkan bahwa semakin banyak sel BAL yang terbentuk, maka kandungan gula pada substrat akan semakin banyak digunakan untuk metabolisme sel. Akan tetapi, selama proses fermentasi, BAL mempunyai batasan optimal untuk dapat menggunakan gula sebagai sumber energi dan karbon sehingga tidak semua gula yang ditambahkan diubah menjadi asam laktat.

Perbedaan nilai total gula yang dihasilkan pada perlakuan di atas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis BAL, jumlah inokulum, dan lama fermentasi yang digunakan. Perbedaan nilai total gula yang dihasilkan pada perlakuan di atas sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa minuman probiotik sari buah terung belanda (dengan konsentrasi gula 6 dan lama fermentasi 24 jam) yang dibuat dengan menggunakan WCF213 menghasilkan nilai total gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan minuman probiotik sari buah terung belanda yang dibuat dengan menggunakan Lb.SKG34, dimana total gula yang dihasilkan secara berturut-turut sebesar 12,15 dan 9,47 (Prawitasari et al., 2020; Tampinongkol et al., 2020). Perbedaan total gula pada masing-masing

perlakuan di atas diduga disebabkan oleh jenis BAL yang digunakan. Basso et al. (2013) menyebutkan bahwa Lactobacillus fermentum yang merupakan BAL heterofermentatif memiliki kecepatan konsumsi fruktosa yang lebih tinggi dibandingkan glukosa, sedangkan Lactobacillus plantarum yang merupakan BAL homofermentatif memiliki kecepatan konsumsi glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan fruktosa. Selain itu, dilaporkan juga bahwa fruktosa dikonsumsi hingga habis oleh BAL heterofermentatif karena fruktosa dapat bertindak sebagai akseptor elektron selama proses metabolisme oksidatif. Konsumsi fruktosa yang tinggi oleh BAL heterofermentatif akan menghasilkan manitol pada jumlah yang hampir setara dengan jumlah fruktosa yang dikonsumsi. Oleh karena itu, nilai total gula yang lebih tinggi

pada perlakuan WCF213 (P1) diduga disebabkan oleh dihasilkannya manitol serta terakumulasinya gula-gula lainnya yang tidak dimanfaatkan oleh BAL selama proses fermentasi berlangsung.

Sifat Sensoris

Evaluasi sensoris minuman probiotik sari buah naga merah dilakukan dengan uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap rasa asam dan rasa manis. Nilai rata-rata hedonik warna, aroma, dan penerimaan keseluruhan minuman probiotik sari buah naga merah dengan perlakuan jenis BAL dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan nilai rata-rata hedonik rasa serta skor rasa asam dan skor rasa manis minuman probiotik sari buah naga merah dengan perlakuan jenis BAL dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Nilai rata-rata hedonik warna, aroma, dan penerimaan keseluruhan minuman probiotik sari buah naga merah dengan perlakuan jenis bakteri asam laktat


Jenis BAL

Warna

Aroma

Penerimaan Keseluruhan

WCF213 (P1)

6,12 a

5,16 a

5,92 a

Lb.SKG34 (P2)

6,16 a

5,00 a

5,44 a

WCF213 + Lb.SKG34 (P3)

6,12 a

5,08 a

5,80 a

Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05). Kriteria hedonik (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = biasa, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka).


Tabel 3. Nilai rata-rata hedonik rasa, skor rasa asam, dan skor rasa manis minuman probiotik sari buah naga merah dengan perlakuan jenis bakteri asam laktat


Jenis BAL

Hedonik Rasa

Skor Rasa Asam

Skor Rasa Manis

WCF213 (P1)

5,80 a

1,52 c

2,92 a

Lb.SKG34 (P2)

5,16 a

3,32 a

1,64 c

WCF213 + Lb.SKG34 (P3)

5,68 a

2,36 b

2,16 b

Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05). Kriteria hedonik (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = biasa, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka). Kriteria skoring rasa asam (1 = tidak asam, 2 = agak asam, 3 = asam, 4 = sangat asam). Kriteria skoring rasa manis (1 = tidak manis, 2 = agak manis, 3 = manis, 4 = sangat manis).


Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis BAL tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai kesukaan warna minuman probiotik sari buah naga merah. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata nilai kesukaaan terhadap warna minuman probiotik sari buah naga merah berkisar antara 6,12 sampai dengan 6,16 dengan kriteria suka. Hal tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan panelis memiliki tingkat kesukaan yang sama terhadap warna minuman probiotik sari buah naga merah yang berwarna merah keunguan. Warna merah keunguan pada minuman probiotik sari buah naga merah berasal dari pigmen antosianin yang tekandung di dalam buah naga merah. Sifat antosianin ini sangat dipengaruhi oleh perubahan pH. Pada pH rendah, antosianin berada pada kondisi stabil dengan intensitas warna yang tinggi dan begitu pula sebaliknya. Winarno (1994) dalam Winarti et al. (2018) menyebutkan bahwa pada pH rendah antosianin akan berwarna merah, sedangkan pada pH tinggi akan berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis BAL tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai kesukaan aroma minuman probiotik sari buah naga merah. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata nilai kesukaan terhadap aroma minuman probiotik sari buah naga merah berkisar antara 5,00 sampai dengan 5,16 dengan kriteria agak suka. Aroma yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan disebabkan oleh

jenis BAL yang digunakan. WCF213 merupakan BAL heterofermentatif yang tidak hanya menghasilkan asam laktat, tetapi juga asam asetat, etanol, dan CO2 sebagai produk akhirnya, sedangkan Lb.SKG34 merupakan BAL homofermentatif yang hanya menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir utamanya. Di samping itu, Wright dan Axelsson (2012) dalam Yuliana et al. (2016) menyebutkan bahwa selain asam laktat, metabolisme lebih lanjut karbohidrat sederhana oleh BAL dapat menghasilkan asam asetat, asam malat, asam suksinat serta senyawa volatil lainnya seperti etil alkohol dan asetaldehid tergantung pada kondisi dan jenis BAL yang dapat mempengaruhi sifat sensoris produk yang dihasilkan.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis BAL tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai kesukaan rasa minuman probiotik sari buah naga merah, namun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor rasa asam dan skor rasa manis minuman probiotik sari buah naga merah. Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata nilai kesukaan terhadap rasa minuman probiotik sari buah naga merah berkisar antara 5,16 sampai dengan 5,80 dengan kriteria agak suka hingga suka. Nilai rata-rata uji skoring rasa asam berkisar antara 1,52 sampai dengan 3,32 dengan kriteria agak asam hingga asam dan nilai rata-rata uji skoring rasa manis berkisar antara 1,64 sampai dengan 2,92 dengan kriteria agak manis hingga manis. Nilai rata-rata uji skoring rasa asam dan rasa manis yang diperoleh ini sesuai dengan nilai pH dan total gula dari masing-masing produk yang

dihasilkan. Produk dengan perlakuan WCF213 (P1) memiliki citarasa yang lebih manis dan menyegarkan dengan sedikit rasa asam (agak asam) dibandingkan dengan dua produk lainnya yang cenderung lebih asam dengan sedikit rasa manis (agak manis). Beragamnya citarasa yang dihasilkan dari produk dengan perlakuan WCF213 (P1) dikarenakan hasil metabolisme yang dihasilkan selama proses fermentasi tidak hanya berupa asam laktat, namun juga terdapat asam-asam organik lainnya (seperti asam asetat), etanol, dan CO2.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis BAL tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap hedonik penerimaan keseluruhan minuman probiotik sari buah naga merah. Nilai rata-rata penerimaan keseluruhan minuman probiotik sari buah naga merah berkisar antara 5,44 sampai dengan 5,92 dengan kriteria agak suka hingga suka.

KESIMPULAN

Penggunaan jenis BAL yang berbeda berpengaruh nyata terhadap total BAL, derajat keasaman (pH), total asam, skor rasa asam, dan skor rasa manis serta tidak berpengaruh nyata terhadap total gula dan nilai kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan minuman probiotik sari buah naga merah.

Perlakuan BAL campuran Weissella confusa F213 dan Lactobacillus rhamnosus SKG34 menghasilkan minuman probiotik sari buah naga merah dengan karakteristik terbaik dengan nilai total BAL 11,23 log cfu/ml; derajat

keasaman (pH) 3,90; total asam 0,2 ; dan total gula 7,96 dengan sifat sensoris warna (6,12) disukai; aroma (5,08) agak disukai; rasa (5,68) agak asam (2,36) dan agak manis (2,16) yang disukai serta penerimaan keseluruhan (5,80) disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of AOAC    International.   AOAC Intl,

Washington DC.

Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 7552:2009 - Minuman Susu Fermentasi Berperisa. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Basso, T.O., F.S. Gomes, M.L. Lopes, H.V. de Amorim, G. Eggleston, dan L.C. Basso. 2013. Homo- and Heterofermentative Lactobacilli Differently Affect SugarcaneBased Fuel Ethanol Fermentation. Antonie van Leeuwenhoek 105: 169–177.

Begum, P.S., G. Madhavi, S. Rajagopal, B. Viswanath, M.A. Razak, dan V.

Venkataratnamma. 2017. Probiotics as Functional Foods: Potential Effects on Human Health and Its Impact on Neurological Diseases. International Journal of Nutrition, Pharmacology, Neurological Diseases 7(2): 23-33.

Ding, W.K. dan N.P. Shah. 2008. Survival of Free and Microencapsulated Probiotic Bacteria in Orange and Apple Juices. International Food Journal 15(2): 219-232.

Diniyah, N., A. Subagio, dan M. Fauzi. 2013. Produksi Minuman Fungsional Sirsak (Anona muricata. Linn) dengan Fermentasi Bakteri Asam Laktat. Jurnal Teknotan 2(7): 1007-1012.

Fardiaz. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Edisi Pertama. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Febricia, G.P., K.A. Nocianitri, dan I.D.P.K. Pratiwi. 2020. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Karakteristik Minuman Probiotik Sari Buah Terong Belanda (Solanum

betaceum Cav.) dengan Lactobacillus sp. F213. Jurnal Itepa 9(2): 170-180.

Gomez, K.A., dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. UI-Press, Jakarta.

Kusuma, G.P.A.W., K.A. Nocianitri, dan I.D.P.K. Pratiwi. 2020. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Karakteristik Fermented Rice Drink sebagai Minuman Probiotik dengan Isolat Lactobacillus sp. F213. Jurnal Itepa 9(2): 181-192.

Lee, K., H.J. Kim, dan E.J. Lee. 2013. Mixed Cultures of Kimchi Lactic Acid Bacteria Show Increased Cell Density and Lactate Productivity. African Journal of Biotechnology 12(25): 4000-4005.

Prawitasari, I.A.A., K.A. Nocianitri, dan I.N.K. Putra. 2020. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa terhadap Karakteristik Sari Buah Probiotik Terong Belanda (Solanum betaceaum Cav.) Terfermentasi dengan Isolat Lactobacillus sp. F213. Jurnal Itepa 9(4): 370-380.

Prior, R.L. 2003. Fruit and Vegetables in The Prevention of Cellular Oxidative Damage. The American Journal of Clinical Nutrition 78(3): 570s-578s.

Rahayu, Sri. 2014. Budidaya Buah Naga Cepat Panen. Infra Hijau, Depok.

Ray, R.C. dan P.S. Sivakumar. 2009. Traditional and Novel Fermented Foods and Beverages from Tropical Root and Tuber Crops: Review. International Journal Food Science and Technology 44: 1073-1087.

Reddy, L.V., J.H. Min, dan Y.J. Wee. 2015. Production of Probiotic Mango Juice by Fermentation of Lactic Acid Bacteria. Microbio. Biotechnol. Lett. 43(2): 120-125.

Retnowati, P.A. dan J. Kusnadi. 2014. Pembuatan Minuman Probiotik Sari Buah Kurma (Phoenix dactylifera) dengan Isolat Lactobacillus casei dan Lactobacillus plantarum. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(2): 70-81.

Rini, A.P., K.A. Nocianitri, dan N.M.I. Hapsari. 2019. Viabilitas Lactobacillus sp. F213 pada Berbagai Minuman Sari Buah Probiotik Selama Penyimpanan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 8(4): 408-418.

Rizal, S., M. Erna, F. Nurainy, dan A.R. Tambunan. 2016. Karakteristik Probiotik Minuman Fermentasi Laktat Sari Buah Nanas dengan Variasi Jenis Bakteri Asam

Laktat. Jurnal Kimia Terapan Indonesia 18(1): 63-71.

Saraswati, P.W. 2021. Pola Pertumbuhan Lactobacillus sp. F213 Selama Fermentasi pada Sari Buah Terung Belanda (Solanum betaceum Cav.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bali.

Soekarto, S.T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1996. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Sujaya, I N., I.D.M. Sukrama, Y. Ramona, K.A. Nocianitri, K. Asano, dan T. Sone. 2012. Resistance of Lactobacillus sp. F213 in Human Gastrointestinal Tract Reveals by DNA Based Analysis of Fecal Microbiome. (Laporan Penelitian Kerjasama Luar Negeri, Universitas Udayana).

Sujaya, I N., Y. Ramona, N.P. Widarini, N.P. Suariani, N.M.U. Dwipayanti, K.A. Nocianitri, dan N.W. Nursini. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Susu Kuda Sumbawa. Jurnal Veteriner 9(2): 52-59.

Sulistyaningrum, L.S. 2008. Optimasi Fermentasi Asam Kojat oleh Galur Mutan Aspergillus flavus NTGA7A4UVE10. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok.

Suryani, Y., A.B. Oktavia, dan S. Umniyati. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Limbah Kotoran Ayam sebagai Agensi Probiotik dan Enzim Kolesterol Reduktase. Biologi dan Pengembangan Profesi Pendidik Biologi. Biota 12(3): 177185.

Tampinongkol, N.C., K.A. Nocianitri, dan I.G.A. Ekawati. 2020. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa terhadap Karakteristik Minuman Probiotik Sari Buah Terung Belanda Terfermentasi dengan Lactobacillus rhamnosus SKG34. Jurnal Itepa 9 (3): 251261.

Widianingsih, M. 2016. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus (F.A.C Weber) Britton & Rose) Hasil Maserasi dan Dipekatkan dengan Kering Angin. Jurnal Wiyata 3(2): 146-150.

Widyantara, I.W.A., K.A. Nocianitri, dan N.M.I.H. Arihantana. 2020. Pengaruh Lama

Fermentasi terhadap Karakteristik Minuman Probiotik Sari Buah Sirsak (Annona muricata Linn). Jurnal Itepa 9(2): 151-160.

Winarti, S., U. Sarofa, dan K.F. Rodiyah. 2018. Karakteristik Jelly Drink Sinbiotik dari Susu Kedelai dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). AGROINTEK 12(1): 61-72.

Wu, L.C., H.W. Hsu, Y.C. Chen, C.C. Chiu, Y.I. Lin, dan J.A. Ho. 2006. Antioxidant and Antiproliferative Activities of Red Pitaya. Food Chemistry 95: 319-327.

Yuliana, N., T. Noviyeziana, dan S. Sutikno. 2016.

Karakteristik Minuman Laktat Sari Buah and Antioxidant Activity in Yogurt. World

Academy of Science, Engineering, and Technology 3(12): 585-590.

Durian Lay (Durio kutejensis) yang Disuplementasi dengan Kultur Lactobacillus selama Penyimpanan pada Suhu Rendah. AGRITECH 36(4): 424-43.

Yuliansyah, M.H.N. 2014. Potensi Isolat Lactobacillus sp. SKG34 dari Susu Kuda Liar sebagai Starter Pembuatan Yoghurt. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.

Zainoldin, K.H. dan A.S. Baba. 2009. The Effect of Hylocereus polyrhizus and Hylocereus undatus on Physicochemical, Proteolysis,

668