Karakterisasi Bahan Pewarna Tinta Termokromik Leuco Dye System Pada Produk Pempek Ikan
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Elfa Susanti T. dkk / Itepa 11 (4) 2022 635-643
ISSN : 2527-8010 (Online)
Karakterisasi Bahan Pewarna Tinta Termokromik Leuco Dye System Pada Produk Pempek Ikan
Characterization Of Leuco Dye System Thermocromic Ink Dying Materials In Fish Pempek Products
Elfa Susanti Thamrin1, Endang Warsiki *2, Yazid Bindar 3, Ika Amalia Kartika 2
1Mahasiswa Doktor Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. 2Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. 3Departemen Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Jawa Barat, Indonesia.
*Penulis korespondensi: Endang Warsiki, Email: [email protected].
Abstract
Good product packaging is one of the fundamental factors in determining the quality of a product. Along with the development of science and technology, modern packaging has evolved into intelligent packaging, which can directly communicate with consumers about the quality and quality of the packaged products without opening the package. One of the smart packaging trends being developed is thermochromic ink, or thermochromic ink that can be applied in the form of films or packaging labels. Thermochromic inks change color as processing and storage temperatures change. Smart packaging in the form of thermochromic ink (Thermochromic ink) uses one of the ingredients, namely the leuco dye system. The leuco dye system consists of 3 main components, namely dye, developer and solvent. Limitations in manufacturing thermochromic ink are that the dyes and developer materials used are toxic, which can pose a risk to human health when these materials migrate from packaging to packaged food products. Therefore, it is necessary to characterize the dye (dye) against temperature and pH changes. The purpose of this study was to characterize the dye used to produce thermochromic ink with the best color change. Characterization of dyes using pH indicator dyes include Bromothymol Blue, Bromophenol Blue, Bromocresol Purple, Bromocresol Green, and Methyl Red. 15 mg of pH indicator of each dye was dissolved in 10 ml of 97% ethanol and then immobilized on filter paper at room temperature for 24 hours. Test the indicator dye s sensitivity to NH3 vapor by simulating NH3 vapor from NH4OH evaporating in a closed, airtight container. 10 mL of 1N NH4OH solution and 5 mL of each dye solution were placed in the same closed glass container. The variables observed were color changes and pH changes at 0, 5, 10 and 15 minutes.
Keywords: Packaging, Smart Packaging, Thermochromic Ink, Dyes, Temperature.
PENDAHULUAN
Kemasan selain sebagai pelindung suatu produk, namun juga dapat digunakan sebagai indikator bagi konsumen untuk mengetahui tingkat mutu maupun masa simpan produk yang dikemas. Produk terkemas yang diproduksi di pabrik, kemudian didistribusikan ke pengecer hingga akhirnya sampai kepada konsumen memiliki rentang waktu tertentu dan kemungkinan terjadinya kerusakan selama proses transportasi telah menyebabkan menurunnya kualitas atau
bahkan rusak pada produk terkemas tersebut. Oleh karena itu kemasan membutuhkan fungsi komunikasi real time kepada konsumen terkait kualitas produk di dalam kemasan. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kemasan secara modern telah berkembang kemasan cerdas yang dapat secara langsung berkomunikasi dengan konsumen terkait mutu dan kualitas produk yang dikemas tanpa membuka kemasan.
Kemasan cerdas menjadi topik penelitian yang sedang banyak dikembangkan oleh para peneliti di bidang kemasan pangan. Kemasan cerdas dapat memberikan informasi kepada konsumen terkait kondisi produk yang ada di dalam kemasan tanpa harus membuka kemasan terlebih dahulu. Kemasan cerdas yang sudah banyak dikembangkan berupa label indikator perubahan warna terhadap perubahan suhu dan waktu (Time Temperature Indikator) (Hasnedi 2009); (B. Riyanto, Maddu, and Hasneldi 2010); (Lestari 2013); (Nofrida, Warsiki, and Yuliasih 2013); (Setiautami 2013); (Haris 2015); (Endang Warsiki and Riris Octaviasari 2015); (Thamrin, Warsiki, and Djatna 2017); (Fitria, Warsiki, and Indah Yuliasih 2017); (Diani 2018); (Khairunnisa 2018); (Suppakul et al. 2018); (Mataragas et al. 2019); (Lee et al. 2019); (Aisah 2019); (Luthfiani 2021). Perkembangan terbaru dalam kemasan cerdas yang dapat meningkatkan kenyamanan konsumen adalah tinta termokromik atau Thermochromic Ink yang sensitif terhadap perubahan suhu (Altaf, Kanojia, and Rouf 2018).
Tinta termokromik merupakan material yang dapat memberikan respon berupa perubahan warna berdasarkan perubahan suhu (Kulčar et al. 2010). Perubahan warna pada tinta termokromik dapat bersifat irreversible dan reversible. Tinta termokromik irreversible tidak terlihat sampai terpapar suhu tertentu, dan jika sudah berubah warna maka perubahan tersebut akan permanen sebagai indikasi telah mengalami adanya perubahan suhu. Tinta termokromik reversible akan berubah warna saat dipanaskan/didinginkan dan kembali ke warna semula jika suhu kembali ke
suhu awal (Vanderroost et al. 2014). Perubahan warna reversible dari 1 warna ke warna lainnya atau dari yang tidak berwarna menjadi berwarna pada pemberian suhu bergantung pada interaksi pembentuk warna (leuco dye) dan co-solven (Tözüm, Aksoy, and Alkan 2018). Solven yang dapat digunakan sebagai komposit termokromik antara lain alkohol, hidrokarbon, ester, eter, keton, dan asam lemah.
Kemasan cerdas berupa indikator suhu dan waktu (TTI) pada umumnya diaplikasikan pada produk yang mudah rusak ketika terpapar suhu yang tidak sesuai selama rentang waktu tertentu, seperti contoh produk daging, ikan, buah, dairy food, dan jus. Ketika produk tersebut terpapar suhu yang tidak sesuai maka produk tersebut akan rusak dan biasanya akan menimbulkan bau busuk, rasa asam, dan berubah warna. Penelitian terkait kemasan cerdas menggunakan indikator asam basa buatan telah banyak dilaksanakan, antara lain, Bromothymol Blue ((Hasnedi 2009); (B. Riyanto, Maddu, and Hasneldi 2010); (Hurriyah, Kuswandi, and Pratoko 2017); (Aisah 2019); (Hasanah 2019); (Nitiyacassari, Kuswandi, and Pangaribowo 2021)), Bromophenol Blue ((Hurriyah, Kuswandi, and Pratoko 2017); (Rosidah 2020); (Luthfiani 2021)), Bromocresol Purple ((Ramadhani 2016); (Nurfawaidi, Kuswandi, and Wulandari 2018); (Hasanah 2019); (Oktaviana, 2020)), Bromocresol Green (R. Riyanto, Hermana, and Wibowo 2014), dan Methyl Red ((Dwirianti 2014); (Juneni 2015); (Nurfawaidi, Kuswandi, and Wulandari 2018); (E. Warsiki and Rofifah 2018); (Oktaviana, 2020); (Nitiyacassari, Kuswandi, and Pangaribowo 2021)).
Kemasan cerdas berupa tinta termokromik (Thermochromic ink) menggunakan salah satu bahan yaitu sistem leuco dye. Sistem leuco dye ini terbentuk dari 3 penyusun utama yaitu pewarna (dye), pengembang (developer), dan pelarut (solven). Kendala yang dihadapi dalam proses pembuatan tinta termokromik yaitu bahan pewarna (dye) dan bahan pengembang (developer) yang digunakan bersifat toksik yang dapat membahayakan kesehatan manusia saat bahan tersebut bermigrasi dari kemasan ke produk pangan yang dikemas. Oleh karena itu, perlu adanya proses karakterisasi bahan pewarna (dye) terhadap perubahan suhu dan pH. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi pewarna (dye) yang digunakan untuk memproduksi tinta termokromik dengan perubahan warna terbaik yang akan diaplikasikan pada produk pempek ikan. Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu leuco dye yang akan digunakan berupa pewarna untuk indikator pH antara lain bromocresol purple, methyl red, bromothymol blue, bromophenol blue, dan bromocresol green.
METODE
Bahan-bahan kimia yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain pewarna sintetis Bromothymol Blue, Bromophenol Blue, Bromocresol Purple, Bromocresol Green dan Methyl Red. Selain itu bahan yang digunakan aquades, kertas saring whatman, plastik wrap, aluminium foil, etanol 97%, dan NH4OH. Alat yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu timbangan analitik, chromameter, pH meter, dan peralatan gelas yang digunakan untuk penelitian.
Karakterisasi bahan pewarna dengan menggunakan pewarna indikator pH mengadopsi metode (Nurfawaidi, et al., 2018); (Hasanah, 2019); (Rosidah, 2020); (Luthfiani, 2021); (Nitiyacassari, et al., 2021). Pembuatan larutan pewarna indikator pH dari Bromothymol Blue, Bromophenol Blue, Bromocresol Purple, Bromocresol Green dan Methyl Red. Indikator pH sebanyak 15mg dari masing-masing Bromthymol Blue, Bromphenol Blue, Bromocresol Purple, Bromocresol Green dan Methyl Red, kemudian dilarutkan dalam 10mL etanol 97%. Indikator pH diimobilisasikan pada kertas saring whatman yang telah dipotong dengan ukuran 2x2 cm dengan cara direndam dalam masing-masing indikator pH selama 24 jam pada suhu ruang dan ditutup dengan menggunakan aluminium foil kemudian dikeringkan selama 10 menit. Uji sensitivitas pewarna indikator terhadap uap NH3 dengan melakukan simulasi uap NH3 dari NH4OH yang menguap dalam wadah kedap yang tertutup. Larutan 1N NH4OH sebanyak 10ml dan masing-masing larutan pewarna sebanyak 5ml diletakkan pada wadah kaca tertutup yang sama (R. Riyanto, Hermana, and Wibowo 2014). Variabel yang diamati antara lain perubahan warna dan perubahan pH pada menit ke 0, 5, 10, dan 15. Pengamatan dilakukan secara duplo. Analisa data dengan analisa keragaman (ANOVA) pada taraf nyata 5% dan dilanjuti dengan uji lanjut Duncan (DMRT). Pewarna indikator pH yang memiliki hasil terbaik digunakan pada pembuatan tinta termokromik sebagai bahan pewarna (dye).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran warna dianalisa dengan teknik chromameter menggunakan alat Portable Colorimeter 3NH NR60CP. Alat Portable Colorimeter ditempelkan pada sampel di permukaan datar. Sebelum mengukur warna sampel, maka alat Portable Colorimeter
ditembakkan pada permukaan yang berwarna hitam untuk dijadikan sebagai standar pengukuran. Setelah itu alat tersebut ditembakkan pada sampel yang akan diukur. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai L, a, b, C, dan H pada layar (Gambar 1).
![](https://jurnal.harianregional.com/media/97564-1.jpg)
Gambar 1. Portable Colorimeter
Nilai L menunjukkan Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan dengan rentang nilai 0 – 100 (0= hitam, dan 100= putih). Nilai a positif memiliki kecenderungan warna merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai b positif menunjukkan warna kuning, sedangkan b negatif menunjukkan warna biru. Nilai C (nilai Chroma) menunjukkan intensitas warna atau kejelasan warna. Perhitungan nilai C dapat dilihat pada persamaan 1. Sedangkan derajat hue untuk melihat kecenderungan warna apakah lebih mendekati warna merah, kuning, hijau, atau biru. Perhitungan nilai hue dapat dilihat pada persamaan 2. Total perubahan warna atau ∆E dapat dihitung dengan persamaan 3:
C = √a! + b2 (1)
°Hue = Tan~1 (%) (2)
!
∆E = [(∆L)2 + (∆a) + (∆b)2]" (3)
Pewarna indikator yang dianalisa uji sensitivitas pewarna indikator terhadap uap NH3 dengan melakukan simulasi uap NH3 dari NH4OH yang menguap dalam wadah kedap yang tertutup. Pengujian dilakukan pada menit ke 0, 5, 10, dan 15. Nilai L* untuk setiap pewarna indikator pH mengalami penurunan selama terpaparnya larutan pewarna dengan uap NH3. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kecerahan selama terpapar uap NH3 dari NH4OH. Kurva hubungan antara nilai L* dan lama terpapar uap NH3 dari NH4OH untuk setiap pewarna indikator pH dapat dilihat pada Gambar 2.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/97564-2.jpg)
Gambar 2. Kurva hubungan nilai L* pewarna indikator pH terhadap waktu terpapar NH3
Nilai a* positif memiliki kecenderungan warna merah dan a* negatif menunjukkan warna hijau. Semakin lama terpapar uap NH3 menyebabkan terjadinya penurunan nilai a* positif atau derajat merah. Pewarna indikator Methyl Red penurunan nilai a* lebih kecil dibandingkan 4 pewarna
indikator lainnya. Hal ini dikarenakan pewarna Methyl Red saat terpapar uap NH3 tidak banyak mengalami perubahan sehingga warna larutan tetap kemerahan. Kurva hubungan antara nilai a* dan lama terpapar uap NH3 dapat dilihat pada Gambar 3.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/97564-3.jpg)
Gambar 3. Kurva hubungan nilai a* pewarna indikator pH terhadap waktu terpapar NH3
Nilai b* positif menunjukkan warna kuning, sedangkan b* negatif menunjukkan warna biru. Berdasarkan hasil pengujian, nilai b* untuk
setiap pewarna indikator menunjukkan nilai b* negatif. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pewarna indikator pH menunjukkan warna
kebiruan. Semakin lama pewarna indikator pH terpapar NH3 maka nilai b* semakin negatif, artinya larutan pewarna semakin berwana biru.
Kurva hubungan antara nilai b* dan lama terpapar uap NH3 dapat dilihat pada Gambar 4.
Nilai b*
![](https://jurnal.harianregional.com/media/97564-4.jpg)
—•— Menit 0 —•— Menit 5 —•—Menit 10 —•—Menit 15
Gambar 4. Kurva hubungan nilai b* pewarna indikator pH terhadap waktu terpapar NH3
Nilai C (nilai Chroma) menunjukkan intensitas warna atau kejelasan warna. Nilai chroma diperoleh dari koordinat nilai a* dan nilai b*. Semakin tinggi nilai chroma maka semakin kuat intensitas warna yang dihasilkan. Nilai
chroma yang dihasilkan semakin lama terpapar uap NH3 semakin tinggi. Hal ini dikarenakan warna biru yang dihasilkan semakin jelas dan pekat. Kurva hubungan antara nilai c* dan lama terpapar uap NH3 dapat dilihat pada Gambar 5.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/97564-5.jpg)
Gambar 5. Kurva hubungan nilai c* pewarna indikator pH terhadap waktu terpapar NH3
Nilai derajat hue untuk melihat
kecenderungan warna apakah lebih mendekati
warna merah, kuning, hijau, atau biru. Nilai derajat Hue didapat dari perhitungan invers tangen
perbandingan nilai b* dan nilai a*. Setelah mendapat nilai derajat Hue, maka nilai tersebut dibandingkan dengan diagram kisaran daerah warna nilai derajat Hue sehingga diketahui warna visualnya. Selama terpapar uap NH3 derajat Hue
untuk setiap pewarna indikator pH mengalami kenaikan setelah dipapar selama 15 menit. Kurva hubungan antara nilai Hue dan lama terpapar uap NH3 dapat dilihat pada Gambar 6.
342
341
340
339
338
337
Nilai Hue
![](https://jurnal.harianregional.com/media/97564-6.jpg)
Bromothymol Bromocresol Bromophenol Bromocresol Methyl red Blue Purple Blue Green
—Menit 0 —Menit 5 —Menit 10 —Menit 15
Gambar 6. Kurva hubungan nilai Hue pewarna indikator pH terhadap waktu terpapar NH3
Total perubahan warna dari pewarna indikator selama terpapar uap NH3 dapat dilihat dari nilai ΔE. Nilai ΔE merupakan atribut nilai yang menjadi parameter terjadinya perubahan warna secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ΔE maka semakin besar total perubahan warna selama terpapar, sedangkan semakin kecil nilai ΔE maka
perubahan warna relative lebih kecil. Nilai ΔE selama terpapar uap NH3 semakin besar, hal ini dikarenakan terjadi perubahan warna yang sangat cepat saat larutan pewarna terpapar uap NH3. Kurva hubungan antara nilai ΔE dan lama terpapar uap NH3 dapat dilihat pada Gambar 7.
15
10
Nilai Delta E
![](https://jurnal.harianregional.com/media/97564-7.jpg)
5
0
Bromothymol Bromocresol Bromophenol Bromocresol Methyl red
Blue Purple Blue Green
—Menit 0 —Menit 5 —Menit 10 —Menit 15
Gambar 7. Kurva hubungan nilai ΔE pewarna indikator pH terhadap waktu terpapar NH3
KESIMPULAN
Kesimpulan
Perubahan warna yang terjadi pada pewarna indikator pH ketika terpapar uap NH3 terjadi sangat cepat. Pada menit awal larutan terpapar uap NH3 warna larutan cenderung kemerahan. Setelah 5 menit terpapar uap NH3 terjadi perubahan warna menjadi kebiruan terutama untuk pewarna Bromothymol Blue, Bromophenol Blue, Bromocresol Purple, dan Bromocresol Green. Sedangkan untuk pewarna Methyl Red cenderung lambat berubah warna menjadi kebiruan.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menganalisa perubahan warna pada kertas saring whatman yang telah diimobilisasikan pewarna indikator yang diaplikasikan pada kemasan pempek ikan. Hal ini untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi selama penyimpanan produk pempek ikan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih peneliti ucapkan kepada Simlitabmas Kemeristek Dikti yang telah mendanai kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aisah, Siti. 2019. “Kemasan Cerdas Polivinil Alkohol-Kitosan Dengan Nanowhisker
Cellulose Ebagai Reinforcement Agent Untuk Deteksi Kesegaran Ikan.”
Altaf, Uzma, Varsha Kanojia, and A Rouf. 2018. “Novel Packaging Technology for Food Industry.” Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry JPP 7(1): 1618–25.
http://www.phytojournal.com/archives/2018/ vol7issue1/PartV/7-1-328-377.pdf.
Diani, Zahra Puspa. 2018. Skripsi Pengembangan Time Temperature Indicator Berbasis Enzim Lipase Sebagai Indikator Kesegaran Chicken Nugget.
Dwirianti, Handayani. 2014. “Label Cerdas Pendeteksi Escherichia Coli Dari Berbagai Indikator Warna.”
Fitria, Eddwina Aidila, Endang Warsiki, and Indah Yuliasih. 2017. “Model Kinetika Perubahan Warna Label Indikator Dari Klorofil Daun Singkong (Manihot Esculenta Crantz).” Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27(1): 17–23.
Haris, Muhammad. 2015. Institut Pertanian Bogor “Label Cerdas Indikator Warna Dari Ekstrak Kubis Merah (Brassica Oleracea).”
Hasanah, Faridatul. 2019. Digital Repository Universitas Jember “Pengembangan Label Pintar Berbasis Indikator PH Untuk Monitoring Kesegaran Ikan Bandeng Dalam Kemasan.”
Hasnedi, Yogi Waldingga. 2009. “Pengembangan Kemasan Cerdas ( Smart Packaging ) Dengan Sensor Berbahan Dasar Chitosan-Asetat , Polivinil Alkohol , Dan Pewarna Indikator Kebusukan Fillet Ikan Nila.”
Hurriyah, Raden Ayu Rifqa Zainatul, Bambang Kuswandi, and Dwi Koko Pratoko. 2017. “Pengembangan Bromfenol Biru Dan Bromtimol Biru Pada Label Pintar Sensor Kematangan Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) (The Development of Bromophenol Blue and Bromothymol Blue on Ripeness Sensor Smart Label on Red Dragon Fruit (Hylocereus Polyrhizu.” Pustaka Kesehatan 5(3): 406–12.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/articl e/view/5890.
Juneni. 2015. “Label Pendeteksi Escherichia Coli Dari Indikator Warna Methyl Red.”
Khairunnisa, Anis. 2018. “Pengembangan Label Cerdas Time-Temperature Indicator ( Tti ) Berbasis Difusi Minyak Nabati Campuran Serta Aplikasinya Pada Susu.” : 1–84.
Kulčar, Rahela et al. 2010. “Colorimetric Properties of Reversible Thermochromic Printing Inks.” Dyes and Pigments 86(3): 271–77.
Lee, Sang Bong, Do Hyeon Kim, Seung Won Jung, and Seung Ju Lee. 2019. “Air-Activation of Printed Time–Temperature Integrator: A Sandwich Package Case Study.” Food Control 101(February): 89–96.
https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2019.02.0 21.
Lestari, Intan Ayu. 2013. “Pembuatan Label Cerdas Pendeteksi Escherichia Coli.”
Luthfiani, Salsabila. 2021. Pembuatan Label Indikator Sebagai Elemen Kemasan Cerdas (Smart Packaging) Untuk Memonitor Mutu BUah PAprika Merah (Capsicum Annum Var-Grossum).
Mataragas, Marios et al. 2019. “Development of a Microbial Time Temperature Indicator for Monitoring the Shelf Life of Meat.” Innovative Food Science and Emerging Technologies 52: 89–99.
https://doi.org/10.1016/j.ifset.2018.11.003.
Nitiyacassari, Novialda, Bambang Kuswandi, and Dian Agung Pangaribowo. 2021. “Label Pintar Untuk Pemonitoran Kesegaran Daging Ayam Pada Kemasan ( Smart Labels for Monitoring of Chicken Meat Freshness in Package ).” e-Journal Pustaka Kesehatan 9(2): 123–28.
Nofrida, Rini, Endang Warsiki, and Indah Yuliasih. 2013. “Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Perubahan Warna Label Cerdas Indikator Warna Dari Daun Erpa (Aerva Sanguinolenta).” Jurnal Teknologi Industri Pertanian 23(3): 232–41.
Nurfawaidi, Arjun, Bambang Kuswandi, and Lestyo Wulandari. 2018. “Pengembangan Label Pintar Untuk Indikator Kesegaran Daging Sapi Pada Kemasan.” Pustaka Kesehatan 6(2): 199.
Ramadhani, Khairunnisa. 2016. “Label Cerdas Pendeteksi Kesegaran Ikan Berbasis Indikator Warna Bromocresol Purple.”
Riyanto, Bambang, Akhiruddin Maddu, and Yogi Waldingga Hasneldi. 2010. “Kemasan Cerdas Pendeteksi Kebusukan Filet Ikan Nila.” Pengolahan HAsil Perikanan Indonesia 13(2): 129–42.
Riyanto, Rudi, Irma Hermana, and Singgih Wibowo. 2014. “Karakteristik Plastik Indikator Sebagai Tanda Peringatan Dini Tingkat Kesegaran Ikan Dalam Kemasan Plastik.” Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 9(2): 153.
Rosidah, Lili izamaatin. 2020. Pengembangan Sensor Untuk Penentuan Kesegaran Buah Apel Berbasis Indikator Methyl Orange Dan Bromophenol Blue.
Setiautami, Asih. 2013. Institut Pertanian Bogor “Pembuatan Kemasan Cerdas Indikator Warna Dengan Pewarna Bit (B. Vulgaris L. Var Cicla L.).”
Suppakul, Panuwat et al. 2018. “Practical Design of a Diffusion-Type Time-Temperature
Indicator with Intrinsic Low Temperature Dependency.” Journal of Food Engineering 223: 22–31.
https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2017.11.0 26.
Thamrin, Elfa Susanti, Endang Warsiki, and Taufik Djatna. 2017. “Model Asosiasi Perubahan Warna Pada Indikator Kemasan Cerdas Dan Perubahan Mutu Produk Susu.” Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27(1): 96–102.
Tözüm, M. Selda, Sennur Alay Aksoy, and Cemil Alkan. 2018. “Microencapsulation of Three-Component Thermochromic System for Reversible Color Change and Thermal Energy Storage.” Fibers and Polymers 19(3): 660–69.
Vanderroost, Mike, Peter Ragaert, Frank Devlieghere, and Bruno De Meulenaer. 2014. “Intelligent Food Packaging: The next Generation.” Trends in Food Science and Technology 39(1): 47–62.
http://dx.doi.org/10.1016/j.tifs.2014.06.009.
Warsiki, E., and N. Rofifah. 2018. “Dragon Fruit Freshness Detector Based on Methyl Red Colour Indicator.” IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 209(1): 0– 10.
Warsiki, Endang, and Riris Octaviasari. 2015. Identification of Media and Indicator Liquid as A Recorder Smart Label
643
Discussion and feedback