Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Sayi Hatiningsih dkk./ Itepa 11 (3) 2022 506-522

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Penambahan Lactobacillus fermentum CK165 dan Lama Fermentasi terhadap Karakteristik Fisik Kopi Arabika (Coffea arabica) Asal Kintamani, Bangli

The Effect of Lactobacillus fermentum CK165 Addition and Fermentation Time on Physical Characteristics of Arabica Coffee (Coffea arabica) from Kintamani, Bangli

Sayi Hatiningsih1*, I Dewa Gde Mayun Permana1, Bambang Admadi Harsojuwono2, Ida Bagus Wayan Gunam2, Noval Wahyu Adi3

1Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

1Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

3UPT Laboratorium Terpadu Biosains dan Bioteknologi, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Sayi Hatiningsih, Email: [email protected]

Abstract

The fermentation stage is considered to be one of the critical steps in coffee processing due to its impact on the final quality of the product. The aim of this study was to determined the effect of Lactobacillus fermentum CK165 addition and fermentation time on the physical characteristics of Arabica coffee Kintamani, Bangli, and knowing the right treatment to produce Arabica coffee with the best physical characteristics. This study used a completely randomized design (CRD) with treatment using Lactobacillus fermentum CK165 addition and duration of fermentation consisting of 0 hours, 12 hours, 24 hours, and 36 hours. Each treatment was repeated 2 times to obtain 16 experimental units. The physical characteristics of Arabica coffee were analyzed statistically by analysis of variance (ANOVA) and continued with Duncan multiple range test (DMRT), if there was an affect between treatments. The result showed that Lactobacillus fermentum CK165 addition and fermentation time significantly affected the bulk density, moisture content, bean number/10 g, weight of 100 beans, bean wide, and color (L* and b*). Lactobacillus fermentum CK165 addition and fermentation for 24 hours resulted Arabica coffee with the best physical characteristics with bulk density 0.637 g/ml, moisture content 8.507%, bean number/10 g 51.500 beans, weight of 100 beans 19.873 g, long 10.570 mm, wide 7.401 mm, thick 4.305 mm, L* 36.588, a* 1,670, b* 11.045, broken beans 0.533 bean number/100 g, brown beans 0.102 bean number/100 g, and partly black beans 1.766 bean number/100 g.

Keywords: Arabica coffee, fermentation, physical characteristics, Lactobacillus fermentum CK165

PENDAHULUAN

Salah satu wilayah penghasil kopi Arabika terbesar di Provinsi Bali adalah Kabupaten Bangli dengan produksinya sebesar 2.249 ton pada tahun 2020 (BPS Provinsi Bali, 2021). Dari sebelas kopi Indonesia, kopi Arabika yang diproduski di Kintamani sudah memperoleh sertifikat perlindungan Indikasi Geografis (IG) pada 5 Desember 2008 karena memiliki proses produksi

dan citarasa yang khas serta telah memiliki bargaining position di pasar kopi internasional (Kementerian Perindustrian RI, 2016; Saptarini dan Putrayasa, 2019).

Dari seluruh luasan areal tanam dan total produksi kopi Arabika di Indonesia, termasuk di Kintamani dihasilkan oleh perkebunan rakyat (96%) (BPS, 2014). Namun demikian, mutu kopi Arabika yang dihasilkan perkebunan rakyat

sebagian besar masih tergolong rendah karena pengolahan yang belum baik, sehingga kadar air tinggi (>12%), biji cacat, dan utamanya ditumbuhi kapang (Ramanda et al., 2016). Kapang yang mengkontaminasi biji kopi dapat menyebabkan rusaknya biji secara fisik/penampakan, penurunan bobot biji, perubahan-perubahan biokimia di dalam bijinya, hingga cacat citarasa (Yuniarti et al., 2014). Bahkan beberapa jenis kapang tersebut dapat menghasilkan mikotoksin, seperti A. ochraceus dan A. flavus, yang berbahaya bagi kesehatan (Bovdisova et al., 2016). Hal tersebut perlu segera ditangani secara tepat karena sangat mempengaruhi aspek mutu, terutama mutu fisiknya, dan keamanan kopi yang juga berimplikasi pada citarasa dan harga kopinya.

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu kopi Arabika terutama mutu fisiknya adalah melalui pemanfaatan bakteri asam laktat dalam proses fermentasinya. Bakteri asam laktat (BAL) dikenal sebagai mikroba yang mampu menghasilkan metabolit antimikroba utamanya antikapang (Wisti et al., 2014). Metabolit antimikroba tersebut meliputi asam-asam organik, CO2, diasetil dan bakteriosin (Khoiriyah et al., 2014). Isolat L. fermentum CK165 yang diisolasi dari fermentasi kopi arabika (Coffea arabica) asal Kintamani, Bangli, juga telah terbukti sebagai kandidat probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh (Hatiningsih dan Permana, 2021). Selain itu, L. fermentum CK165 juga mampu menghasilkan senyawa antioksidan dan antikapang, khususnya terhadap Aspergillus flavus FNCC 6019, A. niger FNCC 6018 dan Penicillium citrinum FNCC 6066 yang umumnya mengontaminasi/merusak biji kopi

(Hatiningsih, 2018). Pemanfaatan BAL/probiotik pada komoditas kopi juga telah banyak dilakukan, diantaranya formulasi minuman kopi probiotik dengan kultur starter Lactobacillus acidhopillus sebagai minuman fungsional (Fawzan et al., 2019), fermentasi in-vitro dengan menggunakan isolat BAL dari kotoran luwak pada kopi lokal Jember (Afriyani, 2020), dan aplikasi probiotik dalam pengolahan fermentasi limbah kulit kopi menjadi pakan ternak sapi perah (Purwati et al., 2017). Berdasarkan hal tersebut, pemanfaatan probiotik L. fermentum CK165 dalam proses fermentasi kopi di Kintamani, Bangli, adalah salah satu solusi sebagai upaya untuk mempertahankan/memperbaiki mutu fisik kopi Arabika.

Kondisi terpenting dalam fermentasi kopi adalah suhu dan lama fermentasi. Suhu fermentasi kopi sangat tergantung pada kondisi lingkungannya, sedangkan lama fermentasi sangat ditentukan oleh tahap pengolahan berikutnya, seperti perendaman dan pengeringan. Kopi Arabika membutuhkan waktu fermentasi satu hari lebih singkat daripada kopi Robusta. Waktu untuk menguraikan lendir bervariasi antara 48-72 jam tergantung pada suhu dan ketebalan lendir kulit tanduk kopi (FAO, 2004), sedangkan berdasarkan pengamatan langsung di lokasi mitra, fermentasi kopi Arabika di Kintamani berkisar 12-36 jam. Tujuan utama dari fermentasi kopi adalah untuk menguraikan lendir (mucilage) yang menempel pada kulit tanduk kopi sehingga mudah bersih dan dicuci serta diketahui juga berdampak pada peningkatan citarasa, namun demikian fermentasi yang tidak baik atau terlalu lama juga dapat menyebabkan cacat citarasa seperti “fermemnted

taste”, “sour”, dan “stinkers” (Murthy dan Naidu, 2011). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan L. fermentum CK165 dan lama fermentasi yang tepat untuk menghasilkan kopi Arabika dengan karakteristik fisik terbaik

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di UPT Laboratorium Terpadu Biosains dan Bioteknologi, Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2022 sampai dengan September 2022.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain buah kopi Arabika (Coffea arabica) yang sudah matang yang ditandai dengan warna merah (dibeli di UPT Agrowisata Giri Alam, Banjar Petung, Batur Tengah, Kintamani, Bangli), air mineral, isolat L. fermentum CK165, alkohol 96%, de Man Rogosa and Sharpe Agar/MRSA (Pronadisa), de Man Rogosa and Sharpe Broth/MRSB (Oxoid), aquades, NaCl 0,85%, gliserol, aluminium foil, plastik, tisu.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain toples plastik ukuran 318 x 256 mm, baskom, lumpang kayu, saringan, sendok pengaduk, kulkas, freezer, cawan petri, tabung reaksi, jarum ose, inkubator (Lab tech), laminar air flow, timbangan analitik (Shimadzu AUX220, Jepang), mikroskop (Olympus CX21FS1), pipet mikro (Finnipipette), pipet volume, erlenmeyer (Pyrex), labu ukur, gelas ukur (Pyrex), autoklaf (ES-513, Tomy Kogyo, CO., LTD), magnetic

stirrer, waterbath (Nvc Thermologic, Jerman), penangas air, blender (Philips), oven (Memmert), desikator, colorimeter, pinset, bunsen, tip, vortex, microtube, dan batang bengkok.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua (2) faktor. Faktor pertama adalah ada atau tidaknya penambahan L. fermentum CK165 dalam fermentasi yang terdiri dari dua (2) perlakuan yaitu: L1 = Tanpa penambahan L. fermentum CK165, dan L2 = Adanya penambahan L. fermentum CK165. Faktor kedua adalah lama waktu fermentasi (T) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu: T1 = 0 jam, T2 = 12 jam, T3 = 24 jam, dan T4 = 36 jam. Dari perlakuan tersebut diperoleh delapan (8) kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan diulang sebanyak 2 kali, sehingga diperoleh 16 unit percobaan. Data diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomesz 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Starter

Persiapan pembuatan starter diawali dengan peremajaan stok kultur L. fermentum CK165 yang diambil sebanyak 100 μl dalam gliserol yang disimpan di freezer pada suhu -85°C, dimasukkan ke dalam 5 ml media MRSB dan diinkubasi selama 24 jam pada 37°C. Setelah diinkubasi, diamati ada/tidaknya pertumbuhan kultur L. fermentum CK165, hasil positif dibuktikan dengan kekeruhan pada media. Selanjutnya, pembuatan starter

dilakukan dengan menumbuhkan kultur L. fermentum CK165 yang diambil sebanyak 1 ml dalam media MRSB dan dimasukkan ke dalam 100 ml MRSB dalam Erlenmeyer, lalu diinkubasi selama 24 jam pada 37°C. Setelah diinkubasi, diamati kekeruhan media yang menunjukkan adanya pertumbuhan kultur L. fermentum CK165.

Sebanyak 100 ml MRSB berisi kultur L. fermentum CK165 dalam Erlenmeyer tersebut di vorteks dan diambil sebanyak 20 ml atau 1% dari 2000 g substrat (1600 g biji kopi dan 400 ml air mineral atau perbandingan 4 : 1), kemudian dipindahkan ke dalam tabung sentrifuge untuk disentrifugasi pada kecepatan 7000 rpm selama 5 menit hingga berbentuk endapan kultur mikroba pada dasar tabung sentrifuge. Supernatan di atas endapan kultur tersebut dibuang, sedangkan sel yang tertinggal dicuci sebanyak 1 kali. Pencucian sel dilakukan dengan cara menambahkan larutan saline ke dalam tabung sentrifuge berisi endapan kultur L. fermentum CK165 lalu divorteks, selanjutnya tabung sentrifuge disentrifugasi pada kecepatan 7000 rpm selama 5 menit, kemudian membuang supernatan yang terbentuk. Larutan saline sisa dari pencucian terakhir dibuang, kemudian diambil sebanyak 20 ml dari air mineral dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge. Tabung sentrifuge tersebut divorteks dan kultur L. fermentum CK165 dalam tabung sentrifuge dimasukkan kembali dalam wadah fermentasi hingga mencapai volume 400 ml dan dimasukkan 1600 g biji kopi lalu diaduk, kemudian difermentasi pada suhu 37°C dengan lama fermentasi sesuai perlakuan (0 jam, 12 jam, 24 jam, dan 36 jam).

Fermentasi Biji Kopi Arabika dengan Penambahan kultur L. fermentum CK165

Sebelumnya, alat-alat yang digunakan disterilisasi terlebih dahulu. Toples plastik, sendok pengaduk, penyaring, lumpang kayu, gelas beker, gelas ukur, dan alat untuk analisis lainnya disterilisasi menggunakan alkohol 96%. Selanjutnya, buah kopi Arabika yang sudah matang dicuci dengan air mengalir, lalu dilakukan proses     perendaman/perambangan     untuk

memisahkan buah kopi yang mengapung, dan yang diambil hanya buah kopi yang terendam, lalu ditiriskan. Kemudian, dilakukan pemisahan biji kopi dengan kulitnya dengan cara ditumbuk menggunakan lumpang kayu, lalu biji kopi ditimbang dan dimasukkan ke dalam toples plastik. Biji kopi Arabika ditambahkan air mineral (fermentasi basah) dengan perbandingan biji kopi : air = 4 : 1 (dari 2000 g substrat terdiri dari 1600 g biji kopi dan 400 ml air mineral), kemudian ditambahkan starter sebanyak 1% untuk perlakuan penambahan L. fermentum CK165, difermentasi sesuai perlakuan (0 jam, 12 jam, 24 jam, dan 36 jam). Selanjutnya, kopi Arabika berkulit tanduk (Kopi HS) hasil fermentasi dicuci hingga bersih, lalu dijemur di para-para dalam greenhouse selama 2-3 minggu atau sampai kering dengan kadar air < 12%. Kopi Arabika berkulit tanduk kering (kopi HS kering), dipisahkan kulit tanduknya/ di-huller untuk didapatkan kopi beras (green beans). Lalu, dilakukan pengamatan dan pengujian mutu fisik pada kopi beras tersebut.

Variabel yang Diamati

Mutu fisik yang dilakukan mengacu pada SNI 01-2907-2008 (BSN, 2008). Variabel yang

diamati pada penelitian ini adalah densitas kamba (Mohsenin, 1978), kadar air dengan metode pemanasan (Sudarmadji et al., 1997), jumlah biji/10 g (Yusianto dan Widyotomo, 2013), berat/100 biji (Hatiningsih et al., 2018), ukuran biji (panjang, lebar, dan tebal) (Randriani et al., 2014), kecerahan/warna dengan Colour Reader, dan kadar biji cacat (biji /broken beans, biji coklat/brown beans, dan biji hitam sebagian/partly black beans) mengacu pada SNI 01-2907-2008 (BSN, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik fisik kopi Arabika terfermentasi dengan ada/tidaknya penambahan L. fermentum CK165 dengan lama waktu fermentasi sesuai perlakuan yakni 0 jam, 12 jam, 24 jam, dan 36 jam, dianalisis dengan beberapa parameter, meliputi densitas kamba, kadar air, jumlah biji/10 g, berat/100 biji, ukuran biji (panjang, lebar, dan tebal), kecerahan/warna, dan kadar biji cacat yang mengacu pada SNI 01-2907-2008 (BSN, 2008). Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap densitas kamba, kadar air, dan jumlah biji/10 g, berat /100 biji kopi, ukuran lebar kopi, nilai kecerahan (L*), dan nilai kekuningan (b*), namun tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran panjang dan tebal biji, nilai kemerahan (a*), dan kadar biji cacat, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Densitas Kamba

Densitas kamba adalah salah satu karakteristik fisik komoditas biji-bijian yang umumnya digunakan untuk merencanakan volume

alat pengolahan/sarana transportasi, kapasitas pengemasan/penyimpangan, serta mengonversikan harga satuan dan lain-lain. Densitas kamba merupakan perbandingan bobot bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong diantara butiran bahan (Azizah, 2005). Semakin tinggi densitas kamba membuktikan bahwa produk semakin padat (Nadhiroh, 2018). Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap densitas kamba. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai densitas kamba tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa penambahan inokulum dan lama fermentasi 0 jam yaitu sebesar 0,662 g/ml, sedangkan nilai densitas kamba terendah diperoleh pada perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi 36 jam yaitu sebesar 0,602 g/ml.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan L. fermentum CK165 dalam fermentasi menyebabkan nilai densitas kamba menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena menurut penelitian Hatiningsih (2018), L. fermentum CK165 diketahui mampu menghasilkan metabolit terutama asam-asam organik yang diduga kuat saat fermentasi berlangsung, asam-asam organik ini bercampur dengan air dan berdifusi kedalam pori-pori biji kopi dan meningkatkan perombakan senyawa-senyawa dalam kopi seperti kafein, asam klorogenat, dan senyawa lain sehingga biji kopi lebih porous dan saat dikeringkan densitas kambanya mengalami penurunan.

Tabel 1. Pengaruh penambahan L. fermentum CK165 dan waktu fermentasi terhadap densitas kamba, kadar air, jumlah biji/10 g, berat 100 biji, dan ukuran biji kopi arabika

Lama ge        Fermentasi

Fermentasi

(Jam)

Densitas                                                                   Ukuran Biji (mm)

Kamba (g/ml)  Kadar Air (%)  Jumlah Biji/10 g   Berat/100 Biji

Panjang         Lebar         Tebal

± SD

Tanpa          0

Penambahan      12

Inokulum        24

36

0,662 ± 0,02b 9,481 ± 0,01d 49,500 ± 0,71a 21,028 ± 0,02cd 11,031 ± 0,06a 7,699 ± 0,12b 4,295 ± 0,11a 0,654 ± 0,00ab 8,776 ± 0.01b 51,500 ± 0,71b 20,662 ± 0,21bcd 10,578 ± 0,42a 7,518 ± 0,01ab 4,315 ± 0,12a 0,650 ± 0,00ab 8,512 ± 0.14a 52,000 ± 0,00b 20,437 ± 0,14abcd 10,694 ± 0,39a 7,493 ± 0,14a 4,368 ± 0,24a 0,630 ± 0,01ab 8,458 ± 0.07a 52,500 ± 0,71b 20,192 ± 0,20abc 10,765 ± 0,07a 7,443 ± 0,02a 4,287 ± 0,04a

L. fermentum       0

CK165        12

sebagai Agen      24

Fermentasi        36

0,648 ± 0,00ab 8,982 ± 0,00c 48,500 ± 0,71a 21,194 ± 0,23d 10,639 ± 0,13a 7,440 ± 0,06a 4,335 ± 0,16a 0,645 ± 0,04ab 8,766 ± 0,02b 49,500 ± 1,41a 20,720 ± 0,90bcd 10,569 ± 0,10a 7,466 ± 0,12a 4,366 ± 0,08a 0,637 ± 0,02ab 8,507 ± 0,13a 51,500 ± 0,71b 19,873 ± 0,23ab 10,570 ± 0,11a 7,401 ± 0,02a 4,305 ± 0,07a 0,602 ± 0,04a 8,410 ± 0,01a 52,000 ± 0,00b 19,519 ± 0,44a 10,691 ± 0,10a 7,458 ± 0,04a 4,386 ± 0,02a

Tabel 2. Pengaruh penambahan L. fermentum CK165 dan waktu fermentasi terhadap warna dan cacat biji kopi Arabika

Agen Fermentasi

Lama Fermentasi (Jam)

Warna

Kadar Biji Cacat, Jumlah Biji/ 100 g

L

a*

b*

Biji Pecah

Biji Coklat

Biji Hitam Sebagian

Tanpa

0

38,228 ± 1,93ab

2,058 ± 1,15a

14,245 ± 2,14a

1,291± 0,26a

1,938 ± 0,46a

2,897 ± 3,28a

Penambahan

12

38,848 ± 0,50a

1,737 ± 0,59a

13,377 ± 1,24ab

1,899 ± 1,42a

0,599 ± 0,41a

4,474 ± 0,14a

Inokulum

24

38,918 ± 0,95a

1,388 ± 0,37a

12,470 ± 0,15ab

0,595 ± 0,16a

0,440 ± 0,01a

3,010 ± 0,27a

36

38,623 ± 0,37ab

1,172 ± 0,19a

12,458 ± 0,76ab

1,241 ± 0,48a

0,857 ± 0,12a

0,637 ± 0,10a

L. fermentum

0

38,918 ± 0,29a

1,297 ± 0,00a

12,693 ± 0,50ab

0,972± 1,15a

0,484 ± 0,04a

2,511 ± 3,55a

CK165

12

39,882 ± 0,73a

1,725 ± 0,87a

13,928 ± 0,68a

1,813 ± 0,14a

0,362 ± 0,51a

4,571 ± 5,57a

sebagai Agen

24

36,588 ± 0,43b

1,670 ± 0,09a

11,045 ± 0,23b

0,533 ± 0,02a

0,102 ± 0,14a

1,766 ± 0,61a

Fermentasi

36

38,580 ± 0,65ab

1,657 ± 0,50a

13,312 ± 0,11ab

1,312 ± 0,03a

1,446 ± 1,88a

1,617 ± 0,55a

Keterangan: Minolta Chroma Meter CR 300 dengan satuan warna L, a*, dan b* (Metode CIELAB); L* = kecerahan/kepucatan; a* dan b* = koordinat Chromacity; +a = arah merah; -a* = arah hijau; +b* = arah kuning; -b* = arah biru.

511

Selanjutnya, lama waktu fermentasi terutama dengan penggunaan fermentasi basah berpengaruh terhadap densitas kamba. Semakin lama fermentasi, nilai densitas kamba semakin menurun baik dengan ada/tidaknya penambahan inokulum. Semakin lama waktu fermentasi maka sisa-sisa lendir (mucilage) pada kulit tanduk semakin berkurang (FAO, 2004), lalu dikarenakan sisa lendir semakin berkurang, maka penggunaan air dalam metode fermentasi basah (fullwash) ini menyebabkan air semakin mudah untuk berdifusi ke dalam pori-pori biji kopi (Muchtadi, 2010), dan mengakibatkan biji kopj mengembang, lebih porous, sehingga biji kopi lebih besar, dan hal ini ditunjukkan dari nilai densitas kamba yang semakin menurun.

Penelitian Husein et al. (2006), menunjukkan bahwa semakin lama perendaman porositas akan meningkat, hal ini disebabkan karena terurainya struktur protein sehingga meningkatkan porositas beras jagung. Menurut Puspitojati (2015), densitas kamba juga berkaitan erat dengan porositas, porositas adalah rasio volume rongga dalam tumpukan terhadap volume totalnya. Semakin tinggi porositasnya maka akan semakin rendah densitas kamba. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Nadhiroh (2018), yang menunjukkan bahwa perbedaan proses fermentasi memberikan perbedaan nyata pada densitas kamba kopi Arabika sangrai, dengan nilai densitas kamba berturut-turut fullwash, semiwash, dan natural ialah sebesar 0,28 g/ml; 0,35 g/ml; dan 0,36 g/ml. Penelitian Hatiningsih et al. (2018), juga menunjukkan bahwa lama fermentasi memberikan perbedaan nyata pada densitas kamba kopi beras

(green coffee) asal Kintamani, Bangli, dengan nilai densitas kamba pada lama fermentasi 12-16 jam sebesar 0,645-0,646 g/ml, sedangkan lama fermentasi 4-8 jam sebesar 0,672-0,663 g/ml.

Kadar Air

Kadar air suatu bahan adalah banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dinyatakan dalam persen basis basah (wet basis) atau dalam persen basis kering (dry basis) (Edowai, 2019). Sesuai dengan hasil analisis pada Tabel 1, biji kopi Arabika yang dikeringkan pada interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap kadar air. Tabel 1 menunjukkan bahwa biji kopi Arabika memiliki kandungan kadar air antara 8,410-9,481 %, dan hal ini memenuhi standar SNI 01-2907-2008, yakni kadar air maksimal 12,5%. Spesifikasi persyaratan mutu biji kopi secara umum berdasarkan SNI 012907-2008 adalah tidak adanya serangga hidup dan biji berbau busuk, kadar air maksimal 12,5%, dan kadar kotoran maksimal 0,5% (BSN, 2008).

Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air biji kopi mengalami penurunan seiring lamanya waktu fermentasi, baik dengan ada/tidaknya penambahan inokulum. Lama fermentasi 0 jam dengan tanpa penambahan inokulum berbeda nyata dengan lama fermentasi 12 jam, 24 jam, dan 36 jam. Namun, lama fermentasi 24 jam dan 36 jam tidak berbeda nyata baik dengan ada/tidaknya penambahan inokulum, hanya saja kadar air pada perlakuan penambahan inokulum cenderung lebih rendah dibandingan dengan tanpa penambahan inokulum. Hal ini disebabkan lapisan lendir kopi mengandung nilai gizi tinggi yakni 84,2% air; 4,1% gula; 8,9%

protein; 0,91% asam pekat dan 0,7% abu (Clifford dan Ramirez-Martinez, 1991); atau dalam 20,25% kering bahan terdiri dari 11,5% dari total gula, 15,5% protein; 2,8% lemak; 5,5% total pektin; 28,5% acid detergent fiber; 12,0% lignin; 16,2% selulosa dan 8,0% abu (Silva et al., 2013), yang cocok sebagai media pertumbuhan mikroba, selanjutnya semakin lama proses fermentasi berlangsung, aktivitas mikroba akan semakin meningkat, dan aktivitas enzim menjadi lebih aktif sehingga lendir terdegradasi menjadi encer (Nasanit dan Satayamut, 2015; Feng et al., 2016; Hatiningsih et al., 2018).

Selama fermentasi, sejumlah besar mikroba dapat menghasilkan enzim pektinolitik, enzim proteolitik dan metabolit seperti asam organik yang meningkatkan keasaman, pH mengalami penurunan dari 6,3 hingga 4,0 dan lendir yang mengandung pektin terhidrolisis, dan kafein juga mengalami penurunan oleh aktivitas mikroba selama fermentasi 12-36 jam hingga 48 jam (Farah, 2012; Farida et al., 2013; Silva et al., 2013; Yusianto dan Widyotomo, 2013; Correa et al., 2014; Nasanit dan Satayamut, 2015; Feng et al., 2016). Hasil penelitian Hatiningsih (2018), juga mengungkapkan bahwa L. fermentum CK165 mampu menghasilkan senyawa organik terutama asam-asam organik, oleh karenanya penambahan L. fermentum CK165 dalam fermentasi mampu memaksimalkan penghilangan sisa lendir pada permukaan kopi, sehingga dapat mengoptimalkan proses pengeringan biji kopi. Menurut Azizah (2005), kadar air juga berkaitan erat dengan densitas kamba. Semakin rendah densitas kamba maka akan semakin rendah kadar airnya. Hal ini

dibuktikan dengan kadar air biji kopi yang semakin menurun selaras dengan densitas kamba biji kopi yang juga semakin menurun, dapat dilihat pada Tabel 1.

Kadar air pada kopi beras (green coffee) ini perlu dijaga kondisinya melalui pengepakan/pengemasan dan penyimpanan/penggudangan yang baik, agar sesuai dengan standar yakni kadar air maksimal 12,5%, karena jika lebih dari standar tersebut maka biji kopi mudah mengalami perubahan warna, berat jenis, dan dinding sel, serta bisa mengakibatkan kerusakan akibat mikroba seperti kapang (Aspergillus flavus, A. ochraceus, A. niger, dll) (Fauzi et al., 2017), yang dapat merusak citarasa dan menghasilkan racun/mikotoksin yang bersifat karsinogenik dan dapat menyerang enzim sehingga merusak sistem metabolisme manusia (Bovdisova et al., 2016). Oleh karena itu, salah satu tujuan adanya perlakuan penambahan L. fermentum CK165, karena berdasarkan penelitian Hatiningsih (2018), telah dibuktikan bahwa L. fermentum CK165 mampu menghasilkan senyawa antikapang, khususnya terhadap Aspergillus flavus FNCC 6019, A. niger FNCC 6018 dan Penicillium citrinum FNCC 6066 yang umumnya mengkontaminasi/merusak biji kopi.

Jumlah Biji/10 g dan Berat/100 Biji

Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap jumlah biji/10 g dan berat/100 biji. Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan L. fermentum CK165 berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap jumlah biji/10 g, namun berpengaruh

nyata terhadap berat/100 biji. Selanjutnya, perlakuan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap jumlah biji/10 g dan berat/100 biji. Pengukuran jumlah biji/10 g dan berat/100 biji dilakukan untuk mengetahui berat dari biji kopi Arabika. Semakin banyak jumlah biji/10 g maka semakin kecil nilai berat/100 biji, sebaliknya semakin sedikit jumlah biji/10 g maka semakin besar nilai berat/100 biji.

Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi dapat menurunkan berat dari biji kopi Arabika. Jumlah biji/10 g pada perlakuan tanpa penambahan inokulum dengan lama fermentasi 0 jam, tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan inokulum dengan lama fermentasi 0 jam, dan 12 jam, berturut-turut jumlah bijinya sebanyak 49,5 buah; 48,5 buah; dan 49,5 buah. Namun, ketiga perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan tanpa penambahan inokulum dengan lama fermentasi 12 jam, 24 jam, dan 36 jam, serta perlakuan penambahan inokulum dengan lama fermentasi 24 jam, dan 36 jam, berturut-turut jumlah bijinya sebanyak 51,5 buah; 52 buah; 52,5 buah; serta 51,5 buah; dan 52 buah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kombinasi penambahan inokulum dan lama waktu fermentasi menyebabkan nilai berat/100 biji kopi menjadi beragam dan semakin menurun. Jumlah biji/10 g yang semakin tinggi dengan berat/100 biji kopi Arabika yang semakin rendah seiring lama waktu fermentasi dikombinasi dengan penambahan inokulum L. fermentum CK165 ini salah satunya disebabkan oleh kehilangan air, terdegradasinya lendir pada permukaan kulit kopi, dan penguraian senyawa-senyawa kimia yang

terkandung dalam biji kopi akibat proses fermentasi.

Menurut Oktadina et al. (2012), semakin lama waktu fermentasi maka mikroba akan semakin lama menguraikan senyawa yang terkandung didalam biji kopi seperti gula, protein, dan selulosa, sehingga dapat menyebabkan penurunan berat biji kopi. Dewi (2012), juga menjelaskan bahwa semakin besar penurunan berat biji kopi, maka semakin besar juga hasil kerja enzim dan mikroba yang mampu mendegradasi senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana yang dapat memberikan tambahan kualitas pada biji kopi hasil fermentasi. Proses fermentasi juga menyebabkan terjadinya perombakan komponen lendir (mucilage) terutama protopektin dan gula, yang juga akan mengurangi berat biji kopinya.

Selanjutnya, adanya pengeringan/penjemuran pasca-fermentasi juga dapat menurunkan berat biji kopi hasil fermentasi, karena sel-sel di dalam biji kopi kehilangan air. Panas selama penjemuran akan menguapkan kandungan air di dalam biji kopi, hilangnya air di dalam biji kopi akan mempertahankan mutu dan citarasa dari biji kopi, karena syarat kadar air biji kopi (green coffee) yang baik menurut SNI 012907-2008, yakni kadar air maksimal 12,5% (BSN, 2008). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Yusianto dan Widyotomo (2013), Usman et al. (2015), dan Hatiningsih et al. (2018), bahwa semakin lama fermentasi maka berat biji kopi atau jumlah biji/10 g semakin menurun. Penelitian Usman et al. (2015), menunjukkan bahwa berat biji kopi robusta mengalami

penurunan seiring lamanya waktu fermentasi, dengan nilai penurunan berat biji kopi berturut-turut 8 jam, 16 jam, dan 24 jam ialah sebesar 59,62%, 60,86%, dan 61,01%.

Ukuran Biji

Bagi kalangan eksportir maupun importir, mutu fisik biji kopi dipengaruhi oleh ukuran biji, jumlah cacat, peraturan, ketersediaan produk, karakteristik, dan harga (Salla, 2009). Pengelompokan mutu fisik biji kopi juga berdasarkan ukuran dan cacat biji (Muzaifa et al., 2016). Biji kopi berukuran lebih besar cenderung mendapatkan harga yang relatif lebih tinggi (Karanja et al., 2013). Biji kopi yang berukuran besar dan seragam akan menghasilkan keseragaman kualitas pada hasil pemanggangan (roasting) dan tidak cepat gosong (Nathsubedi, 2011). Mutu fisik yang diuji termasuk ukuran biji dengan mengacu pada SNI 01-2907-2008, yakni (BSN, 2008). Sifat fisik biji kopi yang mudah diukur yakni dimensi atas dasar bentuk dan ukuran biji yang dinyatakan dalam panjang, lebar (diameter besar), dan tebal (diameter kecil). Menurut Randriani et al. (2014), ukuran biji beras dapat dilihat dari variabel panjang, lebar, tebal, dan bobot 100 butir biji. Ukuran panjang, lebar, dan tebal biji kopi Arabika dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa biji kopi Arabika mempunyai kisaran panjang antara 10,569-11,031 mm, lebar antara 7,401-7,699 mm, dan tebal 4,287-4,386 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap lebar biji kopi, namun tidak berpengaruh nyata

pada panjang dan tebal biji kopi. Ukuran lebar biji dengan perlakuan tanpa penambahan inokulum dan lama fermentasi 0 jam berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Menurut Oktadina et al. (2012), semakin lama waktu fermentasi maka mikroba akan semakin lama menguraikan senyawa yang terkandung didalam biji kopi seperti gula, protein, dan selulosa, sehingga dapat menyebabkan penurunan berat biji kopi dan diduga hal tersebut juga mengakibatkan menurunnya ukuran lebar biji kopi. Hasil penelitian ini hampir sama seperti yang dilaporkan Yusianto dan Widyotomo (2013); dan Hatiningsih et al. (2018), bahwa lama fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran biji kopi, namun hasil penelitian Yusianto dan Widyotomo (2013), menunjukkan bahwa penambahan agens fermentasi (tanpa inokulum kopi luwak segar, ragi tape, tempe, dan susu fermentasi) berpengaruh nyata terhadap sebaran ukuran biji kopi.

Menurut Saath et al. (2012), Tarigan dan Towaha (2017), dan Qadry et al. (2017), ukuran dan karakteristik fisik dan citarasa biji kopi sangat tergantung pada faktor genetik, lingkungan, dan teknologi pengolahan. Faktor yang mempengaruhi ukuran pada tiap jenis kopi adalah lingkungan tempat tumbuhnya kopi. Ketinggian dan iklim memiliki peran penting melalui suhu, ketersediaan cahaya, dan air selama periode pematangan. Menurut Van Der Vossen (2005), suhu udara yang lebih rendah dengan fluktuasi yang kecil pada daratan tinggi, mendorong pertumbuhan yang lebih lambat dan lebih seragam dalam pematangan buah, sehingga menghasilkan biji yang lebih besar dan padat. Selain itu, menurut Supriyadi et al. (2007), curah hujan pada suatu lokasi juga mempengaruhi

kualitas biji kopi yang berpengaruh langsung terhadap ukuran buah kopi. Menurut Sulistyowati et al. (1996), ukuran biji berpengaruh nyata terhadap susut sangrai (rendemen sangrai), densitas kamba kopi sangrai, pH seduhan, keasaman total dan karakteristik body seduhan, namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar sari, densitas optik, aroma, flavor, dan tingkat kesukaan.

Warna (L*, a*, dan b*)

Warna merupakan kriteria fisik yang sangat penting untuk menentukan mutu biji kopi. Parameter pengukuran warna berdasarkan skala L*, a*, dan b*, dapat digunakan sebagai indikator untuk memperkirakan komposisi kimia biji kopi dan citarasanya (Cavaco-Bicho et al., 2008; dan Saath et al., 2012). Analisis warna L*, a*, dan b* menunjukkan keseragaman warna serta persepsi warna L*, a*, b* merupakan warna yang paling mendekati dari penglihatan manusia, namun kelemahannya hasil analisis tidak merepresentasikan keseluruhan warna produk, melainkan hanya sebagian luas permukaan produk yang terukur (Markovic, 2008).

Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap nilai kecerahan (L*), dan nilai kekuningan (b*), namun tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kemerahan (a*). Hal tersebut dapat terjadi karena ada/tidaknya penambahan inokulum dengan lama waktu fermentasi yang berbeda-beda memberikan pengaruh yang berbeda pada biji kopi sehingga memberikan perbedaan komposisi kimiawi pada biji kopi termasuk kandungan

pigmen, gula, asam-asam amino dan senyawa lainnya dalam biji kopi.

Kecerahan (L*) mengungkapkan warna gelap hingga putih terang dengan nilai berkisar 0100. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan (Winarno, 2004). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap nilai kecerahan (L*), dengan nilai kecerahan (L*) berkisar antara 36,588-38,918. Pada perlakuan penambahan inokulum dan lama waktu fermentasi 24 jam berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dengan nilai kecerahan (L*) sebesar 36,588 atau cenderung lebih gelap dari perlakuan lainnya. Menurut Jayus (2011), fermentasi yang lebih lama menyebabkan terlarutnya pigmen dalam biji kopi dan penurunan nilai kecerahan yang terjadi diduga akibat reaksi berlebihan antara asam yang berdifusi ke dalam biji kopi. Menurut Janzen (2011), penyebab lainnya adanya reaksi dari asam klorogenat dengan protein yang terjadi saat proses fermentasi, dan hal tersebut juga bisa disebabkan hasil oksidasi dari asam klorogenat. Menurut Yusianto (2014), golongan asam yang dominan pada kopi adalah asam klorogenat sekitar 8%, dan hasil penelitian Sari et al. (2019), mengungkapkan bahwa senyawa asam klorogenat adalah senyawa yang bersifat polar sehingga larut dengan pelarut yang polar, dan hal ini juga diduga menyebabkan asam klorogenat larut selama fermentasi dan berdampak pada kecerahan biji kopi.

Nilai kemerahan atau redness (a*) menyatakan warna merah (a+) dan hijau (a-) (Hutchings, 2012). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap nilai kemerahan (a*) pada biji kopi Arabika, dengan nilai kemerahan (a*) berkisar antara 1,172-2,058 atau warna biji kopi Arabika cenderung berwarna hijau. Selanjutnya, nilai kekuningan (b*) menyatakan warna kuning (b+) dan biru (b-) (Hutchings, 2012). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap nilai kekuningan (b*) pada biji kopi Arabika, dengan nilai kekuningan (b*) berkisar antara 11,045-14,245. Pada perlakuan penambahan inokulum dan lama waktu fermentasi 24 jam berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dengan nilai kekuningan (b*) sebesar 11,045 atau cenderung lebih biru dari perlakuan lainnya. Perbedaan warna ini juga diduga karena adanya perbedaan proses pengolahan/lama fermentasi, hal ini sesuai pernyataan Efimovina (2016), bahwa kondisi klorofil tidak stabil dan bergantung pada kondisi bahan serta perlakuan pemanenan/pengolahan.

Winarno (2004), juga mengungkapkan bahwa pada hakikatnya klorofil adalah senyawa yang tidak stabil sehingga sulit untuk menjaga agar molekulnya tetap utuh dan warna hijau yang sangat menarik. Klorofil dalam daun yang masih hidup berikatan dengan protein. Disisi lain, selama fermentasi, sejumlah besar mikroba dapat

menghasilkan enzim pektinolitik, enzim proteolitik dan metabolit seperti asam organik yang meningkatkan keasaman, pH mengalami penurunan dari 6,3 hingga 4,0 (Farah, 2012; Farida et al., 2013; Silva et al., 2013; Yusianto dan Widyotomo, 2013; Correa et al., 2014; Nasanit dan Satayamut, 2015; Feng et al., 2016), selanjutnya asam-asam organik dalam pelarut ini akan berdifusi ke dalam biji kopi dan menyebabkan denaturasi protein sehingga klorofil dilepaskan. Reaksi tersebut berlangsung cepat pada larutan yang bersifat asam (Winarno, 2004). Selanjutnya, menurut SCAA (2009a), warna biji kopi yang memenuhi syarat mutu spesialti adalah biru hijau (blue-green), hijau kebiruan (bluish-green), dan hijau (green). Oleh karena itu, didasarkan aspek warna, semua perlakuan sudah memenuhi syarat mutu kopi spesialti, dengan warna terbaik pada perlakuan penambahan inokulum dan lama fermentasi 24 jam yang cenderung biru hijau (bluegreen).

Kadar Cacat (Biji Pecah, Biji Coklat, dan Biji Hitam Sebagian)

Kopi beras (green coffee) dianggap sebagai sumber perdagangan internasional dan mutunya ditentukan dari berbagai kriteria, meliputi: ukuran biji, warna, bentuk, metode pengolahan, waktu panen, serta kualitas rasa dan aroma. Secara visual ciri-ciri kualitas biji kopi rusak dapat dengan mudah dideteksi dari kenampakan biji yang hitam, tidak matang, berlubang, atau pecah (Franca et al. 2008). Hasil penelitian Sitorus (2019), juga menunjukkan bahwa biji kopi cacat terbukti memiliki karakteristik fisikokimia yang berbeda dengan biji

kopi normal (tidak cacat), dan secara keseluruhan, kopi kualitas normal (tidak cacat) memiliki nilai densitas kamba, nilai warna kecerahan (L), derajat keasaman (pH), kadar abu, protein, lemak, dan total fenol yang lebih tinggi dibandingkan kopi kualitas cacat. Oleh karena itu, mutu fisik biji kopi sangat berpengaruh terhadap citarasa seduhannya. Menurut Specialty Coffee Association of America (SCAA), syarat mutu fisik kopi spesialti adalah tidak ada cacat primer (primary defects), dan nilai cacat sekunder (secondary defects) maksimum 5 (SCAA, 2009b). Standar nasional Indonesia (SNI 01-2907-2008), juga telah mencantumkan syarat mutu khusus untuk kopi Arabika dengan sistem nilai cacat (BSN, 2008).

Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap kadar biji cacat (biji pecah, biji coklat, dan biji hitam sebagian), dan kadar biji cacat semua perlakuan sesuai dengan SNI 012907-2008. Hal ini perlu menjadi perhatian karena menurut Ditjenbun (2012), lebih dari 65% ekspor kopi Grade IV keatas dan tergolong mutu rendah yang terkena larangan ekspor. Kadar cacat kopi Arabika tertinggi ada pada biji hitam sebagian, kemudian diikuti biji pecah, lalu biji coklat. Menurut SNI 01-2907-2008, biji hitam sebagian adalah biji kopi yang kurang dari setengah bagian luarnya berwarna hitam, atau satu bintik hitam kebiru-biruan tetapi tidak berlubang atau ditemukan lubang dengan warna hitam yang lebih besar dari lubang tersebut. Biji pecah adalah biji kopi yang tidak utuh yang besarannya sama atau kurang dari ¾ bagian biji yang utuh. Lalu, biji

coklat adalah biji kopi yang setengah atau lebih bagian luarnya berwarna coklat, yang lebih tua dari populasinya, baik yang mengkilap maupun keriput.

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa meskipun interaksi perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap kadar biji cacat (biji pecah, biji coklat, dan biji hitam sebagian), namun dari semua perlakuan, perlakuan penambahan inokulum dan lama waktu fermentasi yang memiliki rerata kadar biji cacat terendah, dengan kadar cacat secara berturut-turut biji pecah, biji coklat, dan biji hitam sebagian ialah sebesar 0,533 jumlah biji/100 g, 0,102 jumlah biji/100 g, dan 1,766 jumlah biji/100 g. Menurut Setyani et al. (2018), biji kopi hitam biasanya karena penyakit yang menyerang buah kopi, sedangkan biji hitam akan berpengaruh pada keasaman total (pH), biji berlubang akibat serangga. Biji hitam, biji coklat, dan berlubang sangat berpengaruh terhadap citarasa kopi, sedangkan biji pecah umumnya karena buah kopi masih muda, sehingga pada saat proses pengupasan kulit buah kopi (pulping) atau hulling menjadi pecah. Menurut SCAA (2009a), biji berwarna hitam dan biji berwarna coklat disebut sebagai “full sour beans” adalah cacat fisik kategori 1 yang berpengaruh langsung terhadap citarasa seduhan kopi. Cacat fisik yang masuk kategori 1 adalah biji hitam, biji coklat, biji berjamur, biji terserang serangga berat, kopi gelondong kering, dan benda asing. Contoh kopi yang mengandung biji cacat kategori 1 tidak dapat memenuhi syarat mutu kopi spesialti. Hasil pengamatan biji kopi Arabika pada penelitian ini

tidak ditemukan adanya biji berjamur, biji terserang serangga berat, dan benda asing

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Interaksi penambahan L. fermentum CK165 dan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap densitas kamba, kadar air, jumlah biji/10 g, berat/100 biji, dan ukuran lebar biji, nilai kecerahan (L*), nilai kekuningan (b*), serta berpengaruh tidak nyata terhadap ukuran panjang dan tebal biji, nilai kemerahan (a*), dan kadar biji cacat (biji pecah, biji coklat, dan biji hitam sebagian). Karakteristik fisik kopi Arabika terbaik diperoleh dari perlakuan penambahan L. fermentum CK165 dan lama fermentasi 24 jam, dengan karakteristik fisik densitas kamba 0,637 g/ml, kadar air 8,507%, jumlah biji/10 g 51,500, berat/100 biji 19,873 g, panjang 10,570 mm, lebar 7,401 mm, tebal 4,305 mm, nilai kecerahan (L*) 36,588, nilai kemerahan (a*)  1,670, nilai

kekuningan (b*) 11,045, kadar biji pecah 0,533 jumlah biji/100 g, biji coklat 0,102 jumlah biji/100 g, dan biji hitam sebagian 1,766 jumlah biji/100 g.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk menggunakan penambahan L. fermentum CK165 dan lama fermentasi 24 jam untuk menghasilkan biji kopi Arabika dengan karakteristik fisik terbaik. Penelitian berikutnya disarankan untuk melakukan pengujian pengaruh penambahan L. fermentum CK165 dan lama fermentasi terhadap karakteristik kimia, mikrobiologi, dan citarasa kopi.

DAFTAR PUSTAKA

Afriyani, D. 2020. Fermentasi In-Vitro dengan Menggunakan Isolat BAL (Bakteri Asam Laktat) dari Kotoran Luwak pada Kopi Lokal Jember. Laporan Penelitian. Jember: Universitas Muhammadiyah Jember.

Azizah, S. 2005. Uji Kinerja Mesin Sangrai Tipe Silinder Harisontal Berputar untuk Penyangraian Biji Kakao “Under Grade”. Skripsi (Online) Jember:   Universitas

Jember.

Bovdisova, I., Zbynovska, K., Kalafova, A. dan Capcarova, M. 2016. Toxicological Properties of Mycotoxin Citrinin. The Journal of Microbiology, Biotechnology and Food Sciences. 5: 10-13.

BPS Kabupaten Bangli. 2014. Luas Areal Tanam Kopi Arabika di Kecamatan Kintamani. www.banglikab.bps.go.id. (Diakses tanggal 16 Juni 2022).

BPS Provinsi Bali. 2021. Produksi Kopi Arabika Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Bali (Ton)                        2018-2020.

https://bali.bps.go.id/indicator/54/349/1/pro duksi-kopi-arabika-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-bali.html. (Diakses tanggal 15 Juni 2022).

BSN. 2008. Standar Nasional Indonesia Biji Kopi SNI 01-2907-2008. Badan Standarisasi Nasional.

Cavaco-Bicho, N.C., Lidon, F.C., Ramalho, J.C., Santos, J.F., Silva, M.J. dan Leitao, A.E. 2008. Colour and Quality of Green Coffee. Proceeding 22nd International Conference on Coffee Science Campinas. Hal: 588-592.

Clifford, M.N., dan Ramirez-Martinez, J.R. 1991. Tannins in Wet Processed Coffee Beans and Coffee Pulp. Food Chemistry. 40: 191-200.

Correa, E.C., Jimenez, T.A., Diaz, B.V., Barreiro, P., Diezma, B., Oteros, R., Echeverri, C., Arranz, F.J., dan Ruiz, M. 2014. Advanced Characterisation of a Coffee Fermenting Tank by Multidistributed Wireless Sensors: Spatial Interpolation and Phase Space 519

Graphs. International Journal of Food and Bioprocess Technology. 7(6).

Dewi S.L. 2012. Isolasi Bakteri Xilanolitik dan Selulolitik dari Feses Luwak. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ditjenbun. 2012. Perbaikan Mutu Kopi Indonesia. Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian.

Edowai, D.N. 2019. Analisis Sifat Kimia Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Asal Dogiyai. Agritechnology. 2(1): 16-22.

Efimovina, C. 2016. Chlorophyll and Green Color Stabilization of Vegetable Homogenates. Jurnal Universidade De Lisboa.

FAO. 2004. Fermentation of Coffee-Control of Operation. "Good Hygiene Practices Along the Coffee Chain".

Farah, A. 2012. Coffee Constituents: Emerging Health Effects and Disease Prevention. 1st ed Yi-Fang Chu. Oxford:  Blackwell

Publising Ltd.

Farida, A., Ristanti, E., dan Cahyo, A.K. 2013. Decreased Levels of Caffeine and Total Acid in Robusta Coffee Beans using Facultative    Anaerobic Fermentation

Technology with Microbial Nopkor MZ-15. Journal of  Chemical  and Industrial

Technology. 2(3): 70-75.

Fauzi, M., Choiron, M., dan Astutik, Y.D.P. 2017. Karakteristik Kimia Kopi Luwak Robusta Artifisial Terfermentasi oleh Ragi Luwak dan A-Amilase. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 14 (3): 144-153.

Fawzan, A.A., Darma, G.C.E., dan Soewondo, B.P. 2019. Formulasi Minuman Kopi Probiotik dengan Kultur    Starter

Lactobacillus acidhophillus    sebagai

Minuman Fungsional. Prosiding Farmasi. 5 (2): 534-542.

Feng, X., Dong, H., Yang, P., Yang, R., Lu, J., Lv, J., dan Sheng, J. 2016. Culturedependent and -Independent Methods to Investigate the Predominant Microorganisms Associated with Wet Processed Coffee. Current Microbiology. 73 (2): 190-195.

Franca, Andriaana, S., Oliveira, Leaandro S. 2008. Chemistry of Detective Coffee Beans. Brazil: Federal University of Minas Gerais.

Gomez, K. A., dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi kedua. UI- Press, Jakarta

Hatiningsih, S. 2018. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Penghasil Senyawa Antikapang dari Fermentasi Kopi Rakyat Asal Kintamani Kabupaten Bangli. Tesis. Badung: Universitas Udayana.

Hatiningsih, S., Antara, N.S., dan Gunam, I.B.W. 2018. Microbiological and Physicochemical Changes of Green Coffee (Coffea arabica) Fermentation in Kintamani, Bangli, Bali. Media Ilmiah Teknologi Pangan. 5 (2): 123138.

Hatiningsih, S., dan Permana, I.D.M. 2021. Uji Potensi Probiotik Lactobacillus fermentum CK165 yang Diisolasi dari Fermentasi Kopi Arabika (Coffea arabica) Asal Kintamani, Bangli secara In-Vitro. Laporan Penelitian. Badung: Universitas Udayana.

Husein, H., Muctadi, T., Sugiyono, dan Haryanto, B. 2006. Pengaruh Metode Pembekuan dan Pengeringan terhadap Karakteristik Grift Jagung Instan. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. 17 (3): 189-196.

Janzen, S. O. 2010. Chemistry of coffee. In Comprehensive Natural Products II, Chemistry and Biology. Editor L. Mender and H.W. Liu. Elsevier Ltd. The Boulevard, Lanfod Lane, Kidlington OX5 1GB, United Kingdom. Hal: 1085-1113.

Jayus, Giyarto, Nurhayati, dan Aaan. 2011. Peran Mikroflora dalam Fermentasi Basah Biji Kopi Robusta (Coffe canephora). Jember: Universitas Jember.

Karanja,R.H.N, Njoroge, G.N., Kihoro, J.M., Gikungu, M.W., dan Newton, L.E. 2013. The Role of Bee Pollinators in Improving Berry Weight and Coffee Cup Quality. Asian Journal of Agricultural Science. 5 (3): 52-55.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2016. Program Pengembangan Industri 520

Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar. Semarang: Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar.

Khoiriyah, H., Ardiningsih, P. dan Jayuska, A. 2014. Determining of The Time Incubation Steady on The Activities of Bacteriocin from Lactobacillus sp. RED4. JKK. 3 (1): 7-12.

Markovic, I., J. Illic, D. Markovic, V. Simonovic, dan N. Kosanic. 2008. Color Measurement of Foof Products Using CIE L*a*b* and RGB Color Space. Jurnal of Hygienic Engineering and Design. 4: 50–53.

Mohsenin, N.N. 1978. Physical Properties of Plant and Animal Materials. Gordon and Breach Sci. Publ., New York.

Muchtadi, D. 2010. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: IPB.

Murthy, P.S., dan M.M. Naidu. 2011. Improvement of Robusta Coffee Fermentation with Microbial Enzymes. European Journal of Applied Sciences. 3: 130-139.

Muzaifa, M., Patria, A., Abubakar, A., Rahmi, F., Hasni, D., dan Sulaiman, I. 2016. Kopi Luwak:     Produksi,     Mutu,     dan

Permasalahannya. Banda Aceh:  Syiah

Kuala University Press.

Nadhiroh, H. 2018. Studi Pengaruh Metode Pengolahan Pasca Panen Terhadap Karakteristik Fisik, Kimiawi, dan Sensoris Kopi Arabika Malang. Skripsi (Online). Malang: Universitas Brawijaya.

Nasanit, R. and Satayawut, K. 2015. Microbiological during Coffee Fermentation of Coffea arabica var. chiangmai 80 in Thailand. International Journal, Kasetsart Journal of Natural Science. 49: 32-41.

Nathsubedi, R. 2011. Comparative Analysis of Dry and Wet Processing of Coffee with Respect to Quality and Cost in Kavre District, Nepal: A Case of Panchkhal Village. International Research Journal of Applied and Basic Sciences. 2 (5): 181-193.

Oktadina, F. D., B. D. Argo, dan M. B. Hermanto. 2013. Pemanfaatan Nanas (Ananas comosus L. Merr) untuk Penurunan Kadar Kafein dan Perbaikan Citarasa Kopi (Coffea sp.) dalam Pembuatan Kopi Bubuk. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 1 (3): 265 -273.

Purwati, E.R.N., Rusmana, W.S.N., dan Roza, E. 2017. Aplikasi Probiotik Halal dalam Pengolahan Fermentasi Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak Sapi Perah yang Rendah Kolesterol pada Kelompok Tani Tunas Harapan di Kelurahan Limau Manis Kecamatan Pauh Kota Padang. Laporan Akhir Pengabdian. Padang: Universitas Andalas.

Puspitojati, E. 2015. Optimasi Substitusi Bekatul pada Pembuatan Nasi Jagung Instan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 22 (2): 85-94.

Qadry, N.A., Rasdiansyah dan Abubakar, Y. 2017. Effect of Land Altitude and Varieties on Physical Quality and Physico-chemical Arabica Gayo Coffee. Scientific Journal of Agricultural Student of Unsyiah. 2(1): 279287.

Ramanda, E., Hasyim, A.I., dan Lestari, D.A.H. 2016. Analisis Daya Saing dan Mutu Kopi di Kecamatan    Sumberjaya    Kabupaten

Lampung Barat. JIIA. 4 (3): 253-261.

Randriani, E., Dani dan Wardiana. 2014. Evaluation of Green Bean Size, Caffeine Content and Cupping Quality on Five Cultivars of Arabica Coffee. Journal of Industrial Plants and Freshener. 1 (1): 4956.

Saath, R., Giomo, G.S., Silvarolla, M.B., Lobato, M.T.V. dan Borem, F.M. 2012. Green Bean Physical Characteristics and Beverage Quality of Promising Low Caffeine Arabica Coffee Genotypes in Brazil. Proceeding of the International Conference on Coffee Science. Hal: 355.

Salla, M.H. 2009. Influence of Genotype, Location and Processing Methods on The Quality of Coffee (Coffea arabica L.). Tesis. Ethiopia:

School of Graduate Studies Hawassa University, Hawassa.

Saptarini, N.G.A.P.H., dan Putrayasa, I.M.A. 2019. Pengembangan Hilirisasi Produk Kopi Arabika Kintamani. Jurnal BHAKTI PERSADA. 5 (1): 169-183.

Sari, M.Y., Suhartati, T., dan Husniati. 2019. Analisis Senyawa Asam Klorogenat dalam Biji Kopi Robusta (Coffea canephora)

menggunakan HPLC. Analit: Analytical and Environmental Chemistry. 4 (2): 86-93.

SCAA (2009a). SCAA Protocols: Grading Green Coffee. Specialty Coffee Association of America.

SCAA (2009b). SCAA Protocols:  Cupping

Specialty   Coffee.    Specialty Coffee

Association of America.

Setyani, S., Subeki, dan Grace, H.A. 2018. Evaluasi Nilai Cacat dan Citarasa Kopi Robusta  (Coffea  canephora L.) yang

Diproduksi IKM Kopi di Kabupaten Tanggamus. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. 23 (2): 103-114.

Silva, C.F., Vilela, D.M., De, S.C., Duarte, W.F., Dias, D.R. dan Schwan, R.F. 2013. Evaluation of A Potential Starter Culture for Enhances Quality of Coffee Fermentation. World Journal of Microbiology and Biotechnology. 29(2): 235-47.

Sitorus, H. 2019. Studi Karakteristik Fisikokimia Biji Kopi Hijau Arabika, Robusta, dan Ekselsa Natural pada Tingkat Mutu yang Berbeda. Skripsi (Online). Malang: Universitas Brawijaya.

Sudarmadji, B., Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Keempat. Liberty. Yogyakarta.

Sulistyowati, Sumartono, B., dan Ismayadi, C. 1996. Pengaruh Ukuran Biji dan Lama Penyangraian Terhadap Beberapa Sifat Fisiko-kimia dan Organoleptik Kopi Robusta. Pelita Perkebunan. 12: 48-60.

Supriyadi, H., Rusli, dan Heryana, N. 2007. Kesulitan Lahan untuk Tanaman Kopi. Bunga Rampai Inovasi Teknologi Tanaman Kopi untuk Perkebunan Rakyat. Jawa Barat: Unit Penerbitan dan Publikasi Balittri,

Tarigan, E., dan Towaha. J. 2017. Effects of Fruit Maturity, Bean Fermentation and Roasting Time on Physico-chemical Characters of Robusta Coffee. Journal of Industrial and Beverage Crops. 4(3): 163-170.

Usman, D., Suprihadi, A., dan Kurdiyantini, E. 2015. Fermentasi Kopi Robusta (Coffea canephora) Menggunakan Isolat Bakteri Asam Laktat dari Feses Luwak dengan Perlakuan Lama Waktu Inkubasi. Jurnal Biologi. 4 (3): 31-40.

Van Der Vossen, H.A.M. 2005. A Critical Analysis of The Agronomic and Economic Sustainability of Organic Coffee Production. Expl Agric. 41: 449-473.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wisti, A., Yusmarini, dan Rahmayuni. 2014. Antimicrobial Activity of Lactobacillus plantarum 1 Isolated from Spontaneous Fermented Soy Milk. Jom Faperta. 1 (2): 111.

Yuniarti, M.P., Dewanti, H.R., dan Rahayu, W.P. 2014. Kajian Cemaran Mikroba dalam Pangan di Indonesia. Jurnal Standardisasi. 16 (2): 113-124.

Yusianto, D.N. 2014. Mutu Fisik dan Citarasa Kopi Arabika yang Disimpan Buahnya Sebelum di-Pulping. Pelita Perkebunan. 30(20): 137158.

Yusianto dan Widyotomo, S. 2013. Quality and Flavor Profiles of Arabica Coffee Processed by Some Fermentation Treatments: Temperature, Containers and Fermentation Agent Addition. Plantation Pelita. 29 (3): 220-239.

522