Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

I Putu Andriana Sastrawan dkk./ Itepa 11 (3) 2022 461-472

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Konsentrasi Sukrosa Terhadap Karakteristik Wine Kopi Arabika Kintamani

The Effect of Sucrose Concentration on the Characteristics of Kintamani Arabica Coffee Wine

I Putu Andriana Sastrawan1, Agus Selamet Duniaji1*, Ni Wayan Wisaniyasa1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Agus Selamet Duniaji, Email: [email protected]

Abstract

This research was conducted to determine the effect of sucrose concentration on characteristic of kintamani arabica coffee wine and to determine concentration of sucrose that produced the best characteristic. The research used a Randomized Block Design with faktor of sucrose concentration that concists of 5 levels (10% ,15%, 20%, 25%, 30% ) Each treatment was repeated 3 times resulting 15 experimental units. The data were analyzed by Analysis Of Variance and the treatment show effect is observed by Duncan Multiple Range Test (DMRT). The results showed that sucrose concentration had significant effect to total Soluble solids (TSS), pH, total acid, etanol content, hedonik of taste, score of taste and overall acceptance. The concentration of 25% sucrose produced the best characteristic of Kintamani arabica coffe wine with total disollved solids 17,20 0Brix, pH 3.95, total acid 0.15%, etanol content 9,58 %, was liked color (5.53), slightly liked aroma (5.27), slightly liked flavor (5.40), sweet flavor (3.13), slightly sour flavor (2.00), slightly bitter flavor (1.73 ) and the overall acceptance is rather liked (5,20).

Keyword: wine, arabica coffee, sucrose concentration

PENDAHULUAN

Wine kopi merupakan minuman inovasi hasil fermentasi dari ekstrak kopi yang ditambahkan gula. Saat ini bahan baku wine selain buah anggur sudah mulai banyak dikembangkan. Banyak komoditi lokal yang berpotensi dikembangkan untuk produksi wine termasuk dengan bahan baku berbagai varietas kopi lokal Indonesia. Pembuatan minuman wine kopi merupakan hal baru dari pengembangan minuman beralkohol wine. Salah satu varietas kopi yaitu arabika kintamani memenuhi pH dalam mendukung proses fermentasi wine. Kopi arabika kintamani memiliki citarasa asam dengan pH 5,16 dan kadar kafein yang cukup rendah berkisar antara 1,17- 1,20 % (Aditya et al., 2015). Pada 100 gram

kopi arabika hanya mengandung 4,2 g sukrosa. Gula alami pada kopi arabika tersebut tidak cukup tinggi untuk menghasilkan etanol, sehingga perlu ditambahkan dari luar dalam fermentasi wine. Konsentrasi gula pada fermentasi wine pada umumnya lebih dari 14% b/v, bila kurang dari itu maka harus ditambahkan gula untuk menggantikannya. Selain itu banyaknya konsentrasi gula perlu diketahui karena jika terlalu tinggi juga akan mengakibatkan kematian khamir. Pada proses pembuatan wine, maksimum gula yang digunakan adalah 30% (Wrasiati et al., 2002).

Gula yang umum digunakan dalam pembuatan wine adalah sukrosa atau dikenal dengan gula pasir. Sukrosa merupakan nutrisi bagi pertumbuhan khamir dalam pembentukkan alkohol

sebagai produk fermentasi. Sebagian sukrosa digunakan khamir untuk berkembangbiak dan sebagian lagi untuk dikonversikan menjadi produk metabolit seperti alkohol pada wine (Hawusiwa, 2015). Semakin besar konsentrasi sukrosa maka semakin meningkat produktifitas khamir dalam fermentasi wine namun pada konsentrasi tertentu juga dapat menghambat aktifitas khamir (Ariyanto, 2013).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gula berpengaruh terhadap karakteristik wine kopi arabika. Berdasarkan penelitian Amuntoda, (2018) pembuatan wine kopi arabika temanggung menggunakan konsentrasi sukrosa 36 % dengan metode maserasi dan menghasilkan 7,14% kadar alkohol. Konsentrasi gula awal tersebut diduga mempengaruhi produktivitas hasil fermentasi berupa alkohol dan CO2. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap karakteristik wine kopi arabika kintamani serta berdasarkan hal tersebut maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui konsentrasi sukrosa yang tepat agar dapat menghasilkan karakteristik wine kopi arabika kintamani terbaik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Mikrobiologi Pangan FTP UNUD, Gedung Agrokomplek lt. 3, Jl. PB Soedirman, Denpasar dan Laboratorium Analitik LPPM Universitas udayana, Bukit Jimbaran.

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April 2021.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kaca besar 1000ml, gelas takar 2 liter, pH meter(Oem), timbangan analitik 5 digit (Shimadzu), timbangan analitik (KERN PCB), Frezzer, Mesin Sangrai (FR-204), grinder, refractometer-digital (Atago Pocket), thermometer (taffware digital food), stopwatch, Erlenmeyer (pyrex), botol kecil 400 ml (pyrex), gelas ukur 25 ml (pyrex), gelas ukur 10 ml (pyrex), tabung reaksi 100 ml (pyrex), pipet tetes, gelas beaker (pyrex), burret, filler, destilator, Gas Chromatography (varian-330), autoclave, Bunsen, plastisin, selang transparan, aluminium foil, Teko, saringan, panci, kompor.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula pasir (Gulaku), ragi fermipan (Lifias Kitchen), biji kopi arabika kintamani (Kopi Malen), asam sitrat (Cap Gajah), air mineral (Cleo), Natrium metabisulfit, buffer phosphate pH 7, buffer phosphate pH 4, indikator PP, NaOH 0,1 N. alkohol 96%, aquades.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok dengan satu faktor yaitu konsentrasi sukrosa yang terdiri dari 5 level (10%, 15%, 20 %, 25 % , 30 % ) Seluruh perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Dilakukan sidik ragam (ANOVA) dari data yang diperoleh dan apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel yang diamati maka

dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) (Susilawati, 2015).

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan pelaksanaan penelitian terdiri dari: 1. Sterilisasi alat

Sterilisasi dilakukan dengan pencucian alat-alat seperti wadah, panci, sendok pengaduk dan penyaring dengan sabun antiseptic. Wadah yang digunakan dalam fermentasi dicuci bersih dengan sabun antiseptic kemudian disemprot dengan alkohol 96% dan dikeringkan. Wadah plastik dan selang transparan direndam dalam air dengan suhu 800C selama 15 menit. Botol kaca untuk fermentasi wine disterilisasi dengan mesin autoclave lalu diangkat dan dibiarkan kering. Alat-alat seperti gelas beker, plastik penutup botol, selang bening dan karet gelang disterilkan dengan alkohol 96% setiap akan digunakan.

  • 2.    Persiapan bahan baku kopi arabika kintamani

Biji kopi arabika kintamani disangrai pada suhu 2350C selama 14 menit sampai biji kopi berwarna agak gelap (medium roast). Setelah disangrai biji kopi didiamkan selama 3 hari setelah itu biji kopi dimasukan kedalam mesin grinder sampai berbentuk bubuk kasar (Purnamayanti et al., 2017).

  • 3.    Tahapan pembuatan starter

Pembuatan starter dengan ragi fermipan bertujuan untuk penumbuhan mikroorganisme khamir S. cerevisiae untuk proses fermentasi. Bubuk kasar kopi sebanyak 140 g dan gula pasir sebanyak 360 g dimasukkan ke dalam wadah dan ditambahkan 1 liter air hangat 400C. Kopi dan gula diaduk dengan merata sampai larut kemudian disaring dan dituangkan pada botol lalu

ditambahkan asam sitrat sampai pH 4,0 dan ditambahkan ragi fermipan sebanyak 0,1% b/v. Selang transparan pada ujung botol ditutup dengan aluminium foil dan celah ditutup dengan plastisin secara rapat dan aseptis. Ujung selang masing-masing botol diarahkan ke dalam botol lain yang berisi air sebagai saluran CO2. Botol ditempatkan ditempat gelap yang bersuhu ruang sekitar 29-310 C selama 12 jam sebelum digunakan sebagai starter.

  • 4.    Pembuatan wine kopi

Bubuk kopi Sebanyak 140 g ditambahan konsentrasi sukrosa sesuai perlakuan (10%, 15%, 20%, 25%, 30% b/v), dituangkan air hangat 400 C sebanyak 1 liter dan ditambahkan natrium metabisulfit 50 ppm    untuk menghindari

bertumbuhnya mikroorganisme yang tidak diinginkan (Pratiwi et al., 2019) . Campuran

diaduk secara merata sampai gula larut dalam air dan disaring. Hasil ekstraksi dituangkan ke dalam botol fermentasi lalu ditambahkan asam sitrat sampai pH 4,0 dan ditambahkan starter yang sudah disiapkan sebanyak 10% v/v, pastikan penambahan starter tepat pada suhu 370C. Botol ditutup dengan aluminium foil yang telah disambungkan dengan selang transparan dan plastisin untuk mencegah masuknya udara dari luar yang dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi. Ujung selang diarahkan kebotol yang telah terisi air sebagai saluran CO2 Fermentasi berlangsung selama 14 hari dengan disimpan pada tempat yang gelap dengan suhu ruang.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah total padatan terlarut (Ranganna, 1986),

derajat keasaman pH (AOAC, 1987), total asam (Devide, 1977), kadar etanol (AOAC, 1975), kadar metanol(AOAC, 1975), dan evaluasi Sensoris dengan menggunakan uji hedonik (aroma, rasa, warna dan penerimaan keseluruhan) dan uji skoring (rasa asam, rasa manis dan rasa pahit).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total Padatan Terlarut

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap total padatan terlarut wine kopi arabika kintamani. Nilai rata-rata total padatan terlarut wine kopi arabika kintamani dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil penelitian total padatan terlarut terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi sukrosa 10% sebesar 5,83obrix sedangkan total padatan terlarut tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi sukrosa 30% yaitu sebesar 21,07obrix. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi sukrosa maka total padatan terlarut semakin tinggi.

Tabel 1. Nilai rata-rata total padatan terlarut (o brix) wine kopi arabika kintamani

Konsentrasi Sukrosa

oBrix Total Padatan Terlarut

10%

5,83±0,15e

15%

8,27±0,45d

20%

11,97±0,30c

25%

17,20±0,36b

30%

21,07±0,20a

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Total padatan terlarut meningkat seiring penambahan konsentrasi sukrosa. Total padatan terlarut sebagian besar merupakan sisa gula yang tidak habis dipecah menjadi alkohol pada proses fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan total padatan terlarut meningkat seiring penambahan konsentrasi sukrosa. Total padatan terlarut sebagian besar merupakan sisa gula yang tidak habis dipecah menjadi alkohol pada proses fermentasi. Perubahan total padatan terlarut disebabkan langsung oleh konsentrasi sukrosa. Pratiwi (2019) melaporkan bahwa sebagian besar padatan terlarut yang ada pada minuman ialah gula. Sukrosa yang tersusun dari glukosa dan fruktosa sangat mudah larut dalam air. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Gunam et al (2009) yang

menyatakan bahwa perlakuan penambahan gula dalam pembuatan wine dapat menyebabkan peningkatan total padatan terlarut dari sebagian sisa gula yang tidak terfermentasi karena aktifitas khamir mulai terhambat pada konsentrasi sukrosa yang tinggi.

Total padatan terlarut diakibatkan oleh karbohidrat yang terkandung dan terurai menjadi senyawa yang mudah larut dalam air. Selain itu asam-asam organik yang terlarut juga menyebabkan tingginya total padatan terlarut. Sukrosa yang dipecah menjadi glukosa pada proses fermentasi wine merupakan sumber karbon utama yang diserap melalui transpor aktif yang kemudian dimetabolisme menjadi energi, mensintesis bahan pembentuk sel dan sintesis metabolit (Priest dan

Campell, 2003). Pada konsentrasi gula awal yang terlalu tinggi mengakibatkan sisa gula yang larut dalam wine juga tinggi sehingga berpengaruh pada mutu wine (Ariyanto et al., 2013).

Pada proses fermentasi wine, sukrosa digunakan khamir untuk tumbuh dan berkembangbiak serta menghasilkan alkohol. Pada penambahan sukrosa tertentu justru semakin menghambat proses metabolisme sel dalam memanfaatkan gula tersebut menjadi alkohol, sehingga semakin banyak tersisa total padatan terlarut gula pada akhir fermentasi (Gunam et al., 2018). Pernyataan tersebut kemudian didukung oleh sartika (2010), penurunan total padatan terlarut disebabkan gula yang telah mengalami perubahan menjadi alkohol, aldehida dan asam amino, kemudian sisa asam organik, sukrosa yang terlarut dalam air inilah yang terhitung sebagai total padatan terlarut. Total padatan terlarut pada suatu bahan pangan merupakan komponen yang sebagian besarnya merupakan gula dan beberapa komponen bahan pangan lainnya (Putri, 2007). Total padatan terlarut terdiri dari zat, lemak,

protein, serat dan sekitar 85% dari total padatan terlarut adalah gula atau yang termasuk karbohidrat (Yusuf, 2002).

Kadar Etanol

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar etanol wine kopi arabika kintamani. Nilai rata-rata kadar etanol wine kopi arabika kintamani dapat dilihat pada Tabel 2.

Hasil penelitian menunjukkan kadar etanol wine kopi terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi sukrosa 10% yaitu sebesar 5,94% dan kadar etanol tertinggi diperoleh pada perlakuan 25% yaitu sebesar 9,58 %. Hal ini menunjukkan penambahan konsentrasi sukrosa berpengaruh terhadap produktifitas etanol. Pada Tabel 2. menunjukkan bahwa kadar etanol wine kopi arabika kintamani meningkat sampai pada perlakuan penambahan sukrosa 25% namun mengalami penurunan pada konsentrasi 30% yang berbeda tidak nyata pada perlakuan konsentrasi sukrosa 20%.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar etanol (%v/v) kopi arabika kintamani

Konsentrasi Sukrosa

Etanol (%v/v)

10%

15%

20%

25%

30%

5,94±0,30d 7,50±0,17c 9,02±0,16b 9,58±0,19ab

8,52±0,64a

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kadar etanol wine kopi arabika kintamani dengan konsentrasi sukrosa sampai 25%, sedangkan pada konsentrasi 30% terjadi

penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa pada pembuatan wine kopi arabika kintamani mempengaruhi produktifitas etanol. Menurut Ariyanto et al (2013) sukrosa yang

merupakan disakarida dirombak menjadi monosakarida berupa glukosa yang selanjutnya diubah menjadi etanol. Namun pada penambahan konsentrasi sukrosa tinggi menghambat proses fermentasi. Hal itu disebabkan oleh larutan gula yang dapat menembus dinding sel khamir. Semakin banyak sel khamir yang rusak maka semakin rendah aktifitas khamir dan memperlambat proses fermentasi sehingga pada konsentrasi gula 30% sebagian khamir mulai tidak memfermentasi sukrosa lagi (Yanti, 1992). Menurut Siahan, (2010) menyatakan bahwa konsentrasi sukrosa optimum pada proses fermentasi wine adalah 28% sukrosa, konsentrasi permulaan yang baik adalah 16% sukrosa dan konsentrasi minimum fermentasi adalah 10% sukrosa. Konsentrasi sukrosa yang sesuai dengan syarat mutu pertumbuhan khamir meningkatkan produktifitas etanol.

Fermentasi wine diawali dari pemecahan sukrosa menjadi monosakarida fruktosa dan glukosa. Perombakan gula diperoses enzim zymaze (salah satu kelompok enzim invertase) dari khamir saccharomyces cerevisiae yang secara alami terjadi pada buah dan berlangsung lebih cepat pada sari buah. Selanjutnya glukosa mengalami tahapan glikolisis yang merupakan perombakan glukosa menjadi dua molekul asam

piruvat dan 2 CO2. Dua asam piruvat kemudian dikarboksilasi sehingga terbentuk asetaldehid yang selanjutnya direduksi menjadi etanol melalui katalis oleh enzim alkohol dihidrogenase dan NADH2 yang berfungsi sebagai donor elektron. Energi yang terjebak dalam NADH tersebut digunakan untuk mengubah asetaldehid menjadi etanol (Saputra, 2018). Menurut SNI 4019:2013, dipersyaratkan kadar etanol pada fruit wine pada kisaran 5-20 %. Berdasarkan BPOM RI (2016) tentang standar keamanan dan mutu minuman beralkohol yaitu pada kisaran 7-24%. Dari hasil yang didapatkan seluruh perlakuan konsentrasi sukrosa pada wine kopi arabika kintamani sudah memenuhi standar yang dipersyaratkan.

Total Asam

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total asam wine kopi arabika kintamani. Nilai rata-rata total asam wine kopi arabika kintamani dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil penelitian total asam terendah diperoleh pada perlakuan penambahan sukrosa 30% yaitu 0,10 sedangkan total total asam tertinggi diperoleh pada perlakuan 10 % yaitu 0,27%. Semakin tinggi penambahan konsentrasi sukrosa maka total asam pada wine kopi arabika kintamani semakin rendah.

Tabel 3. Nilai rata-rata total asam (%) wine kopi arabika kintamani

Konsentrasi Sukrosa

Total Asam (%)

10%

0,27±0,0a

15%

0,24±0,02a

20%

0,17±0,03b

25%

0,15±0,01b

30%

0,10±0,01c

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).


Hasil penelitian menunjukkan penurunan total asam seiring penambahan konsentrasi sukrosa. Penambahan konsentrasi sukrosa menyebabkan menurunnya total asam. Jumlah total asam merupakan indikator yang menunjukkan terbentuknya asam organik. Pada fermentasi wine, asam merupakan produk sampingan dari fermentasi yang menghasilkan alkohol. Peningkatan ataupun penurunan total asam terjadi akibat keadaan dalam fermentasi wine itu sendiri.

Konsentrasi sukrosa mempengaruhi substrat untuk menghasilkan ataupun menghambat khamir dalam memproduksi asam. Selain itu hal tersebut terjadi akibat reaksi antara asam dan alkohol yang membentuk ester (Sa’id, 1987). Batas total asam menurut SNI 4019:2013 yang terhitung dalam kandungan asam sitrat adalah maksimal 1 %

dengan demikian seluruh perlakuan penambahan sukrosa telah memenuhi standar SNI yang diharapkan.

Derajat Keasaman

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap derajat keasaman (pH) wine kopi arabika kintamani. Nilai rata-rata derajat keasaman wine kopi arabika kintamani dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai pH tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi sukrosa 25% yaitu 3,95 dan terendah pada perlakuan konsentrasi sukrosa 10% yaitu 3,88. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH meningkat sampai perlakuan penambahan sukrosa 25% dan menurun pada perlakuan penambahan sukrosa 30% yang berbeda tidak nyata dengan penambahan sukrosa 20%.

Tabel 4. Nilai rata-rata nilai derajat keasaman (pH) wine kopi arabika kintamani

Konsentrasi Sukrosa

pH

10%

15%

20%

25%

30%

3,88±0,00d

3,91±0,01c

3,94±0,01ab

3,95±0,01a

3,92±0,01bc

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hasil penelitian menunjukkan penurunan nilai pH pada wine kopi arabika kintamani yang sebelumnya diatur keasamannya pada nilai pH 4. Meskipun selisih penurunan pH tidak terlalu berpengaruh menurut Hawusiwa et al (2015) menurunnya nilai pH disebabkan oleh hasil fermentasi berupa alkohol dan CO2 yang terbentuk bereaksi dengan air dan membentuk H2CO3 yang ditandai dengan terbentuknya gelembung gas sebagai reaksi karbonasi. H2CO3 memberikan

suasana asam sehingga pH menjadi rendah. Derajat keasaman (pH) berkaitan dengan total asam dimana metabolit sekunder berupa asam-asam organik seperti asam asetat dan piruvat yang terbentuk selama proses fermentasi juga menyebabkan pH turun. Sesuai dengan penelitian asam-asam organik yang terlarut juga melepaskan proton (H+) sehingga menurunkan pH.

Bertambahnya produksi alkohol yang dihasilkan khamir mengakibatkan terhambatnya

pertumbuhan bakteri pembentuk asam sehingga produksi asam semakin rendah dan menyebabkan kenaikan nilai pH (Pratiwi et al., 2019). Pada proses fermentasi dikenal proses molaktat (molalactic fermentation) yang merupakan konversi enzimatik asam malat menjadi asam laktat dan karbondioksida yang disebut proses reaksi dekarboksilasi. Peran utama asam laktat dalam fermentasi malolaktat mengubah asam asam monokarboksilat menjadi karbondioksida yang menyebabkan rendahnya tingkat keasaman pH meningkat. Pada media yang memiliki pH rendah, khamir dapat lebih cepat dalam memecah bahan-bahan organik. Media yang bersifat asam akan menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan, sehingga khamir dapat mendominasi media pertumbuhannya dan dapat memecah glukosa menjadi etanol secara optimal (Lohenapessy et al., 2017).

Kadar Metanol

Pada hasil analisis dengan gas kromatografi tidak teridentifikasi adanya metanol pada wine kopi arabika kintamani pada semua perlakuan. Berbeda dengan etanol, metanol

merupakan senyawa yang tidak diinginkan adanya pada minuman beralkohol. Metanol dapat terbentuk akibat adanya degradasi dari pektin yang telah mengalami reaksi enzimatis. Keberadaan metanol yang tidak diinginkan dan bersifat racun pada wine juga tidak memiliki efek apapun pada karakteristik wine (Hudson et al., 2017). Berdasarkan hasil negatif adanya metanol dalam wine kopi arabika kintamani, berarti telah memenuhi syarat berdasarkan SNI 01-4018-1996 yaitu kandungan metanol pada minuman beralkohol diperkenankan maksimal 0,1% (v/v).

Evaluasi Sensoris

Evaluasi sensoris wine kopi arabika kintamani dilakukan dengan uji hedonik dan skoring. Uji hedonik dilakukan pada warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan, sedangkan uji skoring dilakukan pada rasa asam, rasa manis dan rasa pahit. Nilai rata-rata uji hedonik pada warna, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring rasa asam, rasa manis dan rasa pahit dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Nilai rata-rata hedonik aroma, rasa, warna dan penerimaan keseluruhan wine arabika kintamani

Perlakuan

Hedonik

Aroma

Rasa

Warna

Penerimaan Keseluruhan

A1(10%)

4,93±1,01a

3,20±2,04c

5,20±1,10b

3,53±1,91c

A2(15%)

5,13±1,13a

4,13±1,60b

5,40±0,87ab

3,53±1,63c

A3(20%)

5,20±0,92a

5,00±1,42a

5,47±0,90ab

4,67±1,03b

A4(25%)

5,27±1,41a

5,40±1,92a

5,53±1,16ab

5,20±1,42ab

A5(30%)

5,27±1,60a

5,47±1,80a

5,80±1,13a

5,73±1,68a

Keterangan: huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Keterangan angka uji hedonik 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = biasa, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka.


Tabel 6. Nilai rata-rata skor rasa asam, rasa manis dan rasa pahit wine arabika kintamani

Perlakuan

Skoring

Rasa Asam

Rasa Manis

Rasa Pahit

A1(10%)

3,07±0,85a

1,07±0,00e

3,33±0,63a

A2(15%)

3,20±0,92a

1,47±0,67d

2,87±0,70b

A3(20%)

2,40±0,51b

2,33±0,81c

2,20±0,56c

A4(25%)

2,00±0,56b

3,13±0,70b

1,73±0,52d

A5(30%)

1,87±0,96b

3,53±0,52a

1,40±0,82e

Keterangan: huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Kriteria manis: 4 = sangat manis, 3 = manis, 2 = agak manis, 1 = tidak manis

Kriteria asam: 4 = sangat asam, 3 = asam, 2 = agak asam, 1 = tidak asam

Kriteria pahit: 4 = sangat pahit, 3 = pahit, 2 = agak pahit, 1 = tidak pahit


Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap hedonik aroma wine kopi arabika kintamani. Hasil pengujian hedonik aroma wine kopi arabika kintamani dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata uji hedonik aroma (Tabel 5) rata-rata panelis memberikan nilai antara 4,93 sampai 5,27 dengan kriteria agak suka. Perlakuan konsentrasi sukrosa 10% mendapat rata-rata tingkat kesukaan terendah yaitu 4,93 dengan kriteria agak suka. Perlakuan konsentrasi sukrosa 25% dan 30% merupakan hedonik aroma paling disukai dengan nilai rata rata sebesar 5,27 dengan kriteria agak suka.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik rasa wine kopi arabika kintamani. Nilai rata-rata hedonik rasa wine kopi arabika kintamani dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata hedonik rasa (Tabel 5) rata-rata panelis memberikan nilai antara 3,20 sampai 5,47 dengan kriteria agak tidak suka sampai agak suka. Perlakuan konsentrasi sukrosa 30% mendapat nilai tertinggi dengan rata rata sebesar 5,47. Rasa

alkoholik dideteksi pada langit-langit mulut dengan sensasi panas. Penurunan rasa pahit dan sepat menghasilkan wine dengan rasa alkohol yang lebih ringan (Jackson, 2008). Walaupun biji kopi arabika didominasi dengan rasa pahit, penambahan sukrosa selama fermentasi telah berpengaruh terhadap rasa manis, asam dan pahit yang dihasilkan (Amuntoda, 2018).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji skoring rasa asam kopi arabika kintamani. Hasil uji skoring rasa asam (Tabel 6) rata-rata panelis memberikan nilai antara 1,87 sampai 3,20 dengan kriteria agak asam sampai asam. Perlakuan konsentrasi sukrosa 15% mendapat nilai tertinggi dengan rata rata sebesar 3,20. Rasa asam dirasakan pada sisi lidah sebagai sensasi ketajaman yang sangat khas. Rasa asam dipengaruhi oleh total asam dan pH dari wine kopi arabika kintamani. Total asam yang tinggi menyebabkan nilai pH yang rendah. Rasa asam dirasakan saat total asam tinggi dan nilai pH rendah pada konsentrasi sukrosa 10-15%. Dalam proses fermentasi pada peningkatan gula juga akan menurunkan rasa asam. Semakin banyak gula yang dirombak menghasilkan CO2 yang terbentuk akan

memberikan kadar asam pada akhir proses fermentasi. Terbentuk CO2 yang lebih tinggi sehingga H2CO3 yang dihasilkan dalam jumlah banyak mempengaruhi peningkatan asam (Amuntoda, 2018).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji skoring rasa manis kopi arabika kintamani. Hasil uji skoring rasa manis (Tabel 6) rata-rata panelis memberikan nilai antara 1,07 sampai 3,53 dengan kriteria tidak manis sampai sangat manis. Perlakuan konsentrasi sukrosa 30% mendapat nilai tertinggi dengan rata rata sebesar 3,20. Rasa sangat dipengaruhi bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan wine. Rasa manis disebabkan oleh sukrosa yang tertinggal dan tidak habis terfementasi. Pada wine kopi arabika kintamani dengan total padatan terlarut yang tinggi cenderung memberikan rasa manis dan sebaliknya. Karakteristik rasa pada wine kopi arabika tetap khas kopi dengan rasa manis (Amuntoda, 2018).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji skoring rasa pahit wine kopi arabika kintamani. Hasil uji skoring rasa pahit (Tabel 6) rata-rata panelis memberikan nilai antara 1,40 sampai 3,33 dengan kriteria agak pahit sampai pahit. Perlakuan konsentrasi sukrosa 10% mendapat nilai tertinggi dengan rata rata sebesar 3,20. Rasa sangat terpengaruh oleh bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan wine. Pada wine kopi arabika kintamani, konsentrasi gula rendah cenderung memberi rasa pahit khas kopi.

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap hedonik warna wine kopi arabika kintamani. Hasil uji hedonik warna (Tabel 5) rata-rata panelis memberikan nilai antara 5,20 sampai 5,80 dengan kriteria agak suka. Perlakuan konsentrasi sukrosa 10% mendapat rata-rata tingkat kesukaan terendah yaitu 5,20 dengan kriteria agak suka sedangkan perlakuan konsentrasi sukrosa 30% mendapat nilai tertinggi dengan rata rata sebesar 5,80. Penambahan gula tidak menimbulkan perbedaan warna pada wine kopi. Warna wine kopi arabika kintamani cenderung memiliki warna hitam kecoklatan khas kopi.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji hedonik penerimaan keseluruhan wine kopi arabika kintamani. Hasil uji hedonik penerimaan keseluruhan (Tabel 5) rata-rata panelis memberikan nilai antara 3,53 sampai 5,73 dengan kriteria biasa sampai suka. Perlakuan konsentrasi sukrosa 10% mendapat rata-rata tingkat kesukaan terendah yaitu 3,53 dengan kriteria biasa sedangkan perlakuan konsentrasi sukrosa 30% mendapat nilai tertinggi dengan rata rata sebesar 5,73 dengan kriteria suka. Penerimaan keseluruhan dipengaruhi oleh warna, aroma dan rasa dari wine kopi arabika kintamani.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • 1.    Konsentrasi sukrosa berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut, derajat keasaman (pH), total asam tertitrasi, kadar etanol serta pada pengujian sensoris berpengaruh nyata terhadap rasa (hedonik dan skoring) dan penerimaan keseluruhan (hedonik) wine kopi arabika kintamani, sedangkan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma(hedonik) dan rasa (hedonik) serta mendapatkan hasil negatif pada uji kadar metanol.

  • 2.    Perlakuan konsentrasi sukrosa 25% menghasilkan wine kopi arabika dengan karakteristik terbaik, yaitu total padatan terlarut 17,20 0Brix, pH 3,95, total asam 0,15 %, kadar etanol  9,58%.  Pada  pengujian  sensoris

mendapat nilai rata-rata hedonik warna suka (5,53), hedonik aroma agak suka (5,27), hedonik rasa agak suka (5,40), rasa manis (3,13), rasa agak asam (2,00), rasa agak pahit (1,73), dan hedonik penerimaan keseluruhan agak suka (5,20).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk menggunakan konsentrasi sukrosa 25 %

pada pembuatan wine kopi arabika kintamani.

DAFTAR PUSTAKA

A.O.A.C. 1975. Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Washington D.C.

A.O.A.C. 1987. Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Washington D.C.

Aditya, I. W., K. A. Nocianitri, dan N. L. A. Yusasrini. 2015. Kajian Kandungan Kafein Kopi Bubuk, Nilai pH dan Karakteristik Aroma dan Rasa Seduhan

Kopi Jantan dan Betina Jenis Arabika dan Robusta. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 5(1): 3-4.

Amuntoda, M. A. N. 2018. Perbandingan Kadar Alkohol Dan Uji Organoleptik Wine Kopi Arabika (Coffea Arabica) Temanggung Varietas Kartika Yang Dihasilkan Melalui Metode  Ekstraksi Cold  Brew Dan

Maserasi Menggunakan Strain Khamir Polandia  (Saccharomyces  Cereviceae).

[Skripsi]. Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Ariyanto, H. D., F. Hidayatulloh, dan J. Murwono. 2013. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Produktivitas Alkohol dalam Pembuatan Wine Berbahan Apel Buang (Reject) dengan Menggunakan Nopkor MZ. 11. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(4): 226-232.

Badan Standarisasi Nasional. 2013. Anggur Buah. SNI 4019:2013

BPOM RI. 2016. Standar Keamanan dan Mutu Minuman Beralkohol. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016.

Devide, C. I. 1977. Laboratory Guide in Dairy Chemistry Practical. FAO Dairy, Training and Research Insitute University of the Philipines at Los Branos College. Laguna.

Gunam, I. B. W., L. P. Wrasiati,W. Setioko. 2009a. Pengaruh Jenis Dan Jumlah Penambahan Gula Pada Karakteristik    Wine

Salak. Jurnal Agrotekno. 1(5):12-19.

Gunam, I. B. W. 2017b. Pengaruh Berbagai Merk Dried Khamir (Saccharomyces Sp.) dan pH Awal Fermentasi Terhadap Karakteristik     Wine     Salak. Jurnal

Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. 22(2):63-72.

Gunam, I. B. W. 2018c. Pengaruh Konsentrasi Starter dan Gula Terhadap Karakteristik Wine Salak. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno. 3(1): 288-295.

Hawusiwa, E. S., A. K., Wardani, dan D. W. Ningtyas, 2015. Pengaruh Konsentrasi Pasta Singkong (Manihot Esculenta) dan Lama Fermentasi pada Proses Pembuatan Minuman Wine Singkong. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(1):147-155.

Hudson, R. L., P. A. Gerakines, dan R. F. Ferrante. 2017. New Solid-Phase IR Spectra of Solar-System Molecules:    Metanol,

Ethanol,    and Methanethiol.    In

AAS/Division for Planetary Sciences Meeting Abstracts. 49(1): 216-08.

Jackson, R. S. 2008. Wine science: principles and applications. Academic press.

Lohenapessy, S. I. B. W., I. W. Gunam, dan Arnata. 2017. Pengaruh Berbagai Merek Dried Yeast (Saccharomyces Sp.) dan pH Awal Permentasi Terhadap Karakteristik Wine Salak Bali. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 22(2): 63-72.

Pratiwi, R., I. B. W. Gunam dan N. S. Antara, 2019. Pengaruh Penambahan Gula dan Konsentrasi Starter Khamir terhadap Karakteristik Wine Buah Naga Merah. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri ISSN. 25(3): 22-26.

Ranganna, S. 1986. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and VegeTabel Products. Tata McGraw Hill Education. India.

Sa’id, E.G. 1987. Bioindustri, Penerangan Teknologi Frementasi. PAU. Hari Purnomo dan Adiono Eds. Penerbit Universitas Indonesia, Jakartas

Sartika, R. 2010. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Terhadap Shelf-Life dan Karakteristik Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Selama Pemyimpanan. Skripsi. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Siahaan, A. S. 2010. Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Minuman Beralkohol dari Nenas (Ananas sativus). [Skripsi]. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan

Sintasari, R. A. 2014. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Susu Krim dan Sukrosa Terhadap    Karakteristik    Minuman

Probiotik Sari Beras Merah. [Skripsi] Fakultas Teknologi Pangan. Malang.

Susilawati, M., D. P. E. Nilakusumawati. 2015. Perancangan    Percobaan.     Jurusan

Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Alam, Universitas Udayana. Simdos Unud. Denpasar.

Standar Nasional Indonesia. 1996. Anggur Buah. SNI 01-4019-1996. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Pratiwi, A. L., A. S. Duniaji, dan I. W. R. Widarta. 2019. Pengaruh Penambahan High Fructose Syrup (HFS-55) Terhadap Karakteristik Red Wine Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus Sabdariffa L.). Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (Itepa). 8(4):390-397.

Priest, F. L. and Campell, 2003. Brewing Microbiologi. Third Edition, Kluwe Academic Plenum Publisher. Newyork.

Purnamayanti, P. A., I. P. Gunadnya, dan G. Arda. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama Penyangraian Terhadap Karakteristik Fisik dan Mutu Sensori Kopi Arabika (Coffea arabica L). Jurnal Beta (Biosistem dan Teknik Pertanian). 5(2):39-48.

Putri, Y.N. 2007. Mempelajari Pengaruh Penyimpanan Tape Ketan (Oryza Sativa Glutinosa)  Terhadap Daya Terima

Konsumen (On-Line). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Yanti, L., N. F. N. Hernani, dan S. Yuliani. 1992. Pembuatan Anggur Jahe. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bul, Linro Journals. 7(1): 3.

Yusuf, R.R. 2002. Formulasi, Karakteristik Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional Sari Jahe (Zingeber officinale Rose) dan Sari Sereh Dapur (Cymbopogon). Diakses pada https://repository.ipb.ac.id/handle/123456 789/21256 pada 14

472