Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Made Yuni Cahya Ningrum dkk./ Itepa 11 (3) 2022 448-460

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Asam Sitrat-Malat terhadap Karakteristik Granul Effervescent Daun Katuk (Sauropus androgynus L. Merr)

The Effects of Concentration Ratio of Citric-Malic Acid on the Characteristics of Effervescent Granule of Katuk Leaves (Sauropus androgynus L. Merr)

Made Yuni Cahya Ningrum1, Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati1*, I Gusti Ayu Ekawati1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati, Email: [email protected]

Abstract

The purposes of this research was to determine the effect of concentration ratio of citric-malic acid on the characteristics of the effervescent granule of katuk leaves and to proper concentration ratio of citric-malic acid to get the effervescent granule of katuk leaves with the best characteristics. The research used Completely Randomized Design (CRD) with the treatment of concentration ratio of citric-malic acid consisting of 5 levels: 5% : 25%, 10% : 20%, 15% : 15%, 20% : 10%, dan 25% : 5%. The treatment was repeated 3 times in order to obtain 15 experimental units. The data were analyzed statistically using the variance test and if the treatment had a significant effect to observed variables, it was continued with Duncan's Multiple Range Test. The result showed that concentration ratio of citric-malic acid had a significant effect (P<0,05) on moisture content, ash content, flow time, soluble time, high foaming, total flavonoids, and antioxidant capacity. The concentration ratio of 5% citric acid and 25% malic acid was the best treatment to produce effervescent granule of katuk leaves with the moisture content 5.67%, ash content 23.84%, pH 5.88, soluble time 20.69 seconds, flow time 0.80 seconds, high foaming 3.20 cm, total flavonoids 21.04 mgQE/100g powder, antioxidant capacity 16.51 mgGAEAC/100g powder sensory hedonic of the color was liked, the aroma was liked, the taste was liked and the overall acceptance was liked.

Keywords: katuk leaves, effervescent granules, citric acid, malic acid

PENDAHULUAN

Tanaman katuk (Sauropus androgynus L. Merr) termasuk tanaman jenis perdu berumpun dengan tinggi 1-5 meter. Batangnya tumbuh tegak dan berkayu dan jika ujung batangnya dipangkas, akan tumbuh tunas-tunas baru yang membentuk percabangan. Daun katuk merupakan daun majemuk genap, berukuran kecil, berwarna hijau gelap dengan panjang 5-6 cm. Daun katuk merupakan sayur-sayuran yang banyak ditemukan di negara-negara Asia Tenggara. Daun katuk memiliki banyak fungsi kesehatan bagi tubuh, sehingga disebut sebagai tanaman obat (Santoso, 2014). Berdasarkan analisis fitokimia, daun katuk

memiliki kandungan tanin, saponin, alkaloid, flavonoid, glikosida dan fenol (Andini, 2014). Kandungan flavonoid di dalam daun katuk memiliki fungsi sebagai antioksidan alami. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan, yaitu dapat merubah atau mereduksi radikal bebas sehingga dapat disebut sebagai anti radikal bebas (Pietta, 2000).

Masyarakat Indonesia umumnya mengolah daun katuk menjadi rebusan sayur, tumisan, dan juga lalapan. Hasil survei di wilayah Jawa Timur mengatakan bahwa daun katuk paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai

pelancar asi dan pewarna makanan (Hayati, et al., 2016). Pada penelitian Cikita, et al. (2016), daun katuk yang diekstrak menggunakan etanol terbukti dapat berperan sebagai antioksidan yang baik pada minyak kelapa dengan kadar total flavonoid sebesar 27,909%. Diversifikasi pangan perlu dilakukan sebagai upaya untuk memperkaya produk olahan daun katuk perlu salah satunya dengan diolah menjadi granul effervescent. Minuman dalam bentuk granul effervescent banyak digemari masyarakat karena sifatnya yang praktis, cepat larut dalam air, hasil larutannya jernih, serta memberikan efek sparkle atau seperti pada rasa saat minum air soda.

Effervescent adalah hasil dari gabungan senyawa asam dan basa yang bila ditambahkan dengan air akan bereaksi melepaskan karbon dioksida, sehingga menghasilkan buih pada sediaan (Setiana dan Kusuma, 2018). Granul merupakan gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil dengan bentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar (Ansel, 1989). Sediaan dalam bentuk granul lebih stabil secara fisika dan kimia jika dibandingkan dalam bentuk serbuk (Djarot dan Badar, 2017). Metode granulasi effervescent dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan digunakan atau tidaknya cairan untuk melarutkan atau mengembangkan bahan pengikat granul, yaitu granulasi basah dan granulasi kering. Granulasi kering pada prinsipnya adalah metode pembuatan granul secara mekanis tanpa bantuan bahan pelarut, ikatannya didapatkan melalui gaya. Pada metode granulasi kering bahan yang digunakan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, baik untuk zat

aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab, dan dapat mempercepat waktu hancur (Setiawan, 2012).

Effervescent dibuat dengan menggunakan suatu kombinasi sumber asam, sumber basa, bahan pengisi, dan bahan pengikat. Ansel (1989) menyatakan bahwa penggunaan asam sitrat sebagai asam tunggal akan menghasilkan campuran yang lekat dan sukar menjadi granul, sedangkan penggunaan asam tartrat sebagai asam tunggal akan menghasilkan granul yang mudah kehilangan kekuatannya dan menggumpal. Selain kedua asam tersebut, dapat digunakan juga asam malat yang merupakan asam dari buah apel yang bersifat larut dalam air dan dapat direaksikan dengan sumber karbonat. Asam malat memiliki keunggulan yaitu memiliki bau yang khas, lembut dan cukup tinggi untuk larut dalam sediaan effervescent (Lachman, 1996). Sumber asam akan dapat menghasilkan effervescent yang baik apabila digunakan pada range konsentrasi 25-40% dari bobot granul (Wehling dan Fred, 2004 dalam Kholidah, et al., 2014).

Widyaningrum, et al. (2015) menyatakan bahwa kombinasi sumber asam yang menghasilkan karakteristik serbuk effervescent daun pandan terbaik adalah asam sitrat dan asam malat karena dapat menghasilkan aktivitas antioksidan tertinggi yaitu sebesar 29,09 mg/mL. Pada penelitian Setiawan (2012) aktivitas antioksidan tertinggi didapat pada granul effervescent buah beet dengan total kombinasi asam sitrat dan asam malat sebesar 30% (15% : 15%) yang memberikan aktivitas antioksidan sebesar 1,17%. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat terhadap karakteristik granul effervescent daun katuk dan menentukan perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat yang tepat untuk menghasilkan granul effervescent daun katuk dengan karakteristik terbaik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Teknik Pasca Panen dan Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengendalian Mutu Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Kampus Sudirman, Denpasar. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2021 sampai dengan bulan April 2021.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun katuk yang diperoleh di Desa Tegal Mengkeb, Kabupaten Tabanan, dengan karakteristik daun segar, tidak terlalu tua ataupun terlalu muda dan berwarna hijau tidak kekuningan, dipetik 3-5 tangkai dari ujung pucuk tanaman, maltodekstrin (Maltrin), asam sitrat (Gajah), asam malat (Fuso Japan), natrium bikarbonat (Fenny), polivinilpirolidon (Dms), gula stevia (Tropicana Slim), manitol (Dms), DPPH (Himedia), asam galat (Sigma Aldrich), etanol (Merck), metanol (Merck), kuersetin, AlCl3, aquadest, air kemasan (Aqua), dan gas elpiji.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah waskom, blender (Philips), gelas, gelas ukur 1 L, sendok, spatula, mixer (Maspion), botol kaca berwarna gelap, loyang, kertas baking,

alumunium foil, kain saring, kertas saring, pinset, batang pengaduk, penggaris, ayakan 60 mesh, ayakan 18 mesh, standing pouch aluminium foil, plastik vakum, sealer (Fresh World), pH meter, oven (Labo), muffle furnace (Nabertherm), timbangan analitik (Shimadzu ATY224), cawan alumunium, cawan porselen, labu ukur (Pyrex), gelas beker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), corong kaca, tabung reaksi (Pyrex), tabung sentrifuge, rak tabung reaksi, desikator, spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10S UV-Vis), kuvet kaca, vortex (Maxi Mix II Type 367000), pipet volume (Pyrex), pipet tetes, pipet mikro (Dragon Lab) dan tip.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat yang terdiri dari 5 taraf meliputi: F1 (asam sitrat 5% : asam malat 25%), F2 (asam sitrat 10% : asam malat 20%), F3 (asam sitrat 15% : asam malat 15%), F4 (asam sitrat 20% : asam malat 10%), F5 (asam sitrat 25% : asam malat 5%). Masing-

masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh total 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji sidik ragam. Apabila terdapat pengaruh perlakuan perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat terhadap parameter yang diamati, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% menggunakan software SPSS Statistics 26 (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi 3 tahap, yaitu:

  • 1.    Pembuatan Filtrat Daun Katuk

Daun katuk disortasi kemudian dicuci dengan air bersih dan ditiriskan. Daun ditimbang sebanyak 200 gram kemudian ditambahkan air mineral dengan perbandingan 1:3 (perbandingan antara bahan baku dan air yang digunakan) dan dihancurkan dengan blender dengan kecepatan sedang selama ±5 menit hingga halus. Setelahnya dilakukan penyaringan menggunakan kain saring hingga didapat filtrat daun katuk ±600 ml.

  • 2.    Pembuatan Serbuk Daun Katuk

Filtrat daun katuk diambil sebanyak 500 ml kemudian ditambahkan maltodekstrin (1:1) dan diaduk hingga homogen menggunakan mixer dengan kecepatan maksimal selama ±20 menit. Campuran yang telah homogen kemudian dituang dengan ketebalan 0,5 cm ke dalam loyang yang telah dialasi kertas minyak. Campuran kemudian dikeringkan dalam dalam oven pada suhu 65oC selama 24 jam. Setelah adonan mengering, dipecahkan kecil-kecil adonan dan diblender hingga halus serta diayak dengan ayakan 40 mesh

sehingga didapatkan serbuk daun katuk ±300 gram.

  • 3.    Pembuatan Granul Effervescent Daun Katuk

Pembuatan      granul      effervescent

menggunakan metode granulasi kering dilakukan dengan cara serbuk daun katuk sebanyak 20% dari total berat granul yang akan dibuat dicampurkan dengan asam sitrat-malat sesuai perlakuan dan bahan lainnya hingga homogen menggunakan blender selama ±2 menit. Campuran serbuk yang telah homogen kemudian diayak menggunakan ayakan 18 mesh. Setelah itu dikeringkan dalam oven suhu 40oC selama 15 menit. Selama proses pemanasan serbuk dibolak–balikkan. Setelah mencapai kepadatan yang tepat (terlihat agak berongga) campuran serbuk dikeluarkan dan dihomogenkan, kemudian dibuat granul dengan ayakan 18 mesh (Setiawan, 2012). Adapun formula granul effervescent daun katuk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Formula granul effervescent daun katuk (Setiawan, 2012) yang dimodifikasi

No.

Komposisi

Perlakuan

F1

F2

F3

F4

F5

1

Serbuk daun katuk (%)

20

20

20

20

20

2

Asam sitrat (%)

5

10

15

20

25

3

Asam malat (%)

25

20

15

10

5

4

Natrium bikarbonat (%)

36,8

36,8

36,8

36,8

36,8

5

PVP (polivinilpirolidon) (%)

3

3

3

3

3

6

Gula stevia (%)

1,5

1,5

1,5

1,5

1,5

7

Manitol (%)

8,7

8,7

8,7

8,7

8,7

  • 4.    Preparasi Sampel untuk Evaluasi Sensoris

Penyajian granul effervescent daun katuk mengikuti prosedur penyajian minuman serbuk menurut Setyaningsih, et al. (2010) yang telah dimodifikasi. Masing-masing sampel granul

effervescent daun katuk sebanyak 5 gram dimasukan dalam gelas bersih berwarna putih dan dilarutkan dalam 250 ml air dengan suhu 15ºC– 25ºC. Panelis akan disajikan sampel yang sama, dimana setiap sampelnya diberi kode tertentu. Air

putih disediakan untuk berkumur dan menetralkan mulut. Panelis diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dan hasil yang didapat dinyatakan dengan skala numerik dari 1 sampai 5 (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= biasa, 4= suka, 5= sangat suka).

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini, yaitu kadar air (AOAC, 2006), kadar abu (AOAC, 2005), pH (Nugraha, et al., 2015), waktu larut (Nugraha, et al., 2015), waktu alir (Nugraha,

et al., 2015), tinggi buih, total flavonoid (Nazmul et al., 2006), kapasitas antioksidan (Blois, 1958 dalam Miranda et al., 2020), dan uji sensoris secara hedonik (Soekarto, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Karakteristik Kimia Granul Effervescent Daun Katuk

Hasil analisis karakteristik kimia granul effervescent daun katuk meliputi kadar air, kadar abu, dan pH dalam bentuk nilai rata-rata dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, dan pH granul effervescent daun katuk

Perlakuan

(Perbandingan Konsentrasi Asam Sitrat-Malat)

Kadar Air (%)

Kadar Abu (%)

pH

F1 (5% : 25%)

5,67±0,04a

23,84±0,26a

5,88±0,07a

F2 (10% :20%)

5,92±0,05b

24,08±0,17ab

5,93±0,16a

F3 (15% :15%)

6,12±0,05c

24,37±0,22b

6,05±0,23a

F4 (20% : 10%)

6,27±0,07d

24,68±0,10bc

6,08±0,21a

F5 (25% : 5%)

6,57±0,06e

24,95±0,10c

6,12±0,16a

Keterangan: Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air granul effervescent daun katuk. Tabel 2 menunjukkan kadar air terendah diperoleh pada perlakuan F1 (5% : 25%) yaitu sebesar 5,67%. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan F5 (25% : 5%) yaitu sebesar 6,57%. Semakin tinggi konsentrasi asam sitrat dan semakin rendah asam malat menunjukkan peningkatan kadar air. Hal ini disebabkan oleh sifat asam sitrat yang lebih higroskopis jika dibandingkan dengan asam malat sehingga penyerapan air semakin banyak dan

mengakibatkan kadar air granul effervescent meningkat. Sesuai dengan pernyataan Lieberman et al. (1994) asam sitrat merupakan salah satu asidulan yang sangat higroskopis. Sehingga granul effervescent dengan perlakuan penambahan asam sitrat terbanyak akan sangat rentan menyerap air pada saat proses pembuatannya, sehingga menghasilkan kadar air yang tinggi. Regiarti dan Susanto (2015) menyatakan bahwa gugus karboksil pada asam malat (2 gugus karboksil) lebih kecil jika dibandingkan dengan asam organik lain seperti asam sitrat yang memiliki 3 gugus karboksil, sehingga daya higroskopisnya lebih rendah dan memberikan pengaruh yang

tidak signifikan terhadap kadar air produk. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyaningrum, et al. (2015), dimana serbuk effervescent daun pandan yang menggunakan asam sitrat akan menghasilkan pengujian kadar air yang tinggi. Granul effervescent yang baik yaitu granul dengan kadar air antara 0,4% - 0,7% (Santosa, et al., 2017).

Kadar Abu

Kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang terkandung pada suatu bahan. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pengabuan (Bachtiar, 2011). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu granul effervescent daun katuk. Tabel 2 menunjukkan kadar abu granul effervescent daun katuk terendah diperoleh pada perlakuan F1 (5% : 25%) sebesar 23,84%, sedangkan kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan F5 (25% : 5%) yaitu sebesar 24,39%. Hal ini disebabkan karena untuk menetralkan satu molekul asam sitrat dibutuhkan tiga molekul natrium bikarbonat dan dua molekul natrium bikarbonat untuk menetralkan satu molekul asam malat (Ansel, 1989). Meningkatnya konsentrasi asam sitrat akan membuat natrium bikarbonat yang bereaksi lebih banyak dan membentuk natrium sitrat sehingga kadar abu meningkat. Granul effervescent memiliki kadar abu yang tinggi karena natrium bikarbonat yang digunakan sebagai sumber basa mengandung mineral Na yang tinggi (Winarni, 2008 dalam Oktaviani, et al. 2019). Nilai rata-rata kadar abu yang didapat sudah sesuai dengan kadar

abu produk komersial effervescent yaitu sebesar 24,30% (Murdinah, 2015).

pH

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pH granul effervescent daun katuk. Tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata kisaran pH dari kelima perlakuan yaitu berkisar 5,88 – 6,12. Hal ini disebabkan karena reaksi netralisasi akan terjadi antara asam dan basa. Selain itu, diduga jumlah sumber asam dan sumber basa yang digunakan sudah tepat sehingga menghasilkan pH yang mendekati netral. Ansel (1989) menyatakan bahwa untuk menetralkan 1 molekul asam sitrat diperlukan 3 molekul natrium bikarbonat dan 2 molekul natrium bikarbonat untuk menetralkan 1 molekul asam malat. pH effervescent yang baik merupakan pH yang memiliki selisih terkecil dengan standar pH untuk produk minuman, yaitu 7 (Menkes, 2010 dalam Widyaningrum et al., 2015). Kailaku, et al. (2012) juga menyatakan bahwa pH larutan effervescent yang baik adalah yang mendekati netral, yaitu 6-7. Nilai pH pada penelitian ini sudah memenuhi persyaratan pH larutan effervescent yang baik.

Hasil  Analisis Karakteristik  Fisik  Granul

Effervescent Daun Katuk

Hasil analisis karakteristik fisik granul effervescent daun katuk meliputi waktu larut, waktu alir, dan tinggi buih dalam bentuk nilai rata-rata dapat dilihat pada Tabel 3.

Waktu Larut

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap waktu larut granul effervescent daun katuk. Tabel 3 menunjukkan waktu larut tercepat diperoleh pada perlakuan F5 (25% : 5%) sebesar 16,30 detik dan waktu larut terlama diperoleh pada perlakuan F1 (5% : 25%) sebesar 20,69 detik. Hal ini disebabkan kemampuan mengikat air dan kelarutan yang dimiliki oleh asam sitrat lebih tinggi daripada asam malat (Santosa, et al., 2019). Kemampuan mengikat air yang tinggi akan menyebabkan waktu larut yang dibutuhkan semakin cepat. Hasil ini dipertegas dengan hasil

kadar air, dimana pada konsentrasi asam sitrat yang lebih tinggi menghasilkan nilai kadar air yang lebih besar. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Romantika, et al. (2017), yaitu semakin tinggi konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan pada formula tablet effervescent jeruk baby java maka kecepatan larutnya akan semakin meningkat. Waktu larut yang dihasilkan pada penelitian ini sudah memenuhi standar waktu larut effervescent yang baik, yaitu tidak lebih dari 5 menit (Siregar, 2010).

Tabel 3. Nilai rata-rata waktu larut, waktu alir, dan tinggi buih granul effervescent daun katuk

Perlakuan

(Perbandingan Konsentrasi Asam Sitrat-Malat)

Waktu Larut (detik)

Waktu Alir (detik)

Tinggi Buih (cm)

F1 (5% : 25%)

20,69±0,37d

0,80±0,02a

3,20±0,26c

F2 (10% :20%)

19,65±0,75c

0,98±0,07b

2,96±0,05c

F3 (15% :15%)

18,01±0,17b

1,10±0,06b

2,63±0,15b

F4 (20% : 10%)

17,09±0,33a

1,37±0,10c

2,36±0,15b

F5 (25% : 5%)

16,30±0,53a

1,65±0,13d

2,00±0,10a

Keterangan: Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Waktu Alir

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap waktu alir granul effervescent daun katuk. Tabel 3 menunjukkan waktu alir tercepat diperoleh pada perlakuan F1 (5% : 25%) yaitu sebesar 0,80 detik dan waktu alir terlama diperoleh pada perlakuan F5 (25% : 5%) sebesar 1,65 detik. Hal ini disebabkan karena asam sitrat bersifat lebih higroskopis dari asam malat sehingga kadar air pada granul akan semakin meningkat (Regiarti dan Susanto, 2015). Kadar air yang tinggi akan menyebabkan granul memiliki aliran yang tidak baik atau lebih lambat karena gaya gesek antar

partikel yang dihasilkan akan lebih kuat sehingga menyebabkan turunnya mobilitas granul untuk mengalir (Astuti dan Wijaya, 2016). Hasil penelitian sesuai dengan hasil yang didapat oleh Gusmayadi, et  al.   (2018) dimana tablet

effervescent ekstrak kering kulit buah manggis yang menggunakan komposisi asam sitrat terbanyak sebesar 30% memiliki waktu alir terlama yaitu 1,184 detik. Aliran granul dapat dikatakan baik jika waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan 10 gram granul kurang dari 1 detik. Tinggi Buih

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi

buih granul effervescent daun katuk. Tabel 3 menunjukkan tinggi buih terendah diperoleh pada perlakuan F5 (25% : 5%) yaitu sebesar 2,00 cm dan tinggi buih tertinggi diperoleh pada perlakuan F1 (5% : 25%) perlakuan yaitu sebesar 3,20 cm. Hal ini disebabkan karena perlakuan F5 (25% : 5%) memiliki waktu larut tercepat jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya sehingga mengurangi buih yang terbentuk. Widyaningrum, et al., (2015) menyatakan bahwa ketika effervescent dapat larut dengan cepat, maka gelembung akan berhenti memproduksi buih sehingga buih yang dihasilkan sedikit. Begitu pula sebaliknya, apabila waktu larut yang dibutuhkan semakin lama maka gelembung akan terus

berakumulasi menjadi buih sehingga buih yang dihasilkan semakin banyak. Handoko, et al., (2018) melaporkan bahwa serbuk effervescent buah naga merah dengan variasi konsentrasi asam-malat (25% : 0%) menghasilkan tinggi buih terendah setinggi 3,10 cm. Tinggi buih yang baik adalah tinggi buih yang memiliki selisih terkecil dengan standar effervescent pasaran, yaitu 3 cm.

Hasil Analisis Karakteristik Potensi

Antioksidan Granul Effervescent Daun Katuk

Hasil analisis karakteristik potensi antioksidan granul effervescent daun katuk meliputi total flavonoid dan kapasitas antioksidan dalam bentuk nilai rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai rata-rata total flavonoid dan kapasitas antioksidan granul effervescent daun katuk

Perlakuan

(Perbandingan Konsentrasi Asam Sitrat-Malat)

Total Flavonoid (mgQE/100g)

Kapasitas Antioksidan (mgGAEAC/100g)

F1 (5% : 25%)

21,04±0,48a

16,51±0,27a

F2 (10% :20%)

21,78±0,27b

16,76±0,43ab

F3 (15% :15%)

22,36±0,22c

17,24±0,36b

F4 (20% : 10%)

23,07±0,16d

17,74±0,36bc

F5 (25% : 5%)

23,72±0,26e

18,30±0,13c

Keterangan: Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Total Flavonoid

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total flavonoid granul effervescent daun katuk. Tabel 4 menunjukkan total flavonoid terendah diperoleh pada perlakuan F1 (5% : 25%) yaitu sebesar 21,04 mgQE/100g. Total flavonoid tertinggi diperoleh pada perlakuan F5 (25% : 5%) yaitu sebesar 23,72 mgQE/100g. Hal ini disebabkan karena konsentrasi asam sitrat yang semakin tinggi dibandingkan dengan asam malat menyebabkan

kelarutan senyawa asam lemah semakin tinggi yang mengakibatkan pH mendekati netral. Peningkatan kelarutan asam lemah akan menyebabkan senyawa flavonoid yang stabil pada kondisi pH netral lebih banyak dihasilkan. Rismawati dan Ismiyati (2017) menyatakan bahwa pada ekstraksi propolis menggunakan air dengan range pH 2-10 menunjukkan adanya peningkatan kadar flavonoid, dimana pH 8 merupakan pH optimal dalam menghasilkan kadar flavonoid tertinggi pada ekstraksi propolis tersebut.

Kapasitas Antioksidan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kapasitas antioksidan granul effervescent daun katuk. Tabel 4 menunjukkan kapasitas antioksidan terendah diperoleh pada perlakuan F1 (5% : 25%) yaitu sebesar 16,51 mgGAEAC/100g. Kapasitas antioksidan tertinggi diperoleh pada perlakuan F5 (25% : 5%) yaitu sebesar 18,30 mgGAEAC/100g. Hal ini disebabkan karena asam sitrat memiliki aktivitas antioksidan yang hampir sebanding dengan asam askorbat (Wahyudi, 2006 dalam Noerwahid, 2016). Asam askorbat atau vitamin C adalah vitamin larut air yang dapat berfungsi sebagai antioksidan karena secara efektif menangkap radikal bebas terutama ROS atau senyawa oksigen reaktif (Frei, 1994 dalam Adawiah et al., 2015). Peningkatan kapasitas

antioksidan pada granul effervescent daun katuk ini juga dipertegas dengan hasil total flavonoidnya yang meningkat. Semakin besar hasil total flavonoid yang didapat maka semakin besar kapasitas antioksidannya. Hal ini karena flavonoid merupakan senyawa fenol yang bersifat sebagai antioksidan, sehingga semakin tinggi total flavonoid, maka akan semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Zuhra et al.,  2008). Hasil

penelitian sesuai dengan hasil penelitian Handoko, et al. (2018), dimana aktivitas antioksidan serbuk effervescent  buah naga merah mengalami

peningkatan  yang  signifikan seiring dengan

bertambahnya jumlah asam sitrat yang digunakan. Evaluasi Sensoris

Nilai rata-rata hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan terhadap seduhan granul effervescent daun katuk dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata-rata hedonik warna, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan seduhan granul effervescent daun katuk

Perlakuan

(Perbandingan Konsentrasi Asam Sitrat-Malat)

Hedonik

Warna

Aroma

Rasa

Penerimaan Keseluruhan

F1 (5% : 25%)

3,85±0,81a

4,00±0,73a

3,80±0,89a

4,10±0,94a

F2 (10% :20%)

4,20±0,69a

3,75±0,71a

3,80±0,95a

3,95±0,99a

F3 (15% :15%)

3,90±0,78a

3,55±0,75a

3,45±0,94a

3,70±1,09a

F4 (20% : 10%)

4,00±0,79a

3,60±0,59a

4,35±0,81a

3,60±0,83a

F5 (25% : 5%)

4,05±0,75a

3,40±0,59a

3,20±0,89a

3,55±0,83a

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang berbeda tidak nyata (P>0,05).

sama menunjukkan perlakuan

Warna

granul effervescent daun katuk dapat disukai oleh

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa

panelis. Rata-rata panelis

memberikan nilai

perbandingan  konsentrasi   asam   sitrat-malat

berkisar 3,85–4,20 dengan kriteria suka. Hal ini

berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap

warna

disebabkan karena asam sitrat dan malat tidak

seduhan granul effervescent daun katuk. Tabel 5

mempengaruhi

warna hijau

pada serbuk daun

menunjukkan hasil uji hedonik warna seduhan

katuk yang ditambahkan.

Secara visual hasil


seduhan granul effervescent daun katuk memiliki warna hijau muda pucat. Mandagi, et al. (2015) melaporkan bahwa perlakuan konsentrasi asam sitrat tidak mempengaruhi warna granul effervescent sari buah pala. Perlakuan konsentrasi asam malat juga tidak memberikan pengaruh terhadap warna serbuk effervescent esktrak daun mengkudu (Regiarti dan Susanto, 2015).

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aroma seduhan granul effervescent daun katuk. Tabel 5 menunjukkan hasil uji hedonik aroma seduhan granul effervescent daun katuk dapat disukai oleh panelis. Rata-rata panelis memberikan nilai berkisar 3,40–4,00 dengan kriteria biasa hingga suka. Hal ini disebabkan karena asam sitrat dan asam malat tidak mempengaruhi aroma seduhan granul effervescent daun katuk. Mandagi, et al. (2015) melaporkan bahwa perlakuan konsentrasi asam sitrat tidak mempengaruhi aroma granul effervescent sari buah pala. Perlakuan konsentrasi asam malat juga tidak memberikan pengaruh terhadap aroma serbuk effervescent esktrak daun mengkudu (Regiarti dan Susanto, 2015).

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rasa seduhan granul effervescent daun katuk. Tabel 5 menunjukkan hasil uji hedonik rasa seduhan granul effervescent daun katuk dapat disukai oleh panelis. Rata-rata panelis memberikan nilai berkisar 3,20–3,80 dengan kriteria biasa hingga suka. Hal ini disebabkan pH yang dihasilkan

memiliki nilai yang sama yaitu 6 dan rasa dari serbuk daun katuk yang ditambahkan tidak terlalu kuat.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap penerimaan keseluruhan seduhan granul effervescent daun katuk. Tabel 5 menunjukkan hasil uji hedonik penerimaan keseluruhan seduhan granul effervescent daun katuk dapat disukai oleh panelis. Rata-rata panelis memberikan nilai berkisar 3,55–4,10 dengan kriteria suka.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat pada pembuatan granul effervescent daun katuk berpengaruh nyata terhadap parameter

kadar air, kadar abu, waktu larut, waktu alir, tinggi  buih, total  flavonoid, dan  kapasitas

antioksidan. Granul effervescent daun katuk terbaik diperoleh pada perbandingan asam sitrat-malat sebesar 5% : 25% dengan karakteristik

kadar air 5,67%, kadar abu 23,84%, pH 5,88, waktu larut 20,69 detik, waktu alir 0,80 detik, tinggi buih 3,20 cm, total flavonoid 21,04 mgQE/100g, kapasitas antioksidan 16,51 mgGAEAC/100g, serta penilaian sensoris terhadap warna disukai, aroma disukai, rasa disukai, dan penerimaan keseluruhan disukai. Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk menggunakan perbandingan konsentrasi asam sitrat-malat sebesar 5% : 25% dan perlu

dikaji jumlah penggunaan serbuk daun katuk atau bahan tambahan lain untuk meningkatkan warna dalam pembuatan granul effervescent daun katuk dengan metode granulasi kering.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Ibu Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati dan Ibu I Gusti Ayu Ekawati selaku dosen pembimbing, serta Ibu Ni Luh Ari Yusasrini dan Ibu I Desak Putu Kartika Pratiwi selaku dosen penguji yang telah mendukung jalannya penelitian serta memberikan saran dan masukan sehingga proses publikasi jurnal hasil penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiah, D. Sukandar, dan A. Muawanah. 2015.

Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Komponen Bioaktif Sari Buah Namnam. Jurnal Kimia VALENSI. 1(2): 130-136.

Andini, D. 2014. Potential of Katuk Leaf (Sauropus  androgynus L.  Merr)  as

Aphrodisiac. J Majority. 3(7): 16-21.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah Farida Ibrahim. Edisi Keempat. UI Press, Jakarta.

AOAC (Association of Official Analytical Chemists). 2005. Official Methods of Analsys of AOAC International. Gaithersburg.

AOAC (Association of Official Analytical Chemists). 2006. Official Methods of Analsys of AOAC International. Gaithersburg.

Arista, M. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 80% dan 96% Daun Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2(2): 1-16.

Astuti, R. D. dan W. A. Wijaya. 2016. Formulasi dan Uji Kestabilan Fisik Granul Effervescent Infusa Kulit Putih Semangka (Citrullus vulgaris S.) dengan Kombinasi

Sumber Asam. Jurnal Kesehatan. 11(1):

162-171.

Bachtiar,R. 2011. Pembuatan Minuman Instan Sari Kurma (Phoenix dactylifera). Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Cikita, I., I. H. Hasibuan., dan R. Hasibuan. 2016. Pemanfaatan Flavonoid Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) Sebagai Antioksidan pada Minyak Kelapa. Jurnal Teknik Kimia. 5(1): 45-51.

Djarot, P. dan M. Badar. 2017. Formulation and Production of Granule from Annona Muricata Fruit Juice as Antihypertensive Instant Drink. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science. 9(5): 18-22.

Gomez, K. A. dan A. A. Gomes. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.

Gusmayadi, I., F. Prisiska, dan W. Febriani. 2018. Optimasi Konsentrasi Asam Sitrat sebagai Sumber Asam terhadap Waktu Larut Tablet Effervescent Ekstrak Kering Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L). Jurnal Farmasains. 5(1): 27-33

Handoko, I. B. P., Haslina, dan E. Pratiwi. 2018.Variasi Konsentrasi Asam Sitrat-Malat Pembuatan Serbuk Effervescent Buah Naga Merah   (Hylocereus

polyrhizus). Jurnal Mhs. Universitas Semarang.

Hasanah, I. 2018. Pengaruh Penambahan Sari Daun Kelor (Moringa oleifera) dan Sari Stroberi terhadap Hasil Uji Organoleptik pada Permen Karamel Susu. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Hayati, A., E. L. Arumingtyas, S. Indriyani, dan L. Hakim. 2016. Local Knowledge of Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) in East Java, Indonesia. International Journal of Current Pharmaceutical Review and Research. 7(4): 210-215.

Kailaku, S. I., J. Sumangat dan Hernani. 2012. Formulasi Granul Effervescent Kaya Antioksidan dari Ekstrak Daun Gambir. J. Pascapanen. 9(1): 27-34.

Kholidah, S., Yuliet, dan A. Khumaidi. 2014. Formulasi Tablet Effervescent Jahe (Z Officinale Roscoe) dengan Variasi Konsentrasi Sumber Asam dan Basa.

Online Jurnal of Natural Science. 3(3): 216-229.

Lachman, L., Lieberman, A. H., dan Kanig L. J. 1996. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Penerjemah Suyatmi S. Edisi Ketiga. UI Press, Jakarta.

Lieberman, H.A., L. Lachman, dan Kanig L. J. 1994. Teori dan Praktek Farmasi dan Industri. Edisi Ketiga. UI Press, Jakarta.

Mandagi, R., G. S. S. Djarkasi, E. Nurali, dan L. Mandey. 2015. Formulasi Granul Effervescent Sari Buah Pala (Myristica fragrans H.). COCOS. 6(2): 1-6.

Miranda, P. M., G. P. G. Putra. 2020. Karakteristik Ekstrak Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) sebagai Sumber Antioksidan pada Perlakuan Konsentrasi Pelarut dan Ukuran Partikel. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. 8(1): 28-38.

Murdinah. 2015. Penggunaan Alginat dalam Pembuatan Serbuk Effervescent Sari Jeruk Lemon. JPHPI. 18(2): 177-189.

Nazmul I, M., M.S.H. Kabir, S. M.A. Kader, M. Hasan, E.K. Samrat, I.B. Habib, M.N.H. Jony, M.S. Chowdhury, A. Hasanat dan M.M. Rahman. 2016. Total Phenol, Total Flavonoid Content and Antioxidant Potential of Methanol Extract of Boehmeria Platyphylla D Don Leaves. World Journal of Pharmaceutical Research. 5(5): 334-344.

Noerwahid, A. 2016. Formulasi Granul Effervescent Antioksidan Kombinasi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana  L.) dan Buah Tomat

(Solanum    lycopersicum).    Naskah

Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Nugraha, D., A. L. Yusuf., dan L. Rahmani. 2015. Formulasi Granul Effervescent Ekstrak Daun Pepaya Gantung (Carica papaya L.). 1(2): 14-28.

Oktaviani, S. R., Y. S. K. Dewi, dan O. A. Lestari. 2019. Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Minuman Kesehatan Effervescent Nanas pada Berbagai Konsentrasi Natrium Bikarbonat. Artikel Ilmiah. Jurusan Budidaya Pertanian. Universitas Tanjungpura.

Pietta, P. G. 2000. Flavonoids as Antioxditant. Journal of Natural Products. 63(7): 10351042.

Regiarti, U. dan W. H. Susanto. 2015. Pengaruh Konsentrasi Asam Malat dan Suhu terhadap Karakteristik Fisik Kimia dan Organoleptik Effervescent Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2): 638-649.

Rismawati, S. N., dan Ismiyati. 2017. Pengaruh Variasi pH terhadap Kadar Flavonoid pada     Ekstraksi     Propolis     dan

Karakteristiknya sebagai Antimikroba. Jurnal KONVERSI. 6(2): 89-94.

Romantika, R. C., S. Wijana, dan C. G. Perdani. 2017. Formulasi dan Karakteristik Tablet Effervescent Jeruk Baby Java (Cytrus sinensis L. Obseck) Kajian Proporsi Asam Sitrat. Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri. 6(1): 15-21.

Santosa, L., P. V. Y. Yamleam, dan H. S. Supriati, 2017. Formulasi Granul Effervescent Sari Buah Jambu Mete   (Annacardium

ocidentale L.). Jurnal Ilmiah Farmasi. 6(3): 56-64.

Santosa, I., A. M. Puspa, D. Aristianingsih, dan E. Sulistiawati. 2019. Karakteristik Fisiko-kimia Tepung Ubi Jalar Ungu dengan Proses Perendaman Menggunakan Asam Sitrat. Jurnal Teknik Kimia. 6(1): 1-5.

Santoso, U. 2014. Katuk, Tumbuhan Multi Khasiat. Badan Penerbit Fakultas Pertanian (BPFP) Unib, Bengkulu.

Setiana, I. H. dan A. S. W. Kusuma. 2018. Review Jurnal:   Formulasi Granul

Effervescent dari Berbagai Tumbuhan. Farmaka. 16(3): 100-105.

Setiawan, R. D. 2012. Kajian Karakteristik Fisik dan Sensori Serta Aktivitas Antioksidan dari Granul Effervescent Buah Beet (Beta Vulgaris) dengan Perbedaan Metode Granulasi dan Kombinasi Sumber Asam. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Setyaningsih, D. A., A. Apriyantono. dan M. P. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press, Bogor.

Siregar, C. J. P. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik (untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian). Bharata Karya Aksara, Jakart: 52-61.

Widyaningrum, A., M. Lutfi., dan B. D. Argo. 2015. Karakterisasi Serbuk Effervescent Dari Daun Pandan    (Pandanus

amaryllifolius      Roxb)      Dengan

Perbandingan Komposisi Jenis Asam. Jurnal Bioproses Komoditi Tropis. 3(2): 1-8.

Zuhra, C. F., J. Br. Tarigan., dan H. Sihotang. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid dari Daun Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr). Jurnal Biologi Sumatera. 3(1): 7-10.

460