Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Yossinta C.C. sKusuma dkk. /Itepa 11 (1) 2022 74-82

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Jenis Ragi dan Lama Fermentasi terhadap Karakteristik Virgin Coconut Oil (VCO)

The Effect of Yeast Type and Fermentation Time on Characteristic of Virgin Coconut Oil (VCO)

Yossinta C.C. Kusuma1*, I Dewa Gde Mayun Permana1, Putu Timur Ina1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: I Dewa Gde Mayun Permana, Email: [email protected]

Abstract

Virgin coconut oil (VCO) is oil obtained from fresh old coconut and processed by squeezing with or without the addition of water, without heating or heating no more than 60ºC and safe for consumption. This research was aimed for determining the effect of yeast type and fermentation time on the characteristics of virgin coconut oil and decided yeast type and fermentation time to produce the best characteristics of virgin coconut oil. The research based on a factorial Randomized block design (RBD) with the first factor was the type of yeast, namely bread yeast and tempeh yeast, and the second factor is the fermentation time, namely 24 hours, 36 hours, and 48 hours. Each combination treatment was replicated 3 times to obtain 18 experimental units. Data was analyzed using analysis of variance and if the treatment had a significant effect, its followed by the Duncan multiple range test (DMRT). The variables observed in this research were yield, moisture content, turbidity, free fatty acids (FFA), peroxide number, and flavor (hedonic and scoring). The results showed that interaction of yeast type and fermentation time had a significant effect (P<0.05) to yield and moisture content VCO. Types of bread yeast and tempeh yeast with 24 hours, 36 hours, and 48 hours of fermentation have a significant effect (p<0.05) on the aroma of VCO (hedonic and scoring). Type of tempeh yeast with a fermentation time of 36 hours for producing virgin coconut oil the best characteristics with yield 36.67%, moisture content 0.16%, turbidity 0.08%, free fatty acids 0.10%, peroxide number was not detected, coconut scent and liked.

Keywords: virgin coconut oil, fermentation time, yeast

PENDAHULUAN

Virgin coconut oil (VCO) merupakan minyak yang diperoleh dari daging buah kelapa tua yang segar dan diproses dengan diperas dengan atau tanpa penambahan air, tanpa pemanasan atau pemanasan tidak lebih dari 60°C dan aman dikonsumsi manusia (Anon., 2008). Menurut Fathurahmi et al. (2020) ciri-ciri VCO yang memiliki kualitas baik adalah beraroma khas kelapa, tidak berbau tengik, secara fisik tampak jernih dan berwarna transparan. VCO memiliki kelebihan terutama karena kandungan asam lauratnya yang tinggi, yaitu sekitar 50-53%. VCO mengandung asam lemak rantai sedang yang

mudah dicerna dan dioksidasi oleh tubuh sehingga mencegah penimbunan di dalam tubuh, serta kandungan antioksidan yang cukup tinggi seperti tokoferol dan betakaroten (Fathurahmi et al., 2020). VCO mempunyai banyak manfaat bagi tubuh, yaitu: (1) dapat mengatasi penyakit diabetes, jantung, kegemukan, osteoporosis, dan kolestrol; (2) mengobati penyakit karena mikroba dan jamur seperti keputihan, influenza, herpes, cacar, dan HIV; (3) menghalau penyakit akibat radikal bebas; serta (4) anti kerut dan penuaan dini (Sutarmi, 2005 dalam Aprilasani dan Adiwarna, 2014). Menurut Sulistiawati dan Santosa (2015) pembuatan VCO dapat dilakukan dengan cara

basah dan cara kering. Proses pengolahan VCO cara basah tanpa pemanasan dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya adalah metode fermentasi. Pembuatan VCO dengan metode ini dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu pembuatan santan, pemisahan krim dan skim, dan pemecahan krim santan agar terpisah. Di dalam proses pembuatan VCO dengan metode fermentasi, penggunaan ragi berfungsi sebagai starter untuk pemecahan krim dan santan (Maharun dan Apriyantono, 2014).

Pembuatan VCO secara fermentasi mempunyai keunggulan yaitu rendemen yang diperoleh lebih banyak, efisien dalam penggunaan energi karena pembuatannya dapat dilakukan pada suhu ruangan, lebih ekonomis, memiliki daya simpan lama, dan dapat langsung digunakan tanpa proses pemurnian (Hidayatulloh dan Moehady, 2020; Mursyanti, 2005).

Beberapa penelitian telah memanfaatkan ragi sebagai starter dalam pembuatan VCO. Pembuatan VCO dengan metode fermentasi dapat menggunakan ragi roti dan ragi tempe. Ragi roti mengandung Saccharomyces cerevisiae, dimana selama pertumbuhan dalam emulsi akan menghasilkan enzim proteolitik dan amilolitik (Rusmanto, 2004). Enzim amilolitik akan memecah karbohidrat sehingga menghasilkan asam. Adanya asam akan menurunkan pH santan sampai mencapai titik isoelektrik protein sehingga protein akan terkoagulasi. Kemudian enzim proteolitik akan memecah protein terkoagulasi, akhirnya mudah dipisahkan dari minyak (Ngatemin et al., 2013). Ragi tempe mengandung Rhizopus sp., dimana selama fermentasi akan

menghasilkan enzim protease. Enzim protease merupakan golongan hidrolase yang dapat memecah protein menjadi molekul yang lebih sederhana. Protein dalam ikatan lipoprotein santan dipecah dengan menggunakan enzim protease, dengan rusaknya lipoprotein tersebut maka ikatan lipoprotein dalam santan juga akan terputus dengan sendirinya, kemudian minyak yang diikat oleh ikatan tersebut akan keluar dan menjadi satu (Setiaji, 2006 dalam Wiadnya et al., 2016).

Fathurahmi et al. (2020) melaporkan bahwa pembuatan VCO menggunakan ragi roti dan lama fermentasi berpengaruh terhadap kadar air dan asam lemak bebas. Peneltian Aditiya et al. (2014) menyatakan bahwa penambahan ragi roti 0,1% dan lama fermentasi 2 jam menghasilkan VCO dengan mutu terbaik. Selanjutnya, hasil penelitian Wiadnya et al. (2016) menyatakan bahwa pembuatan VCO dengan menggunakan ragi tempe 2 g, 3 g, 4 g, 5 g, dan 6 g dengan lama fermentasi 24 jam pada suhu 30ºC berpengaruh nyata terhadap bilangan asam.

Mikroba pada ragi yang berperan dalam pembuatan VCO bekerja secara spesifik dengan substrat tertentu sehingga memiliki waktu pertumbuhan optimum yang berbeda-beda untuk menghasilkan suatu produk. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Simangunsong et al. (2016) menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi rendemen VCO cenderung meningkat, namun mengalami penurunan pada waktu 30 jam. Kadar asam lemak bebas (ALB) pada VCO juga mengalami peningkatan dengan seiring bertambahnya waktu fermentasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh

jenis ragi dengan kombinasi lama fermentasi dalam pembuatan VCO serta mengetahui kombinasi yang tepat untuk mendapatkan VCO dengan karakteristik sesuai dengan SNI 7381:2008.

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Biokimia dan Nutrisi, Laboratorium Analisis Pangan, dan Laboratorium Teknik Pasca Panen, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, mulai bulan Januari hingga Maret 2021.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku, bahan tambahan dan bahan kimia. Bahan baku terdiri dari daging buah kelapa tua Dalam Bali yang dibeli dari pasar Badung, sedangkan bahan tambahan terdiri dari air dan ragi (ragi roti merk Fermipan dan ragi tempe merk Raprima) yang dibeli dari toko HE-Mart. Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis meliputi alkohol, indikator PP, NaOH 0,1N, kloroform, asam asetat, KI, Na2SO3 0,1N, larutan pati 1% dan aquades.

Peralatan dalam penelitian ini terdiri dari kain saring, baskom plastik, toples plastik, corong plastik, selang plastik, kertas saring, gelas ukur (pyrex), timbangan analitik (Scout pro dan Adventurer OHAUS), spatula, termometer, batang pengaduk, kompor, gas, oven, Erlenmeyer (pyrex), spektrofotometer (Genesys 15s UV-VIS), kuvet, tabung reaksi (pyrex), cawan porselin, pipet tetes, desikator, waterbath, aluminium foil, buret.

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan dua faktor. Faktor I yaitu jenis ragi, terdiri dari 2 level (ragi roti dan ragi tempe) dan faktor II yaitu lama fermentasi, terdiri dari 3 level (24 jam, 36 jam, dan 48 jam) sehingga diperoleh 6 kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam, apabila hasil uji tersebut berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) Statistics 21 dengan selang kepercayaan 95% (Gomez dan Gomes, 1995) dengan kombinasi Microsoft Excel. Pelaksanaan Penelitian

Daging buah kelapa yang sudah dibuang batoknya kemudian diparut dan ditambahkan air hangat (60°C) dengan perbandingan 1:2 (kelapa : air), selanjutnya diperas dan disaring menggunakan kain saring untuk mendapatkan santannya. Setelah itu, santan sebanyak 1 liter dimasukkan ke dalam toples besar dan didiamkan selama 3 jam hingga terpisah menjadi dua bagian (krim dan air). Lapisan krim dipisahkan dengan cara disedot bagian airnya menggunakan selang plastik dan dibuang, kemudian krim dibagi sesuai perlakuan dengan masing-masing perlakuan mendapatkan 100 ml krim santan. Lapisan krim kemudian ditambah 0,5% ragi (roti dan tempe). Kemudian krim dimasukan ke dalam gelas plastik dan difermentasi selama 24, 36 dan 48 jam serta ditutup dengan aluminium foil agar krim tidak terkena debu atau dimasuki oleh hewan. Selama

proses fermentasi dapat dilihat bahwa krim tersebut akan terbagi menjadi 3 lapisan yaitu VCO, blondo, dan air. VCO yang didapat dipisahkan menggunakan pipet tetes dan disaring menggunakan kertas saring.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini, yaitu rendemen (SNI 7381:2008), kadar air dengan metode gravimetri (Sudarmadji et al., 1997), turbiditas dengan metode spektrofotometri (Cho et

al., 2008), asam lemak bebas dengan metode titrasi (Sudarmadji et al., 1997), bilangan peroksida dengan metode titrasi (Sudarmardji et al., 1997), dan aroma (hedonik dan skoring) menggunakan indera penciuman (hidung) (SNI 7381:2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen

Nilai rata-rata (%) rendemen VCO dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen (%) VCO

Jenis Ragi

Lama Fermentasi

24 jam

36 jam

48 jam

Ragi Roti

28,33 ± 0,94 c

30,00 ± 0,82 b

34,00 ± 0,82 a

b

b

b

Ragi Tempe

35,33 ± 0,47 c

36,67 ± 0,47 b

42,33 ± 0,47 a

a

a

a

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama

menunjukkan berpengaruh tidak nyata (P>0,05)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis ragi dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rendemen VCO. Berdasarkan hasil penelitian rendemen terendah diperoleh pada perlakuan ragi roti dan lama fermentasi 24 jam yaitu sebesar 28,33%. Rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan ragi tempe dan lama fermentasi 48 jam yaitu sebesar 42,33%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masing-masing jenis ragi, apabila semakin lama fermentasinya maka rendemen VCO semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pada ragi roti mengandung Saccharomyces cerevisiae, dimana selama pertumbuhannya dalam emulsi akan menghasilkan enzim invertase dan zymase. Enzim yang dihasilkan akan digunakan untuk mengkonversi gula menjadi etanol. Etanol yang

dihasilkan berperan untuk memecah emulsi santan sehingga menghasilkan minyak (Mujdalipah, 2016). Sedangkan pada ragi tempe mengandung Rhizopus oligosporus, dimana selama proses fermentasi akan menghasilkan enzim protease. Enzim protease merupakan golongan hidrolase yang dapat memecah protein menjadi molekul yang lebih sederhana. Protein dalam ikatan lipoprotein santan akan dipecah oleh enzim protease, dengan rusaknya lipoprotein tersebut maka ikatan lipoprotein dalam santan juga akan terputus dengan sendirinya, kemudian minyak yang diikat oleh ikatan tersebut akan keluar dan mengumpul menjadi satu (Setiaji, 2006 dalam Wiadnya et al., 2016). Semakin lama proses fermentasi, maka semakin banyak enzim yang akan dihasilkan oleh masing-masing mikroba, sehingga

akan semakin banyak emulsi santan yang dipecah untuk menghasilkan minyak. Banyaknya rendemen yang dihasilkan oleh ragi tempe dibandingkan ragi roti dikarenakan ragi tempe mempunyai sifat protease yang lebih baik dibandingkan ragi roti. Hal tersebut didukung oleh Mujdalipah (2016) yang menjelaskan bahwa kapang jenis Rhyzopus oligosporus yang terkandung dalam ragi tempe lebih banyak mensintesis enzim pemecah protein (protease) selama proses fermentasi. Sedangkan khamir jenis S. cerevisae yang terkandung dalam ragi roti lebih

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air (%) VCO

banyak mensintesis enzim pemecah karbohidrat (amilase) dibandingkan enzim pemecah protein (protease) selama proses fermentasi sehingga membutuhkan waktu fermentasi yang lebih lama untuk menghasilkan rendemen yang lebih banyak. Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis ragi dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air VCO. Nilai rata-rata kadar air VCO dapat dilihat pada Tabel 2.

Jenis Ragi

Lama Fermentasi

24 jam

36 jam

48 jam

Ragi Roti

0,14 ± 0,00 b

0,18 ± 0,01 a

0,19 ± 0,01 a

a

a

b

Ragi Tempe

0,13 ± 0,00 c

0,16 ± 0,00 b

0,24 ± 0,01 a

a

a

a

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan berpengaruh tidak nyata (P>0,05)

Berdasarkan hasil penelitian, kadar air terendah diperoleh pada perlakuan ragi tempe dan lama fermentasi 24 jam yaitu sebesar 0,13%. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan ragi tempe dan lama fermentasi 48 jam yaitu sebesar 0,24%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air pada perlakuan masing-masing ragi dengan lama fermentasi 24 jam, 36 jam, dan 48 jam cenderung mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan semakin lama fermentasi pemecahan emulsi semakin besar, sehingga air yang terpisah semakin besar. Namun, perlakuan ragi roti dengan lama fermentasi 36 jam tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan lama fermentasi 48 jam. Hal ini diduga karena S. cerevisiae tidak secara langsung

memecah ikatan lipoprotein pada emulsi santan, sehingga minyak dengan air belum terpisah secara sempurna. Kadar air yang sangat rendah diinginkan untuk meningkatkan umur simpan VCO. Kadar air yang rendah dapat mencegah proses oksidasi dan ketengikan. Sebaliknya, jika kadar air VCO tinggi menyebabkan asam lemak jenuh dalam VCO dapat terhidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Mujdalipah, 2016). Kadar air yang pada penelitian ini berkisar antara 0,13% – 0,19% dan telah memenuhi standar SNI 7381:2008 tentang VCO yaitu maksimum adalah 0,2%, kecuali perlakuan ragi tempe pada lama fermentasi 48 jam dengan kadar air sebesar 0,24%.

Turbiditas

Nilai rata-rata turbiditas VCO dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis ragi dan lama fermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05)

terhadap turbiditas VCO. Perlakuan jenis ragi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap turbiditas VCO begitupun dengan perlakuan lama fermentasinya. Nilai rata-rata turbiditas VCO dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata turbiditas (%) VCO

Jenis Ragi

Lama Fermentasi

X JenisRagi

24 jam

36 jam

48 jam

Ragi Roti

0,07 ± 0,00

0,08 ± 0,03

0,08 ± 0,00

0,08 a

Ragi Tempe

0,08 ± 0,01

0,08 ± 0,00

0,08 ± 0,02

0,08 a

X Lama Fermentasi

0,08 a

0,08 a

0,08 a

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan berpengaruh tidak nyata (P>0,05)

Nilai rata-rata turbiditas VCO berkisar antara 0,07% - 0,08%. Hal ini menunjukkan bahwa VCO yang dihasilkan pada semua perlakuan memiliki kenampakan yang jernih (transparan) atau tidak berwarna dan telah memenuhi persyaratan SNI 7381:2008. Hal tersebut didukung oleh penelitian Cho et al. (2008), yang menyatakan bahwa emulsi minyak dalam air yang baik ditandai dengan kenampakannya yang jernih (transparan) dan nilai turbiditasnya kurang dari 1%.

Asam Lemak Bebas

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi jenis ragi dan lama fermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap asam lemak bebas VCO. Perlakuan jenis ragi dan lama fermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap asam lemak bebas VCO. Nilai rata-rata asam lemak bebas VCO berkisar antara 0,09% -0,11%. Nilai rata-rata asam lemak bebas VCO dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai rata-rata asam lemak bebas (%) VCO

Jenis Ragi

Ragi Roti Ragi Tempe

Lama Fermentasi

X JenisRagi

0,10 a

0,10 a

24 jam 0,09 ± 0,01 0,09 ± 0,01

36 jam 0,10 ± 0,02 0,10 ± 0,00

48 jam 0,11 ± 0,01 0,10 ± 0,00

X Lama Fermentasi

0,08 a

0,10 a

0,10 a

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan berpengaruh tidak nyata (P>0,05)

Asam lemak bebas VCO merupakan hal yang penting karena menunjukkan kualitas dari produksi VCO. Menurut Handajani et al. (2010) dan Osawa et al. (2007) asam lemak bebas adalah produk

hidrolisis dari trigliserida oleh lipase atau uap air dengan sifat mudah menguap yang menyebabkan rasa tidak enak maupun bau tengik. Tingginya asam lemak bebas menandakan telah terjadinya

kerusakan pada minyak, bau yang tengik dan kualitasnya yang rendah (Rachmawati et al., 2015). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Waisundara et al. (2004), yang menyebutkan bahwa asam lemak bebas merupakan prekursor terjadinya ketengikan akibat hidrolisis sehingga semakin rendah asam lemak bebas mengindikasikan bahwa semakin baik kualitas minyak yang dihasilkan. Hal tersebut didukung juga dengan pernyataan Mursyanti (2005) dan Sudarmadji et al. (1997), yang menyebutkan bahwa semakin tinggi asam lemak bebasnya maka semakin rendah kualitas minyak tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, kandungan asam lemak bebas pada VCO yang dihasilkan dari semua perlakuan masih tergolong cukup rendah

Tabel 5. Nilai rata-rata bilangan peroksida VCO

dan memiliki kualitas yang baik serta telah memenuhi persyaratan SNI 7381:2008 tentang asam lemak bebas VCO yang diperbolehkan yaitu maksimal 0,2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses hidrolisis yang terjadi rendah sehingga asam lemak bebas yang dihasilkan juga rendah dan belum terjadi kerusakan asam lemaknya. Rendahnya kandungan asam lemak bebas pada VCO yang dihasilkan karena metode yang digunakannya.Menurut Purnawati (2017) ekstraksi VCO dengan metode fermentasi tidak memerlukan perlakuan fisik maupun kimia sehingga meminimalisir proses oksidasi pada minyak.

Bilangan Peroksida

Nilai rata-rata bilangan peroksida VCO dapat dilihat pada Tabel 5.

Jenis Ragi

Lama Fermentasi

24 jam

36 jam

48 jam

Ragi Roti

t.t.d

t.t.d

t.t.d

Ragi Tempe

t.t.d

t.t.d

t.t.d

Keterangan: t.t.d adalah tidak terdeteksi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa VCO yang dihasilkan pada semua perlakuan tidak terdeteksi bilangan peroksida. Bilangan peroksida menunjukkan tingkat peroksidasi serta mengukur jumlah total peroksida dalam lemak atau minyak. Hal ini dikaitkan dengan ketengikan pada minyak, karena berkaitan dengan penurunan kualitas dan masa penyimpanan minyak (Pangestuti dan Rohmawati, 2018). Bilangan peroksida banyak digunakan sebagai indikator terjadinya reaksi yang tidak diinginkan dalam minyak. Tidak terdeteksinya bilangan peroksida dapat terjadi karena VCO yang dihasilkan pada penelitian ini

merupakan merupakan produk baru sehingga belum terjadi proses oksidasi. Menurut Oktaviani (2009), proses oksidasi dapat berlangsung apabila terjadi kontak langsung antara sejumlah oksigen dan minyak yang akan menyebabkan ketengikan oksidatif pada minyak. Pada proses ini molekul oksigen akan terikat pada ikatan rangkap dari asam-asam lemak tidak jenuh sehingga membentuk peroksida. Selain itu, penyebab lain yang menyebabkan tidak terdeteksinya bilangan peroksida pada VCO yang dihasilkan disebabkan karena proses pembuatan VCO terhindar dari faktor – faktor yang menyebabkan reaksi oksidasi,

seperti cahaya, energi panas dan katali logam (Winarno, 2002) sehingga dapat disimpulkan bahwa VCO yang dihasilkan telah memenuhi SNI 7381:2008 yaitu maksimal 2,0 mg ek/kg sehingga VCO yang dihasilkan memiliki kualitas dankondisi yang baik serta belum mengalami kerusakan.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis ragi dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma (hedonik dan skoring) VCO. Nilai rata-rata aroma hedonik dan skoring VCO dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai rata-rata aroma (hedonik dan skoring) VCO

Perlakuan

Aroma (Hedonik)

Aroma (Skoring)

A1B1 (roti, 24 jam)

4,13 ± 1,30 ab

4,20 ± 1,08 a

A1B2 (roti, 36 jam)

3,80 ± 0,86 ab

3,80 ± 0,77 ab

A1B3 (roti, 48 jam)

3,67 ± 1,05 ab

3,60 ± 1,12 b

A2B1 (tempe, 24 jam)

3,47 ± 1,19 b

3,27 ± 0,96 b

A2B2 (tempe, 36 jam)

4,20 ± 0,77 a

3,27 ± 0,96 b

A2B3 (tempe, 48 jam)

4,20 ± 0,86 a

3,47 ± 1,06 b

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan berpengaruh tidak nyata (P>0,05). Keterangan angka hedonik: 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = agak suka, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka. Keterangan angka skoring: 5 = sangat khas kelapa, 4 = khas kelapa, 3 = agak khas kelapa, 2 = tidak khas kelapa, 1 = sangat tidak khas kelapa

Berdasarkan penelitian, aroma VCO berkisar 3,47 – 4,20 dengan kriteria agak suka hingga suka. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma (hedonik) VCO tertinggi didapatkan pada perlakuan A2B3 dengan kriteria suka dan tidak berbeda dengan perlakuan A1B1, A1B2, A1B3, dan A2B2. Hasil uji aroma (skoring) VCO, rata-rata panelis memberikan nilai berkisar 3,27 – 4,20 dengan kriteria agak khas kelapa hingga khas kelapa. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma (skoring) VCO tertinggi didapatkan pada perlakuan A1B1 dengan kriteria khas kelapa dan tidak berbeda dengan perlakuan A1B2. Hasil uji aroma (skoring) pada jenis ragi roti menunjukkan semakin lama fermentasi aroma khas kelapa VCO semakin menurun, hal ini disebabkan karena lama fermentasi dan aktivitas enzim S. cerevisiae akan memengaruhi aroma khas kelapa VCO yang cenderung berbau khas asam akibat pembentukan asam saat proses fermentasi (Purnawati, 2017),

sedangkan hasil uji aroma (skoring) pada jenis ragi tempe menunjukkan semakin lama fermentasi aroma khas kelapa VCO cenderung mengalami kenaikan pada lama fermentasi 48 jam, hal ini disebabkan karena lama fermentasi dan aktivitas enzim R. oligosporus tidak memberikan pengaruh terhadap aroma khas kelapa VCO.

KESIMPULAN

Interaksi antara jenis ragi dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rendemen dan kadar air VCO. Jenis ragi roti dan ragi tempe dengan lama fermentasi 24 jam, 36 jam, dan 48 jam berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma VCO (hedonik dan skoring). Jenis ragi tempe dengan lama fermentasi 36 jam menghasilkan virgin coconut oil dengan karakteristik terbaik, yaitu rendemen 36,67%, kadar air 0,16%, turbiditas 0,08%, asam lemak

bebas 0,10%, bilangan peroksida tidak terdeteksi, aroma agak khas kelapa dan disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Aditiya, R., H. Rusmarilin, dan L.N. Limbong. (2014). Optimasi pembuatan virgin coconut oil (VCO) dengan penambahan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan lama fermentasi dengan VCO pancingan. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 2(2): 51-57.

Anonimus. (2008). SNI 7381:2008. Minyak Kelapa Murni (VCO). Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Aprilasani, Z., dan Adiwarna. (2014). Pengaruh lama waktu pengadukan dengan variasi penambahan asam asetat dalam pembuatan virgin coconut oil (VCO) dari buah kelapa. Konversi. 3(1): 1-12.

Cho, Y.H., S. Kim., E.K. Bae., C.K. Mok., dan J. Park. (2008). Formulation of a cosurfactan-free o/w microemulsion using nonioinic surfactant mixtures. J. Food Sci. 73 (1): 115-121.

Fathurahmi, S., Spetriani., Asrawaty, dan P.H. Siswanto. (2020). Penambahan ragi roti dan lama fermentasi pada proses pengolahan virgin coconut oil. Jurnal Pengolahan Pangan. 5(2): 48-53.

Gomez, K.A., dan A.A. Gomez. (1995). Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (Terjemahan: Endang Sjamsuddin dan Justika S. Baharsjah). UI Press, Jakarta.

Handajani, S., G.J. Manuhara., dan R.B.K. Anandito. (2010).   Pengaruh suhu ekstraksi terhadap

karakteristik fisik, kimia dan sensoris minyak wijen (Sesemum indicum L.). J. Agric. Technol. 30(2): 116-122.

Hidayatulloh, I., dan B.I. Moehady. (2020). Proses pembuatan minyak kelapa murni dengan menggunakan rhizopus oligosporus. Metana: Media Komunikasi Rekayasa Proses dan Teknologi Tepat Guna. 16(1): 11-18.

Maharun dan M. Apriyantono. (2014). Pengolahan minyak kelapa murni (VCO) dengan metode fermentasi menggunakan ragi tape merk NKL. Jurnal Teknologi Pertanian. 3(2): 9-14.

Mujdalipah, S. (2016). Pengaruh ragi tradisiona indonesia dalam proses fermentasi santan terhadap karakteristik rendemen, kadar air, dan kadar asam lemak bebas virgin coconut oil (VCO). J. Fortech. 1(1).

Mursyanti, E. (2005). Kualitas minyak kelapa hasi fermentasi Saccharomyces cerevisiae. Biota. X(3): 192-199.

Ngatemin., Nurrahman, dan J.T. Isworo. (2013). Pengaruh lama fermentasi pada produksi minyak

kelapa murni (virgin coconut oil) terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik. J. Pangan dan Gizi. 4(8): 9-18.

Oktaviani, N.D. (2009). Hubungan lamanya pemanasan dengan kerusakan minyak goreng curah ditinjau dari bilangan peroksida. Jurnal Biomedika. 1(1): 31.35.

Osawa, C. C., L. A. G. Goncalves, dan S. Ragazzi. (2007). Correlation between free fatty acids of vegetable oils evaluated by rapid tests and by the official method. J. of Food Composittion and Analysis. 20(6): 523 – 528.

Pangestuti, D.R., S. Rohmawati. (2018). Kandungan peroksida minyak goreng pada pedagang gorengan di wilayah kecamatan Tembalang kota Semarang. Amerta Nutrition. 2(2): 205 – 211.

Purnawati, A. (2017). Pengaruh metode pembuatan virgin coconut oil (vco) dan varietas kelapa terhadap karakteristik virgin coconut oil (vco). Artikel. Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung.

Rachmawati, R.R., Y.S. Rahayu., dan E. Ratnasari. (2015). Pengaruh penambahan buah naga merah (Hylocereus undatus) terhadap kualitas virgin coconut oil. Lentera Bio. 4(1): 97-102.

Rusmanto, D.P.   (2004). Analisis Kualitatif dan

Kuantitatif Minyak Kelapa Hasil Ektraksi Secara Fermentasi. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB, Bogor.

Simangunsong, J., E. Febrina, dan Z. Masyithah. (2016). Pengaruh penambahan inokulum, lama fermentasi dan pengadukan pada pembuatan virgin coconut oil (VCO) menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae murni. Jurnal Teknik Kimia. 5(3): 24-30.

Sudarmadji, S., B. Haryono., dan Suhardi. (1997). Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Keempat. Liberty, Yogyakarta.

Sulistiawati, E dan I. Santosa. (2015). Efisiensi proses basah dan kering pada pembuatan minyak dan tepung kelapa dari buah kelapa segar. Simposium Nasional Teknologi Terapan. 3. 37-42.

Waisundara, V.Y., Perera, C.O., dan Barlow, P.J. (2004). Effect of different pre-treatment of fresh coconut kernels on some of the quality attributes of the coconut milk extracted. Food Science and Technology Program. National University of Singapore, Singapore. 771-777.

Wiadnya, I.B., Urip, dan E. Minovriyanti. (2016). Pengaruh penambahan ragi tempe (Rhizopus sp) pada pembuatan minyak kelapa terhadap mutu minyak. 64-72.

Winarno, F. G. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Utama, Jakarta.

82