Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Royulinar E.K.Sinaga dkk. /Itepa 11 (1) 2022 65-73

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Perbandingan Tepung Ketan (Oriza sativa L. Var glutinosa dan Tepung Labu Kuning (Curcubita moschata D. Terhadap Karakteristik Lappet

Effect of Comparison of Glutinous Rice Flour (Oriza sativa L. Var glutinosa) and Yellow Pumpkin Flour (Curcubita moschata D.) on The Characteristics of Lappet

Royulinar Eksanty Khayrany Sinaga1, I Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati1*, I Made Sugitha1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: I Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati, Email: [email protected]

Abstract

This study aimed to determine the effect of comparison of glutinous rice flour and pumpkin flour on the characteristics of lappet and to get the right ratio of glutinous rice flour and pumpkin flour on the characteristics of the lappet to produce lappet with the best characteristic. The design used in this study was a completely randomized design with a comparison treatment of glutinous rice flour and pumkin flour consisting of 5 levels, namely: L1 (100%: 0%), L2 (95%: 5%), L3 (90%: 10%), L4 (80%: 20%), and L5 (60%: 40%). Each treatment was repeated 3 times to obtain 15 experimental units. The data were analyzed by analysis of variance and if there was a significant effect, the Duncan Multiple Range Test was perfomed. The results showed that ratio of glutinous rice flour and pumpkin had a significant effect (P<0,05) on ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, crude fiber content, beta carotene content, color, aroma, texture, taste, and overall acceptability and had no effect on the moisture content. The ratio glutinous rice flour and pumpkin flour of 60%: 40% produced the best characteristics, water content of 25.59%, ash content of 0.77%, protein content of 1.45%, fat content of 21.70%, carbohydrate content of 50.48%, crude fiber content of 10.78%, beta carotene content of 1467.25 mg/100g and characteristics hedonic brown orange colorand liked, aroma liked, texture liked, taste liked, and overall acceptance liked.

Keywords : lappet, yellow pumpkin flour, glutinous rice flour

PENDAHULUAN

Lappet merupakan salah satu jenis makanan tradisional khas Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara yang bersifat semi basah. Lappet berbahan dasar tepung ketan, gula pasir, garam serta isian kelapa parut yang dicampur dengan gula aren atau sering disebut unti. Biasanya lappet dibungkus dengan daun pisang dan dibentuk menyerupai limas, daun pisang berfungsi sebagai pemberi aroma pada lappet. Pengolahan lappet dilakukan dengan cara mencampurkan semua

bahan kemudian mengukus hingga matang. Lappet pada umumnya dikonsumsi saat masih panas dan disajikan bersama dengan kopi maupun teh. Lappet memiliki tekstur yang kenyal, manis, memiliki masa simpan yang cukup singkat dan kekurangan keragaman komponen seperti serat dan beta karoten. Tekstur kenyal pada lappet dihasilkan oleh bahan utamanya yaitu tepung ketan dan bahan tambahan yang mempengaruhi karakteristik lappet. Tekstur kenyal pada lappet disebabkan oleh kadar amilopektin yang tinggi pada tepung ketan yang

menyebabkan terjadinya gelatinisasi bila ditambah dengan air dan perlakuan pemanasan (Siswoputranto, 1989).

Penggunaan tepung ketan dalam pembuatan lappet memiliki karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sebesar 76,24% dan rendah serat sebesar 0,28% (Suriani, 2015 dan Putri, 2019) untuk itu dilakukan fortifikasi menggunakan tepung labu kuning untuk meningkatkan kadar serat dan kadar beta karoten. Menurut Putri et al. (2019) tepung labu kuning mengandung kadar serat sebesar 6,55% dan kadar beta karoten sebesar 25835,73 µg/100g. Serat memiliki manfaat beberapa manfaat bagi kesehatan seperti melancarkan pencernaan, mencegah sembelit, dan dapat digunakan untuk pengurangan asupan kalori dengan diet seimbang rendah kalori disertai dengan diet tinggi serat diketahui dapat menghadapi obesitas (Kusharto, 2006). Beta karoten juga memiliki manfaat seperti salah satu sumber vitamin A yang dapat digunakan sebagai antioksidan di dalam tubuh untuk melawan radikal bebas, mencegah penyakit seperti kanker, katarak dan lainnya (Dani, 2021).

Menurut Sijabat (2019) lappet dapat dilakukan penambahan puree labu kuning dengan konsentrasi terbaik yaitu perbandingan 70% tepung ketan dan 30% puree labu kuning. Penambahan puree labu kuning pada pembuatan lappet dapat meningkatkan kadar serat pangan, kadar beta karoten dan meningkatkan kadar air, semakin tinggi penambahan puree labu kuning maka kandungan air semakin meningkat sehingga lappet yang dihasilkan semakin lengket. Pemanfaatan labu kuning pada produk

pangan dalam bentuk puree memiliki kelemahan seperti kadar air pada puree labu kuning yang cukup tinggi mengakibatkan kerusakan fisik apabila tidak digunakan segera sehingga mengurangi masa simpan puree tersebut. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar air yaitu dengan mengolah labu kuning menjadi tepung. Penggunaan tepung labu kuning pada produk dapat meningkatkan kadar serat dan beta karoten produk, selain itu penggunaan labu kuning dalam bentuk tepung dapat meningkatkan daya simpan dan lebih praktis. Tepung labu kuning dapat digunakan sebagai pengganti tepung ataupun sebagai penambahan pada produk pangan seperti pada lappet selain cookies, dodol dan mie.

Perbandingan tepung ketan dengan tepung labu kuning dapat mempengaruhi karakteristik dodol yang dihasilkan dan pada perbandingan ketan sebesar 60%:40% menghasilkan karakteristik terbaik (Adhi, 2016). Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah menentukan pengaruh perbandingan tepung labu kuning terhadap karakteristik lappet dan menentukan perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning yang tepat untuk menghasilkan karakteristik lappet terbaik.

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan, dan Laboratorium Pasca Panen, Fakultas Teknologi Pertanian, Gedung Agrokomplek Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Penelitian ini berlangsung

selama 4 bulan, dimulai dari Bulan Januari 2021 sampai April 2021.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah labu kuning segar, gula merah, kelapa, garam yang diperoleh dari pedagang di pasar Badung, tepung ketan (Rose brand) yang diperoleh dari Tiara Dewata, akuades, n-hexan (Merck), H2SO4 (Merck), bubuk Kjeldahl (Merck), indikator PP (Merck), NaOH (Merck), asam borat 3% (Merck), petroleum benzene (Merck), aseton (Merck), Na2SO4 (Merck), HCl(Merck), dan alkohol 96%.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor, panci, baskom, sendok, ayakan, blender (National), cawan porselin, muffle, benang wol, tip mikropipet, vortex (Maxi Mix II Type 367000), spektrofotometer (Genesys 10S UV Vis), waterbath (J.P. Selecta, s,a.), oven (Labo Do 225), timbangan analitik (Shimadzu ATY224), gelas beaker, labu takar, cawan oven, gelas ukur (Pyrex), Soxhlet (Behr), labu lemak (Behr), corong pisah, erlenmeyer (Pyrex), destilator (Behr), botol gelap, pipet volume (Pyrex), pipet tetes, tabung reaksi (Pyrex), labu ukur 5 ml (Pyrex), labu ukur 1000 ml (Pyrex), corong plastik, gelas plastik, rak tabung, pipet mikro (Socorex), corong kaca (Pyrex), pipet ukur, desikator, pinset, benang wol, kertas saring, kertas Whatman No. 42, dan aluminium foil (Klin Pack)

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning yang terdiri dari 5

taraf, yaitu L1 (100% : 0%), L2 (95% : 5%), L3 (90% : 10%), L4 (80% : 20%), L5 (60% : 40%). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan analisis sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gomez, 1995)

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Tepung Labu Kuning

Pembuatan tepung labu kuning diawali dengan sortasi labu kuning berukuran 2-5kg/ buah. Labu kuning yang telah disortasi kemudian dikupas bagian kulit buah dan bagian yang tidak dibutuhkan dibuang. Setelah itu dilakukan pengecilan ukuran menggunakan parutan dan diberikan perlakuan pengeringan menggunakan oven dengan suhu 70°C selama 7 jam. Bahan yang telah kering sempurna dihaluskan menggunakan blender kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

Pembuatan Unti

Pembuatan unti diawali dengan sortasi kelapa yang tidak terlalu tua berumur 3 bulan kemudian dikupas. Setelah itu dilakukan pengecilan ukuran menggunakan parutan. Gula merah dan garam dicampurkan ke dalam kelapa dan dimasak selama ± 15 menit. Perbandingan yang digunakan untuk menghasilkan unti yaitu perbandingan 1 : 2 gula merah dan kelapa parut. Setelah unti matang, didinginkan terlebih dahulu kemudian ditambahkan kedalam setiap lappet sebanyak 7g .

Pembuatan Lappet

Proses pembuatan lappet dilakukan dengan mencampurkan tepung ketan dan tepung labu kuning sesuai perlakuan. Kemudian ditambahkan dengan santan, gula pasir, dan garam sesuai formulasi. Adonan dicampur dan diaduk sampai kalis. Adonan

diambil sebanyak 35 g dan ditambahkan 7 g unti, kemudian dibungkus dengan daun pisang yang telah dilumuri minyak dan dibentuk berbentuk limas dan dikukus selama 45 menit. Formulasi lappet dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Formulasi lappet tepung labu kuning

Bahan

L1        L2       L3        L4       L5

Tepung Ketan (%)

Tepung Labu Kuning (%)

Air (%)

Unti (g)

100         95         90        80        60

0           5          10         20         40

20         20        20        20        20

7          7         7         7         7

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati yaitu kadar air dengan metode oven (AOAC, 2005), kadar abu dengan metode pengabuan (AOAC, 2005), kadar protein dengan metode makro Kjeldahl (AOAC, 2005), kadar lemak dengan metode soxhlet (AOAC, 2005), kadar karbohidrat dengan metode analisa Carbohydrate by difference (AOAC, 2005), kadar serat kasar dengan metode hidrolisis asam basa (AOAC, 2005), kadar beta karoten dengan metode spektrofotometri UV-Vis (Muchtadi, 1989) dan karakteristik sensoris dengan uji hedonik warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan secara keseluruhan serta uji skoring warna (Soekarto, 1985)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik kimia lappet meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat, kadar serat dan beta karoten. Nilai rata-rata proksimat lappet dapat dilihat pada Tabel 2.

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air lappet dan kisaran kadar air sebesar 24,55% hingga 25,59% sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4309-1996 kadar air pada kue basah yaitu maksimal 40%, hal ini disebabkan karena penambahan labu kuning pada lappet dalam bentuk tepung sehingga kadar airnya lebih rendah dibandingkan dengan puree. Kadar air tepung labu kuning sebesar 3,29% dan tepung ketan sebesar 16,25% (Suriani, 2015 dan Putri et al., 2019), sehingga penambahan tepung labu kuning tidak mempengaruhi kadar air. Jika dibandingkan dengan penelitian Sijabat et al (2019) penambahan puree labu kuning pada kadar air lappet 39,40% - 45,35%. Hal ini berarti kadar air lappet yang dibuat dengan penambahan tepung labu kuning lebih rendah dari penambahan puree labu kuning

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat lappet

Perlakuan  Kadar Air    Kadar Abu  Kadar      Kadar       Kadar        Kadar Serat

(%b/b)       (%b/b)      Protein      Lemak       Karbohidrat   Kasar

(%b/b)      (%b/b)       (%b/b)        (%b/b)

Kadar Beta Karoten (mg/100g)

L1 (100%   24,55±1,96a 0,13±0,01a 0,66±0,00a 15,24±0,24a 59,42±1,86c   4,25±0,06a

: 0%)

7,57±0,01a

L2 (95% : 24,60±1,95a 0,32±0,01b 0,78±0,08b 17,57±0,33b 56,76±2,13c   6,56±0,31b

5%)

124,68±8,33b

L3 (90% : 24,95±0,59a 0,37±0,02c 0,80±0,02b 20,23±0,66b 53,59±0,62b   7,75±0,16c

10%)

549,08±4,28c

L4 (80% : 25,01±1,44a 0,61±0,00d 1,00±0,08c  21,02±0,08c 52,29±1,57ba 8,21±0,18d

20%)

1009,05±7,59d

L5 (60% : 25,59±1,32a 0,77±0,01e 1,45±0,08d 21,70±0,92d 50,48±0,80a   10,78±0,23e

40%)

14567,25±96,45e

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)


Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu lappet. Kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang terkandung dalam suatu bahan, meningkatnya kadar abu disebabkan tingginya mineral dari tepung labu kuning (Dalimartha, 2011). Berdasarkan hasil penelitian nilai rata-rata kadar abu terendah diperoleh pada L1 (100%:0%) yaitu sebesar 0,13% sedangkan nilai rata-rata kadar abu tertinggi diperoleh pada L5 (60%:40%) yaitu sebesar 0,77%. Kadar abu mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan tepung labu kuning yang ditambahkan. Hal ini disebabkan kadar abu tepung labu kuning lebih tinggi dari tepung ketan. Suriani et al. (2019), Putri et al. (2019) melaporkan kadar abu tepung labu kuning sebesar 6,23% dan kadar abu tepung ketan sebesar 0,24%. Kadar abu lappet semua perlakuan sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4309-1996 kadar abu pada kue basah yaitu maksimal 3. Hasil kadar abu lappet dengan

penambahan tepung labu kuning berkisar 0,130,77% lebih rendah dari lappet dengan penambahan puree labu kuning yaitu sebesar 1,02-1,44% Sijabat et al. (2019).

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein lappet. Berdasarkan hasil penelitian nilai rata-rata kadar protein terendah diperoleh pada L1 (100%:0%) yaitu sebesar 0,66% sedangkan nilai rata-rata kadar protein tertinggi diperoleh pada L5 (60%:40%) yaitu sebesar 1,45%. Peningkatan kadar protein seiring dengan peningkatan tepung labu kuning yang ditambahakan. Hal ini diakibatkan karena tepung labu kuning memiliki kadar protein (7,82%) yang lebih tinggi dari tepung ketan (6,81%) (Suriani et al,.2015 dan Putri et al,. 2019) sehingga kontribusi tepung labu kuning meningkatkan kadar protein lappet yang lebih besar dari tepung ketan. Kadar protein lappet yang ditambahkan puree labu kuning sebesar 2,50-3,40% (Sijabat et al. 2019).

Kadar Lemak

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak lappet. Berdasarkan hasil penelitian nilai rata-rata kadar lemak terendah diperoleh pada L1 (100%:0%) yaitu sebesar 15,24% sedangkan nilai rata-rata kadar lemak tertinggi diperoleh pada L5 (60%:40%) yaitu sebesar 21,70%. Hal ini disebabkan kadar lemak tepung labu kuning lebih besar dari tepung ketan sehingga dengan peningkatan proposi tepung labu kuning dibandingkan tepung ketan menyebabkan peningkatan kadar lemaknya. Menurut Suriani et al., (2015) dan Putri et al., (2019) kadar lemak tepung labu kuning sebesar 2,17% dan kadar lemak tepung ketan sebesar 0,19%. Hasil kadar lemak lappet belum sesuai dengan SNI 01-4309-1996 yang mensyaratkan maksimal 3%. Hal ini dikarenakan lappet mengandung unti yang terbuat dari kelapa yang kaya lemak. Menurut Hayati (2009) kandungan lemak dalam kelapa tua yaitu 33,0% .

Kadar Karbohidrat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar karbohidrat lappet. Berdasarkan hasil penelitian nilai rata-rata kadar karbohidrat terendah diperoleh pada L5 (60%:40%) yaitu sebesar 50,48% sedangkan nilai rata-rata kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada L1 (100%:0%) yaitu sebesar 59,42%. Hal ini disebabkan kadar karbohidrat tepung labu kuning lebih besar dari tepung ketan sehingga dengan peningkatan proposi tepung labu kuning

dibandingkan tepung ketan menyebabkan penurunan kadar karbohidratnya. Menurut Suriani et al., (2015) dan Putri et al., (2019) kadar karbohidrat tepung labu kuning sebesar 80,49% dan kadar karbohidrat tepung ketan sebesar 76,24. Hasil kadar karbohidrat lappet dalam penelitian ini berkisar 50,48-59,42% lebih tinggi dari lappet yang ditambahkan puree labu kuning yang berkisar 43,11%- 46,08% (Sijabat et al,. 2019)

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar lappet. Berdasarkan hasil penelitian nilai rata-rata kadar serat kasar terendah diperoleh pada L1 (100%:0%) yaitu sebesar 4,25% sedangkan nilai rata-rata kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada L5 (60%:40%) yaitu sebesar 10,79%. Peningkatan kadar serat kasar disebabkan oleh perbedaan konsentrasi tepung ketan dan tepung labu kuning. Semakin tinggi konsentrasi tepung labu kuning maka kadar serat kasar dari lappet semakin rendah. Menurut Suriani et al,.2015 dan Putri et al,. 2019 tepung labu kuning memiliki kadar serat kasar sebesar 6,55% dan tepung ketan memiliki kadar serat sebesar (0,28%).

Kadar Beta Karoten

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar beta karoten lappet. Berdasarkan hasil penelitian nilai rata-rata kadar beta karoten terendah diperoleh pada L1 (100%:0%) yaitu sebesar 7,57 mg/100g sedangkan nilai rata-rata kadar beta karoten tertinggi

diperoleh pada L5 (60%:40%) yaitu sebesar 1467,25 mg/100g. Kadar beta karoten mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan tepung labu kuning yang ditambahkan. Hal ini disebabkan karena labu kuning dikenal kaya akan karatenoid yaitu beta karoten yang merupakan sumber antioksidan. Menurut Suriani, 2015 dan Putri et al., 2019 tepung labu kuning memiliki kandungan beta karoten sebesar 25835,73 µg/100g dan puree labu kuning mengandung beta karoten sebesar 17,04 mg/100g. Hasil kadar beta karoten lappet dalam penelitian ini berkisar 7,57-1467,25 mg/100g lebih tinggi dari lappet yang ditambahkan puree labu kuning yang berkisar 0,00-12,03 mg/100g (Sijabat et al,. 2019). Evaluasi Sensoris

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji hedonic warna lappet. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai uji

hedonik berkisar antara netral sampai dengan suka. Nilai rata-rata uji hedonik tertinggi diperoleh dari perlakuan L3 (80%:20%) yaitu suka dan nilai rata-rata uji hedonik terendah diperoleh dari perlakuan L1 (100%:0%) yaitu netral. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji skoring warna lappet. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai uji skoring warna berkisar antara tidak jingga sampai dengan jingga kecoklatan. Nilai rata-rata uji skoring tertinggi diperoleh dari pada L5 (60%:40%) yaitu berwarna jingga kecoklatan dan nilai rata-rata uji skoring terendah diperoleh dari pada L1 (100%:0%) yaitu tidak jingga. Penambahan konsentrasi tepung labu kuning yang berbeda mengakibatkan warna yang dihasilkan berbeda, semakin banyak tepung labu kuning yang ditambahkan maka warna yang dihasilkan akan semakin jingga hingga berwarna jingga kecoklatan.

Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik dan skoring aroma, rasa, tekstur, warna, dan penerimaan keseluruhan lappet

Perlakuan

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

Penerimaan Keseluruhan

Skoring

Hedonik

Hedonik

Hedonik

Hedonik

L1 (100:0%)

1,00±0,00a

2,95±0,82a

3,75±1,16a

3,30±1,03a

2,95±0,88a

L2 (95:5%)

2,80±0,69b

3,90±0,81b

4,15±0,71ab

4,20±0,83b

4,00±0,72b

L3 (90:10%)

3,65±0,74c

4,20±0,44bc

4,25±0,58ab

4,25±0,71b

4,30±0,86b

L4 (80:20%)

4,60±0,68d

4,35±0,68bc

4,50±0,82b

4,25±0,78b

4,20±0,95b

L5 (60:40%)

5,00±0,00e

4,70±1,16c

4,65±0,98b

4,10±0,96b

4,00±0,00b

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05) Kriteria Hedonik : 1 = tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = netral, 4 = agak suka, 5 = suka

Kriteria Skoring Warna : 1 = tidak jingga, 2 = jingga pudar, 3 = jingga, 4 = jingga cerah, 5 = jingga kecoklatan

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji hedonic tekstur lappet. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai uji hedonik berkisar antara agak suka sampai dengan

suka. Nilai rata-rata uji hedonik tertinggi diperoleh dari pada L3 (80%:20%) yaitu suka dan nilai rata-rata uji hedonik terendah diperoleh dari pada L1 (100%:0%) yaitu netral. Penambahan konsentrasi tepung labu kuning yang berbeda mengakibatkan tekstur yang dihasilkan berbeda, semakin banyak tepung labu kuning yang ditambahkan maka tekstur yang dihasilkan tidak terlalu kenyal. Hal ini disebabkan oleh kandungan amilopektin yang tinggi pada tepung ketan yang menyebabkan terjadinya gelatinisasi bila ditambahkan air dan perlakuan pemanasan (Siswopurwanto et al., 1989).

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji hedonic rasa lappet. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai uji hedonik berkisar antara agak tidak suka sampai dengan suka. Nilai rata-rata uji hedonik tertinggi diperoleh dari pada L3 (80%:20%) yaitu agak suka dan nilai rata-rata uji hedonik terendah diperoleh dari pada L1 (100%:0%) yaitu netral. Penambahan konsentrasi tepung labu kuning yang berbeda mengakibatkan rasa yang dihasilkan berbeda, semakin banyak tepung labu kuning yang ditambahkan maka rasa labu kuning yang dihasilkan akan semakin kuat.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung ketan dan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji hedonik penerimaan keseluruhan lappet. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai uji hedonik berkisar antara

netral sampai dengan suka. Nilai rata-rata uji hedonik tertinggi diperoleh dari pada L3 (80%:20%) yaitu suka dan nilai rata-rata uji hedonik terendah diperoleh dari pada L1 (100%:0%) yaitu netral. Penambahan konsentrasi tepung labu kuning yang berbeda mengakibatkan penerimaan keseluruhan yang berbeda juga. Penilaian panelis dipengaruhi oleh aspek aroma, rasa, tekstur, warna dan kesukaan keseluruhan dari lappet labu kuning yang dipengaruhi oleh perbandingan bahan yang digunakan sesuai perlakuan.putri

KESIMPULAN

Perbandingan tepung ketan dengan tepung labu kuning berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, kadar beta karoten, tingkat warna suka dan berwarna jingga kecoklatan (skoring dan hedonik), aroma suka, tekstur suka, rasa suka, dan peneriman keseluruhan suka. Perbandingan 60% tepung ketan : 40 tepung labu kuning menghasilkan karakteristik terbaik lappet dengan kriteria kadar air 25,59%, kadar abu 0,77%, kadar protein 1,45%, kadar lemak 21,70%, kadar karbohidrat 50,48%, kadar serat kasar 10,78%, kadar beta karoten 14567,25 mg/100g, warna suka jingga kecoklatan, aroma suka, tekstur suka, rasa suka, dan penerimaan keseluruhan suka.

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, I. M. D. P, I. K. Suter, I. P. Suparthana. 2016. Pengaruh Rasio Tepung Ketan dengan Tepung Labu Kuning (Curcubita moschata)  Terhadap

Karakteristik Dodol. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Vol. 05 (2) : 1-10

AOAC (Association of Official          Analytical

Chemists). 2005. Official Methods of Analisys of AOAC ] International. Gaithersburg.

Dalimartha, S, F. Adrian. 2011. Khasiat Buah dan Sayur. Swadaya. Bogor.

Dani, R. C. 2021. Analisis Penetapan Kadar Beta Karoten Pada Ekstrak Buah Rambusa (Passiflora foetida L.) Dengan Spektrofotometri Uv-Vis. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Perintis Indonesia

Gomez, K. A. dan A. A. Gomes. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.

Hayati, R. 2009. Perbandingan Susunan dan Kandungan Aam lemak Kelapa Muda dan Kelapa Tua (Cocos nucifera L.) Dengan Metode Gas Kromatografi. Fakultas Pertanian Unsyiah. Jurnal Floratek Vol. 4 : 18 28.

Isnaini, A. N. 2016. Pengaruh Substitusi Tepung Labu Kuning (Curcubita moschata) Dalam Pembuatan Pancake Terhadap Kadar Beta Karoten dan Daya Terima. Publikasi Ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Kristiani, Y. 2016. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Labu Kuning (Curcubita moschata D.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Kusharto, C. M. 2006. Serat Makanan dan Peranannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan Vol 1(2) : 45-54

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Putri, C. Y. K., F. S. Pranata, dan Y. R. Swasti. 2019. Kualitas Muffin dengan Kombinasi Tepung Pisang Kepok Putih (Musa paradisiaca forma typica) dan Tepung Labu Kuning (Curcubita moschata). Jurnal Biota,      4(2) : 50-62.

Sijabat, S. R. 2019. Pengaruh Perbandingan Tepung Ketan dengan Puree Labu Kuning (Curcubita moschata) Terhadap Karakteristik   Lappet.

Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Jimbaran.

Siswoputranto L. D. 1989. Teknologi Pasca Panen Kentang. Liberty. Yogyakarta.

Soekarto, S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Suriani. 2015. Analisis Proksimat Pada Beras Ketan Varietas Putih (Oryza sativa glutinosa).

Makassar. Jurnal Al Kimia, 3(1) : 92-10