Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Putu Risma Dewi, dkk. /Itepa 11 (2) 2022 261-271

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Karakteristik Cookies Ampas Tahu Selama Penyimpanan

The Effect of Packaging Type on the Characteristics of Tofu Dregs Cookies During Storage

Putu Risma Dewi1, Luh Putu Trisna Darmayanti1*, Komang Ayu Nocianitri1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit, Jimbaran

*Penulis korespondensi : Luh Putu Trisna Darmayanti, E-mail: [email protected]

Abstract

This study aims to determine the effect of the type of packaging on tofu dregs cookies during storage and the best type of packaging alarm that can maintain the balance of tofu dregs cookies during storage. The experimental design used was factorial Completely Randomized Design (CRD) with 2 factors. The first factor was the type of packaging with 3 levels, namely K1 = Polypropylene, K2 = Polyethylene, K3 = Aluminum Foil. The second factor, namely storage time with 5 stages, namely P0 = 0 weeks, P1 = 1 week, P2 = 2 weeks, P3 = 3 weeks, and P4 = 4 weeks. The treatment was repeated 2 times in order to obtain 30 experimental units. The data obtained were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA). If the influence affects the test parameters, then test with Duncan's Multiple Range Test. The type of packaging during storage affects water content, texture, crude fiber content, TBA number, hedonic test (aroma, texture, color, taste and overall acceptance). This type of aluminum foil packaging can maintain the characteristics of tofu dregs cookies for up to 3 weeks with the following characteristics: moisture content of 3.73%, texture 51.90 N, crude fiber content 4.20%, TBA number 0.32 mg malonaldehyde / kg, for preference tests such as color, aroma, texture, taste and overall acceptance is preferred.

Keywords: tofu dregs cookies, type of packaging, storage

PENDAHULUAN

Ampas tahu adalah hasil olahan sampingan dari proses pembuatan tahu yang biasanya dibuang oleh pengusaha tahu, karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomis. Ampas tahu dalam jajaran bahan pangan termasuk bahan pangan berkadar air tinggi, mudah rusak dan tidak dapat disimpan lama, biasanya hanya mampu bertahan 48 jam dalam suhu ruang tanpa pengolahan (Handarsari, 2010). Ampas tahu segar memiliki kadar karbohidrat yang tinggi yaitu 67,5%. Tingginya nilai karbohidrat tersebut menyebabkan ampas tahu segar dapat mensubstitusi sumber karbohidrat lain seperti jagung, beras, dan gandum sehingga dapat diolah menjadi tepung yang dapat

disubstitusikan menjadi produk pangan salah satunya cookies.

Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang terbuat dari terigu, gula dan margarin sehingga membentuk adonan lunak dengan kadar lemak yang tinggi dibuat dengan proses pengovenan dan menghasilkan karakteristik cookies yang renyah bila dipatahkan dan bertekstur padat (SNI, 1992). Faridah et al (2008) menyatakan bahwa cookies dapat disimpan dengan jangka waktu yang lama berkisar antara 3-6 bulan. Sesuai SNI 2973-2011, cookies memiliki kadar air yang rendah sehingga cookies bersifat higroskopis atau mudah menyerap air. Bahan dalam pembuatan cookies terdiri dari terigu, shortening, dan gula.

Terigu yang merupakan bahan dasar dalam pembuatan cookies dapat disubstitusikan dengan bahan lain, salah satunya tepung ampas tahu. Penggunaan tepung ampas tahu yang disubstitusikan ke dalam produk pangan mampu mengurangi ketergantungan penggunaan terigu yang masih diimpor dari luar negeri

Menurut Rosida (2020) Indonesia merupakan negara yang menduduki peringkat kedua importir gandum terbesar di dunia pada kuartal III- 2017 yang mencapai 5,8 juta ton. Sehingga penggunaan tepung ampas tahu merupakan upaya yang dapat dikembangkan untuk dapat menggantikan terigu dengan tepung berbasis pangan lokal. Pada penelitian Izza (2013), penggunaan tepung ampas tahu menjadi cookies sudah pernah dilakukan, hasil terbaik dari penelitian tersebut yaitu cookies dengan substitusi tepung ampas tahu sebanyak 35%.

Upaya untuk meminimalkan penyimpangan mutu dapat dilakukan dengan pengemasan. Pengemasan yang baik dapat mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan cookies. Persyaratan kemasan untuk bahan pangan antara lain adalah permeabilitas terhadap udara kecil, tidak menyebabkan penyimpangan warna produk, tidak bereaksi dengan produk sehingga merusak citarasa, tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, melindungi kandungan air dan lemaknya, mudah diperoleh dan harganya murah (Winarno dan Jennie, 1983). Terdapat berbagai jenis bahan kemasan yang dapat digunakan dalam mengemas produk pangan seperti bahan kertas, plastik, gelas, logam dan fiber yang dilaminasi. Pemilihan bentuk dan jenis kemasan yang digunakan harus

disesuaikan dengan produk yang akan dikemas. Kemasan yang digunakan dalam mengemas cookies ampas tahu pada penelitian ini adalah kemasan polipropilen, polietilen, dan aluminium foil. Karakteristik kemasan polipropilen adalah lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983). Kemasan polietilen memiliki karakteristik yaitu thermoplastik, fleksibel, transparan, dimana mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik dan mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970).

Kemasan aluminium foil memiliki karakteristik yaitu tahan panas, kedap udara, permeabilitas terhadap uap air rendah, tidak korosif dan kedap cahaya sehingga terjadinya peningkatan aw dapat diminimalkan (Astuti, et al., 2017). Pada penelitian Johnrencius (2017) mengenai jenis kemasan terhadap mutu kukis sukun, menyatakan bahwa kemasan plastik Polipropilen dan Polietilen merupakan perlakuan terbaik karena dapat menekan peningkatan kadar air, dan mampu menjaga mutu organoleptik kukis sukun. Pada penelitian Hartari dan Yuliatmoko (2010) menunjukkan bahwa kemasan cookies dari aluminium foil, plastik , gelas dan kertas mampu mempertahankan tingkat kerenyahan produk dan mencegah penetrasi udara dan air dari lingkungan terhadap produk pangan.

Selama ini, penelitian tentang jenis bahan pengemas yang baik dalam menjaga mutu cookies ampas tahu belum dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui

jenis kemasan yang dapat mempertahankan karakteristik dari cookies ampas tahu selama penyimpanan.

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium Analisis Pangan, Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2020 sampai dengan Januari 2021. Bahan dan Alat

Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain terigu (Segitiga biru), ampas tahu, margarin (Blueband cake and cookie), telur, gula halus, garam, baking powder (Koepoe-koepoe), dan vanilla essence (Toffieco) yang diperoleh dari toko bahan kue Jimbaran. Bahan kemasan yang digunakan adalah jenis kemasan Polipropilen dengan ketebalan 0,3 mikron, Polietilen dengan ketebalan 80 mikron, dan Aluminium Foil dengan ketebalan 70 mikron. Bahan kimia yang digunakan untuk analisisadalah aquades, H2SO4 (Merck) , NaOH (Merck), alcohol 95%, HCl, pereaksi TBA.

Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, panci kukus, wadah plastik , loyang atau alas oven, timbangan analitik, sendok, ayakan, mixer, sendok kayu, rolling pin, cetakan cookies. Alat yang digunakan untuk analisis diantaranya lumpang, desikator, cawan, cawan petri, pinset, oven (Cole-Parmer), timbangan analitik (Shimadzu), tabung reaksi, kertas saring, kertas whatman no 42, pipet volume (Kimax), boult, kompor listrik, corong, Erlenmeyer, gelas

ukur (Pyrex), destilasi (Behrotest S3), waterbath (Thermology), tekstur analyzer (TA XT PLUS), labu kjeldahl (Behrotest), vortex (Maxi Mix II), spektrofotometri (Biochrome sn 133467). Alat yang digunakan untuk pengemasan adalah heat seal.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu jenis kemasan dengan 3 taraf yaitu K1= Polipropilen, K2= Polietilen, K3= Aluminium Foil. Untuk faktor kedua yaitu lama penyimpanan dengan 5 taraf yaitu P0= 0 minggu, P1= 1 minggu, P2= 2 minggu, P3= 3 minggu, dan P4= 4 minggu (Zaki, 2011). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 2 kali sehingga diperoleh 30 unit percobaan. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam. Apabila perlakuan berpengaruh terhadap parameter uji, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Tepung Ampas Tahu

Proses pembuatan tepung ampas tahu mengacu pada Wati (2013) yang telah dimodifikasi. Ampas tahu segar yang digunakan diperoleh dari industri tahu dan tempe Masmo yang berada di Padangsambian Klod, Denpasar. Pembuatan tepung ampas tahu dimulai dari pemerasan ampas tahu yang basah. Kemudian ampas tahu yang sudah diperas, dikukus selama 15 menit pada suhu 100oC. Setelah itu, ampas tahu dikeringkan dengan oven selama ±5 jam pada suhu 60-70oC, kemudian dibolak-balik agar ampas tahu kering merata. Selanjutnya ampas tahu dihaluskan

menggunakan blender hingga menjadi bubuk ampas tahu. Bubuk tersebut selanjutnya diayak menggunakan ayakan berukuran 60mesh, sehingga dihasilkan tepung ampas tahu yang halus dan homogen.

Pembuatan Cookies

Pembuatan cookies mengacu pada Izza (2013) yang telah dimodifikasi, yaitu terdiri dari persiapan bahan, pembentukan adonan, pencetakan adonan, pemanggangan, pendinginan, dan pengemasan. Persiapan bahan dimulai dengan

penimbangan bahan sesuai formula cookies pada Tabel 1. Pembentukan adonan dimulai dengan mencampur telur, margarin, gula halus, baking powder, dan vanilla essence menggunakan mixer sehingga membentuk krim. Kemudian ditambahkan tepung ampas tahu dan terigu, selanjutnya adonan dibentuk menjadi lembaran dengan rolling pin dan dicetak. Cookies yang sudah dicetak kemudian diletakkan pada Loyang yang telah diolesi margarin, kemudian dioven pada suhu 180oC selama 15 menit, kemudian didinginkan.

Tabel 1. Formula cookies per 100 gram dengan tepung campuran:

No

Jenis Bahan                                                 Jumlah (g)

1

Terigu                                                             65

2

Tepung Ampas Tahu                                            35

3

Gula Halus                                                        70

4

Mentega                                                      45

5

Telur                                                                 50

6

Baking powder                                                     1,5

7

Garam                                                      1

Penyimpanan

Cookies yang sudah matang dan dingin kemudian dikemas dengan 3 jenis kemasan yaitu Polipropilen, Polietilen, dan Aluminium foil yang selanjutnya di seal dengan alat pengemas (heat seal) dan diberi keterangan pada kemasan sesuai dengan perlakuan.Kemudian cookies ampas tahu disimpan pada suhu ruangan (±27oC) dengan kelembaban ± 63% dan dianalisis selama 4 minggu. Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah kadar air (Sudarmadji et al., 1997), tekstur dengan metode menggunakan alat Texture Analyzer

(Rusmianto, 2007), kadar serat kasar metode hidrolisis asam basa (Sudarmadji et al., 1997), dan uji bilangan Tiobarbiturat Acid (TBA) dengan metode spektrofotometri (Apriyatno et al., 1989), evaluasi sensoris diuji dengan uji hedonik yang meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan (Soekarto,1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

terhadap kadar air. Nilai rata- rata kadar air dapat dilihat pada Tabel 2.Kadar air cookies ampas tahu dengan tiga jenis kemasan selama penyimpanan pada Tabel 2 berkisar dari 2,83% sampai dengan 4,28% yang menunjukkan bahwa semua sampel berada di bawah batas maksimum kadar air yang telah ditetapkan oleh SNI 01- 2973-1992 yaitu tidak lebih dari 5%. Berdasarkan data pada Tabel 2 nilai kadar air cookies ampas tahu paling rendah pada penyimpanan selama empat minggu yaitu pada kemasan aluminium foil dengan kadar air 3,92% yang berbeda nyata dengan kemasan Polipropilen dan Polietilen. Sedangkan nilai kadar air cookies ampas tahu paling tinggi yaitu pada kemasan polipropilen dengan kadar air 4,28%. Cookies yang dikemas dengan kemasan aluminium foil memiliki kadar air paling rendah selama penyimpanan karena nilai densitas pada kemasan aluminium foil besar dengan nilai densitas yaitu 2,7 g/cm3, sehingga permeabilitas kemasan terhadap gasdan uap air semakin kecil (Iskandar, 1988). Kemasan aluminium foil juga memiliki karakteristik yang hermetis, tidak tembus cahaya, dan memiliki kemampuan untuk menahan laju uap air, gas dan udara yang akan masuk kedalam produk sehingga aluminium foil baik digunakan sebagai pengemasan bahan pangan (Mansur, 2021). Pada kemasan polipropilen memiliki nilai kadar air paling tinggi dibandingkan dengan aluminium foil dan polietilen selama penyimpanan karena polipropilen memiliki nilai densitas yang yaitu berkisar antara 0,90-0,91 g/cm3 (Brydson, 1975). Plastik dengan nilai densitas yang rendah, menandakan bahwa plastik tersebut memiliki struktur terbuka sehingga mudah ditembusi fluida

seperti air, oksigen, CO2 (Birley, et al., 1988). Tekstur

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur. Nilai rata- rata tekstur dapat dilihat pada Tabel 3. Tekstur dapat menentukan suatu produk pangan dapat diterima atau tidak oleh konsumen. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai tekstur cookies ampas tahu pada setiap jenis kemasan selama penyimpanan yang berhubungan dengan peningkatan kadar air selama penyimpanan. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekstur tertinggi pada penyimpanan selama empat minggu terdapat pada cookies yang dikemas dengan kemasan aluminium foil yaitu 29,66 N yang berbeda nyata dengan kemasan Polipropilen dan Polietilen. Nilai rata-rata tekstur terendah pada penyimpanan selama empat minggu terdapat pada cookies yang dikemasn dengan jenis kemasan polipropilen dengan nilai yaitu 19,11 N.

Kemasan aluminium foil pada penyimpanan empat minggu memiliki nilai tekstur yang tinggi dibandingkan dengan kemasan Polipropilen dan Polietilen karena memiliki nilai densitas yang besar, sehingga menyebabkan permeabilitas bahan terhadap gas dan uap air semakin kecil (Iskandar, 1988). Nilai rata-rata tekstur berhubungan dengan nilai kadar air cookies pada Tabel 2, dimana pada kemasan aluminium foil memiliki kadar air yang rendah sehingga tekstur cookies ampas tahu akan semakin tinggi, sedangkan pada kemasan polipropilen menghasilkan nilai rata-rata tekstur yang lebih rendah karena kemasan tersebut memiliki nilai rata-rata kadar air yang tinggi.

Selain itu, kandungan serat yang tinggi juga dapat berpengaruh terhadap tekstur cookies yang dihasilkan. Menurut Mediati (2010) serat memiliki

sifat yang mudah menyerap air sehingga dapat mengakibatkan tekstur menjadi kurang kering dan kurang renyah.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air (%) cookies ampas tahu pada perlakuan jenis kemasan dan lama penyimpanan

Kemasan

Lama Penyimpanan (Minggu)

P0              P1              P2              P3              P4

K1

2,93±0,05e       3,64±0,05d       3,97±0,00c        4,18±0,01b        4,28±0,01a

a               a               a               a               a

K2

2,84±0,05e       3,40±0,05d       3,65±0,07c        3,85±0,10b        4,05±0,06a

a             b             b              b              b

K3

2,83±0,03e       3,27±0,05d       3,40±0,02c        3,73±0,02b        3,92±0,07a

a              b              c               c               c

Keterangan :

Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yangsama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). K1 = Polipropilen; K2 = Polietilen;K3 = Aluminium Foil

Tabel 3. Nilai rata-rata tekstur (N) cookies ampas tahu pada perlakuan jenis kemasan dan lama penyimpanan

Lama Penyimpanan (Minggu)

Kemasan

P0

P1

P2

P3

P4

K1

85,34±0,75a

53,37±0,57b

42,69±0,81c

34,78±0,97d

19,11±0,68e

a

b

c

c

c

K2

86,30±0,73a

76,60±0,53b

66,42±0,87c

43,34±0,80d

22,88±0,67e

a

a

b

b

b

K3

87,17±0,64a

76,67±0,74b

70,22±1,53c

51,90±0,37d

29,66±0,42e

a

a

a

a

a

Keterangan :  Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yangsama menunjukkan tidak berbeda nyata

(P>0,05). K1 = Polipropilen; K2 = Polietilen;K3 = Aluminium Foil

Kadar Serat Kasar

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar. Nilai rata-rata kadar serat kasar dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar serat kasar cookies ampas tahu pada setiap jenis kemasan selama penyimpanan. Tabel 4 nilai rata-rata kadar serat kasar tertinggi terdapat pada kemasan polipropilen (PP) yaitu mengandung 4,90% serat yang berbeda nyata dengan kemasan polietilen dan aluminium foil. Sedangkan nilai

rata-rata kadar serat kasar terendah terdapat pada kemasan aluminium foil dengan nilai 4,60% yang tidak berbeda nyata dengan kemasan polietilen. Peningkatan kadar serat kasarselama penyimpanan kemungkinan terjadi karena serat yang tidak larut air seperti selulosa dan hemiselulosa sulit untuk diuraikan dan memiliki sifat yang tidak larut dalam air, sehingga seiring dengan lama penyimpanan nilai kadar serat kasar semakin tinggi.

Pada pengujian kadar serat kasar cookies ampas tahu yang dikemas dengan kemasan berbeda, pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semua sampel mengandung kadar serat kasar yang tinggi.

Menurut SNI 01-2973-1991 tentang syarat mutu cookies menyatakan bahwa kadar serat kasar maksimal 0,5%. Tingginya kadar serat kasar pada penelitian ini karena cookies dibuat dengan tambahan tepung ampas tahu sehingga kadar serat kasar pada cookies melebihi SNI. Kadar serat yang

tinggi dalam produk pangan sangat baik untuk kesehatan, dimana fungsi serat adalah untuk mencegah sembelit, mencegah kanker usus besar luka, dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Winarti, 2010).

Tabel 4. Nilai rata-rata kadar serat kasar (%) cookies ampas tahu pada perlakuan jenis kemasan dan lama penyimpanan

Kemasan

Lama penyimpanan (Minggu)

P0              P1               P2              P3              P4

K1

3,07±0,04e       3,93±0,08d        4,33±0,07c        4,65±0,08b        4,90±0,02a

a               a                a                a                a

K2

3,04±0,04e       3,61±0,08d        3,78±0,02c        4,46±0,04b        4,62±0,06a

a             b              b              b              b

K3

3,02±0,01e       3,59±0,00d        3,72±0,06c        4,20±0,03b        4,60±0,03a

a              b               b               c               b

Keterangan :

Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). K1 = Polipropilen; K2 = Polietilen; K3 = Aluminium Foil

Bilangan Thiobarbiturat Acid (TBA)

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan jenis kemasan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bilangan TBA sedangkan lama penyimpanan serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bilangan TBA. Nilai rata- rata bilangan TBA dapat dilihat pada Tabel 5.

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap bilangan TBA sedangkan lama penyimpanan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Uji TBA merupakan uji spesifik dalam menggambarkan hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh yang rendah. Peningkatan nilai TBA disebabkan adanya ketengikan yang terjadi karena perubahan lemak, yang selanjutnya mengalami

oksidasi menghasilkan peroksida, aldehid dan keton yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti cahaya, panas, logam-logam berat dan oksigen (Winarno, 2000). Bilangan TBA pada cookies yang dikemas dengan kemasan Aluminium Foil memiliki nilai terendah diantara kemasan lainnya yaitu 0,32 mg malonaldehid/kg. Hal ini dikarenakan kemasan aluminium foil ini memiliki sifat tahan terhadap panas, kedap udara, permeabilitas yang rendah terhadap uap air dan tidak korosif (Santoso dan Amin, 2007). Berdasarkan SNI 01-2352-1991 tentang pengujian angka thiobarbiturit produk perikanan mengatakan bahwa produk yang baik memiliki nilai TBA kurang dari 3 mg malonaldehid/kg, sehingga pada penelitian ini nilai TBA tidak melebihi batas maksimum SNI.

Tabel 5. Nilai rata-rata bilangan TBA (mg malonaldehid/kg) cookies ampas tahu pada perlakuan jenis kemasan dan lama penyimpanan

Kemasan                         Lama Penyimpanan (Minggu)                     Rata-rata

P0

P1

P2

P3

P4

K1

0,33±0,01

0,36±0,03

0,34±0,04

0,38±0,07

0,39±0,02

0,36 a

K2

0,31±0,03

0,30±0,02

0,34±0,02

0,33±0,03

0,38±0,01

0,33 ab

K3

0,31±0,01

0,31±0,02

0,31±0,03

0,32±0,08

0,34±0,01

0,32 b

Rata-rata

0,32 a

0,32 a

0,33 a

0,34 a

0,37 a

Keterangan :  Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

(P>0,05). K1 = Polipropilen; K2 = Polietilen; K3 = Aluminium Foil

Evaluasi Sifat Sensoris

Evaluasi sifat sensoris cookies ampas tahu dilakukan dengan uji hedonic terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan. Uji skoring dilakukan terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa. Nilai rata-rata hedonik dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai rata-rata skor dapat dilihat pada Tabel 6.

Warna

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan yaitu jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai kesukaan warna cookies ampas tahu Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan warna terendah diperoleh pada cookies yang dikemas dengan kemasan polipropilen minggu ke-4 dengan nilai 3,27 (netral) dan nilai rata-rata kesukaan tertinggi diperoleh pada cookies yang dikemas dengan kemasan Aluminium Foil pada minggu ke-0 dengan nilai 4,00 (suka). Perbedaan nilai warna pada setiap jenis kemasan berbeda dikarenakan kemasan memiliki daya tembus cahaya yang berbeda (Johnrencius, 2017). Penilaian warna pada cookies ampas tahu yang dikemas dengan kemasan aluminium foil menghasilkan penilaian yang disukai oleh panelis karena pada kemasan

aluminium foil memiliki sifat yang tidak tembus cahaya sehingga mampu menjaga kualitas warna dari cookies ampas tahu.

Aroma

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan yaitu jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai kesukaan aroma cookies ampas tahu. Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan aroma tertinggi selama penyimpanan diperoleh pada cookies yang dikemas dengan kemasan aluminium foil minggu ke-0 dengan nilai uji hedonik 4,07 (suka) dan perlakuan dengan nilai rata-rata kesukaan aroma terendah selama penyimpanan diperoleh pada cookies yang dikemas dengan kemasan polipropilen minggu ke- 4 dengan nilai uji hedonik 3,33 (netral). Cookies yang dikemas dengan kemasan aluminium foil pada minggu ke-4 memiliki nilai rata-rata yang tidak berbeda dengan kemasan aluminium foil pada minggu ke-0 yaitu 3,67 (suka). Perbedaan nilai aroma pada cookies ampas tahu disebabkan oleh permeabilitas dari masing-masing bahan kemasan berbeda dan juga sifat tembus cahaya kemasan. Peningkatan kadar air juga menyebabkan ketengikan pada cookies ampas tahu. Penilaian aroma pada cookies ampas

tahu yang dikemas dengan kemasan aluminium foil menghasilkan penilaian yang disukai oleh panelis karena pada kemasan aluminium foil memiliki permeabilitas terhadap uap air dan gas yang

rendah, dan sifat yang tidak tembus cahaya sehingga mampu menjaga kualitas aroma dari cookies ampas tahu.

Tabel 6.

Nilai rata-rata penyimpanan

hedonik cookies

ampas tahu pada perlakuan jenis kemasan dan lama

Perlakuan

Nilai Rata-Rata Hedonik

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

Penerimaan

Keseluruhan

K1P0

3,67 a

3,60 abc

3,67 abc

3,60 bcd

3,20 defg

K1P1

3,60 a

3,53 abc

2,53 de

3,27 de

3,00 efg

K1P2

3,47 a

3,53 abc

2,27 e

3,20 de

2,93 efg

K1P3

3,33 a

3,47 bc

2,27 e

3,13 de

2,87 fg

K1P4

3,27 a

3,33 c

2,00 e

3,00 e

2,73 g

K2P0

3,67 a

3,87 abc

3,67 abc

4,13 ab

4,00 abc

K2P1

3,53 a

3,80 abc

3,07 cd

4,00 abc

3,47 cde

K2P2

3,40 a

3,73 abc

2,53 de

3,60 bcd

3,40 def

K2P3

3,33 a

3,67 abc

2,27 e

3,53 cde

3,13 efg

K2P4

3,27 a

3,60 abc

2,13 e

3,27 de

2,87 fg

K3P0

3,87 a

4,07 a

4,13 a

4,20 a

4,33 a

K3P1

3,87 a

3,93 ab

3,80 ab

4,20 a

4,07 ab

K3P2

3,80 a

3,80 abc

3,73 ab

4,00 abc

4,00 abc

K3P3

3,60 a

3,80 abc

3,53 abc

3,87 abc

4,00 abc

K3P4

3,33 a

3,67 abc

3,40 bc

3,53 cde

3,73 bcd

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Kriteria hedonik : 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= netral, 4= suka, 5= sangat suka

Tekstur

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan yaitu jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur uji hedonik. Pada Tabel 6, menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan terhadap tekstur terendah terdapat pada cookies

yang dikemas dengan kemasan polipropilen minggu ke-4 dengan nilai uji hedonik 2,00 (tidak suka), dan nilai rata-rata kesukaan terhadap tekstur tertinggi terdapat pada cookies yang dikemas dengan kemasan aluminium foil minggu ke-4 dengan nilai uji hedonik 4,13 (suka). Cookies yang dikemas dengan kemasan aluminium foil pada

minggu ke-3 memiliki nilai rata-rata yang tidak berbeda dengan kemasan aluminium foil pada minggu ke-0 yaitu 3,53 (suka). Pada kemasan aluminium foil mendapatkan nilai tekstur yang tinggi karena kemasan aluminium foil memiliki densitas yang lebih besar dan menyebabkan permeabilitas terhadap uap air semakin kecil sehingga dapat mempengaruhi tekstur dan umur simpan produk (Suhelmi, 2007). Menurut Igfar (2012), kadar air mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan, karena air merupakan komponen penting dalam makanan yang dapat mempengaruhi tekstur, cita rasa, dan kenampakan makanan.

Rasa

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan yaitu jenis kemasan dan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap rasa uji hedonic cookies ampas tahu. Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan rasa terendah selama penyimpanan diperoleh pada cookies yang dikemas dengan kemasan Polipropilen dengan nilai 3,00 (netral) dan nilai rata-rata kesukaan rasa tertinggi diperoleh cookies yang dikemas dengan kemasan aluminium foil minggu ke-0 dengan nilai 4,20 (suka). Cookies yang dikemas dengan kemasan aluminium foil pada minggu ke-3 memiliki nilai rata-rata yang tidak berbeda dengan kemasan aluminium foil pada minggu ke-0 yaitu 3,87 (suka). Perbedaan nilai rasa pada cookies ampas tahu disebabkan oleh bahan kemasan yang digunakan juga memiliki kemampuan berbeda dalam menyerap cahaya dan gas sehingga akan mempengaruhi komponen penyusun citarasa yang terdapat dalam produk (Putri et al., 2016).

Penilaian rasa pada cookies ampas tahu yang dikemas dengan kemasan aluminium foil menghasilkan penilaian yang disukai oleh panelis karena pada kemasan aluminium foil memiliki sifat yang tidak tembus cahaya sehingga mampu menjaga kualitas rasa dari cookies ampas tahu. Penerimaan Keseluruhan

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan yaitu jenis kemasan dan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan (uji hedonik). Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan penerimaan keseluruhan terendah selama penyimpanan diperoleh pada cookies yang dikemas dengan kemasan Polipropilen minggu ke-0 dengan nilai 2,73 (netral) dan nilai rata-rata kesukaan penerimaan keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan jenis kemasan aluminium foil minggu ke-0 dengan nilai 4,33 (suka). Pada Tabel 6 juga menunjukkan bahwa cookies yang dikemas dengan kemasan aluminium foil minggu ke-3 merupakan masih disukai oleh panelis dengan nilai rata-rata yang tidak berbeda dengan kemasan aluminium foil minggu ke-0 yaitu dengan nilai hedonik yaitu 4,00 (suka). Penerimaan keseluruhan cookies ampas tahu dipengaruhi beberapa faktor seperti aroma, tekstur,warna, dan rasa.

KESIMPULAN

Jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh terhadap kadar air, tekstur, kadar serat kasar , bilangan TBA, nilai hedonik yang meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan. Jenis kemasan aluminium foil dapat mempertahankan karakteristik cookies ampas tahu

sampai dengan 3 minggu dengan karakteristik yaitu : kadar air 3,73%, tekstur 51,90 N, kadar serat kasar 4,20%, bilangan TBA 0,32 mg malonaldehid/kg, untuk ujikesukaan seperti warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Afdillah, W., I. Sulaiman, dan Martunis. 2018. Pengaruh kemasan aluminium foil dan botol kaca terhadap umur simpan abon ikan tongkol (Euthynnus affinis) dengan pendekatan metode arrhenius. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah 3(3): 185-193.

Ariantya, F.S. 2016. Kualitas Cookies Dengan Kombinasi Tepung Terigu, Pati Batang Aren (Arenga pinnata) Dan Tepung Jantung Pisang (Musa    paradisiaca).   Skripsi. Tidak

dipublikasikan Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Arini, L.D.D. 2017. Faktor-faktor penyebab dan karakteristik makanan kadaluarsa yang berdampak buruk pada kesehatan masyarakat.

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 2(1) : 15-24.

Engelen, A.. 2018. Analisis kekerasan, kadar air, warna dan sifat sensori pada pembuatan keripik daun kelor. Journal of Agritech Science 2(1) : 10-15.

Eveline, J. Zhendy. 2020. Pemanfaatan kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dan jamur tiram (Pleurotus ostreanus) dalam pembuatan dendeng analog. FaST-Jurnal Sains dan Teknologi. 4(1) : 74-91.

Faizah, N.I., dan S. Haryanti. 2020. Pengaruh lama dan tempat penyimpanan yang berbeda pada kandungan gizi umbi jalar (Ipomea batatas) var. Manohara. Jurnal Akademika Biologi 9(2): 8-14.

Fajriyani, A.,W. Hersoelistyorini, dan Nurhidajah. 2019. Nilai tba, ffa, kadar air, dan sifat sensori keripik kentang berdasarkan jenis kemasan dan lama penyimpanan. Jurnal Pangan dan Gizi 9(2): 54-68.

Igfar, A. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) dan Tepung Terigu Terhadap Pembuatan Biskuit. Skripsi. Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin, Makasar.

Jayadi, A., B. Anwar, dan A. Sukainah. 2016. Pengaruh suhu penyimpanan dan jenis kemasan terhadap mutu abon ikan terbang. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Vol.2: 62-69

Kaahoao, A., N. Herawati, dan D.F. Ayu. 2017. Pemanfaatan tepung ampas tahu pada pembuatan kukis mengandung minyak sawit merah. JOM FAPERTA 4(2):1-15.

Mansur, S. R. 2021. Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap kualitas danke. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian 7(1) : 53-66.

Marsigit, W., M. Marniza, dan R.F.A. Monica. 2020. Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan dalam suhu ruang terhadap mutu dodol pepaya. Jurnal Agroindustri 10(1) : 57-66.

Rachmayani, N., W.P. Rahayu, D.N. Faridah, dan E. Syamsir. 2017. Snack bar tinggi serat berbasis tepung ampas tahu (okara) dan tepung ubi ungu. J.Teknol. dan Industri Pangan. 28(2): 139-149.

Sari, N.P., dan W. D. R. Putri. 2018. Pengaruh lama penyimpanan dan metode pemasakan terhadap karakteristik fisikokimia labu kuning (Cucurbita moschata). Jurnal Pangan dan Agroindustri 6(1): 17-27.

Sitohang, A., dan B.S. Marbun. 2020. Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap mutu bubuk andaliman. Jurnal Riset Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian (RETIPA) 1(1):30-37.

Subamia, N.P.D.C., K.A. Nocianitri, dan I.D.G.M. Permana. Pemanfaatan tepung ampas tahu dalam pembuatan snack bar untuk penderita diabetes mellitus. 2020. Media Ilmiah Teknologi Pangan (Scientific Journal of Food Technology. 7(1) : 27-3.

Tahudi, P.A.B. 2011. Pendugaan Umur Simpan Dan Analisis Keamanan Cookies Berbasis Pati Garut (Maranta arundinaceae L.) Dengan Penambahan Torbangun (Coleus ambonicus Lour). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Warsiki, E., dan M.R. Damanik. 2012. Perubahan mutu dan umur simpan sup daun torbangun (Colues amboinicus Lour) dalam kemasan. Jurnal Gizi dan Pangan 7(1): 7-10.

Yuliani,S., dan H.Mardesci. 2017. Pengaruh penambahan tepung ampas tahu terhadap karakteristik biskuit yang dihasilkan. Jurnal Teknologi Pertanian. 6(1): 1-1

271