Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, Ronald Surachman, dkk. /Itepa 11 (2) 2022

ISSN : 2527-8010 (Online)


Pengaruh Perbandingan Terigu dan Tepung Sukun (Artocarpus altilis Terhadap Sifat Fisiko-Kimia dan Sensoris Bolu Kukus

The Effect Of Wheat Flour and Breadfruit Flour (Artocarpus altilis) Comparison on the Physico-Chemical and Sensory Properties of Steamed Sponge Cake

Ronald Surachman1, I Nengah Kencana Putra1*, A. A. Istri Sri Wiadnyani1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit, Jimbaran

*Penulis korespondensi: I Nengah Kencana Putra, Email: [email protected]

Abstract

In general, the raw ingredients for making steamed sponge is wheat flour, but nowadays it can be mixed with breadfruit flour to reduce the use of wheat flour. This study aimed to determine the effect of the comparison of wheat flour and breadfruit flour (Artocarpus altilis) on physico-chemical and sensory properties of steamed sponge cake and find out the comparison of wheat flour and breadfruit flour to obtain the best physico-chemical and sensory properties of steamed sponge cake. The experimental design used was Completely Randomized Design with the comparison treatment. The design used in this study was a Completely Randomized Design (CRD) with the treatment of the amount of wheat flour and breadfruit flour (100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, 60%:40% and 50%:50%). All treatments were repeated three times, resulting in 18 experimental units. The data obtained were analyzed with Analysis of Variance and if the treatment had a significant effect, then continued with the Duncan Multiple Range Test. The results showed that the addition of breadfruit flour had a significant effect on water content, ash content, protein content, fat content, crude fiber content, carbohydrate content, swelling power, scoring test for color, smell, texture, taste, hedonic test for taste and overall acceptance. A comparison of 70% wheat flour and 30% breadfruit flour produces steamed sponge cake with the best physico-chemical and sensory properties with the criteria of 34.04% moisture content, 0.84% ash content, 6.17% protein content, 3.73% fat content, 55.21% carbohydrate content, 3.53% crude fiber content, 65.80% swelling power and sensory properties of cream color and slightly like, the smell of breadfruit is weak and slightly like, the texture is slightly soft and slightly like, breadfruit taste is weak and slightly like, and overall acceptance is slightly like.

Keywords: wheat flour, breadfruit flour, steamed sponge cake

PENDAHULUAN

Bolu kukus merupakan suatu kudapan ringan yang sudah dikenal sejak lama. Jajanan ini dapat ditemui di pasar tradisional, swalayan ataupun toko-toko kue di pinggir jalan. Kue ini sangat diminati oleh banyak orang baik orang dewasa maupun anak kecil. Umumnya bahan baku untuk membuat bolu kukus yaitu terigu, akan tetapi sekarang ini untuk membuat bolu kukus dapat dicampur dengan bahan lain guna menekan penggunaan terigu (Hartandria, 2014). Bolu kukus

dipilih menjadi produk akhir dalam penelitian ini karena pembuatannya yang mudah, memakan waktu yang relatif singkat, dan digemari oleh semua kalangan.

Terigu merupakan hasil olahan yang berasal dari gandum. Di Indonesia sendiri gandum diperoleh dengan cara mengimpor dari luar negeri dikarenakan lingkungan Indonesia yang tidak cocok untuk menanam gandum. Terigu telah digunakan pada berbagai makanan Indonesia, seperti mie, roti, bolu, kue, dan lainnya. Setiap 100

g terigu terdapat gizi sebesar air 11,8 g, energi 333 kkal, protein 9 g, lemak 1 g, karbohidrat 77,2 g, serat 0,3 g dan abu 1 g (Izwardy, 2017). Masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan terhadap terigu yang masih tinggi. Ketergantungan ini dikarenakan banyaknya produk pangan yang diolah berbahan dasar terigu contohnya donat, kue, mie, bolu dan camilan lainnya. Konsumsi terigu yang berlebih, menjadikan Indonesia sebagai negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia (Widowati, 2016). Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2019, nilai impor gandum di Indonesia mencapai 10 ribu ton. Perlu adanya upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap gandum dengan cara menggantikan terigu yang berasal dari gandum ke tepung non terigu lainnya (Astuti, 2013). Salah satu contoh bahan yang dapat menggantikan terigu yaitu tepung sukun

Tanaman sukun dengan nama ilmiah Artocarpus altilis merupakan tanaman yang hidup secara merata di daerah tropis Indonesia dan dapat tumbuh baik sepanjang tahun (Pratiwi, 2012). Tanaman sukun menghasilkan buah yang memiliki kandungan gizi cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai makanan pokok alternatif (Saepudin, 2017). Di Indonesia buah sukun umumnya hanya dijadikan sebagai makanan ringan dengan cara direbus, digoreng, dibakar dan dibuat keripik (Adinugraha et al., 2014). Buah sukun memiliki masa simpan yang tergolong singkat karena biasanya setelah dipetik buah sukun akan menjadi busuk (Oke et al., 2017). Perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk memperpanjang masa simpan buah sukun. Salah satu pengolahan

yang dapat dilakukan yaitu membuat tepung sukun (Masita, 2017).

Tepung sukun memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih praktis, lebih mudah didistribusikan, meningkatkan hasil guna, daya guna dan nilai guna (Sidabutar, 2016). Pengolahan buah sukun menjadi tepung sukun dapat mempermudah pengolahan selanjutnya dan meningkatkan daya simpan dari buah sukun. Tepung sukun (100 g) memiliki kandungan air 10,1 g, energi 353 kkal, karbohidrat 84,4 g, lemak 0,5 g, protein 2,9 g, serat 3,7 g dan abu 2,1 g (Izwardy, 2017). Kadar karbohidrat yang tinggi membuat tepung sukun dapat menggantikan terigu dalam pembuatan makanan. Gizi tepung sukun yang lebih tinggi dari terigu yaitu energi, karbohidrat, abu, kalsium dan serat. Perbedaan yang paling signifikan yaitu pada kadar serat, dimana kadar serat pada tepung sukun sebesar 3,7 g per 100 gram tepung sukun sehingga, dapat diklaim sebagai sumber serat. Serat pada makanan dapat memperlancar pencernaan, menurunkan berat badan, hingga mencegah kanker (Shabella, 2012).

Pemanfaatan tepung sukun menjadi bolu kukus diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan terigu di Indonesia. Beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan tepung sukun yaitu Astuti, (2013) pembuatan crakers bayam hijau dengan perlakuan yang terbaik yaitu 15 penggunaan tepung sukun, Prahandoko, (2013) pembuatan mie basah tepung sukun dengan mie yang paling diterima panelis yaitu 10 penggunaan tepung sukun, Pratiwi, (2012) pembuatan aneka kudapan tepung sukun dengan uji sensoris yang terpilih adalah brownies

dengan 90 tepung sukun, pia dengan 60 tepung sukun, dan kroket dengan 60 tepung sukun.

Bolu kukus tepung sukun diharapkan menghasilkan kudapan ringan berbahan dasar lokal yang bernilai gizi baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan terigu dan tepung sukun terhadap sifat fisiko-kimia dan sensoris bolu kukus, serta mendapatkan perbandingan terigu dan tepung sukun yang tepat dalam menghasilkan bolu kukus dengan sifat fisiko-kimia dan sensoris terbaik.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium Analisis pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada Januari 2021 hingga Februari 2021.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : tepung sukun yang dibeli secara komersil (Lingkar Organik), terigu (Cakra Kembar), telur, gula pasir (Gulaku), Sp (Koepoe-Koepoe), Bubuk Vanili (Koepoe-Koepoe), minyak goreng (Bimoli), baking powder (Koepoe-Koepoe), Susu bubuk (Zee), Air soda (Sprite), akuades, H2SO4, NaOH, Tablet Kjeldhal, Indikator Phenolphthalein, asam borat (H3BO3 3 ), HCl, Heksan dan alkohol 96 .

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : mixer, kompor, neraca analitik (OHAUS), loyang/cetakan (12cm x 7cm x 3,5cm), baskom, panci, sendok, pisau, desikator, destruktor, cawan porselin, tanur, extractor

Soxhlet, Erlenmeyer (Pyrex), waterbath, kertas saring whattman No.42, gelas ukur (Pyrex), benang wol, bola hisap dan pipet tetes.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan perbandingan terigu dan tepung sukun yang terdiri dari 6 taraf yaitu: 100 :0 , 90 :10 , 80 :20 , 70 :30 , 60 :40 dan 50 50 . Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga dihasilkan 18 unit percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Proses pembuatan bolu dalam penelitian ini mengacu pada Trianita, 2016 yang dimodifikasi. Pembuatan bolu kukus diawali oleh pencampuran tepung sukun dengan terigu dengan 6 variasi sesuai dengan perlakuan yang ada. Setelah masing-masing perlakuan tepung mencapai 50 gram maka, dicampurkan dengan 2 gram baking powder, 2 gram bubuk vanili dan disisihkan. Selanjutnya pada wadah yang berbeda, dikocok 30 gram telur ayam yang ditambahkan dengan 20 gram gula pasir, dan 3 gram Sp hingga mengembang, warna menjadi putih dan kaku. Proses ini dapat menggunakan mixer agar semua komponen dapat tercampur dengan rata. Kemudian disiapkan 75 ml air soda yang akan dicampurkan menjadi satu dengan adonan. Pencampuran dilakukan secara bertahap antara campuran tepung dan air soda hingga adonan tercampur rata. Proses pencampuran terus dilakukan hingga adonan menjadi kalis dan tidak ada rongga udara pada adonan. Kemudian adonan dituang ke dalam cetakan (12 cm x 7 cm x 3,5 cm) yang sudah diolesi minyak dan ditaburi terigu. Pengolesan minyak dan

taburan terigu bertujuan untuk memudahkan proses pengeluaran adonan saat sudah jadi nanti. Adonan dikukus dengan suhu 100ºC selama 20 menit.

Setelah matang bolu kukus dikeluarkan dari cetakan.

Tabel 1. Formulasi Bahan Baku Pembuatan Bolu Kukus (Trianita, 2016) yang dimodifikasi

No      Komposisi Bahan

Perlakuan

P0        P1        P2        P3        P4        P5

  • 1    Tepung Sukun (g)

  • 2    Terigu (g)

  • 3    Telur (g)

  • 4    Baking Powder (g)

  • 5    Susu Bubuk (g)

  • 5    Gula Pasir (g)

  • 6    Bubuk Vanili (g)

  • 7    Sp (g)

  • 8    Air Soda (ml)

0            10           20           30           40           50

100          90          80          70          60          50

30          30          30          30          30          30

2        2        2        2        2        2

20          20          20          20          20         20

20          20          20          20          20         20

  • 2        2        2        2        2        2

  • 3        3        3        3        3        3

75             75             75             75             75             75

Variabel yang diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu sifat fisiko-kimia dan sifat sensoris dari bolu kukus. Sifat fisik meliputi daya kembang dengan metode pengukuran tinggi adonan sebelum dan sesudah pengukusan (Saepudin, 2017) dan sifat kimia meliputi kadar air yang menggunakan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1984), kadar abu dengan metode pengabuan (AOAC, 1995), kadar protein dengan metode mikro Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1984), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar karbohidrat dengan metode by different (Apriyantono, et al., 1989) dan serat kasar dengan metode hidrolisis asam basa (Sudarmadji et al., 1984). Sedangkan sifat sensoris (Soekarto, 1985) yang meliputi warna, aroma, tekstur, rasa (uji skor dan hedonik) dan penilaian keseluruhan (uji hedonik) dari bolu kukus tepung sukun.

Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis ragam menggunakan aplikasi SPSS. Apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tepung sukun dan terigu

Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar dari tepung sukun dan terigu dapat dilihat pada Tabel 2.

Hasil analisis tepung sukun dapat disimpulkan bahwa tepung sukun memiliki kadar abu, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan terigu. Terigu memiliki kadar air, kadar protein dan kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan tepung sukun.

Tabel 2. Nilai kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat

kasar dari tepung sukun dan terigu

Komponen

Tepung sukun ( )

Terigu ( )*

Kadar air

9,85

11,8

Kadar abu

1,94

1

Kadar protein

3,50

13

Kadar lemak

0,58

1

Kadar karbohidrat

84,13

77,2

Kadar serat kasar

7,45

0,3

Keterangan : *Terigu (Izwardy, 2017)


Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak dari bolu kukus

Perlakuan (Terigu : Tepung sukun)

Kadar air ( b/b)

Kadar abu ( b/b)

Kadar protein ( b/b)

Kadar lemak ( b/b)

P0 (100 :0 )

32,95 ± 0,18d

0,63 ± 0,03d

7,59 ± 0,29a

4,20 ± 0,17a

P1 (90 :10 )

33,22 ± 0,55d

0,71 ± 0,03c

7,17 ± 0,42a

3,98 ± 0,11ab

P2 (80 :20 )

33,73 ± 0,05c

0,79 ± 0,06b

6,63 ± 0,20b

3,86 ± 0,08abc

P3 (70 :30 )

34,04 ± 0,12c

0,84 ± 0,04b

6,17 ± 0,25bc

3,73 ± 0,11bc

P4 (60 :40 )

34,93 ± 0,15b

1,09 ± 0,01a

5,88 ± 0,10c

3,67 ± 0,14bc

P5 (50 :50 )

38,51 ± 0,17a

1,13 ± 0,02a

4,96 ± 0,32d

3,52 ± 0,35c

Keterangan:     Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)


Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air bolu kukus. Kadar air terendah diperoleh pada P0 dan P1, yaitu 32,95 dan 33,22 . Kadar air tertinggi diperoleh pada P5, yaitu 38,51 . P5 memiliki kadar air tertinggi karena pada P5 merupakan perlakuan dengan penambahan tepung sukun paling banyak yaitu 50 . Tepung sukun memiliki serat yang lebih tinggi dibandingkan terigu yaitu sebesar 7,45 sedangkan terigu 0,3 (Izwardy, 2017). Serat kasar memiliki sifat

mengikat air yang cukup kuat walaupun dilakukan pemanasan, sehingga semakin banyak tepung sukun yang digunakan maka semakin tinggi kadar air (Hood, 1980). Sifat lain dari tepung sukun yang berpengaruh terhadap kadar air bolu yaitu kapasitas hidrasi. Tepung sukun memiliki kapasitas hidrasi yang lebih tinggi dari terigu yaitu sebesar 290 sedangkan terigu sebesar 191,55 (Dameswary, 2012). Kapasitas hidrasi merupakan jumlah air yang dapat diserap oleh tepung. Hidrasi tepung dapat dilihat pada adonan sebelum dikukus, dimana semakin tinggi penggunaan tepung sukun, adonan yang dihasilkan semakin mengental.

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu bolu kukus. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar abu bolu berkisar antara 0,63 sampai dengan 1,13 . Kadar abu terendah diperoleh pada P0, yaitu 0,63 . Sedangkan kadar abu tertinggi diperoleh pada P4 dan P5, yaitu 1,09 dan 1,13 . P4 dan P5 memiliki kadar abu tertinggi karena pada P4 dan P5 merupakan perlakuan dengan penambahan tepung sukun paling banyak yaitu 40 dan 50 . P4 dan P5 mendapat kadar abu tertinggi disebabkan oleh tepung sukun memiliki kadar abu lebih tinggi dibandingkan terigu. Kadar abu tepung sukun adalah 1,94     (hasil analisis bahan baku),

sedangkan kadar abu terigu adalah 1 (Izwardy, 2017). Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan. Menurut Anon (1996) dalam Hassan (2014), tepung sukun mengandung beberapa mineral seperti kalsium (58,8 mg/100g), fosfor (165,2 mg/100g), dan zat besi (1,1 mg/100g).

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein bolu kukus. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar protein bolu berkisar antara 4,96 sampai dengan 7,59 . Kadar protein terendah diperoleh pada P5, yaitu 4,96 . Sedangkan kadar

protein tertinggi diperoleh pada P0 dan P1, yaitu 7,59 dan 7,17 . P5 memiliki kadar protein terendah dengan penambahan tepung sukun paling banyak yaitu 50 . Hal ini disebabkan oleh tepung sukun yang memiliki kadar protein lebih rendah dibandingkan terigu. Kadar protein tepung sukun adalah 3,5 (Hasil analisis bahan baku), sedangkan kadar protein terigu adalah 10 (Izwardy, 2017). Kandungan protein akan berpengaruh terhadap daya kembang bolu kukus karena kandungan gluten yang dibutuhkan dalam proses mengembang (Wipradnyadewi, 2016).

Kadar Lemak

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak bolu kukus. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar lemak bolu berkisar antara 3,52 sampai dengan 4,20 . Kadar lemak terendah diperoleh pada P5, yaitu 3,52 , sedangkan kadar lemak tertinggi diperoleh pada P0, yaitu 4,20 . P5 dengan penambahan tepung sukun paling banyak yaitu 50 memiliki kadar lemak terendah. Hal disebabkan oleh tepung sukun yang memiliki kadar lemak lebih rendah dibandingkan terigu. Kadar lemak tepung sukun adalah 0,58 (Hasil analisis bahan baku), sedangkan kadar lemak terigu adalah 1 (Izwardy, 2017). Hal ini sesuai dengan penelitian Astuti (2013) dalam pembuatan non flaky crackers bayam hijau dengan substitusi tepung sukun.

Tabel 4. Nilai rata-rata karbohidrat, kadar serat kasar dan daya kembang dari bolu kukus.

Perlakuan (Terigu : Tepung Sukun)

Kadar karbohidrat ( b/b)

Kadar serat kasar ( b/b)

Daya kembang ( )

P0 (100 :0 )

54,63 ± 0,33ab

0,66 ± 0,21d

99,70 ± 2,17a

P1 (90 :10 )

54,92 ± 0,34ab

1,91 ± 0,27c

89,17 ± 0,45b

P2 (80 :20 )

54,99 ± 0,18ab

2,13 ± 0,12c

70,53 ± 1,23c

P3 (70 :30 )

55,21 ± 0,19a

3,53 ± 0,12b

65,80 ± 1,90d

P4 (60 :40 )

54,44 ± 0,25b

3,73 ± 0,67b

57,90 ± 1,61e

P5 (50 :50 )

51,89 ± 0,53c

4,32 ± 0,04a

49,17 ± 0,25f

Keterangan:     Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)


Kadar Karbohidrat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar karbohidrat bolu kukus. Kadar karbohidrat terendah diperoleh pada P5, yaitu 51,89 , sedangkan kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada P3, yaitu 55,21 yang tidak berbeda dengan P0, P1 dan P2. P5 dengan penambahan tepung sukun paling banyak yaitu 50 memiliki kadar karbohidrat terendah. Hal ini disebabkan oleh hasil pengurangan dari nilai gizi lain yaitu kadar air, abu, protein, dan lemak bolu kukus yang akan berpengaruh terhadap kadar karbohidrat bolu (Soputan, 2016).

Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar bolu kukus. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa serat kasar bolu berkisar antara 0,66 sampai dengan 4,32 . Kadar serat kasar terendah diperoleh pada P0, yaitu 0,66 . Sedangkan kadar serat kasar tertinggi diperoleh

pada P5, yaitu 4,32 . P5 dengan penambahan tepung sukun paling banyak yaitu 50 memiliki kadar serat kasar terendah. Hal ini disebabkan oleh tepung sukun yang memiliki serat kasar lebih tinggi dibandingkan terigu. Kadar serat kasar tepung sukun adalah 7,45 (Hasil analisis bahan baku), sedangkan kadar serat kasar terigu adalah 0,3 (Izwardy, 2017). Serat kasar merupakan jenis karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam kuat dan basa kuat namun memiliki manfaat. Manfaat dari serat yaitu dapat membantu sistem pencernaan dimana serat akan membuat volume feses lebih padat karena serat dapat menyerap air, mempermudah melewati usus dan membuat sisa makanan terbuang menjadi cepat (Arintika, 2014). Daya Kembang

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya kembang bolu kukus. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa daya kembang bolu berkisar antara 49,17 sampai dengan 99,70 . Daya kembang terendah diperoleh pada P5, yaitu 49,17 . Sedangkan daya kembang tertinggi diperoleh pada

P0, yaitu 99,70 . Nilai rata-rata daya kembang (Tabel 4) menunjukkan bahwa daya kembang bolu kukus menurun seiring dengan semakin banyak perbandingan tepung sukun yang digunakan. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya kandungan gluten pada adonan dengan bertambahnya tepung sukun karena tepung sukun memiliki kadar gluten lebih rendah dibandingkan terigu. Gluten pada adonan akan merangkap CO2 yang ada di dalam adonan sehingga bolu dapat mengembang (Wipradnyadewi, 2016).

Evaluasi Sifat Sensoris

Evaluasi sifat sensoris bolu kukus dilakukan dengan uji skoring yang meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa. Untuk uji hedonik meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan penilaian keseluruhan. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penilaian keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring warna, aroma, tekstur dan rasa

Perlakuan (Terigu : Tepung sukun)

Nilai rata-rata Uji Skoring

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

P0 (100 :0 )

1,00 ± 0,00d

1,25 ± 0,55e

2,75 ± 0,44a

1,10 ± 0,31e

P1 (90 :10 )

1,00 ± 0,00d

1,70 ± 0,57d

2,55 ± 0,60ab

1,65 ± 0,49d

P2 (80 :20 )

1,40 ± 0,50c

2,00 ± 0,00c

2,55 ± 0,60ab

2,00 ± 0,00c

P3 (70 : 30 )

1,85 ± 0,67b

2,35 ± 0,49b

2,20 ± 0,52bc

2,25 ± 0,44b

P4 (60 :40 )

2,25 ± 0,55a

2,75 ± 0,44a

2,05 ± 0,69c

2,80 ± 0,41a

P5 (50 :50 )

2,40 ± 0,60a

2,95 ± 0,22a

1,85 ± 0,59c

2,95 ± 0,22a

Keterangan

Kriteria

: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05).

: Warna (1= Krem, 2= Cokelat Muda, 3= Cokelat), aroma (1= Tidak beraroma sukun, 2= Beraroma sukun lemah, 3= Beraroma sukun) tekstur (1= Tidak Lembut, 2= Agak Lembut, 3= Lembut) rasa (1= Tidak ada rasa sukun, 2= Rasa sukun lemah, 3= Rasa sukun)

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji skor warna bolu kukus. Berdasarkan Tabel 5, nilai rata-rata yang diberikan panelis berkisar antara 1,00- 2,40 dengan kriteria krem hingga coklat muda. Peningkatan jumlah tepung sukun pada penelitian ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji skor warna bolu pada tiap perlakuan. Hal ini disebabkan oleh Enzim

polifenol oksidase dalam sukun yang jika berkontak dengan udara akan menyebabkan terjadinya reaksi pencokelatan dan mengakibatkan adanya perubahan warna pada sukun sehingga warna tepung sukun lebih gelap dibandingkan terigu (Masita, 2017).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap uji hedonik warna bolu kukus. Peningkatan jumlah tepung sukun pada

penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji hedonik warna bolu pada tiap perlakuan. Berdasarkan hasil uji hedonik dan skoring, panelis agak suka dengan warna semua perlakuan dengan kriteria warna dari krem hingga coklat muda.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji skor aroma bolu kukus. Berdasarkan Tabel 5, nilai rata-rata yang diberikan panelis berkisar antara 1,25-2,95 dengan kriteria tidak beraroma sukun hingga beraroma sukun lemah. Nilai uji skoring aroma bolu tertinggi terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 2,95 (beraroma sukun lemah) dan tidak berbeda dengan P2, P3, P4, sedangkan nilai uji skoring aroma bolu terendah terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 1,25 (tidak beraroma sukun) serta tidak berbeda

dengan P2. Peningkatan jumlah tepung sukun pada penelitian ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji skor aroma bolu pada tiap perlakuan. Semakin banyak tepung sukun yang digunakan maka semakin muncul aroma khas sukun yang asing dan menyengat.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap uji hedonik aroma bolu kukus. Penerimaan panelis terhadap uji hedonik aroma bolu kukus dengan kriteria agak suka pada semua perlakuan. Peningkatan jumlah tepung sukun pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji hedonik aroma bolu pada tiap perlakuan. Berdasarkan hasil uji hedonik dan skoring, panelis agak suka dengan aroma semua perlakuan dengan kriteria aroma dari tidak beraroma sukun hingga beraroma sukun.

Tabel 6. Nilai rata-rata uji hedonik warna, aroma, tekstur, rasa dan penilaian keseluruhan

Perlakuan                                  Nilai rata-rata Uji Hedonik

(Terigu : Tepung

Warna        Aroma        Tekstur        Rasa

sukun)

Penilaian keseluruhan

P0 (100 :0 )     4,30 ± 0,86a     4,15 ± 0,93a     4,50 ± 0,76a     4,30 ± 0,80a

4,20 ± 0,77a

P1 (90 :10 )     4,35 ± 0,81a     4,20 ± 0,89a     4,25 ± 0,85a     4,30 ± 0,66a

4,20 ± 0,62a

P2 (80 :20 )     4,45 ± 0,60a     4,00 ± 0,92a     4,20 ± 0,89a     4,20 ± 0,52a

4,05 ± 0,39ab

P3 (70 :30 )     4,25 ± 0,79a     4,05 ± 0,89a     4,10 ± 1,02a     4,25 ± 0,72a

4,00 ± 0,73ab

P4 (60 :40 )     4,25 ± 0,79a     3,85 ± 1,14a     3,75 ± 1,02a     3,75 ± 0,85ab

3,65 ± 0,75bc

P5 (50 :50 )     4,15 ± 0,81a     3,65 ± 1,09a     3,60 ± 1,31a     3,55 ± 1,10b

3,50 ± 0,95c

Keterangan           : Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang

sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05).

Kriteria Hedonik : 1= Tidak Suka, 2= Agak Tidak Suka, 3= Biasa, 4= Agak Suka, 5= Suka

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap uji skor tekstur bolu kukus. Berdasarkan Tabel 5, nilai rata-rata yang diberikan panelis berkisar antara 1,85- 2,75 dengan

kriteria tidak lembut hingga agak lembut. Nilai uji skoring tekstur bolu tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 2,75 (lembut) dan tidak berbeda dengan P1, P2, P3, P4, sedangkan nilai uji skoring aroma bolu terendah terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 1,85 (tidak lembut). Peningkatan jumlah tepung sukun pada penelitian ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji skor tekstur bolu pada tiap perlakuan. Semakin banyak tepung sukun yang digunakan maka semakin tidak lembut yang dihasilkan karena adonan kurang mengembang.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap uji hedonik tekstur bolu kukus. Penerimaan panelis terhadap uji hedonik tekstur bolu kukus memiliki kriteria agak suka pada semua perlakuan. Peningkatan jumlah tepung sukun pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji hedonik tekstur bolu pada tiap perlakuan. Berdasarkan hasil uji hedonik dan skoring, panelis agak suka dengan tekstur semua perlakuan dengan kriteria tekstur dari tidak lembut hingga lembut.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap uji skoring rasa bolu kukus. Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata uji skoring rasa bolu kukus berkisar antara 1,10 sampai dengan 2,95 dengan kriteria tidak ada rasa sukun hingga rasa sukun. Nilai uji skoring rasa bolu tertinggi terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 2,95 (rasa sukun) dan tidak berbeda dengan P4, sedangkan nilai uji skoring

rasa bolu kukus terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 1,10 (tidak ada rasa sukun). Peningkatan jumlah tepung sukun akan menghasilkan bolu kukus dengan rasa sukun yang khas.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penerimaan uji hedonik rasa bolu kukus. Berdasarkan Tabel 6, nilai rata-rata yang diberikan panelis berkisar antara 3,55-4,3 dengan kriteria biasa hingga agak suka. Nilai uji hedonik rasa bolu tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 4,3 (agak suka) dan tidak berbeda dengan P1, P2, P3, sedangkan nilai uji hedonik rasa bolu terendah terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 3,55 (agak suka) serta tidak berbeda dengan P4. Peningkatan jumlah tepung sukun pada penelitian ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji hedonik rasa bolu pada tiap perlakuan. Semakin banyak tepung sukun yang digunakan maka semakin muncul rasa khas sukun yang asing, menyengat dan kurang disukai panelis. Berdasarkan hasil uji hedonik dan skoring, panelis agak suka dengan rasa semua perlakuan kecuali P5 dengan kriteria rasa dari tidak ada rasa sukun hingga rasa sukun.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penerimaan keseluruhan (hedonik) bolu kukus. Nilai uji hedonik penilaian keseluruhan bolu tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 4,20 (agak suka) dan tidak berbeda dengan P1, P2, P3, sedangkan nilai uji hedonik penerimaan keseluruhan bolu terendah terdapat

pada perlakuan P5 yaitu sebesar 3,50 (agak suka) serta tidak berbeda dengan P4. Peningkatan jumlah tepung sukun pada penelitian ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji hedonik penilaian keseluruhan bolu pada tiap perlakuan. Penerimaan keseluruhan bolu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna, aroma, tekstur, dan rasa. Berdasarkan uji hedonik penilaian keseluruhan, P0 hingga P3 memiliki angka tertinggi dengan notasi a dimana panelis agak suka dengan bolu kukus tepung sukun.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil simpulan sebagai berikut: Perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, daya kembang, uji skoring warna, aroma, tekstur, rasa, uji hedonik rasa dan penerimaan keseluruhan. Perbandingan 70 terigu dan 30 tepung sukun menghasilkan bolu kukus dengan sifat fisiko-kimia dan sensoris terbaik dengan kriteria kadar air 34,04 , kadar abu 0,84 , kadar protein 6,17 , kadar lemak 3,73 , kadar karbohidrat 55,21 , kadar serat kasar 3,53 , daya kembang 65,80 , serta sifat sensori warna krem dan agak suka, beraroma sukun lemah dan agak suka, tekstur agak lembut dan agak suka, rasa sukun lemah dan agak suka, dan penerimaan keseluruhan agak suka.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada kedua orang tua saya, kakak, adik, Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Kencana

Putra, M.S selaku dosen pembimbing I, Ibu A. A. Istri Sri Wiadnyani, S.TP., M.Sc. selaku dosen pembimbing II, dosen penguji, segenap staf dosen dan teknisi laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana dan teman-teman Teknologi Pangan angkatan 2017 yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, H.A., N.K. Kartikawati, D. Setiadi dan Prastyono. 2014. Pengembangan Teknik Budidaya Sukun (Artocarpus altilis) Untuk Ketahanan Pangan. IPB PRESS. Online. Diakses 4 Mei 2020.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Washington: Association of Official Analytical Chemists.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budijanto. 1989. Analisis Pangan. Bogor : IPB Press.

Arintika, W. 2014. Pengaruh Penggunaan Komposisi Campuran Tepung Beras Hitam dan Tepung Jagung Dalam Pembuatan Cookies Terhadap Kadar Serat dan Mutu Organoleptik. Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya, Malang

Astuti, T.Y.I. 2013. Substitusi tepung sukun dalam pembuatan Non Flaky Crackers bayam hijau (Amaranthus   tricolor).   Jurnal Fakultas

Teknobiologi. 1(1):1-13.

Dameswary, A. H. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Sukun (Artocapus communis) sebagai Bahan Pengganti sebagian Tepung Terigu pada Pembuatan Pancake dan Bakpao. Makassar: Universitas Hassanudin.

Hartandria, F. 2014. Uji Kadar Protein Pada Pembuatan Bolu Kukus Dari Tepung Singkong (Manihot esculenta) dan Penambahan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Dengan Konsentrasi Yang Berbeda. Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Hassan, Z. H. 2014. Aneka tepung berbasis bahan baku lokal sebagai sumber pangan fungsional dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk pangan lokal. Jurnal Pangan 23 (1) : 93 – 107.

Hood, L.M. 1980. Carbohydrates and Health. AVI Publishing Company Inc. Westport. Connecticut

Izwardy D. 2017. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Masita, S. 2017. Karakteristik sifat fisiko-kimia tepung sukun (Artocarpus altilis) dengan varietas toddo’puli. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. 3: S234-S241.

Oke, E. K, A.O. Tinjani, O.T. Abiola. A.K. Adeoye and B.O. Odumosu. 2018. Effects of partial substitution of wheat flour with breadfruit flour on quality attributes of fried doughnut. Journal of Agricultural Sciences. 13(1): 72-80.

Prahandoko, T.P. 2013. Pengaruh Substitusi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Dalam Pembuatan Mie Basah Terhadap Komposisi Proksimat, Elastisitas dan Daya Terima. Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas ilmu kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Pratiwi, D.P. 2012. Pemanfaatan tepung sukun (Artocarpus altilis sp.) pada pembuatan aneka kudapan sebagai alternatif makanan bergizi untuk PM T-AS. Jurnal Gizi dan Pangan. 7(3): 175-180.

Saepudin, L. 2017. Pengaruh perbandingan substitusi tepung sukun dan tepung terigu dalam pembuatan roti manis. Journal Agroscience. 7(1): 227-243.

Shabella , R. 2012. Terapi Daun Sukun Dahsyatnya Khasiat Daun Sukun Untuk Menumpas Penyakit. Cable Book : Klaten.

Sidabutar, M. 2016. Kajian Pembuatan Tepung Sukun (Arthocarpus communis) Sebagai Bahan Baku Fungsional. Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bharata Karya Askara, Jakarta.

Soputan, D.D., C.F. Mamuaja dan T. F. Lolowang. 2016. Uji organoleptik dan karakteristik kimia produk klappertaart di kota Manado selama penyimpanan. J. Ilmu dan Teknologi Pangan. 4(1): 18-27.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.

Trianita, A.P. 2016. Karakteristik Bolu Kukus Yang Dibuat Dengan Menggunakan Freeze Dry Egg. Skripsi. Tidak Dipublikasi. Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro, Semarang.

Widowati S. 2016. Karakterisasi morfologi dan sifat kuantitatif gandum (Triticum aestivum) di dataran mengah. J. Agron Indonesia. 44(2): 162169.

Wipradnyadewi, P.A.S., A.A.G.N. A. Jambe, G.A.K. D. Puspawati, P.T. Ina, N.M. Yusa dan N.L. A. Yusasrini. 2016. pemanfaatan ubi jalar kuning (ipomoea batatas L) sebagai perbandingan dengan terigu terhadap karakteristik bolu kukus. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO. 1(1). 32-36

260