Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Debora Febriyani dkk. /Itepa 11 (1) 2022 55-64

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Perbandingan Modified Cassava Flour (Mocaf dan

Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L. Terhadap Karakteristik Makaroni

The Effects of Modified Cassava Flour (Mocaf) and Red Bean Flour (Phaseolus vulgaris L.) Ratio on The Characteristics of Macaroni

Debora Febriyani1 , I Gusti Ayu Ekawati1*, Putu Timur Ina1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: I Gusti Ayu Ekawati, Email: [email protected]

Abstract

This study was conducted with the aims to determine the effects of mocaf and red bean flour ratio on the characteristics of macaroni and determine the right ratio of mocaf and red bean flour which produces macaroni with the best characteristics. The experimental design used was Completely Ramdomized Design (CRD) with the ratio of mocaf and red bean flour consisted of 5 treatments namely: 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, 60%:40%, and 50%:50%. Treatments were repeated 3 times to obtain 15 units of experiment. The data were analyzed with Analysis of Variance and if the treatment had significant effect then followed by Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Ratio of mocaf and red bean flour had significant effect on water content, ash content, protein content, crude fiber content, color (scoring), taste (hedonic and scoring) and overall acceptance (hedonic). Ratio of 70% mocaf and 30% red bean flour had the best characteristics with 5.59% water content, 2.28% ash content, 11.07% protein content, 18.67% crude fiber content, white brownish and liked color, rather liked aroma, liked texture, distinct red bean and rather liked taste, and liked overall acceptance.

Keywords : macaroni, mocaf, red bean flour

PENDAHULUAN

Pasta adalah makanan yang berasal dari Italia, terbuat dari tepung gandum durum yang disebut dengan semolina, yang merupakan bahan baku dalam pembuatan pasta karena kandungan glutennya yang tinggi (Howard et al., 2011). Terdapat dua jenis pasta, yaitu pasta segar dan pasta kering, pasta segar biasanya langsung diolah sedangkan pasta kering dapat disimpan dalam jangka waktu lama sebelum diolah. Sebagian besar pasta yang dijual di Indonesia adalah pasta kering dengan berbagai bentuk, seperti spaghetti, lasagna, fettucini dan macaroni (Koswara, 2011). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)

No. 01-3777-1995, makaroni merupakan bahan makanan yang dibuat dari campuran terigu dan bahan makanan lain yang dicetak ke dalam berbagai macam bentuk dan dikeringkan dengan atau tanpa bahan tambahan makanan.

Gandum merupakan bahan baku pembuatan makaroni sehingga makaroni bersifat kokoh dan kenyal. Gandum mengandung protein tinggi, yaitu 14 dengan karbohidrat 82 dan lemak 4 (Ekawatiningsih et al., 2006). Protein dalam gandum mampu membentuk gluten yang berperan dalam pembuatan roti, mie, dan pasta karena gluten memiliki sifat elastis dan kokoh yang berfungsi

dalam pembentukan kerangka makanan (Suteebut et al., 2009). Tingkat produksi pasta berpengaruh pada angka impor gandum di Indonesia, yaitu sekitar 100 juta ton biji gandum masuk ke pasar internasional setiap tahunnya, dimana Indonesia mengimpor sekitar 7 dari stok gandum di pasar internasional (Anonim., 2016). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka impor gandum yaitu dengan mengurangi konsumsi gandum. Pemerintah mencanangkan program percepatan diversifikasi konsumsi pangan demi mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap jenis bahan pangan pokok beras dan terigu. Bentuk kebijakan yang dilakukan yaitu dengan memanfaatkan potensi pangan lokal lainnya, diantaranya dari kelompok umbi-umbian seperti singkong dan kacang-kacangan seperti kacang merah (Hanastiti, 2013).

Singkong (Manihot esculenta) mempunyai potensi yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Salah satu hasil olahan singkong yang mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan terigu protein sedang adalah Modified Cassava Flour (Mocaf). Mocaf adalah tepung singkong yang dibuat dengan menggunakan prinsip modifikasi secara fermentasi umumnya menggunakan BAL (Subagio, 2008). Mocaf berwarna lebih putih dan hampir tidak memiliki rasa khas singkong. Kandungan pati (87,3 ) dan serat (3,4 ) mocaf lebih tinggi dibandingkan dengan terigu yang mengandung pati 60 – 68 dan serat 0,3 . Menurut penelitian Asmawati (2018), formulasi makaroni dari mocaf dan tepung sorgum terbaik adalah 60 mocaf : 30

tepung sorgum, sehingga mocaf dapat menggantikan terigu dalam pembuatan makaroni karena karakteristiknya menyerupai dengan terigu, akan tetapi mocaf mempunyai kelemahan yaitu kandungan proteinnya (1,2 ) lebih rendah dari pada terigu (12 ) (Salim, 2011). Oleh karena itu, dalam membuat produk makaroni dari mocaf perlu dilakukan peningkatan kandungan protein dengan menambahkan bahan pangan yang tinggi protein, salah satunya adalah kacang merah.

Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sumber karbohidrat kompleks, serat, vitamin B (terutama asam folat dan vitamin B6), protein, dan mineral. Menurut Mahmud et al. (2009), kandungan nutrisi dalam 100 g kacang merah diantaranya karbohidrat 56,20 g, protein 22,10 g, air 17,70 g, serat 4,00 g, abu 2,90 g, lemak 1,10 g, fosfor 429 mg, besi 10,30 mg, dan tiamin 0,40 mg. Kandungan protein kacang merah tinggi, yaitu 24,37 , namun kadar protein kacang merah tidak lebih tinggi dari kacang kedelai. Kandungan asam amino pada kacang merah, antara lain lisin 72 mg/gram, metionin 10,56 mg/gram, dan triptofan 10,08 mg/gram (Afifah dan Annisa, 2015). Selain kandungan protein yang tinggi, kandungan karbohidrat kompleks dan serat yang tinggi dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan gula darah (Afriansyah, 2007). Produktivitas kacang merah di Indonesia pun tinggi, pada tahun 2018 tercatat produksi kacang merah di Indonesia sebesar 67.876 ton (Anonim, 2019). Jumlah kandungan protein dan serat kacang merah termasuk jumlah yang cukup banyak sehingga menjadikan kacang merah sebagai

salah satu sumber pangan lokal yang memiliki sumber protein dan serat yang baik dan dapat dimanfaatkan untuk melengkapi kandungan gizi pada pembuatan makaroni. Penggunaan mocaf 100 tidak menghasilkan makaroni yang kokoh karena kurangnya kandungan protein, sedangkan penggunaan tepung kacang merah 100 menghasilkan makaroni dengan warna yang terlalu coklat dan rasa yang terlalu khas kacang merah. Oleh karena itu dilakukan penelitian perbandingan mocaf dengan tepung kacang merah terhadap karakteristik makaroni.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Analisis Pangan dan Laboratorium Pengolahan Pangan Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Kampus Sudirman. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Agustus hingga Oktober 2020.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk membuat makaroni dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu bahan baku, bahan tambahan, dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan adalah mocaf (Muria) yang dibeli secara online dan tepung kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) yang dibuat dari kacang merah yang diperoleh dari Pasar Uluwatu, Jimbaran. Bahan tambahan yang digunakan adalah garam (Jago), minyak (Fitri), kuning telur, dan air sedangkan bahan kimia yang digunakan antara lain: akuades, alkohol 96 , phenolphtalein, heksan, tablet

Kjeldahl, NaOH, H3BO3 3 , HCl, dan H2SO4.

Alat yang digunakan adalah cawan porselen, cawan alumunium, gelas beaker (Pyrex), Erlenmeyer (Pyrex), oven (Menmert), pasta maker (Akebonno), desikator, muffle furnance (Daihan), kompor listrik, waterbath, timbangan analitik (Shimadzu), labu Kjeldahl, pisau, blender (Miyako), pipet tetes, spatula, gelas ukur (Pyrex), pipet volume, statip, buret, mortar, alu, destilator, bola hisap, pinset, labu ukur (Pyrex), ayakan 80 mesh, kertas saring, kertas saring Whattman 42, alumunium foil (Klinpak), corong plastik, gelas plastik, lembar kuisioner, alat tulis, dan sendok plastik.

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbandingan mocaf dan tepung kacang merah yang terdiri dari 5 taraf, yaitu: P1 (90 Mocaf : 10 Tepung kacang merah); P2 (80 Mocaf : 20 Tepung kacang merah); P3 (70 Mocaf : 30 Tepung kacang merah); P4 (60 Mocaf : 40 Tepung kacang merah); P5 (50 Mocaf : 50 Tepung kacang merah). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel maka dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan tepung kacang merah

Kacang merah disortasi, kemudian dicuci dan direndam dalam air dengan perbandingan 1:10 b/v

selama 24 jam dengan pergantian air setiap 12 jam. Kacang merah selanjutnya ditiriskan dan direbus dalam air (1:5 b/v) selama 90 menit. Kacang merah yang sudah empuk kemudian ditiriskan dan selanjutnya dikeringkan dengan oven suhu 60oC selama 12 jam. Proses selanjutnya kacang dihaluskan dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh.

Pembuatan makaroni

Proses pembuatan makaroni diawali dengan

pencampuran bahan-bahan berupa mocaf, tepung kacang merah, minyak, kuning telur, garam, dan air panas (100oC) sesuai formulasi. Adonan kemudian diuleni hingga homogen, lalu adonan dicetak menggunakan pasta maker dengan panjang ± 1 cm, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 3,5 jam. Adapun formula makaroni dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Formula macaroni yang terbuat dari mocaf dan tepung kacang merah

Komponen

P1

P2

P3

P4

P5

Mocaf ( )

90

80

70

60

50

Tepung Kacang Merah ( )

10

20

30

40

50

Air ( )

30

30

30

30

30

Garam ( )

1

1

1

1

1

Minyak ( )

12

12

12

12

12

Kuning Telur ( )

25

25

25

25

25

Sumber: Wulandari et al., (2019) yang dimodifikasi

Variabel yang Diamati

Adapun beberapa variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air dengan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu dengan metode pengabuan kering (SNI 01-28911992), kadar serat kasar dengan metode hidrolisis asam basa (Sudarmadji et al., 1997), kadar protein dengan metode mikro Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1997), dan karkteristik sensoris terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan peneriman keseluruhan dengan uji hedonik dan uji skoring (Soekarto, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Bahan Baku Makaroni

Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar dari mocaf dan tepung kacang merah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa tepung kacang merah mengandung kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar serat kasar yang lebih tinggi dari mocaf, yaitu masing-masing 11,79 , 4,96 , 24,32 , dan 13,65 . Oleh karena itu, tepung kacang merah merupakan penyumbang air, abu, protein, dan serat kasar pada makaroni. Hasil analisis kadar protein mocaf adalah 0 , menurut Amin (2016),

mocaf mengandung kadar protein yang sangat rendah, yaitu 0,38 . Mocaf merupakan sumber pati

karena menurut Salim (2011), kandungan pati pada mocaf adalah 87,3 .

Tabel 2. Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar serat kasar mocaf dan tepung kacang merah

Variabel

Mocaf

Tepung kacang merah

Kadar air ( )

7,53 ± 0,26

11,79 ± 0,27

Kadar abu ( )

0,59 ± 0,20

4,96 ± 0,61

Kadar protein ( )

0

24,32 ± 0,43

Kadar serat kasar ( )

5,39 ± 0,13

13,65 ± 0,33

Hasil Analisis Makaroni

Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar serat kasar dari makaroni dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar serat kasar makaroni

Perlakuan

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Protein

Kadar Serat Kasar

(M : TKM)

( )

( )

( )

( )

P1 (90:10)

4,94 ± 0,03d

1,82 ± 0,17c

5,39 ± 0,76e

16,48 ± 0,48e

P2 (80:20)

5,29 ± 0,06cd

2,08 ± 0,06bc

9,49 ± 0,79d

17,86 ± 0,19d

P3 (70:30)

5,59 ± 0,22bc

2,28 ± 0,05b

11,07 ± 0,08c

18,67 ± 0,29c

P4 (60:40)

5,78 ± 0,12ab

2,43 ± 0,08b

13,54 ± 0,19b

19,84 ± 0,31b

P5 (50:50)

6,17 ± 0,43a

2,84 ± 0,37a

15,71 ± 0,74a

21,26 ± 0,34a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)

M: Mocaf

TKM: Tepung Kacang Merah

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan mocaf dengan tepung kacang merah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air makaroni. Kadar air terendah diperoleh pada P1, yaitu 4,94 dan berbeda tidak nyata dengan P2 sedangkan kadar air tertinggi diperoleh pada P5, yaitu 6,17 dan berbeda tidak nyata dengan P4. Hal

ini disebabkan oleh kadar air tepung kacang merah yang lebih tinggi dari mocaf. Hasil analisis kadar air (Tabel 2) tepung kacang merah sebesar 11,79 sedangkan kadar air mocaf sebesar 7,53 . Mengacu pada SNI 01-3777-1995, syarat mutu kadar air pasta maksimal 12,5 sehingga makaroni sudah memenuhi syarat SNI.

Kadar air suatu bahan dapat dipengaruhi oleh

kandungan serat kasar dalam bahan. Serat kasar memiliki kemampuan untuk mengikat air yang tinggi, semakin banyak air yang terikat pada serat kasar maka semakin tinggi kadar air karena air yang terikat pada serat kasar lebih sulit untuk menguap (Asfi et al., 2017). Hal ini sesuai dengan hasil analisis kandungan serat kasar tepung kacang merah yang lebih tinggi dari mocaf, yaitu sebesar 13,65 dan mocaf sebesar 5,39 .

Menurut Mulyana et al., (2014), kadar protein dapat mempengaruhi kadar air karena molekul-molekul protein dapat mengikat air dengan stabil. Hasil analisis kandungan protein tepung kacang merah (Tabel 2) sebesar 24,32 membuatnya sebagai sumber protein pada makaroni sehingga semakin banyak penambahan tepung kacang merah maka semakin tinggi kadar air.

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan mocaf dan tepung kacang merah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu makaroni. Kadar abu terendah diperoleh pada P1, yaitu 1,82 dan berbeda tidak nyata dengan P2 sedangkan kadar abu tertinggi diperoleh pada P5, yaitu 2,84 . Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan tepung kacang merah yang mengandung kadar abu lebih tinggi dari mocaf, yaitu 4,96 , sedangkan mocaf mengandung kadar abu sebesar 0,59 . Kadar abu menunjukkan kandungan mineral suatu bahan, menurut Mahmud et al. (2009), kacang merah mengandung mineral seperti kalium (1.348 mg/100 g) dan fosfor (335 mg/100 g).

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan mocaf dan tepung kacang merah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein makaroni. Kadar protein terendah diperoleh pada P1, yaitu 5,39 sedangkan kadar protein tertinggi diperoleh pada P5, yaitu 15,71 . Kadar protein makaroni meningkat seiring dengan menurunnya mocaf yang digunakan, hal ini sesuai dengan hasil uji kadar protein tepung kacang merah (Tabel 2), yaitu sebesar 24,32 sedangkan hasil uji kadar protein mocaf adalah 0 . Menurut Afifah dan Annisaa (2015), kandungan protein kacang merah merupakan tertinggi kedua setelah kacang kedelai, yaitu sebesar 24,37 yang mana kacang merah memiliki kandungan asam amino, antara lain leusin 76,61 mg/gram, lisin 72 mg/gram, metionin 10,56 mg/gram, dan triptofan 10,08 mg/gram. Mengacu pada SNI 01-3777-1995, syarat mutu kadar protein pasta adalah minimal 10 sehingga kadar protein makaroni sudah memenuhi syarat mutu pada P3, P4, dan P5.

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan mocaf dan tepung kacang merah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar makaroni. Kadar serat kasar terendah diperoleh pada P1, yaitu 16,48 sedangkan kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada P5, yaitu 21,26 . Kadar serat kasar meningkat seiring menurunnya mocaf yang digunakan. Hal ini sesuai dengan hasil uji kadar serat kasar mocaf dan tepung kacang merah (Tabel 2), yaitu sebesar 5,39 dan 13,65 . Serat kasar pada

kacang merah dan mocaf terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin.

Evaluasi Sensoris

Evaluasi sifat sensoris makaroni dilakukan dengan uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan, sedangkan uji

skoring dilakukan terhadap warna dan rasa. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan makaroni dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna dan rasa makaroni dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan makaroni Nilai Rata-rata Uji Hedonik

Perlakuan (M:TKM)

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

Penerimaan Keseluruhan

P1 (90:10)

3,45 ± 1,05a

3,60 ± 0,68a

3,25 ± 0,85a

3,70 ± 1,10a

3,25 ± 0,72bc

P2 (80:20)

3,65 ± 0,81a

3,35 ± 0,99a

3,15 ± 0,75a

3,45 ± 0,81ab

3,10 ± 0,91c

P3 (70:30)

4,10 ± 0,75a

3,45 ± 0,76a

3,60 ± 0,88a

3,45 ± 0,72ab

3,95 ± 0,89a

P4 (60:40)

3,45 ± 0,72a

3,80 ± 0,69a

3,80 ± 0,62a

2,95 ± 0,76bc

3,70 ± 0,73ab

P5 (50:50)

3,40 ± 1,19a

3,30 ± 0,98a

3,65 ± 0,93a

2,70 ± 1,14c

3,35 ± 0,81bc

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)

M: Mocaf

TKM: Tepung Kacang Merah

Skala dan kriteria hedonik: 1 (sangat tidak suka); 2 (tidak suka); 3 (agak suka); 4 (suka); 5 (sangat suka)


Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring warna dan rasa macaroni

Perlakuan (M:TKM)

Nilai rata-rata

Skor warna

Skor rasa

P1 (90:10)

4,65 ± 0,88a

3,30 ± 0,66a

P2 (80:20)

3,95 ± 0,39b

2,85 ± 0,49b

P3 (70:30)

3,15 ± 0,49c

2,10 ± 0,64c

P4 (60:40)

2,25 ± 0,79d

1,60 ± 0,60d

P5 (50:50)

1,40 ± 0,50e

1,40 ± 0,50d

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)

M: Mocaf

TKM: Tepung Kacang Merah

Skala dan kriteria skoring warna: 1 (coklat); 2 (coklat muda); 3 (putih kecoklatan); 4 (putih pucat); 5 (putih)

Skala dan kriteria skoring rasa: 1 (sangat khas kacang merah); 2 (khas kacang merah); 3 (sedikit khas kacang merah); 4 (tidak khas kacang merah)


Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan mocaf dengan tepung kacang merah berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap warna (hedonik) dan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna (skoring) makaroni. Tabel 4 menunjukkan penerimaan terhadap warna (hedonik) makaroni dengan kriteria suka. Tabel 5 menunjukkan penerimaan terhadap warna (skoring) makaroni tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 4,65 dengan kriteria warna putih dan terendah pada perlakuan P5 sebesar 1,40 dengan kriteria warna coklat. Warna makaroni semakin coklat dengan bertambahnya tepung kacang merah. Hal ini disebabkan oleh tepung kacang merah yang digunakan berwarna coklat, selain itu proses pengeringan juga dapat mempengaruhi warna makaroni. Proses pengeringan setelah pemanasan yang dialami kacang merah memungkinkan gula pereduksi dan protein bereaksi menghasilkan warna kecoklatan atau disebut reaksi maillard (Palupi, 2011). Menurut Winarno (2004), meskipun suatu bahan pangan dinilai enak dan teksturnya sangat baik, warna yang idak menarik atau memberi kesan menyimpang maka bahan tersebut tidak akan dikonsumsi.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan mocaf dengan tepung kacang merah berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aroma (hedonik) makaroni. Tabel 4 menunjukkan penerimaan terhadap aroma (hedonik) makaroni dengan kriteria suka.

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan mocaf dengan tepung kacang merah berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tekstur (hedonik) makaroni. Tabel 4 menunjukkan penerimaan terhadap tekstur (hedonik) makaroni dengan kriteria suka.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan mocaf dengan tepung kacang merah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa (hedonic dan skoring) makaroni. Tabel 4 menunjukkan penerimaan terhadap rasa (hedonik) makaroni tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 3,70 dengan kriteria suka dan berbeda tidak nyata dengan P2 dan P3. Penerimaan terendah pada perlakuan P5 sebesar 2,70 dengan kriteria agak suka dan berbeda tidak nyata dengan P4. Tabel 5 menunjukkan penrimaan rasa (skoring) makaroni tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 3,30 dengan kriteria sedikit khas kacang merah dan terendah diperoleh pada perlakuan P5 sebesar 1,40 dengan kriteria sangat khas kacang merah dan berbeda tidak nyata dengan P4.

Perbandingan tepung kacang merah yang semakin meningkat akan menghasilkan tingkat kesukaan yang semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak tepung kacang merah yang ditambahkan maka rasa khas kacang merah akan semakin kuat sehingga tingkat kesukaan panelis terhadap rasa akan semakin menurun. Hal tersebut sesuai dengan hasil uji skoring terhadap rasa dimana semakin banyak penambahan tepung kacang merah

terhadap pasta maka skor yang diberikan panelis semakin makin rendah. Komposisi bahan pangan merupakan salah satu faktor penentu cita rasa makanan, makanan yang memiliki rasa yang enak dan menarik akan lebih disukai (Sari, 2016).

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan mocaf dengan tepung kacang merah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penerimaan keseluruhan (hedonik) makaroni. Tabel 4 menunjukkan penerimaan terhadap penerimaan keseluruhan (hedonik) makaroni tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 yaitu sebesar 3,95 dengan kriteria suka dan berbeda tidak nyata dengan P4. Penerimaan terendah diperoleh pada perlakuan P2 yaitu sebesar 3,10 dengan kriteria agak suka dan berbeda tidak nyata dengan P2 dan P5. Hal ini menunjukkan bahwa makaroni yang terbuat dari mocaf dan tepung kacang merah dapat diterima oleh panelis. Penerimaan keseluruhan makaroni dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti warna, aroma, tekstur, dan rasa.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbandingan mocaf dengan tepung kacang merah berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, warna (skoring), rasa (hedonik dan skoring), dan penerimaan keseluruhan (hedonik) macaroni. Perbandingan 70 mocaf dan 30 tepung kacang merah menghasilkan makaroni dengan karakteristik terbaik, yaitu kadar air 5,59 , kadar abu 2,28 ,

kadar protein 11,07 , kadar serat kasar 18,67 , warna putih kecoklatan dan disukai, aroma agak disukai, tekstur disukai, rasa khas kacang merah dan agak disukai, dan penerimaan keseluruhan disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, D.N dan Annisaa, A. 2015. Kadar protein, nilai cerna protein in vitro dan tingkat kesukaan kue kering komplementasi tepung jagung dan tepung kacang merah sebagai makanan tambahan anak kurang gizi. Journal of Nutrition College 4 2): 365 – 371.

Afriansyah, N. 2007. Kacang   Merah Turunkan

Kolesterol           dan     Gula Darah.

http://www.fmipa.ipb.ac.id. Diakses 2 April 2021.

Amin, Sofful. 2016. Kajian daya cerna protein secara in vitro dan sifat organoleptik sereal berbahan baku tepung mocaf dengan substitusi tepung kacang hijau. Skripsi. Naskah Publikasi. Program Studi Teknologi Pangan. Universitas Muhammadiyah. Semarang.

Anonimous. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Anonimous. 1995. SNI 01-3777-1995. Makaroni. Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Anonimous. 2016. Konsumsi Gandum di Indonesia Terus Meningkat. Badan Penelitian dan Pengembangan                     Pertanian.

http://www.litbang.pertanian.go.id/info-teknologi/2690/. Diakses pada tanggal 21 Desember 2020.

Anonimous. 2019. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Semusim Indonesia, 2018. Badan Pusat Statistik RI.

Asfi, W. M., N. Harun, dan Y. Zalfiatri. 2017. Pemanfaatan tepung kacang merah dan pati sagu pada pembuatan crackers. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 4 1): 1 – 12.

Asmawati. 2018. Karakteristik fisika, kimia, dan sensori makaroni berbahan baku mocaf dan tepung sorgum.

Skripsi. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Universitasi Sumatera Utara. Medan.

Ekawatiningsih, P., K. Komariah dan S. Purwanti. 2006. Restoran Jilid 2. Departemen Pendidikan

Nasional, Jakarta.

Gull, A., K. Prasad dan K. Pradyuman. 2016. Nutritional, antioxidant, microstructural and pasting properties of functional pasta. Journal of The Saudi Society of Agricultural Sciences 17 2): 147 – 153.

Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.

Hanastiti, W.R,. 2013. Pengaruh substitusi tepung singkong terfermentasi dan tepung kacang merah terhadap kadar protein, kadar serat, dan daya terima cake. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Howard, B.M., Y. C. Hung, dan K. McWatters. 2011. Analysis of ingredient functionality and formulation optimization of pasta supplemented with peanut flour. Journal of Food Science 76 1): 40 – 47.

Koswara, S. 2011. Produk Pasta Beraneka Bentuk dan Rupa. Ebookpangan.com. Diakses pada tanggal 22 November 2020.

Mahmud, M. K., N. A. Hermana, R. R. Zulfianto, I. Apriyantono, B. Ngadiarti, Hartini, Bernadus, dan Tinecelli. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia TKPI). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Mulyana, Susanto, W. H., dan Purwantiningrum, I. 2014. Pengaruh proporsi tepung tempe semangit : tepung tapioka) dan penambahan air terhadap karakteristik kerupuk tempe semangit. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 4): 113 – 120.

Palupi, H. T., Zainul A, A., dan Nugroho, M. 2011. Pengaruh pregelatinisasi terhadap karakteristik tepung singkong. Teknologi Pangan: Media Informasi dan Komunikasi Ilmiah Teknologi

Pertanian 1 1): 1 – 14.

R. Rauf dan K. T. Andini. 2019. Sifat fisik dan penerimaan roti tawar dari tepung komposit terigu dan singkong dengan variasi lama pencampuran adonan. Jurnal Agritech 39 2): 169 – 178.

Salim, E. 2011. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf Bisnis Produk Alternatif Pengganti Terigu). Lily Publisher, Yogyakarta.

Sari, S.M. 2016. Perbandingan tepung sorgum, tepung sukun, dengan kacang tanah dan jenis gula terhadap karakteristik snack bar. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Program Studi Teknologi Pangan Universitas Pasundan. Bandung.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Subagio, A. 2008. Modified cassava flour mocal): sebuah masa depan ketahanan pangan nasional berbasis potensi lokal. Jurnal Pangan 17 1): 92 – 104.

Sudarmadji., S.B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian.Liberty, Yogyakarta.

Suteebut, N., K. Petcharat, D. Tungsathiporn dan D. Saetung. 2009. Pasta from organic jasmine rice. Asian Journal of Food and Agro-Industry 349 – 355.

Winarno, F.G. 2004.   Hasil-hasil   Simposium

Penganekaragaman Pangan. Prakarsa Swasta dan Pemda, Jakarta.

Wulandari, N. K. N., Ekawati, I. G. A., dan Putra, I. N. K. 2019. Pengaruh perbandingan semolina dan tepung beras hitam terhadap karakteristik pasta fettucine basah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 8 1): 104 – 110.

64