PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH TEPUNG KETAN DENGAN LIDAH BUAYA (Aloe Barbandesis Miller) TERHADAP KARAKTERISTIK DODOL LIDAH BUAYA
on
MAKALAH SEMINAR HASIL
PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH TEPUNG KETAN DENGAN LIDAH BUAYA (Aloe Barbandesis Miller) TERHADAP KARAKTERISTIK DODOL LIDAH BUAYA
OLEH :
I Gusti Ngurah Antawinarya 0511105005
PEMBIMBING
Ir. Imacullata S., MS
Ir. I Gst. Ngr. Agung, SU
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
2013
PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH TEPUNG KETAN DENGAN LIDAH BUAYA (Aloe Barbandesis Miller) TERHADAP KARAKTERISTIK DODOL LIDAH BUAYA
I Gusti Ngurah Antawinarya 1, Ir. Imacullata Subarjiati, MS2, Ir. I Gst. Ngr. Agung, SU2 Email : [email protected]
ABSTRACT
The aims of this research are to determine the effects of comparison between the amount of sticky rice flour with aloe on the characteristics of dodol and to find the right comparison between the amount of sticky rice flour and aloe to produce dodol with the best characteristics. The research design used is randomized group design with comparison between the amount of sticky rice flour and aloe respectively as follows: 100%: 0%, 85%:15%, 70%:30%, 55%:45%, and 40%:60%. The result was repeated three times producing 15 units of the experiment and the data was analyzed by variance analysis. If there was impact on the research, the analysis will be followed by Duncan’s test.
The result of the research showed that comparison between the amount of sticky rice flour and aloe had significance effects on the content of water, dust, fat, protein, total sugar, antioxydant capacity, colour, aroma, taste, texture and overall acceptance. The best characteristics of dodol aloe was found on comparison between 40% sticky rice flour and 60% for aloe with the folowing criteria : water content 17,89%, ast content 0,53%, 11, 47%, fat content, protein content 7,34%, total sugar 45,80%, power antioxydant 50, 62%, texture elastic and overall acceptance is like.
Keyword : sticky rice flour, aloe, dodol.
PENDAHULUAN
Salah satu jenis tanaman yang dapat dikembangkan menjadi produk pangan baru adalah lidah buaya (Aloe Barbadensis Miller) karena memiliki beberapa keunggulan, diantaranya tahan hama, ukurannya lebih panjang yakni bisa mencapai 121 cm, berat / batangnya bisa mencapai 4 kg dan mengandung 75 nutrisi. Di samping itu jenis lidah buaya ini aman dikonsumsi, karena mengandung zat polisakarida (terutama glukomannan yang bekerja sama dengan asam amino esensial dan sekunder serta enzim oksidase, katalase, lipase dan enzim-enzim pemecah protein). Tanaman Lidah buaya juga dapat digunakan sebagai tanaman hias maupun sebagai tanaman obat. Banyaknya kegunaan atau nilai lebih dari lidah buaya telah mendorong munculnya ide untuk menjadikan makanan ataupun minuman kesehatan seperti koktail, yoghurt, es krim ataupun salad. Di Indonesia pemanfaatan lidah buaya sebagai obat dan produk makanan belum banyak dikenal masyarakat, karena umumnya tanaman ini dijadikan tanaman pekarangan dan dimanfaatkan sebagai penyubur rambut, tanpa mengetahui manfaatnya lebih jauh (Hadron Zaiful, 2001). Untuk lebih meningkatkan pemanfaatan lidah buaya dan nilai guna serta ekonomisnya, maka perlu adanya penganekaragaman produk olahan sehingga mendorong pemanfaatan lidah buaya yang lebih luas. Salah satu alternatif pemanfaatan ini adalah
dengan mengolahnya menjadi dodol. Pengolahan lidah buaya menjadi dodol dianggap lebih menguntungkan karena produk ini dapat langsung dimakan, mudah dikemas sehingga memudahkan saat pengangkutan serta stabil selama penyimpanan. Penggunaan berbagai jenis bahan pada pembuatan dodol sebagai bahan campuran adalah untuk mendapatkan aroma dan rasa yang khas (Astawan dan Astawan, 1991). Dodol lidah buaya dibuat dengan bahan - bahan antara lain : tepung ketan, santan kelapa, gula pasir dan lidah buaya untuk mendapatkan rasa yang khas. Semua bahan tersebut dicampur menjadi satu, kemudian dimasak sambil diaduk terus menerus sampai tekstur produk menjadi kalis. Dodol sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dodol merupakan makanan yang mempunyai tekstur kenyal dan termasuk makanan semi basah. Menurut Astawan dan Astawan (1991) dodol adalah makanan setengah basah mempunyai kadar air yaitu sekitar 10 - 40 persen. Karakteristik suatu produk olahan dipengaruhi oleh formulasi bahan - bahan penyusunnya, begitu pula halnya pada pembuatan dodol. Tepung ketan sebagai bahan utama penyusun dodol merupakan bahan pangan mengandung pati yang mempunyai sifat mampu mengikat air karena memiliki kandungan amilosa yang rendah yaitu sebesar 1 - 2 persen (Winarno, 1980), sedangkan lidah buaya merupakan bahan yang mengandung air yang sangat tinggi yaitu 81,70 gram per 100 gram bahan (Anon, 1992a).
Perbandingan jumlah tepung ketan dengan lidah buaya untuk menghasilkan dodol dengan karakteristik yang baik dan memenuhi kriteria syarat mutu dodol menurut SNI belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan jumlah tepung ketan dengan lidah buaya sehingga dapat menghasilkan dodol dengan karakteristik yang baik serta memenuhi syarat mutu dodol menurut SNI.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain : Daging daun lidah buaya (aloe barbandesis miller), gula pasir, tepung ketan dan santan. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa antara lain : aquades, larutan Luff Schrool, K2SO4 (Merck), phenolpthalein (Merck), HgO (Merck), HCl (Merck), KI (merck), amilum, Na2S2O3 (Merck), H2O (Merck), phenolptalin, H2SO4 (Merck), NaOH (Merck), asam borax, Na-Thiosulfat (Merck), Zn (Merck). Sedangkan alat-alat yang digunakan terdiri dari: pisau, meja sortasi, baskom, timbangan, kompor, blender, penggorengan besar, pengaduk dan plastik sebagai pengemas. Alat – alat yang diperlukan untuk analisis di laboratorium adalah timbangan analitik (Mettler Totedo AB 204 dan PB 3002), oven, eksikator, botol semprot, kertas saring, labu ukur (pyrex), soxhlet, pipet volume, cawan porselin, penangas air, lumpang porselin, pendingin balik, erlenmeyer (pyrex), labu kjeldahl (pyrex), gelas beker pyrex), perangkat destilasi (Gehard), kertas lakmus, timbangan analitik, pengaduk magnetik, corong kaca
(pyrex), aluminium foil, kertas tissue, mikrobiuret, muffle, dan pemanas.
Pelaksanaan Penelitian
Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan perbandingan jumlah tepung ketan (%) dengan lidah buaya (%) yaitu:
D0 : perbandingan 100% tepung ketan dengan 0% lidah buaya
D1 : perbandingan 85% tepung ketan dengan 15% lidah buaya
D2 : perbandingan 70% tepung ketan dengan 30% lidah buaya
D3 : perbandingan 55% tepung ketan dengan 45% lidah buaya
D4 : perbandingan 40% tepung ketan dengan 60% lidah buaya
Masing - masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dari parameter yang diamati kemudian dianalisis dengan sidik ragam, dan apabila terdapat pengaruh antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
Proses Pembuatan Dodol Lidah Buaya
-
1. Daun lidah buaya dipisahkan antara daging dengan kulitnya sehingga diperoleh daging buahnya
-
2. Daging buah lidah buaya dicuci dan dikukus selama ± 5 menit kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender sehingga diperoleh bubur buah lidah buaya, kemudian ditimbang sesuai perlakuan.
-
3. Tepung ketan ditimbang sesuai perlakuan kemudian dicampur dengan bubur buah lidah buaya sehingga diperoleh berat seluruhnya yaitu 200 gram.
-
4. Gula pasir yang akan digunakan ditimbang seberat 250 gram sedangkan santan dibuat dengan perbandingan kelapa dan air adalah 1 : 3. Jumlah santan yang digunakan untuk pembuatan dodol yaitu 800 ml.
-
5. Gula pasir dan santan kemudian dicampur dengan adonan dari campuran tepung ketan dengan bubur buah lidah buaya , diaduk sampai merata.
-
6. Campuran bubur buah lidah buaya, tepung ketan, gula pasir dan santan dimasukkan dalam wajan kemudian dimasak pada suhu 800C - 850C sambil diaduk - aduk sampai diperoleh tekstur yang liat
-
7. Campuran tersebut kemudian diletakkan pada loyang dengan ketebalan 1 cm lalu didinginkan pada suhu kamar.
-
8. Campuran dodol yang telah dingin dapat dipotong - potong dengan ukuran 5 x 1,5 cm, kemudian dikemas dengan plastik.
-
9. Dodol lidah buaya selanjutnya siap untuk dianalisis.
Adapun formulasi pembuatan dodol lidah buaya dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Formulasi bahan-bahan dalam pembuatan dodol.
Perlakuan |
Komposisi Bahan | |||
Tepung Ketan (g) |
Lidah Buaya (g) |
Santan (ml) |
Gula Pasir (g) | |
D0 |
200 |
0 |
800 |
250 |
D1 |
170 |
30 |
800 |
250 |
D2 |
140 |
50 |
800 |
250 |
D3 |
110 |
90 |
800 |
250 |
D4 |
80 |
120 |
800 |
250 |
Variabel Yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air ditetapkan menurut SNI 01-28911992 dengan menggunakan metode oven (Anon., 1992a), kadar abu ditentukan dengan metode pemijaran (Sudarmadji et al., 1984), kadar protein dilakukan menurut SNI 01-2891-1992 dengan menggunakan metode semimikro kjeldahl (Anon., 1992a), Kadar lemak ditentukan menurut SNI 012891-1992 yaitu dengan cara ektraksi langsung dengan alat Soxhlet (Anon., 1992a), Analisa total gula ditetapkan dengan metode Luff Schoorl (Sudarmadji et al., 1984), kadar karbohidrat dengan metode Carbohydrate (by different), antioksidan dengan metode kemampuan mereduksi radikal bebas DPPH (Sompong, 2011) dan sifat sensoris terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan dengan uji hedonik (Soekarto, 1985).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis ragam dan uji Duncan, nilai rata-rata kadar zat gizi dan daya antioksidan pada dodol lidah buaya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis zat gizi dan daya antioksidan pada dodol lidah buaya
Perlakuan |
Air (%) |
Lemak (%) |
Abu (%) |
Protein (%) |
Karbohidrat (%) |
Total Gula (%) |
Daya Antioksidan (%) |
D0 |
12.58 c |
16,28 a |
0,29 d |
9,34 a |
63,51 a |
54,87 a |
7,15 e |
D1 |
14,85 b |
14,29 ab |
0,38 c |
8,89 ab |
62,48 a |
51,84 b |
12,44 d |
D2 |
15,54 ab |
13,26 bc |
0,41 bc |
8,45 abc |
62,35 a |
49,64 c |
19,93 c |
D3 |
16,94 ab |
12,29 bc |
0,45 b |
8,00 bc |
61,45 a |
47,99 d |
37,59 b |
D4 |
17,89 a |
11,47 c |
0,53 a |
7,34 c |
60,77 a |
45,80 e |
50,62 a |
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Kadar Air
Berdasarkan Tabel 2 perlakuan perbandingan tepung ketan dengan lidah buaya mempunyai pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air dari dodol lidah buaya yaitu berkisar antara 12,58% sampai 17,89%. Secara umum kadar air dari dodol lidah buaya mengalami kenaikan. Semakin
meningkatnya jumlah lidah buaya yang digunakan, semakin meningkat kadar air dodol lidah buaya, hal ini disebabkan karena tepung ketan mempunyai kadar air 16,00% (Ridwan et al., 1996) sedangkan pada jel lidah buaya mempunyai kadar air 99,51% (Yohanes, 2005). Kadar air dodol yang tercantum pada syarat SNI adalah sebesar maksimal 20% bb (Anon., 1992b), jadi semua perlakuan dalam penelitian ini memenuhi standar tersebut.
Kadar Lemak
Berdasarkan Tabel 2, perlakuan perbandingan tepung ketan dengan lidah buaya mempunyai pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak dodol lidah buaya. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan D0 yaitu sebesar 16,28%. Sedangkan nilai terendah diperoleh pada perlakuan D4 yaitu sebesar 11,47%. Hal ini terjadi karena kandungan lemak pada tepung ketan lebih tinggi daripada lidah buaya. Kandungan lemak tepung ketan adalah 0,68% (Ridwan et al., 1996), sedangkan kandungan lemak jel lidah buaya adalah 0,062% (Yohanes, 2005) sehingga semakin banyak penambahan jel lidah buaya pada perlakuan akan menurunkan kadar lemak dari dodol lidah buaya. Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa semua perlakuan dodol yang diteliti memiliki kadar lemak yang memenuhi syarat mutu dodol dari SNI yaitu minimal 7% bb (Anon., 1992b).
Kadar Abu
Berdasarkan pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan tepung ketan dengan lidah buaya berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar abu dodol lidah buaya, kadar abu berkisar antara 0,29% sampai 0,53% dimana pada perlakuan D4 (perbandingan 40% tepung ketan dengan 60% bubur lidah buaya) memiliki kadar abu tertinggi berpengaruh sangat nyata dengan perlakuan D0, D1, D2 dan D3. Semakin meningkat konsentrasi lidah buaya maka kadar abu dari dodol lidah buaya semakin tinggi. Hal ini terjadi karena lidah buaya memiliki kandungan mineral lebih tinggi daripada tepung ketan. Kandungan mineral pada lidah buaya adalah kalsium 85 mg, fosfor 186 mg dan zat besi 0,8 mg sedangkan kandungan mineral pada tepung ketan adalah kalsium 12 mg, fosfor 148 mg dan zat besi 0,8 (Anon.,1992b) sehingga semakin banyak penambahan lidah buaya, maka semakin tinggi kadar abu dodol lidah buaya.
Kadar Protein
Tabel 2 menunjukkan perlakuan jumlah tepung ketan dengan lidah buaya berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar protein dodol lidah buaya, kadar protein berkisar antara 7,34% sampai 9,34%. Perlakuan D0 memiliki kadar protein tertinggi dan pada D4 memiliki kadar protein terendah. Hal ini terjadi karena kandungan protein pada tepung ketan lebih tinggi daripada lidah buaya.
Kandungan protein tepung ketan adalah 6,22% (Ridwan et al., 1996), sedangkan kandungan protein jel lidah buaya adalah 0,038% (Yohanes, 2005) sehingga semakin banyak penambahan jel lidah buaya semakin menurun kadar protein dari dodol lidah buaya. Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa semua perlakuan menghasilkan dodol lidah buaya yang mengandung protein yang memenuhi syarat mutu dodol dari SNI yaitu minimal 3% bb (Anon, 1992b).
Kadar Karbohidrat
Berdasarkan Tabel 2 perlakuan jumlah tepung ketan dengan lidah buaya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar karbohidrat dari dodol lidah buaya. Kadar karbohidrat berkisar antara 60,77% sampai 63,51%. Hal ini terjadi karena pada saat proses pengolahan dodol berlangsung selama ± 2 jam. Pemanasan menyebabkan karbohidrat yang mengandung gula kompleks akan terpecah. Ini sesuai dengan sifat karbohidrat yang akan terpecah oleh proses oksidasi (pemanasan).
Total Gula
Tabel 2 menunjukkan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total gula yaitu nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan D0 yaitu sebesar 54,87% dan rata-rata kadar total gula terendah diperoleh pada perlakuan D4 yaitu sebesar 45,80%. Hal ini disebabkan karena perbedaan kandungan gula pada tepung ketan adalah 51,92% (Ridwan et al., 1996) dan lidah buaya adalah 0,490% (Yohanes, 2005, dimana lidah buaya mengandung gula yang lebih sedikit daripada tepung ketan sehingga semakin banyak lidah buaya yang digunakan pada perlakuan, maka total gula akan semakin menurun. Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa semua perlakuan dodol yang diteliti memiliki total gula yang memenuhi syarat mutu dodol dari SNI yaitu minimal 45% bb (Anon, 1992b).
Daya Antioksidan
Berdasarkan hasil dari analisis ragam yang dilakukan terhadap daya antioksidan dodol lidah buaya, didapatkan hasil bahwa perlakuan perbandingan jumlah tepung ketan dan lidah buaya berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap daya antioksidan. Data nilai rata-rata daya antioksidan dari dodol lidah buaya dapat dilihat pada Tabel 2. Dalam penelitian ini, kemampuan reduksi radikal bebas dari suatu bahan dinyatakan sebagai % kapasitas reduksi radikal bebas. Semakin besar % reduksi radikal bebas, maka aktifitasnya semakin tinggi. Berdasarkan hasil pengujian antioksidan pada perlakuan masing-masing yang dianalisis dengan konsentrasi 200 mg/ml pelarut, diperoleh perlakuan terbaik dengan kapasitas antioksidan tertinggi pada sampel D4 yaitu 2395,29 mg/L GAEAC dengan kemampuan mereduksi senyawa radikal bebas sebesar 50,62 % sedangkan kapasitas antioksidan terendah diperoleh pada sampel D0 yaitu 2432,56 mg/L GAEAC dengan kemampuan sampel
mereduksi senyawa radikal bebas sebanyak 7,15 %. hal ini disebabkan karena kandungan antioksidan pada lidah buaya lebih tinggi dibandingkan tepung ketan sehingga semakin banyak penambahan lidah buaya, maka semakin tinggi daya antioksidan dodol lidah buaya. Dalam jel lidah buaya terdapat kandungan vitamin E yang dipercaya sebagai sumber antioksidan yang kerjanya mencegah lipid peroksidasi dari asam lemak tak jenuh dalam membran sel dan membantu oksidasi vitamin A serta mempertahankan kesuburan, selain itu jel lidah buaya mengandung vitamin C yang merupakan antioksidan non enzimatis yang larut dalam air dan berperan sebagai reduktor untuk berbagai radikal bebas.
Sifat Sensoris
Hasil uji sifat sensoris yang telah dilakukan pada dodol lidah buaya dari berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji sifat sensoris pada dodol lidah buaya yang dibuat dari berbagai perlakuan.
Perlakuan |
Warna |
Aroma |
Rasa |
Tekstur |
Penerimaan Keseluruhan |
DO |
3,8 c |
2,65 c |
2,55 d |
3,15 d |
3,3 c |
D1 |
3,6 c |
3,2 c |
3 d |
3,5 cd |
3,55 c |
D2 |
4,15 bc |
3,9 b |
3,9 c |
4,05 bc |
3,85 c |
D3 |
4,45 b |
4,35 b |
3,8 b |
4,15 b |
4,55 b |
D4 |
4,85 a |
5,2 a |
5,7 a |
4,85 a |
5,3 a |
Keterangan : - Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0,01).
- Skor 1 = Sangat tidak suka, 2 = Tidak suka, 3 = Agak tidak suka, 4 = Biasa, 5 = Agak suka, 6 = Suka, 7 = Sangat suka
Warna
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung ketan dengan lidah buaya berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap warna dodol. Nilai rata-rata warna berkisar antara 3,8 (agak tidak suka) sampai dengan 4,85 (Biasa). Pada perlakuan D0 memiliki nilai paling rendah yaitu 3,8 (agak tidak suka), sedangkan pada perlakuan D4 memiliki nilai paling tinggi yaitu 4,85 (biasa). Tingkat kesukaan panelis terhadap warna berhubungan dengan konsentrasi lidah buaya pada perlakuan pembuatan dodol lidah buaya. Dari data yang didapatkan, penilaian panelis meningkat hingga perlakuan penambahan jumlah lidah buaya 60%.
Aroma
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung ketan dengan lidah buaya berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap aroma. Nilai aroma berkisar antara 2,65 (tidak suka)
sampai 5,2 (agak suka). Penilaian panelis tertinggi terhadap aroma dodol lidah buaya diperoleh pada perlakuan D4 yaitu 5,2 (agak suka), sedangkan penilaian panelis terendah diperoleh pada perlakuan D0 yaitu 2,65 (tidak suka). Hal ini kemungkinan disebabkan karena tingkat kesukaan panelis terhadap aroma khas dari lidah buaya. Semakin banyak lidah buaya yang ditambahkan maka aroma dodol lidah buaya akan semakin terasa aromanya.
Rasa
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung ketan dengan lidah buaya pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa dodol lidah buaya, nilai rasa dodol lidah berkisar antara 2,55 (tidak suka) sampai 5,7 (agak suka). Penilaian panelis tertinggi terhadap rasa dodol lidah buaya diperoleh pada perlakuan D4 yaitu 5,7 (agak suka), sedangkan penilaian panelis terendah diperoleh pada perlakuan D0 yaitu 2,55 (tidak suka). Hal ini kemungkinan disebabkan karena tingkat kesukaan panelis terhadap rasa dari lidah buaya, sehingga semakin tinggi konsentrasi lidah buaya pada perlakuan maka rasa dodol lidah buaya semakin disukai panelis.
Tekstur
Tabel 3 menunjukkan perlakuan perbandingan tepung ketan dengan lidah buaya mempunyai pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur dodol lidah buaya yaitu berkisar antara 3,15 (agak tidak suka) sampai 4,85 (biasa). Penilaian panelis tertinggi terhadap tekstur dodol lidah buaya diperoleh pada perlakuan D4 yaitu 4,85 (biasa), sedangkan penilaian panelis terendah diperoleh pada perlakuan D0 yaitu 3,15 (agak tidak suka). Hal ini menandakan bahwa rata-rata panelis agak suka terhadap tekstur dodol lidah buaya karena pada perlakuan D4 teksturnya kenyal atau tidak keras.
Penerimaan Keseluruhan
Tabel 3 menunjukkan perlakuan perbandingan tepung ketan dengan lidah buaya mempunyai berpengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan dodol lidah buaya yaitu berkisar antara 3,3 (agak tidak suka) sampai 5,3 (agak suka). Penilaian panelis tertinggi terhadap tekstur dodol lidah buaya diperoleh pada perlakuan D4 yaitu 5,3 (agak suka), sedangkan penilaian panelis terendah diperoleh pada perlakuan D0 yaitu 3,3 (agak tidak suka). Dari data yang diperoleh pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa perlakuan D4 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap perlakuan D0, D1, D2 dan D3. Uji penerimaan keseluruhan sangat dipengaruhi oleh uji kesukaan lainnya yaitu warna, tekstur, aroma dan rasa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh perbandingan tepung ketan dan lidah buaya terhadap zat gizi dan sifat sensoris dodol lidah buaya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
-
1. Perlakuan perbandingan tepung ketan dengan lidah buaya berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, total gula, kadar protein, daya antioksidan dan sifat sensoris yakni warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan, sedangkan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar karbohidrat.
-
2. Berdasarkan analisis kadar zat gizi dan sifat sensoris dodol lidah buaya terbaik adalah D4 dengan karakteristik kadar air 17,89 %, kadar abu 0,53 %, kadar protein 7,34 %, total gula 26,91 %, kadar lemak 11,47 %, kadar karbohidrat 60,77 %, daya antioksidan 2395,29 mg/L GAEAC dengan kemampuan mereduksi radikal bebas sebesar 50,62 %, warna (biasa), aroma (agak suka), rasa (agak suka), tekstur (kenyal) dan penerimaan keseluruhan (agak suka).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk melanjutkan pengujian terhadap masa simpan dan pengemasan dodol lidah buaya dengan karakteristik terbaik yaitu perbandingan 40% tepung ketan dengan 60% lidah buaya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.1992a. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Penerbit Hatara Karya Aksara, Jakarta.
Anonimous. 1992b. Standar Nasional Indonesia SNI 01- 2986- 1992 Bidang Industri dan Perdagangan. Departemen Perindustrian dan Perdagangan : Jakarta
Astawan, M dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna. Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta.
Hadron dan Zaiful. 2001. Analisis Positioning Produk Aloe Vera Dessert Implikasinya Terhadap Strategi Pemasaran pada PT. Niramas Utama Indonesia. Masters thesis, Institut Pertanian Bogor.
Ridwan, J.N., S. E Riani dan I G. N. Suharto. 1996. Pengaruh Suhu Pengukuran Terhadap Sifat Fisik Kimia Tepung Ketan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan2(1) : 1 – 6.
Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara. Jakarta
Sompong R, S. Siebenhandl-Ehn, G. Linsberger-Martin, E. Berghofer.2011. Phycochemical and antioxidative properties of red and black rice varieties from Thailand, China and Sri Lanka.J. Food Chem. 124 (2011) 132-140
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan prosedur statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 748 hal.
Sudarmadji, S.B. Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Kedua. Liberty : Yogyakarta.
Yohanes K, 2005. Olahan Lidah Buaya. Trubus Agrisarana, Surabaya.
Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia : Jakarta.
10
Discussion and feedback