PENGARUH PERBANDINGAN TERIGU DENGAN TEPUNG KECAMBAH JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP KARAKTERISTIK FLAKES
on
Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol. 8, No. 2, 140-149, Juni 2019
ISSN : 2527-8010 (ejournal)
PENGARUH PERBANDINGAN TERIGU DENGAN TEPUNG
KECAMBAH JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP KARAKTERISTIK FLAKES
The Effect of Wheat Flour Ratio With Corn Sprouts Flour to The Characteristics of Flakes
I Dewa Gede Dwi Agastia Utama1),Ni Wayan Wisaniyasa2), I Wayan Rai Widarta2) 1)Mahasiswa Program Studi Imu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud 2)Dosen Program Studi Imu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of wheat flour ratio with corn sprouts flour on the characteristics of flakes produced and the exact composition of wheat flour with corn sprouts flour that is able to produce flakes with the best characteristics. The experimental design used was Completely Randomized Design with treatment factor that is the comparative treatment of flour with corn sprouts flour which consist of 5 levels: 50%:50%; 40%:60%; 30%:70%; 20%:80%; 10%:90%. The treatment was repeated 3 times to obtain 15 units of experiment. The data obtained were analyzed by variance and if the treatment had an effect on the observed variable then continued with Duncan test. The comparison of wheat flour with corn sprout flour significantly affected water content, ash content, fat content, protein content, carbohydrate content, coarse fiber content, tensile strength, color (hedonic test), aroma (hedonic test), texture (hedonic test and scoring ), taste (hedonic test) as well as overall acceptance (hedonic test) flakes. Comparison of 30% wheat flour : 70% corn sprouts flour produces flakes with the best characteristics, namely: water content was 2.94%, ash content was 2.99%, fat content was 11.60%, protein content was 14.40%, carbohydrate content was 68.08%, crude fiber content was 6.25%, tensile strength was 4.24 N, color liked, aroma some liked, texture crispy and liked, taste liked and overall acceptance liked.
Keywords : wheat flour, corn, corn sprouts flour, flakes
PENDAHULUAN
Flakes merupakan makanan yang memiliki kadar air rendah dengan tekstur yang renyah dalam bentuk sereal sarapan yang penyajiannya menggunakan susu cair sebagai pelengkap maupun dapat dikonsumsi secara langsung (Hanawati, 2011) Secara tradisional, pembuatan flakes dilakukan dengan mengukus biji serealia yang sudah dihancurkan (kurang lebih sepertiga dari ukuran biji awal biji) pada kondisi bertekanan selama dua jam atau lebih lalu dipipihkan di antara dua rol baja. Setelah itu dikeringkan dan dipanggang pada suhu tinggi. Awalnya,
flakes dibuat dari endosperma gandum, jagung, beras dan oats, namun pada saat ini telah dikembangkan inovasi dalam pengolahan flakes (Ramadhani et al., 2015).
Bahan dasar pembuatan flakes umumnya terigu serta campuran jenis serealia seperti jagung yang disebut corn flakes. Tingkat konsumsi Indonesia terhadap produk terigu sangat tinggi (Widowati, et al., 2003). United States Department of Agriculture (USDA) menyatakan impor gandum Indonesia tahun 2016 mencapai 8,10 juta ton atau naik sekitar 8% dari tahun 2015 sebanyak 7,48 juta ton. Impor sebanyak itu, menjadikan Indonesia importir gandum terbesar nomor dua dunia
*Korespondensi Penulis:
Email: dwikpiston27@gmail.com
setelah Mesir yang mencapai 11,50 juta ton (Anon., 2010). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi impor terigu adalah meminimalkan penggunaan terigu dalam produk olahan pangan, diantaranya adalah dengan memanfaatkan serealia seperti jagung (Zea mays L.). Selain sebagai sumber karbohidrat utama, jagung juga mengandung protein, vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Jagung mengandung energi sebesar 149 kalori/100 g (Suarni dan Yasin, 2011).
Kelemahan produk Corn flakes yaitu memiliki kandungan protein dan serat yang relatif rendah. Menurut Padovani, et al., (2007) kandungan protein dan serat kasar Corn flakes masing – masing adalah 6,25% dan 2,6 %. Menurut Lombu, et al., (2018) bahwa kandungan protein, serat kasar dan daya cerna pati tepung jagung masing-masing adalah 7,22%, 2,28%, dan 57,04%. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dari jagung adalah melalui proses perkecambahan.
Perkecambahan telah diketahui sebagai proses yang tidak mahal dan teknologi yang efektif dalam meningkatkan kualitas dari kacang-kacangan. Perkecambahan dapat menyebabkan perubahan sifat fungsional, komposisi kimia serta kandungan zat anti gizi pada kacang gude (pigeon pea) seperti anti tripsin (Wisaniyasa et al., 2015).
Proses perkecambahan juga terbukti mampu meningkatkan kadar serat pangan larut (soluble dietary fibre) dan aktivitas antioksidan pada pembuatan tepung kecambah kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet). Pengetahuan tentang serat menjadi menarik karena efek fisiologis yang ditimbulkan, berbagai penelitian telah mengkaitkan antara serat pangan larut dan antioksidan dengan penyakit hiperkolesterolemia. (Wisaniyasa dan Suter, 2016).
Perkecambahan mampu mengurangi aktivitas antitripsin (trypsin inhibitor) sebanyak 36%. Penelitian tersebut juga
membuktikan bahwa perkecambahan mampu memperbaiki kualitas nutrisi dari biji. Perlakuan perkecambahan juga dapat mengubah beberapa komponen protein dan asam lemak sehingga nilai biologis dari kecambah akan meningkat dan daya cernanya semakin tinggi karena adanya proses pemecahan molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana (Wisaniyasa et al., 2017).
Lombu, et al., (2018) bahwa tepung yang terbuat dari jagung yang dikecambahkan memiliki kandungan nutrisi seperti protein, serat kasar, dan daya cerna pati lebih tinggi dibandingkan tepung jagung yang tanpa dikecambahkan. Tepung yang terbuat dari jagung yang dikecambahkan memiliki kandungan protein, serat kasar, daya cerna pati masing-masing sebesar 8,45%, 2,79%, dan 62,43%.
Penggunaan tepung kecambah jagung dalam pembuatan flakes diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi flakes yang dihasilkan. Penggunaan tepung kecambah jagung dalam pembuatan flakes membutuhkan perbandingan tepung kecambah jagung dengan terigu yang tepat sehingga dihasilkan flakes dengan karakteristik yang baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan tepung kecambah jagung (Zea mays L.) dengan terigu terhadap karakteristik flakes.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Biokimia dan Nutrisi dan Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengendalian Mutu, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan mulai Januari sampai dengan Pebruari 2018.
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari bahan utama, bahan tambahan, dan bahan kimia. Bahan utama terdiri dari jagung yang sudah dikecambahkan dan terigu (merk kunci biru). Bahan tambahan terdiri dari telur,susu skim, garam, air, dan margarin (merk blue band). Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis meliputi H2SO4, NaOH, HCl, Heksan, alkohol 96%, tablet Kjeldahl, asam borat, dan indikator PP.
Alat yang digunakan untuk membuat flakes adalah waskom, panci, Roler pasta, loyang, kuas, timbangan digital (ACIS), kompor gas (Rinnai), gelas ukur (Pyrex) ayakan 60 mesh meja, pisau, oven (sense), blender (Philips).
Alat yang digunakan untuk analisis sifat fisik dan kimia adalah lumpang, kertas saring, kertas whatman 42, corong, deksikator, cawan porselin, cawan botol timbang, oven (Memmert), timbangan analitik (Shimadzu), aluminium foil, pinset, labu lemak destilator, ekstraksi soxhlet, labu kjedahl (Pyrex), destruktor muffle purnance (Daihan), pipet tetes, soxhlet, waterbath, labu erlenmeyer (Pyrex), gelas beaker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), biuret (Pyrex), pipet volume (Pyrex), pompa karet, labu takar (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), texture analizer TA.XT.Plus perangkat komputer dan lembar quisioner untuk sensori.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan perbandingan konsentrasi terigu dengan tepung kecambah jagung yang digunakan pada pembuatan flakes, yaitu : P1 (50%:50%), P2 (40%:60%), P3 (30%:70%), P4 (20%:80%), P5 (Terigu 10%: 90%). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995). Perlakuan terbaik diperoleh dari uji kimia dan sifat sensoris flakes.
Pelaksanaan Penelitian
Tahapan pembuatan flakes tepung kecambah jagung ada 3 tahap. Tahap I adalah pembuatan kecambah jagung. Pembuatan kecambah jagung diawali dengan melakukan sortasi biji yang utuh dan tidak rusak. Kemudian dicuci dan direndam air bersih dengan perbandingan jagung : air (1 : 2) selama 8 jam, selanjutnya biji jagung ditiriskan kemudian ditaruh dalam keranjang plastik yang sudah diberi alas daun pisang untuk dikecambahkan, proses perkecambahan dilakukan selama 36 jam (Aminah dan Hersoelisyoritni, 2012) Kecambah jagung diperciki air 10 ml setiap 12 jam.
Tahap II adalah pembuatan tepung kecambah jagung. Kecambah jagung dicuci, kemudian ditiriskan, lalu dilakukan pengukusan (steam blancing) selama 10 menit. Kecambah jagung kemudian diletakkan di atas loyang kemudian dioven 20 jam pada suhu 50ºC hingga kering lalu diblender dan diayak dengan ayakan 60 mesh hingga menjadi tepung (Aminah dan Hersoelisyoritni,2012).
Tahap III adalah pembuatan flakes kecambah jagung.Pembuatan flakes kecambah jagung menggunakan bahan-bahan seperti terigu, tepung kecambah jagung, margarin, susu skim, telur, air. Terigu dan tepung kecambah jagung ditimbang sesuai perlakuan lalu di steam blancing dengan suhu 60oC selama 10 menit. Selanjutnya, margarin, susu skim, telur, dan air ditimbang sesuai dengan formulasi untuk masing-masing adonan. Margarin, susu skim, telur dicampur dengan terigu dan tepung kecambah jagung
yang sudah di steam blancing serta air hingga merata kemudian adonan tersebut diuleni Selanjutnya adonan dipipihkan setebal 1 mm dan dipanggang selama 20 menit dengan suhu 120ºC (Fitriana et al., 2013).
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air dilakukan dengan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu dilakukan dengan menggunakan metode pengabuan (Sudarmadji et al., 1997), kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode Soxhlet (Sudarmadji et al., 1997), kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1997), kadar karbohidrat dilakukan dengan
metode Carbohydrate by different (Sudarmadji et al., 1997), kadar serat kasar dilakukan dengan metode hidrolisis asam basa (Sudarmadji et al., 1997), dan evaluasi sensoris menggunakan uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap tekstur (Soekarto, 1985), dan uji daya patah menggunakan Texture Analyzer (Haris, 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat) dan kadar serat kasar dari tepung kecambah jagung yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata hasil analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat) dan kadar serat kasar dari terigu dan tepung kecambah jagung
Komponen |
Terigu Tepung Kecambah Jagung |
Air (%) Abu (%) Lemak (%) Protein (%) Karbohidrat (%) Serat Kasar (%) |
11,92 ± 0,18 10,73 ± 0,06 0,54 ± 0,17 2,59 ± 0,07 8,28 ± 0,58 4,61 ± 0,49 6,82 ± 1,04 8,84 ± 0,14 72,28 ± 0,93 73,23 ± 0,33 5,12 ± 0,04 5,63 ± 0,42 |
Hasil Analisis Flakes
Hasil analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar
karbohidrat) dan kadar serat kasar dari flakes terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata hasil analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat) dan kadar serat kasar dari flakes
Perlakuan |
Kadar Air (%) |
Kadar Abu (%) |
Kadar Lemak (%) |
Kadar Protein (%) |
Kadar Karbohidrat (%) |
Kadar Serat Kasar (%) |
P1 |
5,13 ± 0,45a |
2,12 ± 0,03e |
13,26 ± 1,20 a |
13,42 ± 0,44c |
66,06 ± 1,64b |
5,32 ± 0,40 b |
P2 |
4,06 ± 0,45b |
2,27 ± 0,03d |
12,29 ± 0,99 ab |
13,89 ± 0,36bc |
67,50 ± 1,62ab |
5,33 ± 0,48 b |
P3 |
2,94 ± 0,21c |
2,99 ± 0,04c |
11,60 ± 0,87 abc |
14,40 ±0,73abc |
68,08 ± 1,51 ab |
6,25 ± 0,40 a |
P4 |
2,74 ± 0,04c |
3,06 ± 0,01b |
0,87 ± 1,46 cd |
14,80 ± 0,75 ab |
68,54 ± 2,17 ab |
6,29 ± 0,64 a |
P5 |
1,42 ± 0,65d |
3,24 ± 0,01a |
9,94 ± 0,47 d |
15,17 ± 0,72a |
70,22 ± 0,98 a |
6,77 ± 0,41 a |
Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan (P < 0,05).
Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air flakes. Tabel 3 menunjukkan kadar air flakes berkisar antara 1,42% sampai dengan 5,13%. Kadar air flakes tertinggi diperoleh dari flakes pada perlakuan P1 (50% terigu dan 50% tepung kecambah jagung) yaitu 5,13%, sedangkan kadar air flakesterendah diperoleh dari flakes pada perlakuan P5 (10 % terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 1,42%.
Pembuatan flakes dengan penambahan tepung kecambah jagung yang semakin meningkat menghasilkan flakes dengan kadar air yang semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kadar air tepung kecambah jagung lebih rendah dari terigu. Berdasarkan analisis bahan baku (Tabel 2) kadar air tepung kecambah jagung adalah 10,73%, sedangkan kadar air terigu adalah 11,92%. Besarnya nilai kadar air menurut standar mutu flakes maksimal 3% bb (Anon.,1996), jadi kadar air flakes yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu flakes.
Kadar Abu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh sangat nyata (P<0,01)terhadap kadar abu flakes yang dihasilkan. Kadar abu flakes tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 3,24%, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 (20% terigu dan 90% tepung kecambah jagung). Kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan P1 (50% terigu dan 50% tepung kecambah jagung) yaitu 2,12%.
Semakin banyak penggunaan tepung kecambah jagung maka kadar abu flakes yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena tepung kecambah jagung memiliki kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan terigu, dimana kadar
abu tepung kecambah jagung sebesar 2,59% sedangkan terigu sebesar 0,54%. Oleh karena itu, dengan penggunaan tepung kecambah jagung menyebabkan meningkatnya kadar abu flakes. Besarnya nilai kadar abu menurut standar mutu flakes maksimal 4% bb (Anon.,1996) sehingga kadar abu flakes yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu flakes.
Besarnya kadar abu produk pangan bergantung pada besarnya kandungan mineral bahan yang digunakan (Sudarmadji et al., 1997). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Ikujenlola dan Fashakin, (2005) yang menemukan bahwa perkecambahan jagung, beras dan kacang tunggak mampu meningkatkan beberapa mineral-mineral seperti kalsium, phospor, potasium, besi, senk dan sodium.
Kadar Lemak
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa substitusi terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak flakes yang dihasilkan. Kadar lemak flakes tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (50% terigu dan 50% tepung kecambah jagung) yaitu 13,26%. Kadar lemak terendah diperoleh pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 9,94%. Kandungan lemak flakes mengalami penurunan dengan semakin banyak penggunaan tepung kecambah jagung.Hal ini disebabkan kandungan lemak tepung kecambah jagung lebih rendah dibandingkan dengan kandungan terigu, kandungan lemak tepung kecambah jagung sebesar 4,61% sedangkan terigu memiliki kandungan lemak sebesar 8,28%.Besarnya nilai kadar lemak menurut standar mutu flakes minimal 7% bb (Anon.,1996) sehingga kadar lemak flakes yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu flakes
Kadar Protein
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein flakes yang dihasilkan. Kadar protein flakes tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 15,17%. Kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan P1 (50% terigu dan 50% tepung kecambah jagung) yaitu 13,42%. Semakin meningkat jumlah tepung kecambah jagung yang digunakan, maka kadar protein flakes yang dihasilkan juga semakin meningkat. Peningkatan kandungan protein ini dikarenakan kandungan protein tepung kecambah jagung lebih tinggi yaitu sebesar 8,84% dibandingkan terigu yang hanya memiliki kandungan protein sebesar 6,82%. Besarnya nilai kadar protein menurut standar mutu flakes minimal5% bb (Anon.,1996) sehingga kadar protein flakes yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu flakes.
Kadar Karbohidrat
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar karbohidrat flakes yang dihasilkan. Kadar Karbohidrat flakes tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 70,22%. Kadar karbohidrat terendah diperoleh pada perlakuan P1 (50% terigu dan 50% tepung kecambah jagung) yaitu 66,06%.
Kandungan karbohidrat flakes mengalami peningkatan dengan semakin banyak penggunaan tepung kecambah jagung.Kandungan karbohidrat tepung kecambah jagung sebesar 73,23%, lebih tinggi dibandingkan terigu yang hanya 72,28% sehingga dengan peningkatan penggunaan tepung kecambah jagung menyebabkan kadar karbohidrat flakes yang dihasilkan juga semakin meningkat. Besarnya nilai kadar karbohidrat menurut standar mutu
flakes minimal 6% bb (Anon.,1996) sehingga kadar protein flakes yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu flakes.
Kadar Serat Kasar
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa substitusi terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh nyata(P<0,05) terhadap kadar serat kasar flakes yang dihasilkan. Kadar serat kasar flakes tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 6,77%, serta tidak berbeda dengan perlakuan P4 (20% terigu dan 80% tepung kecambah jagung). Kadar serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan P1 (50% terigu dan 50% tepung kecambah jagung) yaitu 5,32%. Peningkatan kadar serat kasar ini seiring dengan peningkatan penggunaan tepung kecambah jagung, karena tepung kecambah jagung memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi yaitu 5,63% dibandingkan dengan terigu yang hanya memiliki kadar serat kasar 5,12%. Besarnya nilai kadar serat kasar menurut standar mutu flakes maksimal7% bb (Anon.,1996) sehingga kadar protein flakes yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu flakes.
Daya Patah Flakes
Hasil rata-rata daya patah flakes tepung kecambah jagung dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai rata-rata uji daya patah flakes
Perlakuan Terigu : Tepung Daya Patah Flakes
Kecambah Jagung (%) (N)
P1 |
5,93 ± 3,02 a |
P2 |
4,77 ± 1,20 ab |
P3 |
4,24 ± 0,32 ab |
P4 |
3,95 ± 0,82 ab |
P5 |
2,66 ± 0,51 b |
Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf
yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan (P < 0,05).
Daya patah merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan mutu sebuah flakes. Daya patah ini biasa juga dikenal
dengan kerenyahan, daya patah dapat dipengaruhi oleh kadar air flakes atau protein yang dikandung oleh terigu yang digunakan dalam pembuatan flakes. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya patah flakes. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa daya patah flakes tepung kecambah jagung ini berkisar antara 2,66 N hingga 5,93 N. Nilai rata-rata daya patah flakes tertinggi diperoleh pada perlakuan 50% terigu dengan 50% tepung kecambah jagung (P1) yaitu 5,93 N, sedangkan nilai rata-rata daya patah flakes terendah diperoleh pada perlakuan 10% terigu dengan 90% tepung kecambah jagung (P5) yaitu 2,66 N. Semakin meningkat penambahan tepung kecambah jagung maka daya patah flakes semakin renyah, hal ini dapat disebabkan oleh kadar air flakes yang dihasilkan, semakin banyak penambahan tepung kecambah jagung pada proses
pembuatan flakes tekstur yang dimiliki semakin renyah dibandingkan flakes tanpa penambahan tepung kecambah jagung, sehingga menurunkan daya patah dari flakes yang dihasilkan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Bakke dan Vickers dalam Paramita dan Putri (2015) bahwa semakin rendah nilai daya patah produk kering maka kerenyahan produk tersebut akan semakin tinggi pula.
Evaluasi Sensoris
Evaluasi sensoris flakes dilakukan dengan uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan. Uji skoring dilakukan terhadap tekstur flakes. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan flakes dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rata-rata uji skoring terhadap tekstur dapat dilihat pada pada Tabel 5.
Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan flakes
Perlakuan |
Warna |
Nilai rata – rata uji hedonik |
Penerimaan Keseluruhan | ||
Aroma |
Tekstur |
Rasa | |||
P1 |
5,55 ± 1,00 ab |
5,35 ± 0,75 ab |
5,20 ± 1,43 a |
4,80 ± 0,95 ab |
5,80 ± 0,89 a |
P2 |
5,65 ± 0,68 ab |
5,65 ± 1,13 a |
5,30 ± 1,13 a |
5,15 ± 1,18 ab |
5,65 ± 0,67 ab |
P3 |
5,95 ± 0,82 a |
5,70 ± 0,81 a |
5,50 ± 1,24 a |
5,65 ± 0,88 a |
6,05 0,76 a |
P4 |
5,70 ± 0,65 b |
4,70 ± 0,80 bc |
5,25 ± 0,95 a |
5,35 ± 1,14 bc |
5,15 ± 0,93 bc |
P5 |
5,10 ± 1,11 bc |
4,55± 1,79 c |
5,35 ± 1,16 a |
4,65 ± 1,14 bc |
5,05 ± 0,76 c |
Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan (P < 0,05).
Kriteria hedonik : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (biasa), 5 (agak suka), 6 (suka), 7 (sangat suka)
Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring tekstur flakes.
Perbandingan dengan terigu tepung kecambah jagung |
Nilai rata – rata uji skoring Kerenyahan |
P1 P2 P3 P4 P5 |
3,45 ± 1,05 a 3,35 ± 1,14 a 3,80 ± 0,77 a 3,15 ± 0,93 a 3,20 ± 0,91 a |
Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan (P < 0,05).
Nilai skoring tekstur : 1 (tidak renyah); 2 (agak renyah); 3 (renyah) ; 4 (sangat renyah); 5 (amat sangat renyah).
Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna flakes. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh dari flakes dari perlakuan P3 (30% terigu dan 70% tepung kecambah jagung) yaitu 5,95 (suka) dan tidak berbeda nyata dengan P1 dan P2 sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh dari flakes pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 5,10 (agak suka)dan tidak berbeda nyata dengan P4.
Aroma
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kesukaan aroma (uji hedonik) flakes. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tertinggi diperoleh dari flakes pada perlakuan P3 (70% terigu dan 30% tepung kecambah jagung) yaitu 5,70 (suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2 sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh dari flakes pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 4,55 (agak suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4.
Rasa
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa flakes. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat tertinggi kesukaan panelis terhadap rasa flakes diperoleh pada perlakuan P3 (30% terigu dan 70% tepung kecambah jagung) yaitu 5,65 (suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2 sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 4,65 (agak suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4.
Tekstur
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kesukaan tekstur (uji hedonik) flakes. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat tertinggi kesukaan panelis terhadap tekstur flakes diperoleh pada perlakuan P3 (30% terigu dan 70% tepung kecambah jagung) yaitu 5,50 (suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, dan P4 sedangkan nilai rata-rata tekstur flakes terendah diperoleh pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 5,35 (agak suka) dan tidak berbeda nyata dengan P4.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kesukaan tekstur (uji skoring) flakes. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata penerimaan terhadap tekstur uji skoring tertinggi flakes diperoleh pada perlakuan P3 (30% terigu dan 70% tepung kecambah jagung) yaitu 3,80 (sangat renyah) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, dan P4 sedangkan nilai rata-rata terendah flakes diperoleh pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung) yaitu 3,20 (renyah).
Penerimaan Keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan flakes. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat tertinggi kesukaan panelis terhadap penerimaan keseluruhan flakes diperoleh pada perlakuan perlakuan P3 (30% terigu dan 70% tepung kecambah jagung) yaitu 6,05 (sangat suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2 sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan P5 (10% terigu dan 90% tepung kecambah jagung)
yaitu 5,05 (agak suka). Penerimaan keseluruhan flakes dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna, aroma, tekstur dan rasa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
-
1. Perbandingan terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar serat kasar,warna (uji hedonik), aroma (uji hedonik), tekstur (uji hedonik dan skoring), rasa (uji hedonik) serta penerimaan keseluruhan (uji hedonik) flakes.
-
2. Perlakuan perbandingan 30%terigu dengan 70% tepung kecambah jagung menghasilkan flakes dengan karakteristik terbaik yaitu: kadar air 2,94%, kadar abu 2,99%, kadar lemak 11,60%, kadar protein 14,40%, kadar karbohidrat 68,08%, kadar serat kasar 6,25%,warna disukai, aroma agak disukai, tekstur renyah dan disukai, rasa disukai serta penerimaan keseluruhan disukai.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk dilakukan modifikasi metode pengolahan sehingga dapat menggunakan 100% tepung kecambah jagung untuk mengurangi penggunaan terigu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 1996. Standar Mutu Flakes. Badan Standar Nasional Indonesia nomor: 014270-1996.
Anonimus. 2016. Impor gandum Indonesia. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). http://www.beritasatu.com. ( Diakses pada 18 Juli 2017).
Gomes, K. A. dan A. A. Gomes. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.
Hanawati, R. F. 2011. Flakes Kaya Antioksidan sebagai Alternatif Diversifikasi Ubi Jalar Ungu. Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.
Joseph, G. 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Bogor: IPB Bogor. 200 hlm.
Lombu W. K., W. Wisaniyasa., dan A.A.I. Sri Wiadnyani., 2017. Perbedaan Karakteristik Kimia dan Daya Cerna Pati Tepung Jagung dan Tepung Kecambah Jagung. Jurnal Ilmiah Teknologi Pangan. 7(1) : 43-51
Nauli, H. A. 2013. Potensi Tepung Kecambah Jagung Sebagai Altenatif Bahan Dasar Makanan Pendamping Air Susu Ibu. Skripsi. Tidak dipublikasi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Padovani,R.M., D.M. Uma, F.A.B. Colugnati, dan D.B.R. Amaya. 2007. Comparison of Proximate, Mineral and Vitamin Composition of Common Brazilian and Us Foods. Journal of Food Composition and Analysis 20(1) : 733-738.
Paramita, A.H. dan W.D.R Putri. 2015. Pengaruh penambahan tepung bengkuang dan lama pengukusan terhadap karakteristik fisik, kimia dan organoleptik flakes talas. Jurnal pangan dan agroindustri. 3(3):1071-1082
Ramadhani, K.A. N.W. Wisaniyasa, dan P.A. Sandhi W. 2015. Pengaruh Perbandingan Kentang Kukus Dengan Terigu Terhadap Karakteristik Flakes. Jurnal Agrotekno. 5(1) : 26-36
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Suarni dan S. Widowati. 2011. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. BalaiPenelitian Tanaman Serealia, Maros.
Suarni. 2009. Produk Makanan Ringan (Flakes) Berbasis Jagung dan Kacang Hijau Sebagai Sumber Protein Untuk Perbaikan Gizi Anak Usia Tumbuh. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Serealia. 3(7):14-18
Sudarmadji, S. B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Widowati, S., L. Sukarno, Suarni dan O. Komalasari. 2003. Labu Kuning : Kegunaan dan Proses Pembuatan Tepung. Makalah Seminar Nasional & Pertemuan Tahunan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Yogyakarta.
Winarno,F.G, 1985. Kedelai Bahan Pangan Masa Depan. Pusbangtepa IPB, Bogor
Wisaniyasa N. W., A. S., Duniaji, dan A. A. G. N. A., Jambe. 2017. Studi Daya Cerna Protein, Aktivitas Antioksidan dan Sifat Fungsional Tepung Kecambah Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) dalam Rangka Pengembangan Pangan Fungsional. Media Ilmiah Teknologi Pangan. 4(2) : 122-129.
Wisaniyasa N. W., dan I. K., Suter. 2016. Kajian Sifat Fungsional dan Kimia Tepung Kecambah Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L) dan Aplikasinya menjadi flakes. Jurnal media Ilmiah Teknologi Pangan. 3(1) : 26-34.
Wisaniyasa N. W., I. K., Suter, Y., Marsono, dan I. N. K., Putra. 2015. Germination Effect on Functional Properties and Antitrypsin Activities of Pigeon Pea (Cajanuscajan (L.) Millsp) Sprout Flour. Food Science and Quality Management. 43 : 79-83.
149
Discussion and feedback