CEMARAN ASPERGILLUS FLAVUS PENGHASIL AFLATOKSIN B1 PADA JAGUNG MANIS (ZEA MAYS SACCARATA) YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DAN PASAR MODERN DI KECAMATAN DENPASAR BARAT, KOTA MADYA DENPASAR – BALI
on
Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 2, Tahun 2018
Hal 11-21
Cemaran Aspergillus Flavus Penghasil Aflatoksin B1 Pada Jagung Manis (Zea Mays Saccarata) Yang Dijual Di Pasar Tradisional Dan Pasar Modern Di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Madya Denpasar – Bali
Alief Akbar Napitupulu1), Ni Nyoman Puspawati2), I Desak Putu Kartika P.2) 1)Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2)Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
Email : [email protected]
ABSTRACT
This study aims to determine contamination, Aspergillus flavus in sweet corn sold in traditional and modern markets in West Denpasar district and to know whether A. flavus contaminating sweet corn can produce aflatoxin B1. The design of this study applied survey methods with sampling techniques of purposive sampling. Sampling determination was conducted on a number of markets, which were Traditional Markets and Modern Markets in West Denpasar District. West Denpasar District has 7 traditional markets and 3 modern markets. The variables observed were total mold of yeast, total mold, total of A. flavus, and aflatoxin content of B1. The results showed that the lowest A, flavus population was found on sweet corn sold in the traditional market sample which was <1 x 106 CFU/g. and the highest population was in the PKP sample of 7.0 x 106 CFU/g. The population of A. flavus in sweet corn sold in the modern market was <1 x 106 CFU/g. The result of aflatoxin test showed that the total samples taken in sweet corn merchants in traditional markets and modern markets in West Denpasar, 11 samples (34,37%) did not contain aflatoxin while 16 samples < 20 ppb (50%) contained aflatoxin B1 which was on samples of PBP1, PBP2, PPK, PKM1, PKM2, PBM1, PBM2, PBM3, PAS1, PAS2, PAS3, TD, GSR, SE, PKP, PBM2 and 5 samples (15,63%) were declared in accordance with BPOM and FDA regulations which was on samples PKM1, PAS1, PKP, GSR, and SE.
Keywords: Sweet Corn, Traditional Market and Modern Market, West Denpasar, Aspergillus flavus, Aflatoxin B1.
PENDAHULUAN
Komoditas jagung (Zea mays L.) hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Di Indonesia jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Di beberapa daerah di Indonesia misalnya di Madura dan Nusa Tenggara jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama, dan juga sebagai bahan pakan ternak dan industri (Yusuf, 2009). Produksi jagung di Indonesia sangat melimpah, tidak terkecuali di provinsi Bali. Menurut Anon (2016a),
produksi jagung di provinsi Bali tahun 2015 adalah sebanyak 40.603 ton dengan luas panen 15.346 Ha.
Permintaan jagung manis |
di Bali |
cenderung meningkat dengan |
rata-rata |
konsumsi pertahun sebesar |
11,52% |
perkapita perminggu (Anon, |
2016a). |
Menurut Anon (2016a) Jagung manis sangat mudah mengalami kerusakan terutama karena adanya cemaran kapang. Cemaran yang paling umum ditemukan pada komoditi jagung manis adalah kapang A. flavus dapat tumbuh pada suhu 20-30 °C, kadar air substrat di
atas 9 % dan kelembaban udara 75-85 % (Fardiaz, 1989). Kapang ini mampu menghasilkan mikotoksin yang merupakan senyawa metabolik bersifat toksik yang mengakibatkan kanker pada hewan dan manusia (Menhan, 1987). Mikotoksin yang umum mencemari jagung manis adalah aflatoksin. Cemaran aflatoksin pada jagung manis di Indonesia cukup tinggi, dari sampel jagung yang terdapat dipasaran hampir separuhnya tercemar A. flavus dengan tingkat kandungan aflatoksin lebih dari 50 ppb bahkan ada yang di atas 1000 ppb (Anon, 1993). Dibandingkan dengan negara Asia yang lain (Thailand dan Philipina) angka cemaran aflatoksin pada jagung manis di Indonesia menduduki peringkat tertinggi (Anon, 1993).
Jagung manis banyak dijual dipasar tradisional maupun pasar modern. Penjualan jagung manis di pasar tradisional biasanya tanpa perlakuan yang khusus, cukup hanya dikemas dalam kemasan plastik sedangkan di pasar modern selain dikemas dalam plastik jagung manis disimpan pada suhu dingin. Di wilayah Denpasar Barat terdapat 7 pasar tradisional dan 3 pasar modern. Pertumbuhan kapang Aspergillus flavus juga dipengaruhi oleh beberapa antara lain kadar air, suhu penyimpanan,
kelembaban relatif, dan lama penyimpanan (Anon, 2006). Berdasarkan pertimbangan yang telah disampaikan maka perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat cemaran Aspergillus flavus dan kadar aflatoksin pada jagung manis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui berapa populasi Aspergillus flavus yang mencemari jagung manis yang dijual di pasar tradisional dan modern di kecamatan Denpasar Barat dan apakah Aspergillus flavus yang mencemari jagung manis dapat menghasilkan aflatoksin B1 (AFB1).
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Gedung Agrokomplek Universitas Udayana, Jalan Jendral Sudirman, Denpasar, Bali, mulai bulan Oktober 2016 sampai Februari 2017.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah : cawan petri (pyrex), tabung reaksi, (pyrex), rak tabung reaksi (pyrex), pisau, gelas ukur (pyrex), erlenmeyer (pyrex), bunsen, batang bengkok, pipet mikro (Dialine Eco), autoclave (Hirayama), vortex (Maxi Mix II), jarum ose, wells
microplate, mikroskop (Olympus), timbangan analitik (Shimadzu), laminar flow (Kojain), baskom, cool box, inkubator.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah jagung manis yang di ambil dari pedagang jagung manis di pasar tradisional dan modern yang berada di kecamatan Denpasar Barat, media PDA (Potato dextrose-agar) oxoid, alkohol 70%, PW (Pepton Water) Merck steril, methanol 70%, media AFPA (Aspergillus flavus Parasiticus Agar), washing buffer, vial (AFB1-HRP conjugate), TBM (substrate tetramethylbenzidine), stopping solution, conjugate buffer, kit ELISA, aquades, aluminium foil, tissue, kertas label, kantong plastik.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey dengan teknik pengambilan sampel dengan Purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1989). Pertimbangan tertentu yang dimaksud adalah pertimbangan bahwa sampel yang diambil berupa jagung manis segar yang dibeli dari masing – masing pedagang jagung manis di pasaran. Berdasarkan dari hasil survey dari masing – masing pedagang jagung manis dipasaran, berdasarkan syarat minimal pengambilan sampel secara survey diperlukan data minimal 30% dari total populasi pedagang (Singarimbun dan Effendi, 1989). Sampel diambil dari sejumlah pasar baik pasar tradisional maupun pasar modern yang ada di Kecamatan Denpasar Barat. Di Kecamatan Denpasar Barat terdapat 7 pasar tradisional dan 3 pasar modern. Total pedagang dari masing-masing pasar yaitu 16 pedagang dimana 13 pedagang yang berada di pasar tradisional dan 3 pedagang yang berada di pasar modern. Data pasar dan jumlah pedagang yang digunakan sebagai sampel di pasar tradisional dan modern di kecamatan Denpasar Barat dapat dilihat pada Tabel 1a dan 1b.
Tabel 1a. Jumlah sampel yang diambil dari pasar tradisional dikecamatan Denpasar Barat.
No. |
Pasar Tradisional |
Jumlah total pedagang jagung manis |
Jumlah Sampel yang diambil (30% dari total pedagang) |
1 |
Pasar Sanglah (PS) |
3 |
1 |
2 |
Pasar Kumbasari Pagi (PKP) |
4 |
1 |
3 |
Pasar Badung Pagi (PBP) |
6 |
2 |
4 |
Pasar Phula Kerti (PPK) |
4 |
1 |
5 |
Pasar Kumbasari Malam (PKM) |
8 |
2 |
6 |
Pasar Kumbasari Malam (PKM) |
9 |
3 |
7 |
Pasar Anyar Sari (PAS) |
9 |
3 |
Jumlah |
43 |
13 |
Tabel 1b. Jumlah sampel yang diambil dari pasar modern dikecamatan Denpasar Barat.
No. |
Pasar Modern |
Jumlah Sampel yang diambil pedagang |
1 |
Tiara dewata (TD) |
1 |
2 |
Groserindo (GSR) |
1 |
3 |
Super Ekonomi (SE) |
1 |
Jumlah |
3 |
Variabel yang Diamati
Total kapang khamir, total kapang, total Aspergillus flavus dengan menggunakan metode sebar (Lim, 1998), dan kadar Aflatoksin B1 dengan metode ELISA. (Yusrini, 2010 yang telah dimodifikasi).
Pelaksanaan Penelitian a. Total Kapang Khamir
Metode yang digunakan untuk total kapang khamir menggunakan metode sebar (Lim, 1998). Jagung manis diserut dan dihomogenkan dengan cara ditumbuk kemudian diambil sebanyak 5 gram lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang mengandung 45 ml PW 0,1% steril kemudian divortex. Pengenceran dilakukan 10-1 sampai
dengan 10-7 selanjutnya sebanyak 0,1 ml larutan diinokulasikan pada cawan petri yang telah diisi dengan media PDA padat. Sampel disebar sampai merata dengan hoky streak. Media diinkubasi pada suhu 29oC selama 3 hari (73 jam). Jumlah koloni dari masing-masing kapang khamir dihitung.
-
b. Total Kapang
Total kapang dihitung dari hasil perhitungan total kapang khamir dikurangi dengan total khamir dan dihitung berdasarkan ciri-ciri dan warna kapang. Ciri-ciri kapang yaitu penampakannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang (Waluyo,
2005). Metode total kapang menggunakan metode sebar (Lim, 1998). Jagung manis diserut dan dihancurkan sampai homogen kemudian diambil sebanyak 5 gram lalu dimasukkan ke dalam 45 ml PW 0,1 % steril dalam wadah erlenmeyer. Pengenceran dilakukan 10-1 sampai dengan 10-7 dan selanjutnya sebanyak, 0,1 ml larutan diinokulasikan pada cawan petri yang telah diisi dengan media PDA padat. Media diinkubasi pada suhu 29oC selama 3-5 hari.
-
c. Total Aspergillus flavus
Total Aspergillus flavus didapat dari hasil perhitungan total kapang. Total A. flavus dihitung berdasarkan jenis kapang dengan ciri-ciri berwarna hijau yang diperkirakan sebagai kapang A. Flavus.
Isolasi dilakukan dengan mengambil 1 koloni kapang yang tumbuh pada media PDA ke media cair NB steril sebanyak 9 ml sebanyak 1 ose dan diinkubasi selama 1 hari. Kapang yang tumbuh pada media cair NB kemudian dimurnikan kedalam media spesifik yaitu AFPA (Aspergillus Flavus Paraciticus Agar) sebanyak 1 ose dengan cara digores lalu diinkubasi selama 5 hari (120 jam). Kapang yang tumbuh pada media AFPA kemudian ditumbuhkan kembali dengan media
AFPA yang baru dengan cara diinokulasikan menggunakan ose dan diulang sampai diperoleh isolat kapang koloni tunggal yang berwarna hijau (Rachmayani, 2008 yang telah dimodifikasi)
Kadar Aflatoksin B1 dilakukan dengan metode enzym linked immunusorbent assay (ELISA) (Yusrini, 2010 yang telah dimodifikasi).
HASIL DAN PEMBAHASAN Total Kapang Khamir
Nilai rata – rata total kapang khamir pada jagung manis yang dijual di pedagang pasar tradisional dan modern di kecamatan Denpasar Barat, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa total kapang khamir pada sampel jagung manis yang dijual di pasar tradisional berkisar antara 2,3 x 107 CFU/g sampai 3,0 x 109 CFU/g. Total kapang khamir tertinggi ditemukan pada sampel yang dijual PBP1, PAS2, PAS yaitu 3,0 x 109 CFU/g dan total kapang khamir terendah ditemukan pada sampel yang dijual di PBP2 yaitu 2,3 x 107 CFU/g. Total kapang khamir pada pasar modern berkisar antara 1,9 x 108 CFU/g sampai 5,3 x 109 CFU/g. Total kapang khamir tertinggi ditemukan pada jagung manis yang dijual di Groserindo (GSR) yaitu 5,3 x 109 CFU/g dan total kapang
khamir terendah ditemukan pada jagung yaitu 1,9 x 108 CFU/g. manis yang dijual di Tiara Dewata (TD)
Tabel 2. Nilai rata- rata total kapang khamir pada jagung manis yang dijual di pedagang pasar tradisional dan modern di kecamatan Denpasar Barat.
Pasar Tradisional |
Total Kapang Khamir (CFU/g) |
PS |
3,4 x 108 |
PKP |
8,4 x 108 |
PBP1 |
3,0 x 109 |
PBP2 |
2,3 x 107 |
PPK |
2,0 x 109 |
PKM1 |
2,3 x 108 |
PKM2 |
2,8 x 109 |
PBM1 |
2,3 x 108 |
PBM2 |
6,5 x 108 |
PBM3 |
2,9 x 108 |
PAS1 |
3,3 x 108 |
PAS2 |
3,0 x 109 |
PAS3 |
3,0 x 109 |
Pasar Modern |
Total Kapang Khamir (CFU/g) |
TD |
1.9 x 108 |
GSR |
5,3 x 109 |
SE |
2,2 x 109 |
Berdasarkan hasil survey jagung |
dan terkontaminasi, kerusakan kimiawi |
manis yang dijual di pasar tradisional, |
disebabkan oleh penurunan kadar |
bila jagung manis tidak terjual habis, |
karbohidrat protein karena proses |
jagung manis biasa disimpan di gudang |
metabolisme dan mikroba |
dengan menggunakan tempat atau |
(Kartasapoetra, 1987). Menurut Cotty et |
wadah besar dengan cara ditumpuk dan |
al (2007) pertumbuhan kapang banyak |
dibiarkan di ruangan terbuka. Hal ini |
dipengaruhi faktor substrat, suhu, pH, |
bisa menyebabkan bahan pangan |
kelembaban relatif atau aktivitas air |
mengalami kerusakan, sementara untuk |
(aw) dan lama penyimpanan. |
pasar modern sendiri bila jagung manis |
Total Kapang |
tidak terjual habis, jagung manis akan |
Nilai rata – rata total kapang |
diganti dengan stok yang baru. |
pada jagung manis yang dijual di |
Kerusakan yang terjadi selama |
pedagang pasar tradisional dan modern |
penyimpanan akan menjadi penyebab |
di kecamatan Denpasar Barat, dapat |
utama penurunan mutu. Kerusakan |
dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 |
dapat berupa fisik yang disebabkan |
menunjukkan total kapang yang terdapat |
oleh serangan hama dan jamur |
pada sampel jagung manis yang dijual di |
sehingga terjadi penurunan nilai pangan |
pasar tradisional berkisar antara < 1,0 x |
106 CFU/g – 7,9 x 107 CFU/g. Total kapang tertinggi pada pasar tradisional ditemukan pada sampel PKP yaitu 7,9 x 107 CFU/g dan total kapang terendah ditemukan pada sampel PBP2 yaitu < 1,0 x 106 CFU/g. Total rata-rata kapang pada pasar modern berkisar antara < 1,0 x 106 CFU/g – 2,0 x 106 CFU/g. Total kapang tertinggi pada pasar modern ditemukan pada sampel TD yaitu 2,0 x 106 CFU g dan total kapang terendah ditemukan pada pasar Groserindo dan Super Ekonomi yaitu < 1,0 x 106 CFU/g.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran mikroba dalam makanan menyatakan bahwa batas cemaran kapang yang diperbolehkan pada bahan pangan segar yaitu 1,0 x 106 koloni/g, hasil penelitian total kapang pada jagung manis yang dijual di pasar tradisional dan modern kecamatan Denpasar Barat menunjukkan 5 dari 16 sampel dinyatakan sesuai dengan peraturan BPOM yaitu sampel PBP2, PAS2, TD, GSR, dan SE.
Tabel 3. Nilai rata- rata total kapang pada jagung manis yang dijual di pedagang pasar tradisional dan modern di kecamatan Denpasar Barat.
Pasar Tradisional |
Total Kapang (CFU/g) |
BPOM* |
PS |
2,1 x 106 |
TMS |
PKP |
7,9 x 107 |
TMS |
PBP1 |
2,0 x 106 |
TMS |
PBP2 |
< 1,0 x 106 |
MS |
PPK |
6,5 x 106 |
TMS |
PKM1 |
6,1 x 106 |
TMS |
PKM2 |
5,2 x 106 |
TMS |
PBM1 |
1,5 x 106 |
TMS |
PBM2 |
5,5 x 106 |
TMS |
PBM3 |
3,5 x 106 |
TMS |
PAS1 |
2,6 x 106 |
TMS |
PAS2 |
1,0 x 106 |
MS |
PAS3 |
1,2 x 106 |
TMS |
Pasar Modern |
Total Kapang (CFU/g) |
BPOM* |
TD |
2,0 x 106 |
MS |
GSR |
< 1,0 x 106 |
MS |
SE |
< 1,0 x 106 |
MS |
Keterangan : TMS = Tidak Memenuhi Standar
MS = Memenuhi Standar
* = Standar BPOM bahan pangan segar : 1 x 106 koloni/g
< = Total kapang perkiraan (Anon., 2006)
Total Aspergillus Flavus
Nilai rata – rata total A. Flavus pada jagung manis yang dijual di
pedagang pasar tradisional dan modern di kecamatan Denpasar Barat, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.
menunjukkan, populasi A. flavus terendah terdapat pada sampel PBP2 yaitu sebanyak < 1 x 106 CFU/g. Jumlah populasi A. flavus tertinggi terdapat pada sampel PKP yaitu sebanyak 7,0 x 106 CFU/g. Total A. flavus pada jagung manis yang dijual di pasar modern positif terkontaminasi A. flavus akan tetapi dicatat sebagai jumlah kapang perkiraan yaitu < 1 x 106 CFU/g. Pada jagung manis yang dijual di Tiara Dewata (TD), Groserindo (GSR), dan Super Ekonomi (SE) menunjukkan jumlah populasi yang sama yaitu < 1 x 106 CFU/g. Tingginya tingkat cemaran A. flavus pada jagung manis yang dijual dipasar tradisional dapat disebabkan oleh kondisi penyimpanan yang kurang memadai. Selain itu faktor-faktor lain
yang menyebabkan tingginya cemaran A. flavus pada pasar tradisional adalah lingkungan pasar yang kurang bersih, dimana kebersihan pasar tradisional kurang memenuhi syarat kebersihan seperti sampah berserakan, lantai pasar yang becek dan berlumpur. Onions et al. (1981) menyatakan bahwa pertumbuhan A. flavus selain dipengaruhi oleh lingkungan seperti kadar air, oksigen, unsur makro (karbon, nitrogen, fosfor, kalium dan magnesium) dan unsur mikro (besi, seng, tembaga, mangan dan molibdenum), juga dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban dan keberadaan kapang lain. Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan A. flavus sekitar 30o C.
Tabel 4. Nilai rata- rata total rata total A. Flavus pada jagung manis yang dijual di pedagang pasar tradisional dan modern di kecamatan Denpasar Barat.
Pasar Tradisional |
Total A. Flavus (CFU/g) |
PS |
2,0 x 106 |
PKP |
7,0 x 106 |
PBP1 |
2,0 x 106 |
PBP2 |
< 1,0 x 106 |
PPK |
3,5 x 106 |
PKM1 |
2,0 x 106 |
PKM2 |
3,0 x 106 |
PBM1 |
1,5 x 106 |
PBM2 |
4,0 x 106 |
PBM3 |
2,0 x 106 |
PAS1 |
1,0 x 106 |
PAS2 |
1,0 x 106 |
PAS3 |
1,0 x 106 |
Pasar Modern |
Total Flavus (CFU/g) |
TD |
< 1,0 x 106 |
GSR |
< 1,0 x 106 |
SE |
< 1,0 x 106 |
Keterangan : < = Total Kapang Perkiraan (Anon, 2006)
Kadar Aflatoksin B1
Kadar AFB1 pada jagung manis yang dijual di pasar tradisional
dan modern di kecamatan Denpasar
Barat dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6
Tabel 5. Kadar AFB1 pada jagung manis yang dijual di pasar tradisional di kecamatan Denpasar Barat.
Pasar |
Pengambilan Standar* (20 Pengambilan Standar* (20 1 (ppb) ppb) 2 (ppb)` ppb) |
PS PKP PBP1 PBP2 |
28,6 TMS 31,9 TMS 28,5 TMS 14,2 MS
|
PPK PKM1 PKM2 PNM1 PBM2 PBM3 PAS1 PAS2 PAS3 |
1,97 MS 29,6 TMS
0,29 MS 30,6 TMS
|
Keterangan Tanda : TMS = Tidak Memenuhi Syarat
MS = Memenuhi Syarat * = Standar BPOM dan FDA - = Tidak Terdeteksi Aflatoksin |
Tabel 6. Kadar AFB1 pada jagung manis yang dijual di pasar modern di kecamatan
Denpasar Barat.
Pasar |
Pengambilan Standar* (20 Pengambilan Standar* (20 1 (ppb) ppb) 2 (ppb)` ppb) |
TD GSR SE |
- MS 30,2 TMS 14,3 MS 29,4 TMS 19,9 MS 20,2 TMS |
Keterangan Tanda : TMS = Tidak Memenuhi Syarat
MS = Memenuhi Syarat * = Standar BPOM dan FDA |
= Tidak Terdeteksi Aflatoksin
Berdasarkan Tabel 5 dan 6 jagung manis yang dijual di pasar tradisional dan modern positif mengandung Aflatoksin B1 (AFB1). AFB1 dihasilkan oleh A. flavus yang mengkontaminasi jagung manis. Kadar Aflatoksin pada jagung manis yang
dijual pada pasar tradisional pada pengambilan 1 yaitu berkisar antara 0 ppb – 28,6 ppb. Kadar AFB1 tertinggi ditemukan pada sampel PKP yaitu 28,6 ppb dan terendah yaitu tidak terdeteksi aflatoksin ditemukan pada sampel PBP1, PBP2, PPK, PKM2, PBM1,
PBM2, PBM3, PAS2, PAS3. Sedangkan Kadar Aflatoksin pada jagung manis yang dijual pada pasar modern pada pengambilan 1 yaitu berkisar antara 0 ppb – 19,9 ppb. Kadar AFB1 tertinggi ditemukan pada sampel SE yaitu 19,9 ppb dan terendah yaitu tidak terdeteksi aflatoksin ditemukan pada sampel TD. Kadar Aflatoksin pada jagung manis yang dijual pada pasar tradisional pada pengambilan 2 yaitu berkisar antara 0 ppb – 30,8 ppb. Kadar AFB1 tertinggi ditemukan pada sampel PBP1 yaitu 30,8 ppb dan terendah yaitu tidak terdeteksi aflatoksin ditemukan pada sampel PBM2. Sedangkan Kadar Aflatoksin pada jagung manis yang dijual pada pasar modern pada pengambilan 2 yaitu berkisar antara 20,2 ppb – 30,2 ppb. Kadar AFB1 tertinggi ditemukan pada sampel TD yaitu 30,2 ppb dan terendah yaitu 20,2 ppb ditemukan pada sampel SE.
Di Indonesia kadar aflatoksin maksimum pada jagung sebagai bahan pangan telah ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI tahun 2009 sebesar 20 pbb. Hal ini disesuaikan dengan ketetapan Food and Drug Administration (FDA) yang mengeluarkan kadar baku tertinggi total aflatoksin yang diizinkan pada pangan dan pakan komersial yaitu sebesar 20 pbb (Brown et al., 1999 ; Bhatnager et al., 2000). Berdasarkan
Tabel 5 dan 6 jika dibandingkan dengan batas jumlah aflatoksin pada standar yang berlaku, 11 sampel tidak terdeteksi kandungan aflatoksin. Sebanyak 16 dari total 32 sampel dinyatakan tidak sesuai dengan peraturan BPOM dan FDA yaitu pada sampel PBP1, PBP2, PPK, PKM1, PKM2, PBM1, PBM2, PBM3, PAS1, PAS2, PAS3, TD, GSR, SE, PKP, PBM2 dan 5 sampel dinyatakan sesuai dengan peraturan BPOM dan FDA yaitu sampel PKM1, PAS1, PKP, GSR, dan SE.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut ;
-
1. Populasi A. flavus pada jagung manis yang dijual di pasar tradisional terendah terdapat pada sampel PBP2 yaitu sebanyak < 1 x 106 CFU/g. dan populasi tertinggi terdapat pada sampel PKP yaitu sebanyak 7,0 x 106 CFU/g. Populasi A. flavus pada jagung manis yang dijual di pasar modern yaitu < 1 x 106 CFU/g.
-
2. Hasil uji aflatoksin menunjukkan bahwa dari 32 sampel yang diambil dari pedagang jagung manis yang berada di pasar tradisional dan pasar modern di kecamatan Denpasar barat 11 sampel (34,37%) tidak terdeteksi aflatoksin sedangkan 16 sampel > 20 ppb (50%) dinyatakan tidak sesuai dengan peraturan BPOM dan FDA
yaitu sampel PBPB1, PBP2, PPK, PKM1, PKM2, PBM1, PBM2, PBM3, PAS1, PAS2, PAS3, TD,GSR, SE, PKP, PBM2. dan 5 sampel (15, 63%) dinyatakan sesuai dengan peraturan BPOM dan FDA yaitu sampel PKM1, PAS1, PKP, GSR, dan SE.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka perlu dilakukan deteksi dan pengawasan jagung manis yang dipasarkan di Bali khususnya daerah kecamatan Denpasar Barat dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti jenis cemaran kapang lainnya pada jagung manis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1993. Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) no 8806. Annual Report. Australia.
Anonimus. 2006. Jagung. Kanisius. Yogyakarta. 11-18.
Anonimus. 2009. Metode Analisis Mikrobiologi Suplemen 2000. Pusat Pengujian Obat Dan Makanan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia : Jakarta.
Anonimus. 2016a. Produksi Jagung di Bali. Badan Pusat Statistik. Bali.
Cotty, P.J. and R. Jaime-Garcia. 2007. Influences of climate on aflatoxin producing fungi and aflatoxin contamination. Int. J. Food Microbiol. 119: 109-115.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Depdikbud. Dikti., PAU. Pangan dan Gizi IPB Bogor. Page 249
Kartasapoetra, A. G., 1987. Hama
Hasil Tanaman Dalam Gudang. Edisi Pertama. Rineka Cipta. Jakarta.
Lim,D. 1998. Microbiology. McGrow-hill book, New york.
Menhan, V. K. 1987. The Aflatoxin Contamination Problem in Groundnut Control With Emphasis on Host Plant Resistance. The Regional plant protection group meeting horate Zimbabwe. February. Pp. 12-15.
Onions, A. H. S. 1981. Mycotoxigenic Fungi. Di dalam J. B. L. Corry, D. Roberts dan F. A. Skinner (eds.). Isolation and Identification Methods for Food Poisoning Organism. Academic Press, New York.
Singarimbun M. dan Sofian Effendi. 1985. Metode Penelitian Survei. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.
Yusuf, R.P., 2009. Kajian Pendapatan Petani pada Usahatani Jagung (Kasus di Desa Sangalangit, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Manajemen Produksi dan Pemasaran Agribisnis. SOCA VOL 9 No. 3 : 263-390 Nopember 2009. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis. Jurusan/Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana. ISSN : 14117177.
Yusrini , H. 2010. Teknik Pengujian Kadar Aflatoksin B1 Pada Jagung Menggunakan Kit Elisa. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 28-32.
Discussion and feedback