CEMARAN ASPERGILLUS FLAVUS PENGHASIL AFLATOKSIN B1 PADA JAGUNG MANIS(ZEA MAYS SACCHARATA) SELAMA PENYIMPANAN
on
Jurnal ITEPA Vol. 6 No. 2, Tahun 2017
Hal 51-60
CEMARAN ASPERGILLUS FLAVUS PENGHASIL AFLATOKSIN B1 PADA JAGUNG MANIS(ZEA MAYS SACCHARATA) SELAMA PENYIMPANAN
Ni Putu Dewi Aristyawati1,
Ni Nyoman Puspawati 2, Ni Made Indri Hapsari A2, Agus Selamet Duniaji2
1Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2Dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
ABSTRACT
Corn is one of the commodities that have high contamination of molds specifically A.flavus. This study aims to determine the contamination of A.flavus in sweet corn during storage, to determine the population of A.flavus that contaminate sweet corn during storage, and to find out if A.flavus that contaminates sweet corn during storage can produce aflatoxin B1. This research uses experimental method. Corn samples were stored at room temperature (300C ± 10C) and low temperature (70C ± 10C) wrapped with PE plastic stored from day 0 to day 6. The results of this study indicate that sweet corn stored at room temperature was contaminated with yeast mold on day 0 5,2 x 108 CFU/g and day 6 2,5 x 108 CFU/g and sweet corn stored at low temperature was contaminated on day 0 4,0 x 107 CFU/g and day 6 4,0 x 108 CFU/g. Sweet corn stored at room temperature contaminated with mold on day 0 1,0 x 106 CFU/g and day 6 is 3,5 x 106 CFU/g and sweet corn stored at low temperature was contaminated on 0 1,0 x 106 CFU/g and day 6 4,0 x 106 CFU/g. The sweet corn that was stored at low temperature was contaminated by A.flavus on day 3 1,2 x 106 CFU/g and day 6 <1.0 x 106 CFU / g and at low temperature was contaminated on day 2 1,0 x 106 CFU/g and day 6 1.0 x 106 CFU/g. Aflatoxin B1 day 0 at room temperature was 29.40 ppb and on day 6 29.08 ppb. Aflatoksin B1 day 0 at low temperature was 30.03 ppb and on day 6 was 29.97 ppb.
Keywords : sweet corn, storage, Asepergillus flavus, Aflatoxin B1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung manis (Zea mays saccharata) atau sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki rasa yang manis, mengandung karbohidrat 22,8g /100g, protein 3,5g/100g dan vitamin seperti vitamin A, B, dan C yang tinggi, kandungan lemak yang rendah serta mengandung kadar gula yang relatif tinggi (Iskandar, 2008). Jagung merupakan salah satu komoditas yang mempunyai masalah yang ditandai dengan tingginya kontaminasi kapang. Kapang yang paling sering mengkontaminasi biji-bijian yaitu Apergillus sp. Aspergillus sp. pada biji-bijian yang disimpan dapat mengakibatkan
penurunan daya kecambah bahan, perubahan warna bahan, perubahan susunan kimia di dalam bahan dan produksi akumulasi mikotoksin didalam bahan. Jenis Apergillus yang sering mengkontaminasi jagung salah satunya yaitu A.flavus. A.flavus dapat menghasilkan toksin yang disebut aflatoksin B1 (AFB1). Kontaminasi kapang tersebut bisa terjadi sebelum dan sesudah panen yang diperkirakan berasal dari tanah, selama distribusi, dan penyimpanan (Sutjiati dan Saenong 2002). Aflatoksin adalah senyawa bifuran, non polar, stabil terhadap panas, dan tahan perlakuan fisik maupun kimia. Sifat-sifat aflatoksin yang tahan terhadap perlakuakn fisik dan kimia yang sudah mencemari bahan
makanan sulit untuk dihilangkan. (Somantri dan Miskiyah, 2012).
Penyimpanan bahan pangan ada yang dikemas dan tidak dikemas. Polietilen (PE) merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri pangan karena sifat-sifatnya yang mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakannya jernih dan mudah digunakan sebagai pelapis (Indrasari, 2009). Penyimpanan suhu rendah bila dipadukan dengan pengemasan akan sangat mendukung kesegaran produk. Penggunaaan bahan plastik sebagai kemasan, selain dapat menahan kelembaban dan mencegah kehilangan air, juga untuk melindungi dari kerusakan mekanis, mencegah kontaminasi serangga dan debu, mempertahankan kualitas serta
memperpanjang kesegaran (Asiani dan Rony, 1993). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cemaran Asepergillus flavus pada jagung manis selama penyimpanan, mengetahui jumlah populasi A.flavus yang mencemari jagung manis selama penyimpanan, untuk mengetahui apakah A.flavus yang mencemari jagung manis selama penyimpanan dapat menghasilkan Aflatoksin B1.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah jagung manis yang di ambil dari petani jagung yang berada di Jalan Sedap Malam Denpasar, aquades, aluminium foil, tissue, kertas label, kantong plastik, media PDA (Potato dextroseagar) oxoid, alkohol 70%, PW (Pepton Water)
Merck, NB (Nutrien broth), methanol 70%, media AFPA (A.flavus Parasiticus Agar), kit ELISA yang terdiri dari standar AFB1 (Aflatoksin B1), konjugat (AFB1-HRP conjugate), TMB (substrate
tetramethylbenzidine), stopping solution, dan PBS (Phospat Buffer Salin). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah : cawan petri (pyrex), tabung reaksi, (pyrex), rak tabung reaksi (pyrex), pisau, gelas ukur (pyrex), erlenmeyer (pyrex), bunsen, batang bengkok, pipet mikro (Dialine Eco), autoclave (Hirayama), vortex (Maxi Mix II), jarum ose, wells microplate, mikroskop (Olympus), timbangan analitik (Shimadzu), laminar flow (Kojair) dan, baskom.
Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental. Jagung manis diambil dari pengepul yang berada di Jalan Sedap Malam, Denpasar. Jagung manis yang baru dipanen dikupas dari klobot dan dibersihkan dari rambut jagung yang menempel. Jagung manis kemudian dikemas dengan mengunakan plastik PE dengan cara memasukan tiga buah jagung manis. Masing-masing disimpan pada suhu ruang (300 ± 10C) dan suhu rendah (70 C ± 10C). Pengamatan dilakukan setiap hari mulai hari ke-0 sampai hari ke-6. Penelitian ini diulang sebanyak dua kali. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.
Parameter yang diamati
Total kapang khamir, total kapang dan total A.flavus yang dengan menggunakan
metode sebar (Dwidjoseputro, 1998), Isolasi dan identifikasi A.flavus dengan metode (Rachmayani, 2008 yang telah dimodifikasi) dan deteksi Aflatoksin B1 (Yusrini,2010 yang dimodifikasi).
Pelaksanaan Penelitian a. Total Kapang Khamir
Metode yang digunakan untuk total kapang kamir menggunakan metode penanaman secara sebar (Dwidjoseputro, 1998). Jagung manis dikeluarkan dari kemasan kemudian diserut dan dihancurkan dengan cara ditumbuk dengan menggunakan lumpang kemudian diambil sebanyak 5 gram lalu dimasukan ke dalam erlenmeyer yang mengandung 45 ml PW 0,1% steril kemudian divortex. Pengenceran dilakukan 10-1 sampai dengan 10-7 selanjutnya sebanyak 0,1 ml larutan diinokulasikan pada cawan petri yang telah diisi dengan media PDA padat. Sampel disebar sampai merata dengan hoky steak. Media diinkubasi pada suhu 29° C selama 5 hari (120 jam). Populasi dari masing-masing kapang kamir dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Total kapang khamir = jumlah koloni ×
!
faktor pengenceran × !0!! .
Metode total kapang menggunakan metode penanaman secara sebar (Dwidjoseputro, 1998). Total kapang dihitung dari hasil perhitungan total kapang khamir dikurangi dengan total khamir dan dihitung berdasarkan ciri-ciri dan warna kapang.
-
c. Total Aspergillus flavus
Jenis kapang yang tumbuh pada cawan petri memiliki ciri-ciri warna yang berbeda-beda yaitu hitam, putih dan hijau. Kapang yang berwarna hitam kemungkinan termasuk dari golongan A.niger, kapang yang berwarna putih kemungkinan termasuk dari golongan A.terreus, dan kapang yang berwarna hijau kemungkinan dari A.flavus. Total A.flavus didapat dari total kapang dikurang total kapang yang berwarna hitam dan putih. Total A.flavus dihitung berdasarkan jenis kapang dengan ciriciri berwarna hijau yang diperkirakan sebagai A.flavus. Total A.flavus dilakukan dengan menggunakan metode penanaman secara sebar (Dwidjoseputro, 1998).
Isolasi dilakukan pada medium koloni kapang yang tumbuh pada media PDA ke media cair NB (Nutrien broth) steril 9 ml sebanyak 1 ose dan diinkubasi selama 1 hari. Kapang yang tumbuh pada media cair NB (Nutrien broth). Kemudian dimurnikan ke dalam media spesifik yaitu AFPA (A.flavus Paraciticus Agar) sebanyak 1 ose dengan cara digores lalu diinkubasi selama 5 hari (120 jam) pada suhu ruang (29°C). Kapang yang tumbuh pada media AFPA kemudian ditumbuhakan kembali dengan media AFPA yang baru dengan cara diinokulasikan mengunakan ose dan diulang sampai diproleh isolat kapang koloni tunggal yang berwarna hijau (Rachmayani, 2008 yang telah dimodifikasi). Pengamatan A.flavus dan identifikasi dilakukan menggunakan mikroskop dengan
pembesaran 400x yang dilakukan di Laboratorium Biosain, Bukit Jimbaran.
Deteksi AFB1 dilakukan dengan menggunakan metode enzym linked immunosorbent assay (ELISA) (Yusrini, 2010 yang telah dimodifikasi). Sebelum pengujian dilakukan preparasi sampel dan larutan PBS (Phospat Buffer Salin).
e.1 Preparasi Sampel Jagung Manis
Tiga buah jagung manis yang telah diserut dihancurkan dengan mengunakan lumpang. Sampel jagung manis ditimbang 25g lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 25 ml metanol 70% lalu digoyang selama 10 menit. Sampel jagung selanjutnya disaring dengan kertas saring sampai mendapatkan filtrat. Filtrat diambil 1 ml dan ditambahkan 3 ml aquades (pengenceran 1:3) selanjutnya dianalisis.
e.2 Preparasi Larutan PBS (Phospat Buffer Salin) dan Konjugat
-
1. Preparasi larutan PBS (Phospat Buffer Salin) yaitu diambil 50 ml PBS murni ditambah 450 ml aquades dicampur menjadi 500 ml.
-
2. Diambil konjugat 1 ml dan ditambahkan 1 ml larutan PBS.
e.3 Deteksi aflatoksin B1
-
1. Dimasukan standar AFB1 dengan konsentrasi 0, 4, 10, 20, 40 pbb pada well microplate sebanyak 50µl.
-
2. Dipipet ekstrak sampel 50 µl lalu dimasukkan ke dalam lubang sumur pada well mikroplate.
-
3. Ditambah Larutan konjugat encer (AFB1- HRP conjugate) 50 µl
ditambahkan ke dalam masing-masing well microplate yang telah berisi standar dan sampel dan diinkubasi pada ruang gelap selama 30 menit.
-
4. Dicuci well mikroplate dengan larutan PBS (Phospat Buffer Salin) sebanyak 3-5 kali dan kemudian dikeringkan dengn tisu.
-
5. Ditambahkan substrate
tetramethylbenzidine (TMB) sebanyak 100 µl ke dalam sumur pada well microplate lalu di inkubasi selama 1015 menit sampai terjadi perubahan warna bening menjadi warna biru.
-
6. Ditambahkan stopping solution sebanyak 100 µl dan akan terjadi perubahan warna biru menjadi kuning.
-
7. Dibaca absorbansi dibaca pada well microplate dengan menggunakan ELISA Reader pada panjang gelombang 450 nm. Diagram alir proses deteksi aflatoksin B1 dapat dilihat pada Gambar 5.
Selanjutnya cara menghitung banyaknya aflatoksin pada jagung manis adalah : !
% absorbansi = — ×100 !!
B = nilai absorbansi aflatoksin dari masing-masing sampel.
BO = nilai absorbansi aflatoksin pada standar 0 ppb.
Jumlah kandungan aflatoksin yang terdapat pada masing-masing sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Y = a + bX ), dimana garis X adalah konsentrasi standar AFB1, sedangkan garis Y menunjukan absorbansi tiap sampel.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebanyak dua kali ulangan, jagung manis terkontaminasi kapang khamir. jagung manis yang terkontaminasi kapang khamir yang disimpan pada suhu ruang dan suhu rendah dapat dilihat pada Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Kapang Khamir
Tabel 1. Nilai Rata-Rata Total Kapang Khamir Pada Jagung Manis Yang Disimpan Pada Suhu
Ruang dan Suhu Rendah
Hari |
Suhu Penyimpanan | |
Suhu ruang (300 ± 10C) |
Suhu rendah (70 C ± 10C) | |
0 |
5,2 x 108CFU/g |
4,0 x 107CFU/g |
1 |
2,7 x 108 CFU/g |
1,9 x 108 CFU/g |
2 |
2,0 x108 CFU/g |
1,6 x 108 CFU/g |
3 |
1,3 x 108 CFU/g |
1,7 x 108 CFU/g |
4 |
1,6 x 108 CFU/g |
2,2 x 108 CFU/g |
5 |
7,6 x 107 CFU/g |
4,2 x 108CFU/g |
6 |
2,5 x 108 CFU/g |
4,0 x 108 CFU/g |
Hasil total kapang khamir pada Tabel 1 menunjukan bahwa total kapang khamir yang terdapat pada sampel jagung manis pada suhu ruang berkisar antara 7,6 x 107 CFU/g sampai 5,2 x 108CFU/g. Total kapang khamir hari ke-0 yaitu 5,2 x 108 CFU/g dan pada hari ke-6 yaitu 2,5 x 108 CFU/g. Total kapang khamir pada suhu rendah berkisar antara 4,0 x 107 CFU/g sampai dengan4,2 x 108 CFU/g. Total kapang khamir pada hari ke-0 yaitu 4,0 x 107 CFU/g dan pada hari ke-6 yaitu 4,0 x 108 CFU/g. Angka jumlah pertumbuhan kapang khamir tidak menunjukan pertumbuhan yang berbeda pada penyimpanan hari ke-0 sampai hari ke-6. Penyebab kerusakan mikrobiologis
pada jagung manis disebabkan oleh bermacam-macam mikroba seperti kapang, khamir dan bakteri (Susiwi, 2009). Pertumbuhan kapang dan khamir terjadi dalam waktu singkat dan pada kondisi yang sesuai, antara lain tersedianya nutrisi, pH, suhu, dan kadar air bahan pangan (Djaafar dan Rahayu, 2007).
Total Kapang
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebanyak dua kali ulangan, jagung manis yang disimpan pada suhu ruang dan suhu rendah terkontaminasi kapang. Total kapang pada jagung manis selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Rata-Rata Total Kapang Pada Jagung Manis Yang Disimpan Pada Suhu Ruang dan Suhu Rendah
Hari |
Suhu Penyimpanan Suhu ruang (300 ± 10C) Suhu rendah ( 70 C ± 10C) |
0 1 2 3 4 5 6 |
1,0 x 106 CFU/g 1,0 x 106CFU/g 2,0 x 106CFU/g <1,0 x 106 CFU/g 3,0 x 106 CFU/g 1,5 x 106 CFU/g 2,0 x 106 CFU/g 2,0 x 106CFU/g 3,2 x 106 CFU/g 1,0 x 106 CFU/g 1,0 x 106 CFU/g 1,8 x 106 CFU/g 3,5 x 106 CFU/g 4,0 x 106 CFU/g |
K e t e r angan : < = -Total kapang perkiraan (Anon., 2006)
Total kapang yang terdapat pada jagung manis pada penyimpanan suhu ruang pada hari ke-0 yaitu 1,0 x 106 CFU/g dan hari ke-6 yaitu 3,5 x 106 CFU/g. Total kapang pada suhu ruang menunjukan pertumbuhn kapang yang hampir sama pada penyimpanan hari ke-0 sampai hari ke-6 dengan rata-rata pertumbuhan 106 CFU/g. Pertumbuhan kapang pada penyimpanan suhu rendah pada hari ke-0 yaitu 1,0 x 106 CFU/g dan pada hari ke-6 yaitu 4,0 x 106 CFU/g. Total kapang pada suhu rendah menunjukan pertumbuhn kapang yang hampir sama pada penyimpanan hari ke-0 sampai hari ke-6 dengan rata-rata pertumbuhan 106 CFU/g. Berdasarkan SNI (2009) tentang jenis dan batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan menyatakan bahwa batas cemaran
kapang pada biji-bijian dan kacang-kacangan yaitu 1 x 104 koloni/g, sedangkan jumlah total kapang yang didapat pada jagung manis yang disimpan pada suhu ruang dan suhu rendah lebih dari 1 x 104 koloni/g , maka total kapang yang didapat tidak memenuhi persyaratan batas maksimum cemaran kapang. Jenis kpang yang tumbuh pada jagung manis adalah A.flavus, Aspergillus niger, dan Aspergillus terreus dapan menimbulkan aspergillosis (muis et al., 2007).
Total A.flavus
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebanyak dua kali ulangan, jagung manis yang terkontaminasi A.flavus pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Rata- Rata Total A.flavus Pada Jagung Manis Yang Disimpan Pada Suhu Ruang dan Suhu Rendah
Hari |
Suhu Penyimpanan | |
Suhu ruang (300± 10C) |
Suhu rendah ( 70C ± 10C) | |
0 |
<1,0 x 106 CFU/g |
<1,0 x 106 CFU/g |
1 |
<1,0 x 106 CFU/g |
<1,0 x 106 CFU/g |
2 |
<1,0 x 106 CFU/g |
1 x 106 CFU/g |
3 |
1,2 x 106 CFU/g |
4 x 106 CFU/g |
4 |
1,0 x 106 CFU/g |
1 x 106 CFU/g |
5 |
1,0 x 106 CFU/g |
1 x 106 CFU/g |
6 |
<1,0 x 106CFU/g |
1 x 106 CFU/g |
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan pada jagung manis yang disimpan pada suhu ruang positif terkontaminasi A.flavus. Pada hari ke-0 sampai dengan hari ke-2 jagung manis terkontaminasi A.flavus dengan jumlah perkiraan <1,0 x 106 CFU/g. Pada hari ke-3 jumlah kontaminasi A.flavus yaitu 1,2 x 106 CFU/g, pada hari ke-4 sampai hari ke-5 yaitu 1,0 x 106 CFU/g, dan pada hari ke-6 yaitu <1,0 x 106 CFU/g. Jagung manis yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan rata-rata jumlah populasi yang hampir sama yaitu 106 CFU/g. Total A.flavus pada jagung manis yang disampan pada suhu rendah hari ke-0 sampai hari ke-1 terkontaminasi A.flavus akan tetapi dicatat sebagai jumlah kapang perkiraan yaitu <1,0 x 106 CFU/g. Pada hari ke-4 jumlah populasi
A.flavus yaitu 4 x 106 CFU/g, pada hari ke-2, ke-4, ke-5, dan ke-6 menunjukan jumlah populasi yang sama yaitu 1 x 106 CFU/g. Sama dengan jagung manis yang disimpan pada suhu ruang, jumlah populasi A.flavus pada suhu rendah tidak signifikan dengan rata-rata yaitu 106 CFU/g. Faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan A.flavus pada penanganan pasca panen jagung antara lain kadar air, suhu penyimpanan, kelembaban relatif udara dan lama penyimpanan (Sulfiah 2012).
Isolasi dan Identifikasi A.flavus
Hasil dari tahap isolasi A.flavus yang telah dimurnikan pada cawan petri dilihat pada Gambar 1, dan hasil pengamatan A.flavus diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 400x dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Koloni A.flavus pada cawan petri
Jika dilihat dibawah mikroskop, berbagai jenis kapang mempunyai struktur hifa dan spora yang berbeda-beda, dan karakteristik struktur tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kapang. Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu
tergantung dari jenis kapangnya. Oleh karena itu pertumbuhan kapang pada pangan mudah dilihat dengan mata, yaitu ditandai dengan perubahan warna yang menunjukkan adanya spora kapang (Cotty dan Jaime-Garcia, 2007).
Keterangan : A = Sterigma
B = Visikel
C = Konidia
D = Konidiofor
Gambar 2. A.flavus diamati dengan mikroskop pada pembesaran 400x
Pada Gambar 2 tampilan mikroskopis A.flavus memiliki konidiofor yang memiliki ukuran panjang (400-800 µm) dan relatif kasar, bentuk kepala konidial bervariasi dari bentuk kolom, radial, dan bentuk bola, hifa berseptum, dan koloni kompak. Koloni dari A.flavus umumnya tumbuh dengan cepat dan mencapai diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari. A.flavus memiliki warna permulaan kuning yang akan berubah menjadi kuning kehijauan atau coklat
dengan warna inversi coklat keemasan atau tidak berwarna, sedangkan koloni yang sudah tua memiliki warna hijau tua (Ruiqian et al.,2004).
Kadar Aflatoksin B1
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa jagung manis selama penyimpanan positif mengandung aflatoksin B1 (AFB1). Kadar AFB1 pada jagung manis selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Rata-Rata Kadar Aflatokin B1 (ppb) Pada Jagung Manis Yang Disimpan Pada Suhu Ruang dan Suhu Rendah
Hari |
Suhu Ruang (300C± 10C) |
Suhu Rendah ( 70C ± 10C) |
0 |
29,40 ppb |
30,03 ppb |
1 |
30,14 ppb |
28,80 ppb |
2 |
28,97 ppb |
29,69 ppb |
3 |
29,41 ppb |
28,68 ppb |
4 |
29,30 ppb |
28,97 ppb |
5 |
29,41 ppb |
29,52 ppb |
6 |
29,08 ppb |
29,97 ppb |
Jagung manis selama penyimpanan mulai hari ke-0 sampai hari ke-6 pada penyimpanan suhu ruang dan suhu rendah positif mengandung Aflatoksin B1 (AFB1). Kadar AFB1 pada jagung manis selama penyimpanan suhu ruang berkisar antara 28,97 ppb- 30,14 pbb. Kadar AFB1 tertinggi pada
penyimpanan hari-1 yaitu 30,14 ppb dan terendah 28,97 pbb. Kadar AFB1 pada suhu rendah berkisar antara 28,8 ppb-30,03 ppb. Kadar AFB1 tertinggi pda penyimpanan hari ke-0 yaitu 30,03 ppb dan terendah pada hari ke-1 sebesar 28,8 ppb. Kadar aflatoksin maksimum pada jagung di Indonesia sebagai
bahan pangan sebesar 20 ppb (Anon., 2009). Peningkatan kandungan aflatoksin sepanjang rantai perdagangan merupakan akumulasi cemaran aflatoksin mulai dari panen hingga penyimpanan. Kondisi penyimpanan di dalam kantong plastik yang tidak kedap udara dapat menghasilkan lingkungan dengan kandungan oksigen berlimpah sehingga meningkatkan jamur untuk memproduksi aflatoksin (Dharmaputro et al., 2006). Jagung manis yang sudah terkontaminasi oleh aflatoksin tidak bisa terdegradasi karena sifat aflatoksin yang stabil terhadap perlakuan suhu, pelakuan fisik maupun kimia. Pencegahan kontaminasi aflatoksin pada jagung manis bisa dilakukan sebelum prapanen dan pasca panen. (Yenny, 2006).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan :
-
1. Jagung manis selama penyimpanan mulai hari ke-0 sampai hari ke-6 baik pada suhu ruang dan suhu rendah positif terkontaminasi A.flavus .
-
2. Jumlah total cemaran A.flavus pada jagung manis selama penyimpanan suhu ruang pada hari ke-0 yaitu <1,0 x 106 CFU/g sampai hari ke 6 yaitu <1,0 x 106 CFU/g dan pada suhu rendah hari ke-0 yaitu <1,0 x 106 CFU/g sampai hari ke-6 yaitu 1 x 106 CFU/g.
-
3. Jagung manis yang terkontaminasi A.flavus menghasilkan AFB1 selama penyimpanan suhu ruang pada hari ke-0 sebesar 29,40 ppb sampai hari ke-6 sebesar 29,08 ppb dan
pada suhrendah hari ke-0 sebesar 30,03 ppb sampai hari ke-6 sebesar 29,97 ppb
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti penanganan kontaminasi A.flavus pada jagung manis mulai dari pra panen dan pasca panen
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2006. Metode Analisis Mikrobiologi Suplemen 2000. Pusat Pengujian Obat Dan Makanan Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia : Jakarta.
Anonimus. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. Badan Standar Nasionl. Jakarta
Asiani, B, dan P. Rony.1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Sweet Corn Baby Corn. Penebar Swadaya. Jakarta.
Cotty, P.J. dan R. Jaime-Garcia. 2007. Influences Of Climate On Aflatoxin Producing Fungi And Aflatoxin Contamination. Int. J. Food Microbiol. 119: 109-115.
Dharmaputro, O.S, I. Retnowati, dan S. Ambarwati. 2006. A.flavus Infection And Aflatoxin Contamination In Peanuts At Various Stages Of The Delivery Chain In Wonogiri Regency, Central Java, Indonesia. Biotropia, 14(2): 9-21.
Djafaar. T.F dan S. Rahayu. 2007. Cemaran Mikroba Dalam Produk Pertanian, Penyakit Yang Ditimbulkan Dan Pencegahannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Alai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Yogyakata.
Indrasari, M.A. 2009. Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Seledri (Apium Graveolens L.). Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Iskandar, D., 2008. Pengaruh Dosis Pupuk N, P dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung MAnis di
Lahan Kering Di dalam prosiding Seminar Untuk Negeri. .
Muis, A., S. Pakki, dan A.H. Talanca. 2002. Inventarisasi Dan Identifikasi Cendawan Yang Menyerang Biji Jagung Di Sulawesi Selatan. Hasil Penelitian Hama Dan Penyakit, Balitsereal, Maros. P. 2130.
Racmayani, R. 2008. Skrining Kapang Endofit Penghasil Dan Antioksidan dari Ranting dan Daun Tanaman Garcinia mangostama. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Indonesia : Depok.
Ruiqian, L., Y, Qian., D Thanaboripat., dan P, Thansukon. 2004. Biocontrol Of A.flavus And Aflatoxin Production. Di Dalam: Abbas, H. K (Ed). Aflatoxin And Food Safety. London: CRC Press, Taylor & Francis Group.
Somantri, A.S., dan Miskiyah. 2012. Sistem keamanan Pangan Berbahan Baku Jagung. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Sulfiah.2012. Makalah Mikologi A.flavus. Universitas Negeri Surabaya Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi. Surabaya.
Susiwi.S. 2009. Kerusakan Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas Pendidikan Indonesia.
Sutjiati, M. dan M.S. Saenong. 2002. Infeksi Cendawan Aspergillus Sp. Pada Beberapa Varietas/Galur Jagung Hibrida Umur Dalam. Proseding Seminar Ilmiah Dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI Dan HPTI XV Sul-Sel. Maros, 29 Oktober 2002.
Yenny. 2006. Aflatoksin Dan Aflatoksikosis Pada Manusia. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Vol.25 No.1.
Yusrini , H. 2010. Teknik Pengujian Kadar Aflatoksin B1 Pada Jagung Menggunakan Kit Elisa. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 28-32.
Discussion and feedback