PENGARUH PERBANDINGAN TERIGU DENGAN PUREE LABU KUNING (Cucurbita moschata ex. Poir) TERHADAP KARAKTERISTIK KUE LUMPUR
on
Jurnal ITEPA Vol. 6 No. 2, Tahun 2017
Hal 11-20
PENGARUH PERBANDINGAN TERIGU DENGAN PUREE LABU KUNING (Cucurbita moschata ex. Poir) TERHADAP KARAKTERISTIK KUE LUMPUR
The Effect of the Comparison of Pumpkin (Cucurbita moschata ex. Poir) Puree With Wheat Flour on the Characteristics of Kue Lumpur
Vennyta Agustin1, I Made Sugitha2, Putu Ari Sandhi W2
1Mahasiswa PS Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2Dosen PS Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
The research aims to determine the effect of the comparison ofwheat flour with pumpkin (Cucurbita moschata ex. Poir) puree on the characteristics of “kue lumpur” and to determine the right ratio of pumpkin puree and wheat flour to produce “kue lumpur” with the best characteristics. The research using Completely Randomized Design with 5 treatments of ratio between pumpkin puree with wheat flour, namely : 100% wheat flour and 0% pumpkin puree, 90% wheat flour and 10% pumpkin puree, 80% wheat flour and 20% pumpkin puree, 70% wheat flour and 30% pumpkin puree, and 60% wheat flour and 40% pumpkin puree. Each treatment was repeated three times to obtain 15 experimental units. Data being acquired would be analyzed with variance analysis and if there was an effect to the variables being examined, then it would be continued with Duncan test. The result of research showed that the ratio of 70% wheat flour and 30% pumpkin puree resulted in the best “kue lumpur” characteristic with 43,33% water content, 0,70% ash, 3,88% protein, 28,67% fat, 23,42% carbohydrate, and 142,21 µg/gbeta carotene. For sensory evaluation, thecolor scoring (yellow rather orange), color hedonic (like), flavor scoring (rather typical pumpkin), flavor hedonic (like), texture scoring (soft), texture hedonic (like), taste scoring (typical pumpkin), taste hedonic (like) and overall acceptance (like).
Keywords : wheat flour, pumpkin puree, kue lumpur
PENDAHULUAN
Kue lumpur merupakan biasanya berbentuk bulat kekuningan, rasanya manis
kue basah yang pipih, berwarna dan gurih serta
mempunyai tekstur yang lembut yang diolah dengan proses pemanggangan. Kue lumpur sangat digemari oleh masyarakat sehingga sering disajikan pada acara tradisional atau acara adat. Kandungan gizi kue lumpur terdiri dari karbohidrat 44,1%, lemak 11,1%, protein 3,6%, air 40,1% dan energi 291 kkal.(Tihan, 2014).
Terigu merupakan bahan utama pada kue lumpur. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap terigu sangat tinggi karena banyaknya produk olahan pangan yang menggunakan
terigu. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) menyatakan konsumsi terigu di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 5,86 juta ton (Anon., 2016). Upaya diversifikasi pangan penting dilakukan, selain untuk mengurangi ketergantungan pada terigu, juga untuk menggali potensi pangan lokal lain (Yanuwardana et al., 2013). Salah satu potensi pangan lokal yang ada di Indonesia yaitu labu kuning.
Labu kuning (Cucurbita moschata ex. Poir) merupakan jenis tanaman sayur-sayuran yang memiliki tingkat produksi relatif tinggi di Indonesia. Menurut Data Badan Pusat Statistik
dalam Fatdhilah (2014) menunjukkan hasil rata-rata produksi labu kuning seluruh
Indonesia berkisar antara 20-21 ton per hektar sedangkan, konsumsi labu kuning di Indonesia masih sangat rendah, yakni kurang dari 50 kg per kapita per tahun. Harga labu kuning juga cukup terjangkau dan mudah dijumpai di warung, pasar tradisional, maupun pasar modern.
Kandungan zat gizi labu kuning terdiri dari protein, karbohidrat, beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, besi, serta vitamin yaitu Vitamin B dan C. Labu kuning juga mengandung beta karoten tinggi yaitu sebesar 180 SI per 100 g bahan yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk mencegah kekurangan vitamin A (Sudarto, 2000). Beta karoten merupakan salah satu senyawa karotenoid yang mempunyai aktivitas vitamin A sangat tinggi dibandingkan dengan karotenoid lainnya. Dalam saluran pencernaan, beta karoten dikonversi oleh sistem enzim menjadi retinol, yang selanjutnya berfungsi sebagai vitamin A. Selain itu, pigmen karotenoid dapat digunakan sebagai pewarna alami dalam suatu produk (Anam dan Handajani, 2010).
Labu kuning dapat diolah menjadi puree untuk dikonsumsi secara langsung maupun digunakan sebagai bahan tambahan atau pensubtitusi dalam pembuatan produk (Suprapti, 2005). Penggunaan puree labu kuning dilakukan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan dan mengurangi ketergantungan penggunaan terigu sehingga nantinya dapat meningkatkan nilai gizi terutama kandungan beta karotennya, sensoris pada tekstur dan warna, serta ekonomis dari produk. Untuk itu dilakukan penelitian tentang pengaruh perbandingan terigu dengan puree
labu kuning (Cucurbita moschata ex. Poir) terhadap karakteristik kue lumpur untuk mendapatkan kue lumpur dengan kualitas terbaik.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, dan Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengendalian Mutu Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan penelitian bulan Agustus hingga Oktober 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah labu kuning jenis bokor (Cucurbita moschata ex. Poir), telur ayam negeri dan kelapa yang diperoleh di pasar Kelan, sedangkan terigu merk “Segitiga Biru”, margarin merk “Palmia”, dan gula pasir merk “Gulaku” yang dibeli di Trolley mini market. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia adalah n-heksan teknis, tablet kjeldahl, H2SO4 pekat, aquades, alkohol, NaOH, PP (phenolphtalin), asam borat, bromkesrol green, metil red, Na2SO4, HCl, petroleum benzene, aseton PA, dan chloroform.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah waskom, mixer (Philips), cetakan kue lumpur, sendok sayur, nampan, blender (Philips), kompor gas (Hitachi), panci pengukus, pisau, saringan, kuas, alumunium foil, timbangan analitik (Metler Toledo AB-204), spektrofotometer UV-VIS, pinset, tabung
reaksi (Pyrex), spatula, labu takar (Pyrex), mortar, desikator, penjepit, pipet volume (Pyrex), buret (Pyrex), timbel, alat destilasi, soxhlet (Sybron 2200), muffle(Furmace 47900), vortex, cawan porselin (Pyrex), labu Erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), gelas beker (Pyrex), dan kertas saring.
Pelaksanaan Penelitian
1. Proses Pembuatan Puree Labu Kuning
Proses pembuatan puree labu kuning yaitu labu kuning dikupas kulitnya, dibuang biji dan jaring-jaring bijinya. Daging labu kuning dicuci menggunakan air bersih yang mengalir. Daging buah labu kuning yang sudah bersih dipotong dengan ukuran 2x2x2 cm. Potongan daging buah labu kuning tersebut dikukus
selama 15 menit. Daging buah labu kuning yang sudah matang dihancurkan sampai halus menggunakan blender. Puree labu kuning siap digunakan(Widayati dan Damayanti, 2007).
Proses pembuatan santan yaitu kelapa diparut terlebih dahulu. Ditambahkan sejumlah air dengan perbandingan kelapa parut dan air (1:2), kemudian dilakukan pemerasan dengan tangan. Setelah diperas, disaring menggunakan saringan sehingga dihasilkan santan(Fatimah et al., 2013).
-
3. Proses Pembuatan Kue Lumpur Formulasi kue lumpur per 50 gram campuran terigu dan puree labu kuning dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Formulasi kue lumpur per 50 g campuran terigu dan pureelabukuning
Komposisi Bahan |
Perlakuan | ||||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 |
P4 | |
Terigu (g) |
50 |
45 |
40 |
35 |
30 |
Puree labu kuning (g) |
0 |
5 |
10 |
15 |
20 |
Telur (g) |
35 |
35 |
35 |
35 |
35 |
Santan (ml) |
85 |
85 |
85 |
85 |
85 |
Margarin (g) |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
Gula pasir (g) |
35 |
35 |
35 |
35 |
35 |
Sumber: Kusmiati (2009) yang telah dimodifikasi
Proses pembuatan kue lumpur meliputi persiapan bahan, yaitu semua bahan (terigu, puree labu kuning, telur, santan, margarin, dan gula pasir) disiapkan dan ditimbang sesuai formula yang sudah ditentukan. Telur 35 g dan gula 35 g dimixer selama 3 menit dan ditambahkan puree labu kuning sesuai perlakuan (0 g, 5 g, 10 g, 15 g, 20 g) pada adonan sambil dimixer selama 1 menit. Kemudian ditambahkan terigu sesuai perlakuan (50 g, 45 g, 40 g, 35 g, 30 g) dan santan 85 ml sedikit demi sedikit sambil
dimixer selama 2 menit. Ditambahkan margarin cair 25 g ke dalam adonan dan dimixer kembali selama 1 menit. Setelah adonan jadi, dilakukan penuangan adonan pada cetakan kue lumpur yang sudah dipanaskan dan diolesi margarin. Adonan yang sudah dicetak selanjutnya dipanggang pada suhu 95100°C selama 15 menit. Setelah matang kue lumpur dilepaskan dari cetakannya dan didinginkan pada suhu ruang. Kue lumpur siap dianalisis (Soenardi, 2010 yang telah dimodifikasi).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh antara perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian terhadap karakteristik kue lumpur berupa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan betakaroten dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar
karbohidrat, dan beta karoten kue lumpur
Perlakuan terigu : puree labu kuning |
Nilai rata-rata | ||||||
Kadar air (%) |
Kadar abu (%) |
Kadar protein (%) |
Kadar lemak (%) |
Kadar karbohidrat (%) |
Βeta karoten (µg/ g) | ||
P0 (100% |
: 0%) |
36,00 e |
0,66 e |
5,28 a |
24,97 e |
33,09 a |
47,31 e |
P1 (90% : |
10%) |
38,63 d |
0,67 d |
4,69 b |
26,20 d |
29,82 b |
81,05 d |
P2 (80% : |
20%) |
40,91 c |
0,69 c |
4,26 c |
27,33 c |
26,83 c |
111,87 c |
P3 (70% : |
30%) |
43,33 b |
0,70 b |
3,88 cd |
28,67 b |
23,42 d |
142,21 b |
P4 (60% : |
40%) |
45,57 a |
0,73 a |
3,60 d |
29,73 a |
20,37 e |
168,86 a |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Kadar Air
Analisis ragam terhadap kadar air kue lumpur menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air kue lumpur yang dihasilkan. Kadar air tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 45,57%, sedangkan kadar air terendahdiperoleh pada P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 36,00%. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kadar air kue lumpur semakin meningkat disebabkan kadar air puree labu kuning yang lebih tinggi daripada kadar air terigu. Hal ini sesuai dengan penelitian Santoso (2013) yang menyatakan kadar air puree labu kuning yaitu sebesar 90,78% lebih tinggi dari kadar air
terigu yaitu 12% (Prawiranegara (1989) dalam Azizah 2009).
Kadar Abu
Analisis ragam terhadap kadar abu kue lumpur menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu kue lumpur yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 0,73%, sedangkan kadar abu terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 0,66%. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kadar abu kue lumpur semakin meningkat disebabkan karena kandungan mineral puree labu kuning lebih tinggi dibandingkan kandungan mineral terigu. Kandungan mineral dalam labu kuning antara
lain adalah fosfor 64mg/100g, kalsium 4,5 mg/100g dan besi 1,4mg/100g (Sudarto, 2000).
Kadar Protein
Analisis ragam terhadap kadar protein kue lumpur menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein kue lumpur yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 5,28%, sedangkan kadar protein terendah diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 3,60%. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kadar protein kue lumpur semakin menurun. Hal ini disebabkan terigu memiliki kadar protein yang tinggi yaitu 10-11g/100g (Mudjajanto dan Yulianti, 2004) sedangkan puree labu kuning memiliki kadar protein sebesar 0,207% (Santoso, 2013) sehingga semakin banyak penggunaan puree labu kuning mengakibatkan kadar protein kue lumpur menurun.
Kadar Lemak
Analisis ragam terhadap kadar lemak kue lumpur menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak kue lumpur yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 29,73%, sedangkan kadar lemak terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 24,97%. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kadarlemak kue lumpur semakin meningkat. Kenaikan kadar lemak ini disebabkan karena kadar lemak puree labu kuning sedikit lebih besar dari kandungan lemak terigu yaitu 1,399% (Santoso, 2013), sedangkan kadar lemak terigu sebesar 1,3 g/100 g (Prawiranegara (1989) dalam Azizah 2009).
Kadar Karbohidrat
Analisis ragam terhadap kadar karbohidrat kue lumpur menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar karbohidrat kue lumpur yang dihasilkan. Kadar karbohidrat tertinggi diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 33,09%, sedangkan kadar karbohidrat terendah diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 20,37%. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kadar karbohidrat kue lumpur semakin menurun. Hal ini disebabkan kandungan karbohidrat terigu yang jauh lebih besar yaitu 77,3 g/100g (Prawiranegara (1989) dalam Azizah 2009) sedangkan puree labu kuning memiliki kadar karbohidrat sebesar 7,52% (Santoso, 2013).
Beta karoten
Analisis ragam terhadap beta karoten kue lumpur menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan beta karoten kue lumpur yang
dihasilkan. Kandungan beta karoten tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 168,86 µg/g, sedangkan kandungan beta karoten terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 47,31 µg/g. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kandungan beta karoten kue lumpur semakin meningkat disebabkan kandungan beta karoten pada puree labu kuning yang lebih tinggi daripada terigu. Menurut Santoso (2013) puree labu kuning mengandung beta karoten sebesar 30,58 µg/g
bahan sedangkan terigu tidak mengandung beta karoten.
Uji sensoris
Pengujian sensoris kue lumpur dilakukan dengan uji skoring dan uji hedonik. Nilai rata-rata hasil analisis evaluasi sensoris terhadap warna, aroma,tekstur, dan rasa kue lumpur dengan uji skoring dapat dilihat pada Tabel 3 dan nilai rata-rata hasil analisis evaluasi sensoris terhadap warna, aroma,tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan kue lumpur dengan uji hedonik dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Nilai rata-rata uji sensoris kue lumpur dengan uji skoring
Perlakuan terigu : puree labu kuning |
Warna |
Aroma |
Tekstur |
Rasa |
P0 (100% : 0%) |
1,87 e |
3,07 c |
5,07 d |
3,53 c |
P1 (90% : 10%) |
2,93 d |
4,87 b |
5,40 cd |
5,00 b |
P2 (80% : 20%) |
3,87 c |
5,13 ab |
5,80 bc |
5,22 ab |
P3 (70% : 30%) |
4,67 b |
5,40 ab |
6,13 b |
5,53 ab |
P4 (60% : 40%) |
5,67 a |
5,73 a |
6,87 a |
5,93 a |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Kriteria skala uji skor warna kue lumpur adalah, oranye = 7, kuning oranye = 6, kuning agak oranye = 5, kuning tua = 4, kuning = 3, kuning muda = 2, putih = 1. Kriteria skala uji skor aroma kue lumpur adalah, sangat khas labu kuning = 7, khas labu kuning = 6, agak khas labu kuning = 5, biasa = 4, agak tidak khas labu kuning = 3, tidak khas labu kuning = 2, sangat tidak khas labu kuning. Kriteria skala uji skor tekstur kue lumpur adalah, sangat lembut = 7, lembut = 6, agak lembut = 5, biasa = 4, agak tidak lembut = 3, tidak lembut = 2, sangat tidak lembut = 1. Kriteria skala uji skor rasa kue lumpur adalah, sangat khas labu kuning = 7, khas labu kuning = 6, agak khas labu kuning = 5, biasa = 4, agak tidak khas labu kuning = 3, tidak khas labu kuning = 2, sangat tidak khas labu kuning.
Tabel 4. Nilai rata-rata uji sensoris kue lumpur dengan uji hedonik | |||||
Perlakuan terigu : puree labu kuning |
Warna |
Aroma |
Tekstur |
Rasa |
Penerimaan keseluruhan |
P0 (100% : 0%) |
4,00 c |
4,80 c |
5,20 c |
4,87 c |
5,20 c |
P1 (90% : 10%) |
5,07 b |
5,60 b |
5,60 bc |
5,53 b |
5,60 bc |
P2 (80% : 20%) |
5,60 ab |
5,73 b |
6,00 ab |
5,93 ab |
6,00 ab |
P3 (70% : 30%) |
6,13 a |
6,00 ab |
6,20 a |
6,33 a |
6,20 a |
P4 (60% : 40%) |
6,20 a |
6,40 a |
5,60 bc |
6,40 a |
5,60 bc |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang |
sama menunjukkan |
perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Kriteria skala uji hedonik kue lumpur adalah sangat suka = 7, suka = 6, agak suka = 5, biasa = 4, agak tidak suka = 3, tidak suka = 2, sangat tidak suka = 1.
Warna
Hasil anilisis ragam uji skoring dan uji hedonik kue lumpurterhadap warna menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna kue lumpur yang dihasilkan. Nilai warna uji skoring tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 5,67 (kuning oranye), sedangkan nilai warna uji skoring terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 1,87 (kuning muda). Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan warna kue lumpur semakin kuning oranye. Warna kue lumpur dipengaruhi oleh pigmen karotenoid yang berasal dari labu kuning. Semakin banyak penambahan labu kuning dan semakin pekat warnanya maka pigmen karotenoid yang terkandung semakin tinggi dalam produk (Seo et al., 2005).
Nilai warna uji hedonik tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 6,20 (suka), sedangkan nilai warna uji hedonik terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 4,00 (biasa). Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kesukaan panelis terhadap warna kue lumpur semakin meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa panelis menyukai kue lumpur yang cenderung berwarna kuning oranye.
Aroma
Hasil anilisis ragam uji skoring dan uji hedonik kue lumpur terhadap aroma menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aroma kue lumpur yang dihasilkan. Nilai aroma uji skoring tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 5,73 (khas labu kuning), sedangkan nilai aroma uji skoring terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 3,07 (agak tidak khas labu kuning). Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan aroma kue lumpur semakin khas labu kuning. Aroma kue lumpur semakin khas dipengaruhi oleh peningkatan jumlah labu kuning yang digunakan pada kue lumpur.
Nilai aroma uji hedonik tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 6,40 (suka), sedangkan nilai aroma uji hedonik terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 4,80 (agak suka). Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kesukaan panelis terhadap aroma kue lumpur semakin meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa panelis menyukai aroma kue lumpur yang khas labu kuning.
Tekstur
Hasil anilisis ragam uji skoring dan uji hedonik kue lumpur terhadap tekstur
menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur kue lumpur yang dihasilkan. Nilai tekstur uji skoring tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 6,87 (sangat lembut), sedangkan nilai tekstur uji skoring terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 5,07 (agak lembut). Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan tekstur kue lumpur semakin lembut. Tekstur kue lumpur dipengaruhi oleh tingginya kadar air pada puree labu kuning, sehingga semakin tinggi penggunaan puree labu kuning menyebabkan tekstur kue lumpur semakin lembut.
Nilai tekstur uji hedonik tertinggi diperoleh P3 dengan perbandingan 70% terigu dan 30% puree labu kuning yaitu 6,20 (suka), sedangkan nilai tekstur uji skoring terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 5,13 (agak suka). Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kesukaan panelis terhadap tekstur kue lumpur semakin meningkat tetapi mulai menurun pada perlakuan P4. Sehingga dapat disimpulkan bahwa panelis menyukai tekstur kue lumpur yang lembut.
Rasa
Hasil analisis ragam uji skoring dan uji hedonik kue lumpur terhadap rasa menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan
terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa kue lumpur yang dihasilkan. Nilai rasa uji skoring tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 5,93 (khas labu kuning), sedangkan nilai rasa uji skoring terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 3,53 (biasa). Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan rasa kue lumpur semakin khas labu kuning. Rasa kue lumpur yang semakin khas dipengaruhi oleh peningkatan jumlah labu kuning yang digunakan pada kue lumpur.
Nilai rasa uji hedonik tertinggi diperoleh P4 dengan perbandingan 60% terigu dan 40% puree labu kuning yaitu 6,40 (suka), sedangkan nilai rasa uji hedonik terendah diperoleh P0 dengan perbandingan 100% terigu dan 0% puree labu kuning yaitu 4,87 (agak suka). Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kesukaan panelis terhadap rasa kue lumpur semakin meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa panelis menyukai rasa kue lumpur yang cenderung khas labu kuning.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil analisis ragam terhadap penerimaan keseluruhan kue lumpur menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan kue lumpur yang dihasilkan. Nilai penerimaan keseluruhan kue lumpur tertinggi diperoleh P3
dengan perbandingan 70% terigu dan 30% puree labu kuning yaitu 6,20 (suka). Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin meningkat penggunaan puree labu kuning menyebabkan kesukaan panelis terhadappenerimaan keseluruhan kue lumpur semakin meningkat sampai perlakuan P3, namun mulai menurun pada perlakuan P4 yang disebabkan oleh tekstur kue lumpur yang terlalu lembek. Penilaian penerimaan keseluruhan panelis dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tekstur, warna, aroma, dan rasa pada kue.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
-
1. Perbandingan terigu dengan puree labu kuning berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, beta karoten, dan uji sensoris tekstur, warna, aroma, rasa serta penerimaan keseluruhan kue lumpur.
-
2. Perbandingan terigu 70% dengan puree labu kuning 30% memiliki karakteristik terbaik dengan kadar air 43,33%, kadar abu 0,70%, kadar protein 3,88%, kadar lemak 28,67%, kadar karbohidrat 23,42%, β-karoten 142,21 µg/g dan uji sensori warna skoring 4,67 (kuning agak oranye), warna hedonik 6,13 (suka), aroma skoring 5,40 (agak khas labu kuning), aroma hedonik 6,00 (suka), tekstur skoring 6,13 (lembut), tekstur hedonik 6,20 (suka), rasa skoring 5,53 (khas labu kuning), rasa hedonik 6,33 (suka), serta penerimaan keseluruhan 6,20 (suka).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan menggunakan perbandingan terigu 70% dan puree labu kuning 30% dalam pembutan kue lumpur. Selain itu, perlu juga penelitian lebih lanjut penggunaan bahan pangan lokal lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan gizi dari kue lumpur.
DAFTAR PUSTAKA
Anam, C. dan S. Handajani. 2010. Mi Kering Waluh (Cucurbita moschata) dengan Antioksidan Dan Pewarna Alami. Caraka Tani XXV No.1, Maret 2010.
Anonimus. 2016. Indonesia Wheat Flour Cunsumption and Growth. Available from:
http://www.aptindo.or.id/2016/10/28/Ind onesia-wheat-flour-cunsumption-and-growth/. [Diakses pada 23 Mei 2017].
Azizah, T. N. 2009. Kajian Pengaruh Perbandingan Parsial Tepung Terigu dengan Tepung Daging Sapi dalam Pembuatan Kreker terhadap Kerenyahan dan Sifat Sensori Kreker Selama Penyimpanan [skripsi]. Departemen Tekhnologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Fatdhilah, N. 2014. Pengaruh Jumlah Maltrodekstrin dan Lama Pengeringan Terhadap Sifat Organoleptik Sup Labu Kuning Instan.Skripsi PKK FT-UNESA Surabaya.
Fatimah, F., S. Gugule., dan Winursito. 2013. Optimasi Santan Kelapa Instan, prosiding, 2013, seminar Insentif Riset Sinas (Isinas 2013) Jakarta 7-8 November. Asdep Relevansi program Riptek Deputi Bidang relevansi dan produktivitas Iptek kementrian Riset dan teknologi.
Kusmiati, A. 2009. 50 Resep Kue Paling Diminati Koleksi Dapur Mara. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Mudjajanto, E.S. dan L. N. Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya. Jakarta.
Santoso, E. B. 2013. Pengaruh Penambahan Berbagai Jenis Susu Terhadap Sifat Sensoris dan Fisikokimia Puree Labu
Kuning (Cucurbita Moschata). Skripsi. Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Seo, J. S., B. J. Burri, Z. Quan and T. R. Neidlinger. 2005. Extraction and Chromatography of Carotenoids from Pumkin. Journal of Chromatography, (1073): 371-375.
Soenardi, T. 2010. Pustaka Kuliner Lengkap 1500 Resep Masakan Sehat Untuk Bayi Hingga Manula.PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometric. Penerjemah B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Sudarto, Y. 2000. Budidaya Waluh. Kanisius.Yogyakarta.
Suprapti, L. 2005. Selai dan Cake Waluh. Kanisius.Yogyakarta.
Tihan, E. S. T. L. 2014. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Kue Basah. Available from:https://www.scribd.com/doc/13337 0608/Kandungan-Gizi-Beberapa-Jenis-Kue-Basah. [Diakses pada 5 Mei 2016].
Widayati, E dan W. Damayanti. 2007.Aneka Pengolahan dari Labu Kuning. Trubus Agrisarana. Jakarta.
Yanuwardana, Basito dan D. R. A. Muhammad. 2013. Kajian Karakteristik Fisikokimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) Termodifikasi dengan Variasi Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Laktat. Jurnal Teknosains Pangan. 2(2).
Discussion and feedback