PENGARUH KONSENTRASI SUKROSA TERHADAP KARAKTERISTIK YOGHURT DARI SUSU KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca formatypica) DAN KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.)
on
PENGARUH KONSENTRASI SUKROSA TERHADAP KARAKTERISTIK YOGHURT DARI SUSU KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca formatypica) DAN KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.)
Laura Jeanette Christy Dante1, I Ketut Suter2, Luh Putu Trisna Darmayanti2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2 Dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
Email: [email protected]
ABSTRACT
This research was conducted to determine the best sucrose concentration of the best yoghurt characteristic that was made by banana peeled and mung bean milk. The research was using complete randomized block design (CRBD) with sucrose concentration as the treatment which consists of seven levels, there were 0%, 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, 12.5%, and 15%. The parameters observed were total sugar, lactic acid bacteria population, lactic acid (titrable acidity), pH, and sensory characteristics, such as color, flavor, taste, texture, consistency, and overall acceptance. The results showed that the characteristics of banana peeled and mung bean yogurt was affected by sucrose concentration. The best treatment was 7.5% sucrose concentration which had total sugars at 1,71%, lactic acid bacteria populations at 7.3x109 CFU/ml, lactic acid acidity at 0.89%, pH at 3.56, color were slightly like, the flavor were slightly like, the taste were slightly sour and slightly like, the texture were thick, the consistency were homogeny, and overall acceptance were like.
Keywords: Yogurt, banana peeled, mung bean, sucrose
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pengembangan di bidang pangan dilandasi oleh kesadaran bahwa fungsi pangan tidak hanya untuk membuat perut kenyang, namun juga dapat berfungsi sebagai sumber nutrisi yang berguna bagi kesehatan tubuh. Salah satu penelitian yang sedang banyak dikembangkan adalah penelitian mengenai produk pangan yang mengandung bakteri asam laktat. Probiotik merupakan pangan yang mengandung mikroorganisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan inangnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (Anonim, 2001).
Salah satu produk pangan probiotik adalah yoghurt. Yoghurt merupakan produk susu fermentasi yang mengalami proses
fermentasi asam laktat dengan bantuan dari bakteri asam laktat (Kose dan Ocak, 2010). Konsumsi yoghurt dapat memberikan efek positif bagi kesehatan, seperti menurunkan kadar kolesterol dalam darah, menjaga keseimbangan mikroba intestinal, serta mencegah berbagai penyakit, seperti diare, osteoporosis, dan jantung (Yilmaz-Ersan dan Kurdal, 2014).
Karakteristik yoghurt dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jenis susu dan banyaknya gula yang digunakan. Jenis susu yang digunakan dalam pembuatan yoghurt pada umumnya adalah susu sapi. Namun saat ini, telah dilakukan berbagai inovasi terhadap produk yoghurt sehingga yoghurt tidak hanya dapat dibuat dari susu sapi, melainkan dapat dihasilkan dari susu nabati.
Susu nabati yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan yoghurt dalam
penelitian ini adalah susu campuran dari kulit pisang kepok dan kacang hijau. Kulit pisang kepok dipilih untuk memaksimalkan pemanfaatan buah pisang itu sendiri, yaitu dengan mengolah kulitnya menjadi produk baru yang berdaya jual. Menurut Anonim (2014), produksi pisang di Indonesia pada tahun 2012, 2013, dan 2014 secara berturut-turut adalah sebesar 6.189.043 ton, 6.279.279 ton, dan 6.392.306 ton. Selain itu, pisang kepok juga banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri pangan seperti gorengan, pisang sale, dan kolak. Walaupun pemanfaatan buahnya cukup banyak, namun pemanfaatan kulit pisang belum banyak dilakukan sehingga kulit pisang tersebut dibuang begitu saja dan menjadi limbah.
Kulit pisang kepok digunakan karena mengandung karbohidrat dan serat kasar sebesar 18,5 g dan 1,52 g per 100 g kulit pisang kepok (Setiawati et al., 2013; Dewati, 2008). Untuk melengkapi kandungan gizi kulit pisang kepok, maka dilakukan penambahan kacang hijau ke dalam susu. Kacang hijau dipilih karena mengandung zat gizi seperti karbohidrat, protein, kalsium, dan fosfor. Anonim (1989) menyebutkan bahwa kacang hijau mengandung karbohidrat, protein, kalsium dan fosfor secara berturut-turut yaitu sebesar 62,9 g, 22,2 g, 125 mg, dan 320 mg per 100 g bahan. Penelitian Kusmartono dan Wijayati (2012) menyebutkan bahwa karbohidrat dan protein dalam susu kulit pisang dan kacang hijau yang dibuat dengan perbandingan 2:1 adalah sebesar 12,14% dan 8,83%.
Banyaknya sukrosa yang ditambahkan juga dapat mempengaruhi karakteristik yoghurt.
Menurut Hartati et al. (2012), penambahan gula pada susu sebelum proses fermentasi dapat meningkatkan viabilitas bakteri asam laktat. Namun menurut Tamime (2006), konsentrasi gula yang terlalu tinggi justru dapat menghambat pertumbuhan BAL. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mencari jumlah sukrosa yang tepat agar dapat dihasilkan yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau dengan karakteristik yang terbaik.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di UPT. Laboratorium Terpadu Biosains dan Bioteknologi Universitas Udayana, Jl. Raya Kampus Udayana, Bukit Jimbaran mulai bulan Oktober 2015 – Januari 2016.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain; kulit pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica), kacang hijau kupas, isolat Lactobacillus bulgaricus FNCC 0040 dan Streptococcus thermophilus FNCC 0041 yang diperoleh dari PAU UGM, sukrosa (Gulaku), susu skim (Calci Skim), MRS Broth (Pronadisa), MRS Agar (Merck), H2O2 10%, kristal violet, lugol, safranin, immersion oil, alkohol 96%, HCl 4N, NaOH 50%, kertas saring, zat D-glukosa, larutan nelson, arsenomolybdat, indikator phenolphthalein 1%, asam oksalat, NaOH 0,1N, dan akuades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain; eppendorf, tabung reaksi (Iwaki), kaca objek, cover glass, neraca analitik (Shimadzu), magnetic stirrer (Iwaki Stirer BS-
38), jarum ose, pipet mikro (Gilson Pipetman), sentrifuse (Hitachi), vortex (Labinco), cawan petri (Petriq), bunsen, gelas ukur (Pyrex), laminar air flow cabinet (JSBR 9000 SB), inkubator (Memmert), waterbath (Thermologic), mikroskop binokuler, pH meter (TOA ion meter IM 40S), corong, buret (Shibata), labu takar (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), sendok, mangkok, blender (Miyako), termometer, panci, dan kompor (Quantum).
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui percobaan. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan konsentrasi sukrosa yang terdiri atas tujuh taraf, yaitu 0% (S1), 2,5% (S2), 5% (S3), 7,5% (S4), 10% (S5), 12,5% (S6), dan 15% (S7) (b/v). Perlakuan diulang 3 kali (3 kelompok) sehingga diperoleh 21 unit percobaan.
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah total gula dengan metode Nelson-Somogyi (Sudarmadji et al., 1996), total bakteri asam laktat (BAL) dengan metode sebar (Fardiaz, 1993), total asam laktat dengan metode titrasi netralisasi (Anon., 2009a), pH dengan pH meter (Fardiaz, 1993), dan karakteristik sensori yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, konsistensi, dan penerimaan keseluruhan (Soekarto, 1985). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Perlakuan yang berpengaruh nyata, kemudian dianalisis lebih lanjut dengan uji Jarak Berganda Duncan.
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Starter Yoghurt
Penambahan kultur ke dalam starter yoghurt adalah sebanyak 3% (v/v). Total volume masing-masing starter yoghurt adalah 200 ml. Sebanyak 1-2 ose kultur dari stok L. bulgaricus dan S. thermophilus yang ditumbuhkan pada MRS Agar miring dipindahkan ke dalam 6 ml media MRS Broth dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Kultur tersebut kemudian dipanen. Pemanenan dilakukan dengan sentrifuse pada kecepatan 5000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Setelah itu, dilakukan pencucian sel dengan penambahan 6 ml aquades. Proses pencucian sel dilakukan sebanyak tiga kali. Masing-masing kultur hasil panen dimasukkan ke dalam susu yang telah dipasteurisasi pada suhu 85oC selama 15 menit. Kemudian, susu tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam (El-Gizawy et al., 2013; Patil, 2014 yang telah dimodifikasi).
Pembuatan Susu Kulit Pisang Kepok dan Kacang Hijau
Kacang hijau kupas direndam selama 2 jam, lalu ditiriskan. Kacang hijau tersebut kemudian ditimbang sebanyak 125 g. Kacang hijau diblender sampai halus dengan ditambah 200 ml air bersuhu 80oC. Lalu, 250 g kulit pisang dicuci, dipotong dengan ukuran 1x1 cm, dan direbus dalam air bersuhu 100oC selama 5 menit, kemudian diblender sampai halus dengan ditambahkan 300 ml air. Bubur kulit pisang dicampur menjadi satu dengan bubur kacang hijau di gelas ukur berkapasitas 1 liter. Bubur kulit pisang dan kacang hijau lalu ditambahkan dengan air hingga mencapai volume 1 liter. Setelah itu, bubur campuran diblender hingga
bercampur dengan baik. Campuran disaring dengan kain saring sebanyak dua kali hingga diperoleh hasil penyaringan berupa susu tanpa ampas (Kusmartono dan Wijayati, 2012).
Filtrat yang dihasilkan kemudian ditambahkan dengan sukrosa sesuai perlakuan, yaitu sebanyak 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5%, dan 15% dari total bahan. Masing-masing taraf perlakuan ditambahkan 9% susu skim (b/v), lalu dipanaskan di dalam panci hingga mencapai suhu 70oC selama 30 menit. Sebanyak 100 ml susu kulit pisang kepok dan kacang hijau yang telah jadi dimasukkan ke dalam toples kaca yang sebelumnya telah disterilisasi. Sterilisasi toples kaca dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
Pembuatan Yoghurt Susu Kulit Pisang Kepok dan Kacang Hijau
Ke dalam 100 ml susu kulit pisang dan kacang hijau diinokulasikan starter sebanyak 3% (v/v). Starter tersebut terdiri atas gabungan dari bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dengan perbandingan 1:1. Proses inokulasi dilakukan secara aseptis. Kemudian, susu diinkubasi pada suhu 37oC selama 17 jam (Yuliansyah, 2014 yang telah dimodifikasi).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil analisis total gula, total bakteri asam laktat (BAL), total asam laktat, dan pH yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Total gula, total BAL, total asam laktat, dan pH yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang
hijau
Perlakuan Penambahan Sukrosa |
Total Gula (%) |
Total BAL (CFU/ml) |
Total Asam Laktat (%) |
pH |
0% |
0,46 ± 0,095 a |
5,4x108 bc |
0,63 ± 0,113 a |
3,81 ± 0,329 c |
2,5% |
0,94 ± 0,145 b |
2,1x109 d |
0,74 ± 0,120 bc |
3,66 ± 0,256 b |
5% |
1,41 ± 0,287 c |
4,7x109 e |
0,78 ± 0,117 c |
3,60 ± 0,209 ab |
7,5% |
1,71 ± 0,132 d |
7,3x109 f |
0,89 ± 0,167 d |
3,56 ± 0,203 a |
10% |
2,06 ± 0,233 e |
6,8x108 c |
0,75 ± 0,127 c |
3,63 ± 0,216 ab |
12,5% |
2,40 ± 0,126 f |
4,0x108 b |
0,67 ± 0,082 ab |
3,65 ± 0,210 b |
15% |
2,86 ± 0,107 g |
1,7x108 a |
0,61 ± 0,059 a |
3,80 ± 0,212 c |
Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05)
Total Gula
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total gula yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan berbeda sangat nyata. Produk
dengan total gula tertinggi diperoleh dari perlakuan dengan konsentrasi sukrosa 15%, yaitu sebesar 2,86 ± 0,107%, sedangkan produk dengan total gula terendah diperoleh dari perlakuan konsentrasi sukrosa 0%, yaitu sebesar 0,46 ± 0,095%.
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai total gula terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya konsentrasi sukrosa. Peningkatan total gula disebabkan oleh adanya penambahan jumlah sukrosa yang berbeda ke dalam produk, sedangkan jumlah BAL yang ditambahkan sama. Walaupun populasi BAL mengalami peningkatan seiring dengan penambahan jumlah gula, namun banyaknya gula yang terpakai oleh BAL untuk beraktivitas diduga perbedaannya tidak begitu signifikan sehingga grafik kadar gula pun tetap meningkat. Hal ini didukung dengan pernyataan Sintasari et al. (2014) yang menyatakan bahwa selama proses fermentasi, bakteri asam laktat memiliki batasan optimal untuk memanfaatkan gula sebagai sumber energi sehingga tidak semua gula yang terkandung dalam produk dapat difermentasi menjadi asam laktat. Akibatnya jumlah gula yang tersisa akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah gula yang ditambahkan ke dalam produk.
Total Bakteri Asam Laktat (BAL)
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan penambahan sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total bakteri asam laktat yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa total BAL tertinggi diperoleh produk dengan konsentrasi sukrosa 7,5%, yaitu sebesar 7,3x109 CFU/ml, sedangkan total BAL terendah diperoleh produk dengan konsentrasi sukrosa 15%, yaitu sebesar 1,7x108 CFU/ml.
BAL dapat beraktivitas secara maksimum pada yoghurt dengan konsentrasi sukrosa sebesar 7,5%. Total BAL pada taraf tersebut berbeda bila dibandingkan dengan taraf perlakuan konsentrasi sukrosa di bawah 7,5% dimana total BAL mengalami penurunan (Tabel 1). Pada konsentrasi sukrosa 7,5% jumlah gula yang tersedia dalam bahan mencukupi bagi BAL untuk beraktivitas secara maksimal.
Yoghurt dengan perlakuan konsentrasi sukrosa di atas 7,5% mengalami penurunan total BAL hingga mencapai nilai terendah pada konsentrasi sukrosa 15%. Menurut Maryana (2014), hal ini disebabkan konsentrasi sukrosa yang terlalu tinggi menyebabkan kondisi lingkungan hipertonik dan menyebabkan bakteri mengalami plasmolisis.
Dalam SNI Yoghurt (Anon., 2009b) disyaratkan untuk jumlah bakteri asam laktat yang harus terkandung dalam produk yoghurt adalah minimal sebesar 107 CFU/g. Pada penelitian ini, masing-masing taraf perlakuan menghasilkan yoghurt dengan total BAL yang berkisar antara 108 – 1010 CFU/ml, sehingga masih memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh SNI.
Total Asam Laktat
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total asam laktat yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa total asam laktat tertinggi diperoleh produk dengan konsentrasi sukrosa 7,5%, yaitu sebesar 0,89 ± 0,167%, sedangkan total asam laktat terendah diperoleh produk
dengan konsentrasi sukrosa 0% dan 15%, yaitu sebesar 0,63 ± 0,113% dan 0,61 ± 0,059%.
Tingginya asam laktat pada yoghurt dengan penambahan konsentrasi sukrosa sebesar 7,5% disebabkan oleh aktivitas BAL yang optimum dalam memecah gula menjadi asam laktat. Sementara itu, yoghurt dengan penambahan sukrosa sebesar 0% memiliki total asam laktat terendah. Pada taraf konsentrasi ini, bakteri asam laktat diduga memiliki aktivitas yang kurang baik akibat kurangnya jumlah nutrisi yang diperlukan bagi BAL untuk beraktivitas secara optimum. Menurut Nisa (2008), bakteri asam laktat memanfaatkan gula sebagai sumber energi, pertumbuhan, dan menghasilkan metabolit berupa asam laktat selama fermentasi. Semakin besar jumlah gula yang ditambahkan maka substrat yang tersedia bagi mikroba semakin banyak sehingga aktivitasnya meningkat.
Yoghurt dengan penambahan sukrosa sebesar 15% juga memiliki total asam laktat terendah karena pada konsentrasi ini kepekatan gula dalam produk meningkat sehingga menyebabkan BAL mengalami penurunan aktivitas yang berimbas pada menurunnya hasil metabolit BAL berupa asam laktat. Dalam Nisa (2008) disebutkan bahwa konsentrasi sukrosa yang terlalu tinggi dapat menyebabkan ketidakseimbangan osmotik di dalam dan di luar sel sehingga memicu terjadinya lisis pada bakteri dan menyebabkan bakteri mati.
Mengacu pada SNI Yoghurt (Anon., 2009b), jumlah asam laktat pada produk yoghurt adalah sebesar 0,5 – 2,0%, sehingga total asam laktat produk yoghurt pada penelitian
ini yang berkisar antara 0,61 – 0,89% sudah memenuhi kriteria yang disyaratkan dalam SNI.
pH
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai pH yang tinggi diperoleh pada produk dengan perlakuan konsentrasi sukrosa 0% dan 15%, yaitu sebesar 3,81 ± 0,329 dan 3,80 ± 0,212, sedangkan produk dengan nilai pH terendah diperoleh dari perlakuan konsentrasi sukrosa 7,5%, yaitu sebesar 3,56 ± 0,203.
Semakin rendah pH produk menunjukkan semakin besar jumlah asam yang terkandung di dalamnya. Menurut Buckle et al. (1987), adanya asam laktat menimbulkan suasana asam sehingga menghasilkan pH yang rendah pada produk. Rendahnya pH produk dengan konsentrasi sukrosa 7,5% disebabkan aktivitas BAL pada produk optimum sehingga menghasilkan jumlah asam laktat yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Aktivitas BAL optimum karena gula yang terkandung dalam bahan tersedia dalam jumlah yang mencukupi sehingga dapat menunjang aktivitas mikroba.
Tingginya nilai pH pada perlakuan konsentrasi sukrosa 0% dapat dipengaruhi akibat total gula yang terkandung dalam bahan jumlahnya paling sedikit bila dibandingkan dengan total gula pada perlakuan lainnya. Menurut Maryana (2014), gula merupakan komponen gizi dalam produk yang akan dimanfaatkan oleh BAL sebagai sumber energi dan menghasilkan metabolit berupa asam laktat.
Semakin banyak jumlah gula yang tersedia dalam bahan, maka semakin tinggi pula aktivitas BAL yang juga akan berpengaruh pada peningkatan produksi asam laktat.
Kadar gula yang terlalu tinggi juga dapat membunuh BAL yang berakibat pada menurunnya jumlah asam laktat yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan dari tingginya nilai pH pada produk dengan perlakuan konsentrasi sukrosa 15%. Bylund (1995) menyebutkan bahwa penambahan sukrosa yang terlalu banyak ke dalam minuman fermentasi sebelum periode inokulasi atau inkubasi mempunyai efek kurang baik pada aktivitas bakteri karena konsentrasi sukrosa yang tinggi akan mengubah tekanan osmotik dan menurunkan water activity sehingga bakteri mengalami lisis.
Dalam Jay et al. (2005) disebutkan bahwa produk yoghurt berkualitas baik mempunyai pH yang berkisar antara 3,5 – 4,5. Pada penelitian ini, masing-masing taraf perlakuan menghasilkan yoghurt dengan pH yang berkisar antara 3,56 – 3,81 sehingga produk yoghurt pada penelitian ini sudah memenuhi kriteria pH yang disyaratkan.
Karakteristik Sensori
Salah satu parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah parameter sensori, dimana yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau diuji karakteristik sensorinya oleh 15 orang panelis semi terlatih. Karakteristik sensori yang diuji, meliputi warna, aroma, rasa, tekstur/kekentalan, konsistensi, dan penerimaan keseluruhan. Hasil uji sensori dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji organoleptik yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau
Perlakuan Penambahan Sukrosa |
Nilai Rata-Rata Penilaian Sensori | ||||||
Warna* |
H Aroma* |
edonik Rasa* |
Penerimaan Keseluruhan * |
Rasa ** |
Skor Tekstur *** |
Konsistensi **** | |
0% |
5,0 |
4,7 |
3,7 a |
3,9 a |
4,3 |
4,1 ab |
4,4 |
2,5% |
5,1 |
4,7 |
3,9 a |
3,9 a |
3,9 |
4 2 abc |
4,3 |
5% |
5,3 |
4,8 |
4,7 b |
4,4 a |
4,0 |
3,9 a |
4,4 |
7,5% |
5,3 |
5,0 |
5,5 c |
5,5 b |
4,2 |
4,5 abc |
4,7 |
10% |
5,3 |
4,9 |
5,5 c |
5,6 b |
4,1 |
4,5 bc |
4,6 |
12,5% |
5,2 |
5,4 |
5,8 c |
5,7 b |
3,9 |
4,7 c |
4,7 |
15% |
5,4 |
5,1 |
5,5 c |
5,3 b |
3,5 |
4,5 bc |
4,5 |
Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan tidak nyata (P>0,05)
* : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = biasa, 5 = agak suka, 6
= suka, 7 = sangat suka
** : 1 = tidak asam, 2 = agak tidak asam, 3 = biasa, 4 = agak asam, 5 = asam
*** : 1 = tidak kental, 2 = agak tidak kental, 3 = biasa, 4 = agak kental, 5 = kental
**** : 1 = tidak homogen, 2 = agak tidak homogen, 3 = biasa, 4 = agak homogen, 5 = homogen
Warna
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan penambahan sukrosa tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap warna yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau. Panelis menyebutkan bahwa warna dari seluruh perlakuan adalah sama, yaitu berwarna putih kekuningan dengan nilai yang diperoleh berkisar antara 5,0 – 5,4 (agak suka). Warna ini diperoleh dari warna susu yang dihasilkan dari campuran antara kulit pisang kepok dan kacang hijau.
Aroma
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan penambahan sukrosa tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap aroma yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau. Hal ini dikarenakan aroma yang terbentuk pada setiap perlakuan diperkirakan sama oleh panelis. Aroma dari produk yang dihasilkan secara keseluruhan agak disukai oleh panelis dengan nilai yang diperoleh berkisar antara 4,7 – 5,4 (agak suka). Dalam Speer (1998) disebutkan bahwa aroma yang khas pada yoghurt diperoleh dari asam laktat, asetaldehid, asetoin, dan diasetil yang dihasilkan selama proses fermentasi. Aroma khas yoghurt tersebut terdapat pada setiap taraf perlakuan sehingga panelis memberikan penilaian yang relatif sama.
Rasa
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan penambahan sukrosa tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap rasa skor, namun berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap rasa hedonik yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau.
Produk dengan taraf penambahan sukrosa 7,5% sampai 15% lebih disukai oleh panelis daripada produk dengan taraf konsentrasi sukrosa 0% sampai 5%. Panelis memberikan nilai berkisar antara 5,5 – 5,8 yang menunjukkan bahwa mereka suka terhadap yoghurt dengan taraf tersebut. Konsentrasi sukrosa pada taraf tersebut diduga mampu menutupi rasa sepat yang berasal dari kulit pisang.
Menurut panelis, rasa yang dihasilkan pada yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau secara keseluruhan adalah agak asam. Dalam Yusmarini et al. (1998), disebutkan bahwa selama fermentasi akan terbentuk asam organik yang menimbulkan citarasa asam yang khas pada yoghurt.
Tekstur
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan penambahan sukrosa berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tekstur yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau. Produk dengan taraf konsentrasi sukrosa 12,5% dinilai paling kental dibandingan produk lainnya. Panelis memberikan nilai 4,7 yang menunjukkan bahwa yoghurt tersbut kental. Kekentalan produk dapat diakibatkan adanya penambahan sukrosa dalam jumlah yang cukup banyak dan penggumpalan protein dalam susu sebagai akibat dari terbentuknya asam laktat. Dalam Nofrianti et al. (2013) disebutkan bahwa pada saat proses fermentasi yoghurt, terjadi penggumpalan protein karena asam laktat yang dihasilkan oleh Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Penggumpalan
protein membuat tekstur yoghurt menjadi kental.
Produk dengan taraf konsentrasi sukrosa 5% dinilai tidak sekental produk lainnya. Panelis memberikan nilai 3,9 yang menunjukkan bahwa yoghurt tersebut agak kental. Hal ini diduga disebabkan oleh penambahan sukrosa pada produk masih berada dalam taraf yang rendah sehingga aktivitas BAL dalam memproduksi asam laktat menjadi kurang optimum dan menyebabkan hanya sedikit jumlah protein yang dapat menggumpal pada susu.
Konsistensi
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan penambahan sukrosa tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap konsistensi yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau. Berdasarkan uji skor, panelis memberi nilai berkisar antara 4,4 (agak homogen) – 4,7 (homogen).
Konsistensi yoghurt yang dimaksud adalah terbentuknya cairan kental atau padatan yang homogen (Anon., 2009b). Dalam hal ini, penentuan homogen atau tidaknya yoghurt dinilai dari kemampuan komponen padat dan cairan pada yoghurt untuk menyatu setelah diaduk. Panelis menyebutkan bahwa konsistensi yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau yang dihasilkan secara keseluruhan adalah agak homogen hingga homogen. Konsistensi secara umum dapat dipengaruhi oleh jumlah sukrosa yang ditambahkan. Sukrosa sebagai salah satu jenis gula diketahui memiliki kemampuan untuk mengikat air dan membentuk struktur gel yang kuat pada yoghurt (Winarno, 1992). Semakin banyak jumlah gula yang
ditambahkan, maka semakin banyak air yang dapat diikat oleh komponen gula, sehingga menyebabkan tekstur produk yoghurt yang dihasilkan menjadi lebih kental dan homogen.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan penambahan sukrosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau. Yoghurt dengan taraf konsentrasi 7,5% sampai 15% lebih disukai oleh panelis dibandingkan produk dengan taraf konsentrasi sukrosa 0% sampai 5%. Hal ini diduga karena yoghurt pada taraf konsentrasi sukrosa tersebut mampu memberikan rasa asam dan tekstur kental yang disukai oleh panelis, serta jumlah sukrosa yang ditambahkan mampu menutupi rasa sepat yang berasal dari kulit pisang.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata terhadap total gula, total bakteri asam laktat (BAL), total asam laktat, pH, rasa hedonik, dan penerimaan keseluruhan, serta berpengaruh nyata terhadap tekstur dari yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau, tetapi tidak berpengaruh terhadap warna, aroma, rasa skor, dan konsistensi yoghurt tersebut. Yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau terbaik diperoleh pada yoghurt yang menggunakan konsentrasi sukrosa sebesar 7,5% dengan karakteristik sebagai berikut: total gula 1,71%, total BAL 7,3x109 CFU/ml, total asam laktat 0,89%, pH 3,56, warna 5,3 (agak suka), aroma 5,0 (agak suka),
rasa hedonik 5,5 (suka), rasa skor 4,2 (agak asam), tekstur 4,5 (kental), konsistensi 4,7 (homogen), dan penerimaan keseluruhan 5,5 (suka).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan menggunakan konsentrasi sukrosa sebesar 7,5% dalam pembuatan produk yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau. Selain itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai nutrisi yang terkandung dalam yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau, umur simpan yoghurt, dan penggunaan bahan pemanis lainnya terhadap mutu dari produk yoghurt tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Daftar Komposisi Bahan Pangan. Bharata Karya, Jakarta
Anonim. 2001. Probiotics in Food: Health and Nutritional Properties and Guidelines for Evaluation. FAO Food and Nutrition Paper, Cordoba
Anonim. 2009a. Minuman Susu Fermentasi Berperisa. SNI 7552:2009. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
Anonim. 2009b. Yogurt. SNI 2981:2009. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
Anonim. 2014. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura. Diakses dari http://hortikultura.pertanian.go.id pada 8 April 2016
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta
Bylund, G. 1995. Dairy Processing Handbook: Tetra Pak. Lund, Sweden
Dewati, R. 2008. Limbah Kulit Pisang Kepok sebagai Bahan Baku Pembuatan Ethanol. [monograf]. UPN, Surabaya
El-Gizawy, S. A., S. B. Olfat, O. M. Sharaf, K.
El-Shafei, F. A. Fathy, H. S. El-Sayed.
2013. Effect of Growth Conditions on
the Production of Exopolysaccharides by Microencapsulated Lactobacillus bulgaricus and Use it to Improve Quality of Kareish Cheese. Journal of Applied Sciences Research, 9(2), hlm. 1097-1109
Fardiaz. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Hartati, A. I., Y. B. Pramono dan A. M. Legowo. 2012. Lactose and Reduction Sugar Concentrations, pH and the Sourness of Date Flavored Yogurt Drink as Probiotic Beverage. Journal of Applied Food Technology, Vol. 1 No. 1, hlm 1-3
Jay, J. M., M. J. Loser, dan D. A. Golden. 2005. Modern Food Microbiology. Springer, New York
Kose dan E. Ocak. 2010. Changes Occuring in Plain, Straining and Winter Yogurt During the Storage Periods. African Journal of Biotechnology, 10(9), hlm. 1646-1650
Kusmartono, B., Wijayati, M.I. 2012. Pembuatan Susu dari Kulit Pisang dan Kacang Hijau. [jurnal]. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi Periode III, Yogyakarta
Maryana, D. 2014. Pengaruh Penambahan Sukrosa terhadap Jumlah Bakteri dan Keasaman Whey Fermentasi dengan Menggunakan Kombinasi Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus
acidophilus. [skripsi]. Universitas
Hasanuddin, Makassar
Nisa, F. C., J. Kusnadi, dan R. Chrisnasari. 2008. Viabilitas dan Deteksi Subletal Bakteri Probiotik pada Susu Kedelai Fermentasi Instan Metode Pengeringan Beku (Kajian Jenis Isolat dan Konsentrasi Sukrosa sebagai
Krioprotektan). Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 9 No. 1, hlm. 40-51
Nofrianti, R., F. Azima, dan R. Eliyasmi. 2013. Pengaruh Penambahan Madu terhadap Mutu Yoghurt Jagung. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 2 No. 2, hlm. 60-67
Patil, S. R. 2014. Effect of Blackgram (Phaseolus mungo) Husk on Microbial, Physiochemical and Sensory Attributes of Synbiotic Yogurt. International Journal of Scientific Engineering and
Research (IJSER), Vol. 2, Issue, hlm. 46-50
Setiawati, D. R., A. R. Sinaga, dan T. K. Dewi. 2013. Proses Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, hlm. 9-15
Sintasari, R. A., J. Kusnadi, dan D. W. Ningtyas. 2014. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Susu Skim dan Sukrosa terhadap Karakteristik Minuman Probiotik Sari Beras Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3, hlm. 65-75
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Industri Pertanian. Bharata, Jakarta
Speer, E. 1998. Milk and Diary Product Technology. Marcel Dekker Inc., New York
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta
Tamime, A. 2006. Fermented Milk. Blackwell Science, United Kingdom
Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta
Yilmaz-Ersan, L. dan E. Kurdal. 2014. The Production of Set-Type-Bio-Yoghurt with Commercial Probiotic Culture. International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol. 5, No. 5, hlm. 402-408
Yuliansyah, M. H. N. 2014. Potensi Isolat Lactobacillus sp. SKG34 dari Susu Kuda Liar sebagai Starter Pembuatan Yoghurt. [skripsi]. Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
Yusmarini, Adnan, dan Hadiwiyoto. 1998. Perubahan Oligosakarida Pada Susu Kedelai dalam Proses Pembuatan Yoghurt. Berkala Penelitian Pasca Sarjana (BPPS). Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Discussion and feedback