Pengaruh Proporsi Terigu dan Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Terhadap Karakteristik Brownis Panggang
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Ketut Ayurina S.D. dkk. /Itepa 12 (4) 2023 1114-1124
ISSN : 2527-8010 (Online)
Pengaruh Proporsi Terigu dan Tepung Sukun (Artocarpus altilis terhadap Karakteristik Brownis Panggang
Effect of Proportion of Wheat and Breadfruit Flour (Artocarpus altilis) on the Characteristics of Baked Brownis
Ketut Ayurina Singarsari Diasaputri, Ni Nyoman Puspawati, Putu Suparthana
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit, Jimbaran, Badung-Bali.
* Penulis korespondensi: Ni Nyoman Puspawati, Email : [email protected]
Abstract
Brownies is a soft textured cake with a distinctive chocolate flavor. This study aims to determine the effect of adding breadfruit flour on the characteristics of brownies and determine the right proportion of breadfruit flour to produce brownies with the best characteristics. The experimental design used in this study was a completely randomized design (CRD) with the addition of breadfruit flour consisting of 6 treatment levels: 0%, 5%, 10%, 15%, 20% and 25%. Each treatment was repeated 3 times to obtain 18 experimental units. Data were analyzed using variance and in the treatment which showed a significant effect followed by the Duncan Multiple Range Test (DMRT). The results showed that the addition of breadfruit flour had a significant effect on water content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, crude fiber content, hedonic tests (color, texture, taste and aroma) and scoring tests (texture and taste). The addition of breadfruit flour as much as 15% produces the best product with the characteristics of a moisture content of 17.19%, ash content of 1.55%, protein content of 4.46%, fat content of 27.40%, carbohydrate content of 49.38%, crude fiber content of 8 .50%, preferred color, preferred soft texture, preferred brownie distinctive taste, preferred aroma and preferred overall acceptability.
Keywords: Brownies, Breadfruit Flour, Characteristic.
PENDAHULUAN
Brownis merupakan salah satu jenis cake dengan ciri khas memiliki warna coklat kehitaman dengan tekstur yang lembut dan tidak membutuhkan pengembangan gluten (Sulistiyo, 2006). Pembuatan brownis pada umumnya menggunakan bahan baku terigu, namun terigu adalah salah satu produk impor, dimana itu masih menjadi permasalahan di Indonesia akan ketergantungan terhadap terigu. Ketergantungan ini dikarenakan masih banyak produk pangan yang diolah
menggunakan terigu. Oleh karena itu, upaya penganekaragaman olahan produk brownis ini perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap gandum dengan cara mengganti terigu dengan sumber karbohidrat lokal untuk pembuatan brownis seperti memanfaatkan buah sukun. Sukun (Artocarpus altilis) merupakan salah satu jenis tanaman yang biasanya dibudidayakan untuk dikonsumsi buahnya. Buah sukun yang telah dimasak cukup bagus sebagai sumber vitamin A, B komplek dan vitamin C (Makmur, 1999). Selain itu sukun juga
mengandung karbohidrat serta mineral seperti fosfor. Menurut Angkasa (1994) kandungan karbohidrat pada sukun cukup tinggi yakni sebesar 78,9%. Sukun berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai salah satu sumber karbohidrat pengganti terigu. Sukun merupakan buah yang mengandung pati cukup tinggi sebesar 77,48% (Akanbi et al., 2009). Selain sebagai sumber karbohidrat, sukun juga tinggi serat sebesar 4,9% (Biyumna et al., 2017). Pemanfaatan sukun masih terbatas pada makanan tradisional seperti keripik dan sukun goreng (Melisa, 2014). Sukun memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi tepung untuk meningkatkan pemanfaatannya. Tepung sukun mengandung kandungan nutrisi seperti protein 3,6 g, lemak 0,8 g, karbohidrat 78,9 g, vitamin B20 17 mg, B10 34 mg, vitamin C 47,6 mg, kalsium 58,8 mg, fosfor 165,2 mg, zat besi 1,1 mg, kadar air antara 2-6% (Moulina, 2018). Selain itu tepung sukun juga kaya akan serat dan rendah kalori. Berdasarkan penelitian oleh Sitohang et al. (2015), dinyatakan bahwa penggunaan 25% tepung sukun dalam pembuatan kue kering dapat menghasilkan kadar serat kasar sebesar 2,84%. Izzatul (2017) menyatakan bahwa perbandingan 20% tepung sukun : 80% terigu pada pembuatan bolu kering memberikan hasil terbaik dengan karakteristik yang dapat diterima oleh panelis. Tepung sukun dapat digunakan sebagai pensubtitusi terigu dalam pembuatan brownis panggang dan bolu
kering. Terigu tinggi akan karbohidrat namun rendah serat. Oleh karena itu untuk memperbaiki sifat fungsional dari brownis panggang dilakukan dengan penambahan tepung sukun sebagai substitusi dari terigu. Namun penelitian berkaitan dengan seberapa jauh tepung sukun dapat dijadikan substitusi terigu dalam pembuatan brownis panggang masih belum dilakukan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian pengaruh penambahan dari tepung sukun terhadap karakteristik brownis panggang.
METODE
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain terigu protein sedang (Segitiga Biru), tepung sukun (Lingkar Organik), coklat batang (Diamond), coklat bubuk (Rajawali), telur, margarin (Forvita), gula pasir (Gulaku). Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia adalah tablet kjeldahl, aquades, H2SO4 pekat, alkohol 95%, NaOH, indikator PP (phenolphtalin), heksan, asam borat, dan HCl.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain mixer, panci, kompor gas, pisau, oven, sendok makan, solet, saringan tepung, talenan, wadah penyimpan, loyang alumunium, kertas roti, dan timbangan. Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia adalah penjepit cawan,
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, Ketut Ayurina S.D. dkk. /Itepa 12 (4) 2023 1114-1124 cawan porselin, muffle, oven, lumpang,alat destilasi, timbangan analitik, kertas saring, labu kjeldahl, pinset, tabung reaksi, pipet volume, gelas ukur, gelas beker, ruang asam, destilator, eksikator, kompor listrik, pipet tetes, destructor, labu erlenmeyer, pompa karet/boult, labu takar, pendingin balik, dan pengering, indikator phenolphthalein, buret. Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Brownis Panggang
Pelaksanaan penelitian dari pembuatan brownis panggang ini mengacu pada Risma (2017) yang dimodifikasi. Pembuatan brownis panggang dilakukan dengan penimbangan seluruh bahan. Gula pasir dan telur dicampur menggunakan mixer dengan kecepatan tinngi selama 5 menit hingga mengembang. Proses selanjutnya dimasukkan margarin dan coklat batang yang telah dilelehkan lalu dicampur kembali dengan mixer selama 1 menit hingga tercampur rata. Telur yang dikocok dan margarin serta coklat batang yang telah dilelehkan dilakukan pencampuran dengan terigu (100%, 95%, 90%, 85%, 80%, 75%), tepung sukun (0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%) dan coklat bubuk yang telah dilakukan pengayakan dan dicampur dengan spatula.Adonan brownis dituang ke dalam loyang yang sudah diolesi margarin atau dilapisi kertas roti. Selanjutnya adonan dipanggang selama 45 menit dengan suhu 170℃.
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air dengan menggunakan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu dengan menggunakan metode pengabuan (Sudarmadji et al., 1997), kadar protein dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1997), kadar lemak dengan menggunakan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar karbohidrat dengan menggunakan metode analisa Carbohydrate by different (Sudarmadji et al., 1997), dan pengujian sensoris
menggunakan metode uji hedonik dan uji skoring terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan (Soekarto, 1985).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku
Hasil analisis terhadap bahan baku dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengujian terhadap tepung sukun menunjukan bahwa kadar air tepung sukun lebih rendah dibanding terigu. Hal ini disebabkan karena tepung sukun memiliki kandungan amilosa yang cukup tinggi. Kandungan amilosa pada tepung sukun sebesar 29,18% (Tanaka et al., 2019). Amilosa memiliki banyak gugus hidroksil sehingga menyebabkan amilosa menjadi higroskopis (Winarno, 2004).
Tabel 1. Hasil analisis terigu dan tepung sukun
Komponen |
Terigu |
Tepung Sukun |
Kadar Air (% b/b) |
11,92 |
9,04 |
Kadar Abu (% b/b) |
0,39 |
4,54 |
Kadar Protein (%) |
8,51 |
0,85 |
Kadar Lemak (% b/b) |
3,36 |
5,71 |
Kadar Karbohidrat (%) |
73,48 |
82,22 |
Kadar Serat Kasar (% b/b) |
4,15 |
10,17 |
Namun gugus hidroksil tersebut mudah terlepas selama proses pemanasan sehingga menyebabkan amilosa memiliki sifat yang kering. Kadar abu dari tepung sukun lebih tinggi daripada terigu. Tingginya abu pada tepung sukun erat kaitannya dengan kandungan mineral yang terkandung dalam sukun. Hassan et al. (2014) melaporkan tepung sukun mengandung beberapa mineral seperti kalsium (58,8 mg/100g), fosfor (165,2 mg/100g), dan zat besi (1,1 mg/100 g). Kadar protein tepung sukun masih lebih rendah ketimbang terigu. Terigu terkandung protein khas yakni gluten (Biesiekierski, 2007). Gluten tidak dimiliki oleh tepung sukun. Kadar lemak tepung sukun sedikit lebih tinggi daripada terigu. Lemak nabati memiliki manfaat untuk menjaga kesehatan tubuh, termasuk menurunkan kadar kolesterol dan mencegah penyakit jantung. Kadar karbohidrat tepung sukun lebih tinggi apabila dibandingkan dengan terigu. Menurut Sugito dan Hayati (2006), bahwa kadar karbohidrat yang dihitung secara by
different dipengaruhi komponen nutrisi lain, dimana semakin rendah komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan semakin tinggi. Kadar karbohidrat yang tinggi pada tepung sukun berpotensi untuk menggantikan terigu. Kadar serat kasar tepung sukun jauh lebih tinggi daripada terigu. Serat kasar merupakan senyawa yang tidak dapat dicerna oleh pencernaan manusia serta tidak larut dalam asam (H2SO4) dan basa (NaOH). Menurut Lopulalan et al. (2013) dalam Wulandari et al. (2016), kadar serat kasar yang tinggi baik bagi tubuh karena serat dapat mengatur terjadinya gerakan usus dan mencegah konstipasi (sulit buang air besar) dengan memberikan muatan pada sisa makanan yang ada dalam usus besar.
Karakteristik Kimia
Hasil analisis kimia terhadap brownis dengan penambahan tepung sukun meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, brownis dengan penambahan tepung sukun.
Perlakuan |
Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak |
P0 P1 P2 P3 P4 P5 |
19,55±0,26a 1,40±0,04b 6,06 ±0,77a 27,12 ±0,03c 18,33±0,39b 1,47±0,08ab 5,31 ±0,43ab 27,15 ±0,02bc 17,74±0,37bc 1,55±0,09ab 4,55 ±0,74bc 27,22±0,05abc 17,19±0,31cd 1,55±0,05ab 4,46 ±0,63bc 27,40 ±0,08a 17,14±0,36cd 1,65±0,04ab 3,91 ±0,59c 27,34 ±0,06ab 16,64 ±0,38d 1,72 ±0,35a 3,80 ±0,19c 27,36 ±0,23a |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 3. Nilai rata-rata kadar karbohidrat dan kadar serat kasar brownis dengan penambahan tepung sukun.
Perlakuan |
Kadar Karbohidrat |
Kadar Serat Kasar |
P0 |
45,85 ±0,58d |
7,42 ±0,57c |
P1 |
47,73 ±0,86c |
7,68 ±0,22c |
P2 |
48,92 ±0,36b |
7,96 ±0,23c |
P3 |
49,38 ±0,56ab |
8,50±0,06b |
P4 |
49,95 ±0,66ab |
8,84 ±0,12b |
P5 |
50,47 ±0,54a |
9,68 ± 0,26a |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).
Kadar Air
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap kadar air brownis. Tabel 2 menunjukan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 sebesar 19,55% dan berbeda nyata terhadap perlakuan-perlakuan lainnya. Kadar air menurun disebabkan karena kadar air tepung sukun yang lebih rendah daripada terigu. Kadar air tepung sukun sebesar 9,04% sedangkan terigu sebesar 11,92%. Penambahan tepung sukun menyebabkan peningkatan serat kasar pada adonan brownis. Serat kasar pada tepung sukun cukup tinggi
sebesar 10,17%. Selain itu penurunan kadar air juga diduga disebabkan karena tepung sukun memiliki kandungan amilosa yang cukup tinggi. Kandungan amilosa pada tepung sukun sebesar 29,18% (Tanaka et al., 2019). Amilosa memiliki banyak gugus hidroksil sehingga menyebabkan amilosa menjadi higroskopis (Winarno, 2004). Namun gugus hidroksil tersebut mudah terlepas selama proses pemanasan sehingga menyebabkan amilosa memiliki sifat yang kering. Jika dibandingan dengan SNI 01- 3840-1995 tentang syarat mutu roti manis, kadar air pada produk tidak melebihi 40%. Kadar air brownis dengan penambahan tepung sukun telah
memenuhi standar yang ditetapkan.
Kadar Abu
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap kadar abu brownis. Tabel 2 menunjukan kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 sebesar 1,72% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 sampai P4 sedangkan kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan P0 sebesar 1,40%. Kadar abu brownis meningkat karena kandungan abu pada tepung sukun yang lebih tinggi dibandingkan dengan terigu. Tepung sukun mengandung abu sebesar 4,54% sedangkan terigu mengandung abu sebesar 0,39%. Hal ini sejalan dengan penelitian Surachman et al. (202 2) yang menyatakan bahwa kadar abu bolu kukus akan meningkat berkisar 0,63%-1,13% seiring dengan semakin tinggi substitusi dengan tepung sukun. Keberadaan abu pada bahan erat kaitannya dengan kadar mineral yang terkandung didalamnya (Sudarmadji, 1997). Hassan (2014) melaporkan tepung sukun mengandung beberapa mineral seperti kalsium (58,8 mg/100g), fosfor (165,2 mg/100g), dan zat besi (1,1 mg/100 g). Penambahan tepung sukun pada adonan brownis dapat digunakan sebagai sumber mineral alami. Mineral dalam tubuh dapat berfungsi sebagai katalis reaksi biokimia dalam tubuh dan berfungsi sebagai kofaktor enzim. Jika dibandingan dengan SNI 013840-1995 tentang syarat mutu roti manis, kadar abu pada produk brownis tidak melebihi
3%. Kadar abu brownis dengan penambahan tepung sukun telah memenuhi standar yang ditetapkan.
Kadar Protein
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap kadar protein brownis. Tabel 2 menunjukan kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 dan tidak berbeda nyata dengan P1 sebesar 6,06% dan 5,31% sedangkan kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan P5 sebesar 3,08%. Kadar protein brownis menurun seiring dengan penambahan tepung sukun. Hal ini disebabkan karena kandungan protein pada tepung sukun yang lebih rendah daripada terigu. Tepung sukun mengandung protein sebesar 0,85%, sedangkan terigu sebesar 8,51%. Hasil serupa diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Surachman et al. (2022) menyatakan bahwa semakin banyak proporsi tepung sukun dalam adonan bolu kukus akan menurunkan kadar protein dari bolu kukus berkisar 7,59%-4,96%. Kandungan protein pada terigu akan berpengaruh terhadap daya kembang produk karena kandungan gluten yang dibutuhkan dalam proses pengembangan adonan (Wipradnyadewi, 2016). Menurut Astawan (2009) brownis tidak membutuhkan pengembangan gluten dikarenakan brownis memiliki tekstur lebih padat dari cake pada umumnya.
Kadar Lemak
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun
berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap kadar lemak brownis. Tabel 2 menunjukan kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan P3dan tidak berpengaruh nyata dengan P5 sebesar 27,40% dan 27,36% sedangkan kadar lemak terendah diperoleh pada perlakuan P0 (0%) sebesar 27,12%. Kadar lemak brownis cenderung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan proporsi tepung sukun. Hal ini disebabkan karena kadar lemak tepung sukun sebesar 5,71% sedangkan terigu sebesar 3,36%. Proses pemasakan akan mempengaruhi kadar air dari brownis, apabila kadar air dalam suatu bahan menurun sehingga berat pembagi bahan akan lebih rendah karena kadar airnya telah berkurang dan menghasilkan persentase bahan yang lain meningkat salah satunya adalah lemak. Lemak yang terkandung dalam tepung sukun merupakan lemak nabati. Lemak nabati adalah lemak baik yang berasal dari tumbuhan. Ada berbagai manfaat lemak nabati untuk menjaga kesehatan tubuh, termasuk menurunkan kadar kolesterol dan mencegah penyakit jantung. Lemak nabati berbeda dengan lemak jenuh dan lemak trans yang justru dapat berkontribusi meningkatkan jumlah kolesterol jahat (low density lipoprotein/LDL) dalam darah dan memicu munculnya berbagai penyakit dalam tubuh Kadar Karbohidrat
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap kadar karbohidrat brownis. Tabel 3 menunjukan
kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 dan P3 sebesar 50,47%, 49,95% dan 49,38% sedangkan kadar karbohidrat terendah diperoleh pada perlakuan P0 (0%) yakni sebesar 45,85%. Kadar karbohidrat pada brownis mengalami peningkatan seiring dengan semakin tinggi proporsi tepung sukun. Hal ini disebabkan kadar karbohidrat pada tepung sukun yang cukup tinggi sebesar 82,22% sedangkan terigu sebesar 73,48%. Hal ini sesuai dengan penelitian Sugito dan Hayati (2006), bahwa kadar karbohidrat yang dihitung secara by different dipengaruhi komponen nutrisi lain, dimana semakin rendah komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya semakin tinggi komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan semakin rendah. Kandungan pati yang terkandung pada bahan baku sangat berpengaruh pada kadar karbohidrat pada brownis, kandungan pati pada terigu sebesar 76 % (Puspanti, 2005), kandungan pati pada tepung sukun sebesar 77,48% (Akanbi et al., 2009).
Kadar Serat Kasar
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap kadar serat kasar brownis. Tabel 3 menunjukan kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 yakni sebesar 9,68% dan berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan lainnya. Sedangkan kadar serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan P0 yakni sebesar
7,42%. Kadar serat kasar pada brownis meningkat karena kandungan serat kasar pada tepung sukun lebih tinggi daripada terigu. Tepung sukun mengandung serat kasar sebesar 10,17% sedangkan terigu sebesar 4,15%. Hal ini sejalan dengan penelitian Sabatini et al. (2021) yang menyatakan bahwa kadar serat kasar pada donat mengalami peningkatan seiring dengan penambahan tepung sukun, yakni berkisar antara 7,86%-13,13%. Serat kasar merupakan senyawa yang tidak dapat dicerna oleh pencernaan manusia serta tidak larut dalam asam (H2SO4) dan basa (NaOH). Menurut Lopulalan et al. (2013) dalam Wulandari et al. (2016), kadar serat kasar yang tinggi baik bagi tubuh karena serat dapat mengatur terjadinya gerakan usus dan mencegah konstipasi (sulit buang air besar) dengan memberikan muatan pada sisa makanan yang ada dalam usus besar.
Karakteristik Sensoris
Hasil analisis karakteristik terhadap brownis dengan penambahan tepung sukun meliputi uji hedonik terhadap warna, tekstur, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan serta pengujian skoring terhadap tekstur danrasa yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Warna
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap warna brownis. Tabel 4 menunjukan penilaian tertinggi terhadap warna brownis
diperoleh pada perlakuan P0 sebesar 6,35 dengan kriteria suka. Hal ini sejalan dengan analisa stastistik dimana penilaian terhadap warna brownis pada perlakuan P0 tidak berbeda nyata dengan P2 dan P3 dengan kriteria penerimaan suka. Tepung sukun memiliki warna putih kecoklatan, hal ini disebabkan adanya reaksi browning selama proses pengeringan tepung. Namun hal tersebut dinilai tidak terlalu mempengaruhi warna dari brownis yang dihasilkan karena dalam adonan brownis dilakukan penabahan bubuk coklat dan coklat leleh yang akan menutupi warna dari tepung sukun.Hal ini ditunjukan pada brownis dengan penambahan 25% tepung sukun yang masih dapat diterima oleh panelis dengan kriteria agak suka.
Tekstur
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap hedonik dan skoring tekstur brownis. Tabel 4 menunjukan penilaian terhadap tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 sebesar 6,30 yang tidak berbeda nyata dengan P0 sebesar 6,25 dengan kriteria suka, sedangkan penilaian terhadap tekstur terendah diperoleh pada perlakuan P5 sebesar 5,57 dengan kriteria suka. Hal ini menunjukan penerimaan panelis terhadap tekstur brownis cenderung stabil dengan kriteria suka.
Tabel 4. Hasil pengujian hedonik terhadap brownis dengan penambahan tepung sukun
Penambahan Warna Tekstur Rasa Aroma Tepung Sukun |
Penerimaan Keseluruhan |
P0 6,35±0,59a 6,25 ± 0,44a 6,35 ± 0,59a 6,15 ± 0,81ab P1 5,95±0,83ab 6,25 ± 0,44a 6,05 ± 0,51ab 6,05 ± 0,94ab P2 6,30 ± 0,47a 6,20 ±0,62ab 6,15 ± 0,67ab 6,35 ± 0,67a P3 6,20 ± 0,70a 6,30 ± 0,47a 6,25 ± 0,72a 6,15 ± 0,59ab P4 5,85 ± 0,93ab 5,80 ±0,77bc 5,65 ± 0,67bc 5,80 ± 0,95ab P5 5,45 ± 1,50b 5,57 ± 1,02c 5,25 ± 1,21c 5,70 ± 0,92b |
6,05 ± 0,60a a 5,90 ± 0,85 6,15 ± 0,67a 6,15 ± 0,67a a 5,65 ± 0,93 a 5,60 ± 1,14 |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 5. Hasil pengujian skoring terhadap brownis dengan penambahan tepung sukun
Perlakuan |
Tekstur Rasa |
P0 P1 P2 P3 P4 P5 |
2,65 ± 0,49a 2,95 ± 0,22a 2,50 ± 0,51ab 2,60 ± 0,50ab 2,45 ± 0,51ab 2,60 ± 0,50ab 2,30 ± 0,47ab 2,45 ± 0,51b 2,20 ± 0,52b 2,05 ± 0,76c 2,15 ± 0,67b 2,00 ± 0,65c |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 5 menunjukan skoring terhadap tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 yakni sebesar 2,65 yang berbeda tidak nyata dengan P1, P2 dan P3, namun dari kriteria sensoris perlakuan P1 menunjukkan penerimaan dengan kriteria sangat empuk meskipun secara statistik berbeda tidak nyata. Sedangkan penerimaan terhadap tekstur terendah diperoleh pada perlakuan P5 yakni sebesar 2,15 dengan kriteria empuk. Adanya penambahan tepung sukun menyebabkan penurunan tingkat keempukan pada brownis. Hal ini diduga karena semakin tinggi penambahan tepung sukun menyebabkan protein gluten pada terigu semakin menurun yang menyebabkan
adonan menjadi kering dan kurang empuk. Menurut Wipradnyadewi, (2016) kandungan protein terigu akan berpengaruh terhadap daya kembang karena kandungan gluten yang dibutuhkan dalam proses pengembangan adonan yang akan menyebabkan adonan menjadi empuk.
Rasa
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap uji hedonik dan skoring rasa brownis. Tabel 4 menunjukan penerimaan terhadap rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 yakni sebesar 6,35 yang secara sensoris perlakuan P0 sampai P4 memiliki penerimaan disukai
oleh panelis sedangkan penerimaan terhadap rasa terendah diperoleh pada perlakuan P5 yakni sebesar 5,25 dengan kriteria agak suka. Hal ini menunjukan penambahan tepung sukun sebanyak 25% pada brownis panggang masih dapat diterima oleh panelis. Tabel 5 menunjukan skoring terhadap rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 yakni sebesar 2,95 dengan kriteria sangat khas brownis yang berbeda tidak nyata dengan P1 dan P2 yakni sebesar 2,60. Sedangkan skoring rasa terendah diperoleh pada perlakuan P5 yakni sebesar 2,00 dengan kriteria khas brownis. Semakin tinggi proporsi tepung sukun akan menurunkan skoring rasa dari brownis. Hal ini disebabkan tepung sukun memiliki rasa yang khas seperti langu dan agak getir yang disebabkan akibat adanya senyawa tannin. Aroma
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap aroma brownis. Tabel 4 menunjukan penerimaan tertinggi terhadap aroma brownis diperoleh pada perlakuan P2 yakni sebesar 6,35 dengan kriteria suka yang berbeda tidak nyata dengan P0, P1, P3 dan P4. Perlakuan P5 menunjukkan penerimaan yang sama dengan kriteria suka meskipun secara statistik berbeda nyata dengan perlakuan P0. Tepung sukun memiliki aroma khas langu yang kurang digemari oleh panelis, sehingga semakin tinggi penambahan tepung sukun akan
menurunkan penerimaan panelis terhadap aroma produk. Aroma khas langu yang ada pada tepung sukun ditimbulkan akibat senyawa tannin. Namun aroma langu tersebut masih dapat ditutupi dengan penambahan coklat yang memberi aroma coklat pada brownis.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung sukun tidak berpengaruh nyata (P >0,05) terhadap penerimaan keseluruhan panelis terhadap brownis. Tabel 4 menunjukan penerimaan keseluruhan panelis terhadap brownis berkisar antara 5,60-6,15 dengan kriteria suka. Peningkatan jumlah tepung sukun pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penerimaan keseluruhan brownis pada tiap perlakuan. Hal ini menunjukan penambahan tepung sukun sebanyak 25% pada brownis panggang masih dapat diterima oleh panelis.
KESIMPULAN
Penambahan tepung sukun berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, warna tekstur rasa dan aroma (uji hedonik) , tekstur dan rasa (uji skoring). Penambahan tepung sukun terbaik pada 15% dengan karakteristik kadar air 17,19%, kadar abu 1,55%, kadar protein 4,46%, kadar lemak 27,40%, kadar karbohidrat 49,38%, kadar serat kasar 8,50%, warna disukai, tekstur
empuk disukai, rasa khas brownis disukai, aroma disukai dan penerimaan keseluruhan disukai.
DAFTAR PUSTAKA
Akanbi, T.O., Nazamid, S., Adebowale, A.A., Farooq, A. & Olaoye, A.O. (2011). Breadfruit starch Wheat Flour Noodles: Preparation, Proximate Compositions and Culinary Properties. International Food Research Journal, 18, 1283-1287
Angkasa, S. (1994). Sukun dan Keluwih. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta
AOAC. (1995). Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. AOAC International. Virginia USA.
Astawan, M. (2009). Panduan Karbohidrat Terlengkap. Jakarta: Dian Rakyat.
Biesiekierski, J. R. (2017). What is gluten? Journal of Gastreonterology and Hdpatology, 1, 78-81. Biyumma, U. L., Windrati, W. S., & Diniyah, N. (2017). Karakteristik Mie Kering Terbuat Dari
Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Dan Penambahan Telur. Jurnal Agroteknologi, 11,(1).
Hasan, L., Nikmawatisusanti, Y., dan Luman, M. (2014). Pengaruh Penambahan Kappaphycus alvarezii terhadap Karakteristik Organoleptik dan Kimiawi Kue Tradisional Semprong. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan [online], 2 (3): 107-114.
Izzatul, F. L. (2017). Variasi Rasio Terigu dan Tepung Sukun Pada Pembuatan Bolu Kering.
Universitas Jember.
Makmur, L. (1999). Tumbuhan Artocarpus Teysmanli MIQ. Lembaga Penelitian ITB, Bandung. Melisa, A. (2014). Pengaruh Subtitusi Tepung Labu Kuning (cucurbita oschata) Terhadap Kualitas
Bolu Kukus. Universitas Negeri Padang.
Moulina, A.M., dan Merdian. (2018). Substitusi Tepung Sukun pada Pengolahan Kue Perut Punai.
Bengkulu: Universitas Dehasen Bengkulu.
Puspanti, E. (2005). “Studi Pembuatan Mie
Kering Dengan Subtitusi Tepung Sukun”. Skripsi.
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Jember, Jember.
Sitohang, K. A. K.. Lubis, Z., & Lubis, L. M. (2015). Pengaruh Perbandingan Jumlah terigu dan Tepung Sukun Dengan Jenis Penstabil Tehadap Mutu Cookies Sukun. Jurnal Rakayasa Pangan Dan Pertanian, 3(3), 308-315
Sudarmadji, S. (1997). Prosedur analisa untuk bahan makanan dan pertanian. Yogyakarta: Liberty. Sugito., Hayati. (2006). Penambahan Daging Ikan Gabus dan Aplikasi Pembekuan Pada Pembuatan Pempek Gluten. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 8(2): 147-151
Sulistiyo, C. N. (2006). Pengembangan brownis kukus tepung ubi Jalar di PT. fits mandiri bogor.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Surachman, R., Kencana Putra, I., & Sri Wiadnyani, A. (2022). Pengaruh Perbandingan Terigu dan Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Terhadap Sifat Fisiko-Kimia dan Sensoris Bolu Kukus. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA), 11(2), 248-260.
Tanaka, M. I., S. Wahyuni., M. S. Sadimantra. (2019). Karakteristik Sifat Fisik Tepung Sukun
Artocarpus altilis) Termodifikasi Annealing : Studi Kepustakaan. Universitas Halu Oleo.
Winarno, F. G. (2004). Hasil-hasil Simposium Penganekaragaman Pangan. Prakarsa Swasta dan Pemda. Jakarta.
Wipradnyadewi, P.A.S., A.A.G.N. A. Jambe, G.A.K. D. Puspawati, P.T. Ina, N.M. Yusa dan N.L. A. Yusasrini. (2016). pemanfaatan ubi jalar kuning (ipomoea batatas L) sebagai perbandingan dengan terigu terhadap karakteristik bolu kukus. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO. 1(1). 32-36.
Wulandari, F. K., B. E. Setiani , dan S. Susanti. (2016). Analisis Kandungan Gizi, Nilai Energi, dan Uji Organoleptik Cookies Tepung Beras Dengan Subtitusi Tepung Sukun. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 5(4)
1124
Discussion and feedback