Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Yustina Andini dkk. /Itepa 12 (4) 2023 834-845

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan terhadap Karakteristik Serbuk Pewarna Instan Daun Singkong (Manihot utilissima Pohl.)

The Effect of Drying Temperature and Time on Characteristics of Cassava Leaf Instant Dye Powder (Manihot utilissima Pohl.)

Yustina Andini, Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati*, I Dewa Gede Mayun Permana

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati, e-mail: [email protected]

Abstract

Natural dyes can be used as an alternative to minimize the negative effects of using synthetic dyes. One type of natural dye that can be used is cassava leaves, because cassava leaves have a fairly high chlorophyll, namely 27.446 mg/g. The purpose of this study was to determine the effect temperature and time of drying to produce instant dye powder from cassava leaves. The research design used was factorial completely randomized design with drying temperature treatment consisting of 3 levels: (50˚C, 60˚C and 70˚C) and drying time treatment with 3 levels: (4 hours, 5 hours and 6 hours). This study was repeated 2 times to produce 18 experimental units. The data were analyzed by analysis of variance, if the treatment had a significant effect, it was continued with Duncan's Multiple Range Test. The results showed that the interaction of temperature and drying time significantly affected the yield, moisture content, ash content, total chlorophyll, solubility, solubility time and brightness level (L*) of cassava leaf instant dye powder. The characteristics of the best cassava leaf instant dye powder were obtained at a drying temperature of 50˚C and a drying time of 4 hours with a yield of 9.73%, water content 7.29%, ash content 0.75%, total chlorophyll 9.86 mg/g, solubility 42.96%, and color with criteria of brightness (L) 27.10, greenish (a*) -33.80 and yellowish (b*) 9.00.

Keywords: drying temperature and time, instant dye powder, cassava leaf

PENDAHULUAN

Penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan masih banyak dilakukan di kalangan masyarakat. Penelitian yang dilakukan di 5 pasar di daerah Surakarta didapatkan 3 dari 9 sampel cendol mengandung Rhodamin B (Pistiyanty, 2012). Zat pewarna sintesis memiliki tingkat stabilitas lebih tinggi dengan penggunaannya dalam jumlah sedikit sudah memenuhi warna yang diinginkan, namun penggunaan zat pewarna sintesis secara berulang dapat memberikan dampak negatif seperti kanker hati (Winarno, 1992).

Pewarna alami dapat dijadikan alternatif untuk meminimalkan efek negatif penggunaan pewarna sintesis. Salah satu jenis pewarna alami yang dapat diperoleh dari dari bahan alami adalah daun hijau karena adanya komponen klorofil. Salah satu sumbernya adalah daun singkong (Ramdhania, 2016).

Daun singkong (Manihot utilissima Pohl.) biasa diolah menjadi sayur dan obat tradisional. Daun singkong memiliki manfaat untuk meningkatkan sistem metabolisme, sumber energi, melancarkan sirkulasi darah, melancarkan sistem

pencernaan dan menangkal radikal bebas. Manfaat daun singkong juga untuk terapi antara lain sebagai antikanker, mencegah anemia, mencegah konstipasi dan meningkatkan daya tahan tubuh (Wirakusumah, 2002). Daun singkong mudah didapat, harganya murah (Rp 15000 / kg) dan memiliki warna hijau yang dapat dijadikan sebagai pewarna alami karena daun singkong memiliki klorofil yang tinggi yaitu 27,446 mg/g sedangkan daun bayam memiliki klorofil 23,0222 mg/g (Setiari dan Yulita, 2009).

Pewarna alami dalam bentuk cair memiliki umur simpan relatif singkat (Ernawati, 2010). Diperlukan suatu metode yang membuat persediaan pewarna dalam bentuk kering yang memiliki stabilitas dan umur simpan relatif lebih lama serta lebih praktis dalam penanganan dan penyimpanan dibandingkan dengan pewarna dengan bentuk cair. Produk serbuk kering tersebut dapat dibuat dalam bentuk serbuk instan sehingga kelarutannya dalam pengaplikasiaanya akan lebih cepat dibandingkan dalam bentuk serbuk biasa. Salah satu metode pembuatan serbuk instan adalah metode foam mat drying.

Foam-mat drying adalah teknik pengeringan bahan berbentuk cair melalui teknik pembusaan dengan menambahkan zat pembusa, bahan pengisi dan bahan penstabil. Zat pembusa berfungsi untuk memperluas permukaan agar mempercepat proses pengeringan. Penambahan bahan

pengisi berfungsi untuk meningkatkan total padatan, memperbesar volume, mempercepat proses pengeringan dan mencegah kerusakan akibat suhu tinggi. Sedangkan bahan penstabil berfungsi untuk mencegah terbentuknya senyawa turunan klorofil akibat proses pemanasan. Pengeringan dengan bentuk busa (foam), dapat mempercepat proses penguapan air dan dilakukan pada suhu sekitar 50-80˚C menggunakan oven (cabinet dryer). Foam mat drying dilakukan pada suhu yang rendah, sehingga tidak merusak jaringan sel, dengan demikian nilai gizinya tetap terjaga (Asiah, 2012). Pemakaian suhu pada metode ini lebih rendah dibandingkan dengan metode spray drying yang menggunakan suhu 182˚C (Padmitasari dan Dewi, 2010) sementara dengan freeze drying (-40˚C) suhunya lebih rendah tetapi biaya yang digunakan lebih mahal dan memerlukan energi yang tinggi dan waktu yang lebih lama (Teknologi, 2013).

Keberhasilan metode foam mat drying dipengaruhi oleh suhu pengeringan dan waktu pengeringan. Suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan menyebabkan kandungan gizi dan kandungan bioaktif akan berkurang serta akan merubah warna dari produk (Histifarina et al., 2004). Sementara waktu pengeringan yang semakin lama dapat menyebabkan penurunan mutu karena terjadi kerusakan bahan aktif akibat terkena panas yang terlalu lama (Sembiring, 2009).

Rachmawati dan Liska (2020) melaporkan bahwa pembuatan serbuk pewarna alami daun singkong dengan foaming agent menghasilkan karakteristik terbaik dengan warna dalam sediaan agaragar yang homogen pada suhu 60 ºC dengan waktu belum dijelaskan dengan pasti. Amalina (2017) melaporkan suhu pengeringan foam mat drying berkisar 50˚C-80˚C. Pada pembuatan bubuk pewarana alami daun suji menggunakan metode foam mat drying, hasil terbaik pada suhu pengeringan 70oC selama 5 jam (Tama et al., 2014). Susanti dan Putri (2014) melaporkan pada pembuatan serbuk markisa dengan metode foam mat drying pada suhu 50˚C dengan waktu pengeringan 8 jam dapat menghasilkan karakteristik fisik dan kimia terbaik. Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian suhu dan waktu pengeringan pada pembuatan serbuk pewarna instan daun singkong dengan metode foam mat drying.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yaitu daun singkong (Manihot utilissima Pohl.) yang diperoleh dari Renon, kota Denpasar, Bali. Daun singkong yang digunakan adalah daun yang berwarna hijau tua bagian ketiga hingga ketujuh dari pucuk memiliki tangkai merah kehijauan yang berumur maksimal

enam bulan serta memiliki ukuran yang sama. Bahan Kimia yang digunakan, yaitu aquades, aseton 80% (Mallincrood), MgCo3 (Merck), ZnCl2 (Merck), maltodekstrin (Maltrin), dan putih telur.

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu blender (Phillips), mixer (Miyako), oven, loyang, timbangan analitik (Shimadzu ATY224), baskom, sendok, kertas roti, aluminium foil (Klin Pack), ayakan 60 mesh, pisau, kain saring, gelas ukur (Iwaki), gelas beaker (Iwaki), colorimeter, labu ukur 10 ml (Iwaki), labu ukur 100 ml (Iwaki), labu ukur 500 ml (Iwaki), pipet volume, pipet tetes, mikropipet, cawan porselen, tabung reaksi, desikator, muffle, spektrofotometer UV-VIS (libra biochrom), kertas saring Whatman 42, corong plastik, rak tabung, kuvet, mortar dan stamper.

Rancangan Penelitian dan Analisa Data

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yakni penelitian yang dilakukan dan dibuktikan dengan eksperimen atau percobaan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor perlakuan yaitu suhu pengeringan dengan 3 taraf perlakuan 50oC, 60oC dan 70oC dan lama pengeringan dengan 3 taraf perlakuan 4 jam, 5 jam dan 6 jam. Dari kedua faktor tersebut diperoleh 9 perlakuan kombinasi, masing – masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali sehingga

diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila data yang diperoleh berpengaruh dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian.

Proses Ekstraksi

Pembuatan ekstraksi daun singkong dilakukan dengan mengacu kepada penelitian Rachmawati dan Liska (2020) yang dimodifikasi. Daun singkong yang digunakan bagian daun ketiga hingga daun ketujuh dari pucuk daun dan daun yang dipilih berwarna hijau tua dan ukuran yang sama. Daun singkong disortasi dan dicuci dengan air mengalir kemudian ditiriskan. Daun ditimbang 200 gram dipotong 1-2 cm dan ditambahkan aquades sebanyak 600 ml, dihancurkan dengan blender hingga halus, lalu disaring dengan kain baltis untuk memisahkan filtrat daun singkong. Selanjutnya filtrat ditambahkan MgCO3 0,04% dan ZnCl2 0,3%. Larutan tersebut didiamkan selama 24 jam kemudian endapan dipisahkan.

Proses Pembuatan Serbuk Pewarna

Instan

Pembuatan serbuk pewarna instan daun singkong dilakukan dengan mengacu kepada penelitian Rachmawati dan Liska (2020) yang dimodifikasi. Endapan yang

terbentuk ditambahkan dengan pengisi yaitu maltodekstrin 3% dan putih telur sebanyak 10% sebagai bahan pembusa atau foaming agent. Setelah itu dicampur menggunakan mixer selama 10 menit hingga berbusa. Kemudian bahan dituang ke dalam loyang yang sudah dilapisi dengan aluminium foil dengan ketebalan 5 mm, lalu dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50˚C, 60˚C, dan 70˚C dan waktu 4 jam, 5 jam, dan 6 jam. Setelah kering produk dihancurkan menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh dan didapatkan serbuk pewarna instan daun singkong.

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi rendemen (AOAC, 1996), kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC, 1995), kelarutan (AOAC, 1995), total klorofil (Nollet, 2004), dan intensitas warna sistem L*, a*, b* (Weaver, 1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa interaksi suhu pengeringan dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rendemen serbuk pewarna instan daun singkong.

Rerata dari rendemen (%) disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen serbuk pewarna instan daun singkong (%)

Suhu Pengeringan (°C)

Waktu Pengeringan (Jam)

W1(4)

W2(5)

W3(6)

S1 (50)

9,37 ± 0,02 aa

9,01 ± 0,19 ba

8,61 ± 0,03 ca

S2 (60)

7,74 ± 0,10 ab

7,27 ± 0,04 bb

6,60 ± 0,02 cb

S3 (70)

5,93 ± 0,10 ac

5,07 ± 0,16 bc

4,32 ± 0,22 cc

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan berbeda yang nyata (P>0,05).


Berdasarkan Tabel 1, rata-rata rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan S1W1 (50oC;4 jam) yaitu sebesar 9,37 %, sedangkan rendemen terendah terdapat pada perlakuan S3W3 (70oC;6 jam) yaitu sebesar 4,32 %. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan rendemen serbuk pewarna instan daun singkong seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pengeringan. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu pengeringan dan semakin lama waktu pengeringan akan menyebabkan semakin banyak air yang diuapkan dari daun singkong. Menurut Nurismanto et al., (2017) menyatakan bahwa semakin meningkatnya suhu dan lama pengeringan maka rendemen yang dihasilkan akan semakin menurun, hal ini karena terkait dengan jumlah air yang menguap dari bahan semakin tinggi. Hal tersebut juga disampaikan oleh Estianti dan Ahmadi (2009), bahwa semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah

panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Perpindahan panas ini mengakibatkan terjadinya perubahan massa air dari daun singkong menjadi uap air. Mengacu pada hal tersebut, jika jumlah kadar air menurun akibat dikeringkan, maka rendemen dari serbuk pewarna instan juga menurun.

Kadar Air

Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa interaksi suhu pengeringan dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air serbuk pewarna instan daun singkong. Rerata dari kadar air disajikan dalam Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan S1W1 (50oC;4 jam) yaitu sebesar 7,29 %, sedangkan kadar air terendah terdapat pada perlakuan S3W3 (70oC;6 jam) yaitu sebesar 2,21 %. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar air serbuk pewarna instan daun singkong seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pengeringan.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air serbuk pewarna instan daun singkong (%)

Suhu Pengeringan (°C)

Waktu Pengeringan (Jam)

W1(4)

W2(5)

W3(6)

S1 (50)

7,29 ± 0,04 aa

6,41 ± 0,07 ba

6,27 ± 0,06 ba

S2 (60)

5,27 ± 0,08 ab

4,80 ± 0,11 bb

4,51 ± 0,07 cb

S3 (70)

3,47 ± 0,07 ac

2,97 ± 0,24 ac

2,21 ± 0,17 bc

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan berbeda yang nyata (P>0,05).


Penurunan kadar air ini disebabkan karena dengan semakin tinggi suhu dan lamanya waktu pengeringan, semakin banyak molekul air yang menguap dari daun singkong yang dikeringkan sehingga kadar air yang diperoleh semakin rendah. Menurut Lubis (2008) dalam Erni et al., (2018) menyatakan bahwa suhu dan lama pengeringan berpengaruh terhadap kadar air, hal ini dikarenakan pengeringan yang cukup lama menyebabkan jumlah air yang teruapkan lebih banyak sehingga kadar air dalam bahan berkurang. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Riansyah (2013) bahwa setiap kenaikan suhu dan lama waktu pengeringan yang diberikan akan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap perpindahan air pada bahan. Maka dari itu, dengan menguapnya air pada daun singkong akibat kenaikan suhu dan lama waktu pengeringan, membuat kadar air pada serbuk pewarna instan daun singkong semakin menurun. Hasil kadar air serbuk pewarna daun singkong yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 2,21%-7,29%, sehingga hanya pada perlakuan S3W2 dan S3W3 yang memenuhi

standar SNI 01-42301996 tentang minuman serbuk instan dengan standar kadar air maksimal 3,0%.

Kadar Abu

Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa interaksi suhu pengeringan dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu serbuk pewarna instan daun singkong. Rerata dari kadar abu disajikan dalam Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, rata-rata kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan S3W3 (70˚C;6 jam) yaitu sebesar 3,01 %, sedangkan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan S1W1 (50˚C;4 jam) yaitu sebesar 0,75 %. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kadar abu serbuk pewarna instan daun singkong seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pengeringan. Hal ini diduga karena semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan yang digunakan akan meningkatkan kadar abu, dikarenakan kadar air yang keluar dari dalam bahan semakin besar seiring dengan kadar air yang semaikin rendah.

Tabel 3. Nilai rata-rata kadar abu serbuk pewarna instan daun singkong (%)

Suhu Pengeringan (°C)

Waktu Pengeringan (Jam)

W1(4)

W2(5)

W3(6)

S1 (50)

0,75 ± 0,05 bc

0,83 ± 0,01 bc

1,06 ± 0,01 ac

S2 (60)

1,60 ± 0,01 bb

1,66 ± 0,06 bb

1,98 ± 0,01 ab

S3 (70)

2,42 ± 0,02 ba

2,55 ± 0,06 ba

3,01 ± 0,13 aa

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan berbeda yang nyata (P>0,05).


Hal tersebut sejalan dengan pendapat Darmajana (2007) dalam Erni et al., (2018) bahwa dengan bertambahnya suhu pengeringan maka kadar abu akan cenderung meningkat.Menurut Sudarmadji et al., (1989) dalam Lisa et al., (2015) menyatakan faktor yang mempengaruhi kadar abu adalah jenis bahan, cara pengabuan, serta waktu dan suhu yang digunakan saat pengeringan serta semakin rendah komponen non mineral yang terkandung dalam bahan akan semakin meningkatkan persen abu relatif terhadap bahan. Maka dari itu, seiring meningkatnya suhu dan waktu pemanasan yang menyebabkan komponen non mineral seperti air lebih rendah, membuat persentase kadar abu pada serbuk pewarna instan lebih tinggi. Hasil kadar abu serbuk pewarna daun singkong yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 0,75%-3,01%, sehingga hanya pada perlakuan S1W1, S1W2 dan S1W3 yang memenuhi standar SNI 014230-1996 tentang minuman serbuk instan dengan standar kadar abu maksimal 1,5%. Total Klorofil

Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa interaksi suhu pengeringan

dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total klorofil serbuk pewarna instan daun singkong. Rerata dari total klorofil disajikan dalam Tabel 4. Berdasarkan Tabel 6, rata-rata total klorofil tertinggi terdapat pada perlakuan S1W1 (50oC;4 jam) yaitu sebesar 9.86 mg/g, sedangkan total klorofil terendah terdapat pada perlakuan S3W3 (70oC;6 jam) yaitu sebesar 3.61 mg/g. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan total klorofil serbuk pewarna instan daun singkong seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pengeringan. Penurunan total klorofil ini disebabkan karena apabila klorofil dipanaskan, maka klorofil akan berubah bentuk menjadi senyawa turunan seperti feofitin yang berwarna lebih pucat. Hal ini didukung oleh pernyataan Putri et al., (2012) dalam Dewi (2017) bahwa dengan adanya pemanasan akan merusak klorofil dengan membentuk feofitin. Penerapan panas juga akan meningkatkan pembentukan feofitin yang memiliki warna hijau pucat (Putri et al., 2012). Klorofil merupakan pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan.

Tabel 4. Nilai rata-rata total klorofil serbuk pewarna instan daun singkong (mg/g)\

Suhu Pengeringan (°C)

Waktu Pengeringan (Jam)

W1(4)

W2(5)

W3(6)

S1 (50)

9,86 ± 0,90 aa

9,56 ± 0,36 aa

8,85 ± 0,33 aa

S2 (60)

7,28 ± 0,24 ab

6,60 ± 0,23 bb

6,14 ± 0,07 bb

S3 (70)

5,07 ± 0,20 ac

4,41 ± 0,14 bc

3,61 ± 0,21 cc

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan berbeda yang nyata (P>0,05).


Tabel 5. Nilai rata-rata kelarutan serbuk pewarna instan daun singkong (%)

Suhu Pengeringan (°C)

Waktu Pengeringan (Jam)

W1(4)

W2(5)

W3(6)

S1 (50)

42,96 ± 0,47 cc

48,82 ± 0,74 bc

55,58 ± 0,24 ac

S2 (60)

61,00 ± 1,68 cb

66,65 ± 1,02 bb

72,64 ± 0,27 ab

S3 (70)

79,28 ± 0,90 ca

83,62 ± 0,74 ba

88,13 ± 0,64 aa

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan berbeda yang nyata (P>0,05).


Tabel 6. Nilai rata-rata kecerahan (L*) serbuk pewarna instan daun singkong

Suhu Pengeringan (°C)

Waktu Pengeringan (Jam)

W1(4)

W2(5)

W3(6)

S1 (50)

27,10 ± 0,28 bc

28,60 ± 0,14 ac

28,85 ± 0,35 ac

S2 (60)

31,20 ± 0,42 bb

32,10 ± 0,28 bb

33,40 ± 0,28 ab

S3 (70)

36,55 ± 0,21 ba

38,50 ± 0,57 ba

40,85 ± 1,06 aa

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan berbeda yang nyata (P>0,05).


Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat suhu dan semakin lama waktu pengeringan dapat merubah susunan senyawa klorofil sehingga menyebabkan warnanya semakin pudar. Warna yang semakin pudar tersebut menandakan kadar klorofil yang semakin rendah pula.

Kelarutan

Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa interaksi suhu pengeringan, waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kelarutan serbuk pewarna instan daun singkong. Rerata dari kelarutan disajikan dalam Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5, rata-rata kelarutan tertinggi terdapat pada perlakuan S3W3 (70˚C;6 jam) yaitu sebesar 88,13 %, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan S1W1 (50˚C;4 jam) yaitu sebesar 42,96 %. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kelarutan serbuk pewarna instan daun singkong seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pengeringan. Hal ini disebabkan dalam pembuatan serbuk pewarna instan daun singkong, semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan, kelarutannya semakin meningkat.

Kecerahan (L*)

Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa suhu pengeringan dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecerahan (L*) serbuk pewarna instan daun singkong. Rerata dari kecerahan (L*) disajikan dalam Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6, rata-rata kecerahan (L*) tertinggi terdapat pada perlakuan S3W3 (70oC;6 jam) yaitu sebesar 40,85, sedangkan kecerahan (L*) terendah terdapat pada perlakuan S1W1 (50oC;4 jam) yaitu sebesar 27,10. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kecerahan (L*) serbuk pewarna instan daun singkong seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pengeringan. Hal tersebut dapat terjadi karena kandungan klorofil yang semakin rendah akibat tingginya suhu dan lama waktu pengeringan membuat warna dari serbuk pewarna semakin cerah. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Martini et al., (2020) yang menyatakan bahwa nilai L pada perlakuan suhu dan waktu tertinggi menyebabkan warna teh herbal bunga telang semakin cerah. Hal tersebut juga diakibatkan oleh antosianin dari bunga telang yang semakin rendah.

Tingkat Kehijauan (a*)

Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa interaksi suhu pengeringan dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kehijauan (a*) serbuk pewarna instan daun singkong.

Rerata dari tingkat kehijauan (a*) disajikan dalam Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, rata-rata tingkat kehijauan (a*) tertinggi terdapat pada perlakuan S3W3 (70˚C;6 jam) yaitu sebesar -16,00, sedangkan tingkat kehijauan (a*) terendah terdapat pada perlakuan S1W1 (50˚C;4 jam) yaitu sebesar -33,80. Nilai a* menyatakan tingkat warna hijau sampai merah dengan notasi a*: 0 sampai +80 menunjukkan warna merah dan nilai 0 sampai -80 menunjukkan warna hijau. Hasil analisis nilai a* serbuk pewarna instan daun singkong menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan, maka nilai a* semakin tinggi. Hal tersebut diakibatkan karena semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan, membuat kandungan klorofil yang merupakan pigmen hijau semakin rendah. Sejalan dengan penelitian Hutabarat (2021) yang mengatakan bahwa semakin tinggi kandungan klorofil dalam ekstrak maka tingkat kehijauan meningkat dan tingkat kemerahan semakin rendah. Total klorofil juga mempengaruhi nilai a* yang terdapat pada serbuk pewarna daun singkong, semakin tinggi kandungan klorofil maka warna yang dihasilkan akan semakin hijau (Isabella, 2021). Suhu dan waktu pengeringan yang semakin meningkat dapat terjadinya degradasi senyawa klorofil yang menyebabkan warnanya semakin pudar.

Tabel 7. Nilai rata-rata tingkat kehijauan (a*) serbuk pewarna instan daun singkong

Suhu Pengeringan                   Waktu Pengeringan (Jam)

(°C)              W1(4)             W2(5)            W3(6)

S1 (50)

-33,80 ± 0,42 cc

-31,50 ± 0,14 bc

-30,05 ± 0,35 ac

S2 (60)

-25,90 ± 0,57 bb

-24,30 ± 0,42 abb

-22,90 ± 0,57 ab

S3 (70)

-20,20 ± 0,14 ca

-18,30 ± 0,57 ba

-16,00 ± 0,57 aa

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan berbeda yang nyata (P>0,05).


Tabel 8. Nilai rata-rata tingkat kekuningan (b*) serbuk pewarna instan daun singkong

Suhu Pengeringan (°C)

Waktu Pengeringan (Jam)

W1(4)

W2(5)

W3(6)

S1 (50)

9,10 ± 0,42 bc

10,95 ± 0,64 ac

12,00 ± 0,28 ac

S2 (60)

15,20 ± 0,85 bb

17,15 ± 0,49 bb

19,45 ± 0,49 ab

S3 (70)

22,20 ± 0,57 ba

23,60 ± 0,14 ba

26,05 ± 0,49 aa

Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata pada baris yang sama atau dibawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan berbeda yang nyata (P>0,05).


Tingkat Kekuningan (b*)

Berdasarkan hasil sidik ragam diperoleh bahwa interaksi suhu pengeringan dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kekuningan (b*) serbuk pewarna instan daun singkong. Rerata dari tingkat kekuningan (b*) disajikan dalam Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, rata-rata tingkat kekuningan (b*) tertinggi terdapat pada perlakuan S3W3 (70˚C;6 jam) yaitu sebesar 26,05, sedangkan tingkat kekuningan (b*) terendah terdapat pada

KESIMPULAN

Interaksi suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, total klorofil, kelarutan, tingkat kecerahan (L*), tingkat kehijauan (a*) dan tingkat kekuningan (b*) dari serbuk pewarna instan daun singkong. Perlakuan pengeringan dengan suhu 50˚C dan waktu 4 jam

perlakuan S1W1 (50˚C;4 jam) yaitu sebesar 9,00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai b* positif yang menunjukkan serbuk pewarna instan daun singkong cenderung berwarna kuning. Nilai b* serbuk pewarna instan daun singkong juga menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan, maka nilai b* serbuk pewarna instan daun singkong akan semakin tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa, suhu dan waktu yang meningkat membuat serbuk pewarna semakin kuning. menghasilkan serbuk pewarna instan daun singkong dengan karakteristik terbaik dengan kriteria rendemen 9,73%, kadar air 7,29%, kadar abu 0,75%, total klorofil 9.86 mg/g , kelarutan 42,96% dan warna dengan kriteria kecerahan (L) 27,10, kehijauan (a*) -33,80 dan kekunigan (b*) 9,00.

DAFTAR PUSTAKA

Asiah, N. R. Sembodo dan A. Prasetyaningum. 2012. Aplikasi Metode Foam-Mat Drying pada Proses Pengeringan Spirulina. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 1 (1) : 461467.

Association of Official Analitycal Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of Analitical Chemist. Inc., Washington DC.

Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 1996. Official Methods of Analysis of The Association Official Analytical Chemists. 16rd ed. Association of Official Analytical Chemists, Gaithersburg, Maryland.

Dewi, F.T. 2017. Pengaruh Penambahan Sari Bayam terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Mi Jagung. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.

Erni, N., Kadirman dan R. Fadilah. 2018. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Tepung Umbi Talas (Colocasia esculenta). Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 4 (1) : 95-105.

Estianti, T dan Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Malang.

Gomez, K.A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. (Terjemahan). E. Syamsudin dan J.S.Baharsjah. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Hartomo, A. J., dan M. C. Widiatmoko. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin. Andi Offset, Yogyakarta.

Histifarina, D., D. Musaddad dan E. Murtiningsih. 2004. Teknik Pengeringan dalam Oven untuk Irisan Wortel Kering Bermutu. Jurnal Hortikultura, 14 (2) : 107112.

Hutabarat, R. L. P., N. M. Wartini dan N. S. Antara. 2021. Karakteristik Ekstrak Pewarna Alami Daun Singkong (Manihot esculenta) pada Perlakuan Jenis Pelarut dan Suhu Maserasi. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. 9 (1) :53-64.

Isabella, Debora Prisceilla, G.A.K Diah Puspawati, dan A.A.I. Sri Wiadnyani. 2022. Pengaruh Konsentrasi Tween 80 Terhadap Karakteristik Serbuk Pewarna Daun Singkong (Manihot utilissima Pohl.) Pada Metode Foam Mat Drying. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 11 (1) : 112122.

Lisa, M., M. Lutfi dan B. Susilo. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Tepung Jamur Tiram Putih (Plaerotus ostreatus). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 3 (3) : 270279.

Lubis, I. H. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Tepung Pandan. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Martini, N.K.A., I.G.A. Ekawati dan P.T. Ina. 2020. Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik Teh Bunga Telang (Clitoria ternatea L.). Jurnal Itepa, 9 (3) : 327-340.

Naibaho, B dan B.D.A. Sinambela. 2000. Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kelarutan Kukurmin dari Tepung Kunyit (Cucurma domestica .val ) pada Berbagai Suhu Air. Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen, Medan.

Nollet, L.M.L. 2004. Handbook of Food Analysis. Physical Characterzati-ion and Nutrient Analysis. Marcel Dekker. Inc, New York.

Nurismanto, R., U. Sarofa dan A.T. Setyowatik. 2017. Aktivitas Antioksidan Komponen Fungsional Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera Lam). Jurnal Teknologi Pangan. ISSN 1978-4163.

Padmitasari, K. A. A dan D. Novitasari. 2010. Pembuatan Serbuk Zat Warna Alami Tekstil dari Daun Jati dengan Metode Spray Dryer. [Tugas Akhir]. Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Paramita, I.A.M.I., S. Mulyani dan A. Hartiati. 2015. Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Suhu Pengeringan terhadap Karakteristik Bubuk Minuman Sinom. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, 3 (2) : 58-68.

Pistianty, M. A. 2012. Analisis Zat Pewarna Rhodamin B pada Cendol yang Dijual Di Pasar Wilayah Surakarta. [Skripsi]. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Putri, W.D.R., E. Zubaidah dan N. Sholahudin. 2012. Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh Blanching dan Jenis Bahan  Pengekstrak. Jurnal  Teknologi

Pertanian, 4 (1) : 13-24.

Rachmawati, W. dan L. Ramdanawati. 2020. Pengembangan Klorofil dari Daun

Singkong sebagai Pewarna Makanan Alami. Pharmacoscript, 3 (1): 87-97.

Ramdhania, V. 2016. Penggunaan Pewarna Alami Ekstrak Daun Singkong pada Kue Bugis terhadap Daya Terima Konsumen. [Skripsi]. Program Studi Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta. Jakarta.

Riansyah, A., A. Supriadi dan R. Nopianti. 2013. Pengaruh Perbedaan Suhu dan Waktu Pengeringan terhadap Karakteristik Ikan Asin Sepat Siam dengan Menggunakan Oven. Jurnal Fishtech, 2 (1) : 54-62.

Sembiring, B. 2009. Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengisi dan Cara Pengeringan Terhadap Mutu Ekstrak Kering Sambiloto. Bul Littro, 20 (2) : 173-181.

Setiari, N. dan Y. Nurcahyati. 2009. Eksplorasi Kandungan Klorofil pada Berapa Sayuran Hijau Sebagai Alternatif Bahan Dasar Food Supplement. BIOMA, 11 (1) : 6-10.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan

Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Tama, J. Bisma, S. Kumalaningsih, A. F. Mulyadi. 2014. Studi Pembuatan Bubuk Pewarna Alami dari Daun Suji (Pleomele angustifolia N.E.BR.) Kajian Konsentrasi Maltodekstrin dan MgCo3. Jurnal Industria, 3 (1) : 74-82.

Teknologi. 2013. Freeze Drying Technology: for Better Quality and Flavor of Dried Products. Food Review Indonesia, Vol. VIII No. 2.

Weaver, C. 1996. The Food Chemistry Laboratory. CRC Press, Boca Raton, New York, London, Tokyo.

Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi      Penanganan      dan

Pengolahannya. Bogor: MBrio Press.

Yuliantari, N.W.A., I.W.R. Widarta dan I.D.G.M. Permana. 2017. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Daun Sirsak    (Annona    muricata     L.)

Menggunakan Ultrasonik. Scientific Journal of Food Technology, 4 (1) : 35-42.

845