Perbandingan Tepung Talas Alami (Xanthosoma sagittifolium) dan Termodifikasi dengan Metode Autoclaving-Cooling Terhadap Karakteristik Kimia dan Sensoris Kue Lidah Kucing
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Eva Nisaul Mufida dkk. /Itepa 12 (4) 2023 770-782
ISSN : 2527-8010 (Online)
Perbandingan Tepung Talas Alami (Xanthosoma sagittifolium) dan Termodifikasi dengan Metode Autoclaving-Cooling terhadap Karakteristik Kimia dan Sensoris Kue Lidah Kucing
The Comparison of Taro Flour and Modified Taro Flour (Xanthosoma sagittifolium) with Autoclaving-Cooling Method on Chemical and Sensory Properties of The Lidah Kucing Cookies
Eva Nisaul Mufida, Anak Agung Istri Sri Wiadnyani*, Ni Wayan Wisaniyasa
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
*Penulis korepondensi: Anak Agung Istri Sri Wiadnyani, Email: [email protected]
Abstract
Lidah kucing is a cookies made of flour, egg white, powdered sugar and margarine. This cake have a form like a cat's tongue, thin, lightweight and has a crunchy texture. This study aims to determine the comparison of taro flour and modified taro flour (Xanthosoma sagittifolium) with autoclaving-cooling method on chemical and sensory properties of the lidah kucing cookies. The design used in this study was a completely randomized design (CRD). Comparative treatment of taro flour and modified taro flour with 6 treatment levels: 100:0, 80:20, 60:40, 40:60, 60:40, 80:20, 0:100. All treatments were repeated three times to obtain 18 experimental units. The data obtained were analyzed statistikally using analysis of variance and if there was a significant effect, it would be continued with the Duncan Multiple Range Test (DMRT). The results showed that the comparison of taro flour and modified taro flour in lidah kucing cookies had a significant effect (P<0.05) on water content, ash content, protein content, fat content and carbohydrate content. Comparison of 20% taro flour and 80% modified taro flour had the best characteristic of lidah kucing cookies with the criteria of water content 1.71%, ash content 1.22%, fat content 45.32%, protein content 5.14%, carbohydrate content 45.91%, the color was brown and liked, the aroma liked, the texture was slightly crunchy and liked, the taste was a bit typical of taro and liked and the overall acceptance was liked.
Keywords: lidah kucing cookies, taro flour, autoclaving-cooling modification, resistant starch
PENDAHULUAN
Kue lidah kucing merupakan salah satu camilan yang digemari oleh berbagai kalangan masyarakat dan berbentuk seperti lidah kucing, tipis, ringan serta memiliki tekstur yang renyah. Kue lidah kucing merupakan kue yang berbahan dasar terigu, putih telur, gula halus dan margarin. Kue ini tergolong cookies karena memiliki tipe adonan yang lunak (soft dougth) yaitu foam type¸ dimana pada proses pembuatannya telur dan gula dikocok terlebih dahulu
(Faridah et al., 2008). Bahan baku utama pembuatan kue lidah kucing yaitu terigu. Terigu merupakan hasil olahan dari gandum. Banyaknya impor gandum di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data impor biji gandum dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018, Indonesia mengimpor gandum sebanyak 10.096 ribu ton dan pada tahun 2019 mengalami peningkatan yakni menjadi 10.693 ribu ton. Selain itu, pada terigu terdapat kandungan gluten yang membuat
sebagian orang seperti penderita autis dan penyakit seliak (celiac disease) menjadi alergi jika mengonsumsi bahan pangan yang mengandung terigu. Maka dari itu perlu adanya upaya pemanfaatan bahan lokal sebagai alternatif agar dapat menggantikan terigu yaitu dengan menggunakan bahan baku lokal seperti umbi-umbian. Salah satu jenis umbi yang banyak ditemukan di Indonesia yaitu umbi talas kimpul.
Umbi talas mudah ditemukan di daerah Bali dan dikenal dengan sebutan talas keladi. Selain itu, umbi talas tidak memiliki kandungan gluten serta memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Saat ini pemanfaatan umbi talas masih kurang dikembangkan, masyarakat biasa mengkonsumsi umbi talas dengan cara dikukus, direbus atau diolah menjadi kripik. Pemanfaatan umbi talas dapat dilakukan dengan mengolahnya menjadi tepung, kemudian dapat digunakan sebagai diversifikasi pangan. Talas memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku tepung karena memiliki kandungan pati yang tinggi, yaitu sekitar 70-80. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), umbi talas mengandung Ca, P, dan Fe yang jumlahnya masih lebih besar dibandingkan umbi-umbian lainnya seperti ubi kayu dan ubi jalar.
Menurut Zhou et al., (2016) tepung dan pati alami memiliki sifat stabilitas terhadap panas yang buruk, ketahanan terhadap pemanasan yang rendah, dan mudah mengalami retrogradasi sehingga
perlu dilakukan modifikasi untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Terdapat tiga jenis metode modifikasi yang dapat dilakukan yaitu metode modifikasi fisik, kimia dan enzimatis. Metode modifikasi fisik dipilih karena metode ini cenderung lebih aman karena tidak menggunakan pereaksi kimia. Salah satu metode modifikasi secara fisik yang efektif dilakukan yaitu metode autoclavingcooling. Lehman et al., (2003) melaporkan bahwa proses modifikasi melalui perlakuan siklus pemanasan-pendinginan (autoclaving-cooling) dapat meningkatkan kadar pati resisten. Hal ini sejalan dengan penelitian Wiadnyani et al., (2017), pati keladi alami dengan kadar RS 1,25% setelah dilakukan modifikasi autoclaving-cooling 2 siklus mengalami kenaikan kadar RS menjadi 4,38%. Asbar (2014) melaporkan bahwa mi kering mocaf yang disubstitusi 15% dan 25% dengan mocaf termodifikasi 3 siklus mengalami peningkatan kadar pati resisten berturut-turut menjadi 3,73 % dan 4,43%, sedangkan mi kering mocaf dengan perlakuan modifikasi 2 siklus sebesar 2,88%. Pati resisten berfungsi sebagai sumber pangan fungsional sehingga apabila diaplikasikan pada pengolahan pangan akan menghasilkan camilan sehat.
Penggunaan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi dilakukan guna mengetahui proporsi tepung yang tepat dalam pembuatan kue lidah kucing. Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan tepung talas alami dan termodifikasi dengan metode autoclavingcooling terhadap karakteristik kimia dan sensoris kue lidah kucing sehingga diperoleh kue lidah kucing dengan karakteristik terbaik.
METODE
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua bahan yaitu bahan untuk pembuatan produk dan bahan kimia. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kue lidah kucing antara lain, umbi talas, garam 5%, air, margarin, gula halus, putih telur dan perisa vanilla. Bahan kimia yang diperlukan dalam melakukan analisis yaitu tablet Kjeldahl, H2SO4,
aquades, NaOH 1 N, HCl 0,1 N, HCl 1 N, pelarut heksana, 0,1 M dan asam borat 3%. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan produk yaitu, baskom, slicer, timbangan digital, pisau, sendok, loyang, spatula solet, plastik segitiga, blender (philips), mixer (cosmos), oven (sharp), plastik HDPE. Alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu lumpang, pinset, oven pengering (agrowindo), timbangan analitik (shimadzu ATY224), ayakan 80 mesh (retsch), refrigerator, autoklaf, aluminium foil, cawan porselin, erlenmeyer (pyrex), tabung reaksi (pyrex), pemanas listrik, desikator, destructor, desilator (behrotest),
kertas saring, benang wol, labu ukur (pyrex), soxhlet (behrotest), waterbath (J.P Selecta), buret 25 ml, pipet tetes dan bola hisap.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan perbandingan konsentrasi tepung talas alami dan tepung talas modifikasi yang terdiri dari 6 taraf yaitu P1 (100%:0%), P2 (80%:20%), P3 (60%:40%), P4 (40%:60%), P5 (20%:80%) dan P6 (0%:100%). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga menghasilkan 18 unit percobaan. Data analisis dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada program SPSS. Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Tepung Talas Alami
Proses pembuatan tepung talas dilakukan berdasarkan Yanti (2014) yang dimodifikasi. Umbi talas dibersihkan, dikupas, dicuci dengan air bersih, lalu umbi dipotong membentuk chips menggunakan slicer. Chips talas kemudian direndam menggunakan garam 5% dengan perbandingan talas dengan air 1:2 selama 30 menit. Setelah direndam dengan garam, chips talas kemudian dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan. Kemudian chips talas dikeringkan menggunakan oven selama 7 jam dengan suhu 60°C. Chips talas kemudian digiling dan diayak dengan ayakan 80 mesh.
Pembuatan Tepung Talas Modifikasi Autoclaving-cooling
Modifikasi autoclaving-cooling dilakukan sesuai dengan yang dilakukan Wiadnyani et al., (2017). Tepung talas diberi perlakuan pengaturan kadar air 20% dengan cara disemprot aquades kemudian diaduk. Tepung talas dikemas dalam plastik HDPE dan disimpan di refrigerator pada suhu 4°C selama 12 jam. Dilakukan perlakuan pemanasan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Tepung kemudian didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam untuk mencegah gelatinisasi lebih lanjut. Selanjutnya tepung diretrogradasi dengan didinginkan pada suhu 4°C selama 24 jam. Proses modifikasi dilakukan sebanyak 2 siklus. Pengeringan tepung dilakukan pada suhu 50°C selama 4 jam. Tepung kering selanjutnya digiling dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 80 mesh.
Pembuatan Kue Lidah Kucing
Pembuatan kue lidah kucing dengan perbandingan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi mengacu pada Boga (2012) yang dimodifikasi. Bahan pembuatan kue lidah kucing terdiri dari tepung talas alami, tepung talas modifikasi, margarin, gula halus, putih telur, perisa vanilla. Formulasi kue lidah kucing dengan perbandingan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Resep pembuatan kue lidah kucing dilakukan sesuai dengan yang dilakukan Boga (2012) yang dimodifikasi. Tahap pertama pembuatan kue lidah kucing yaitu pengocokan margarin dan gula halus menggunakan mixer dengan kecepatan rendah hingga mengembang dan bertekstur ringan. Kemudian ditambahkan vanili dan putih telur, dikocok dengan mixer hingga mengembang. Tepung talas alami dan tepung talas modifikasi dimasukkan sedikit demi sedikit kemudian aduk hingga adonan merata. Kemudian oven dipanaskan dengan temperatur 160°C dan loyang diolesi margarin tipis-tipis. Adonan dimasukkan ke dalam plastik segitiga, lalu disemprotkan ke dalam loyang yang sudah diolesi margarin. Adonan dalam loyang dipanggang dengan temperature 160°C dalam waktu 15 menit hingga matang dan kering. Diangkat loyang kemudian dinginkan ditempat yang kering dan tertutup.
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi kadar air (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu (AOAC, 1995), kadar protein (Sudarmadji et al., 1997), kadar lemak (AOAC, 1995), kadar karbohidrat (Apriyantono et al., 1989), uji hedonik meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan, uji skoring meliputi atribut warna, rasa dan tekstur (Soekarto, 1985), serta kadar pati resisten (AOAC, 1995).
Tabel 1. Formula kue lidah kucing
Komposisi |
Perlakuan | |||||
P1 |
P2 |
P3 |
P4 |
P5 |
P6 | |
Tepung talas alami (%) |
100 |
80 |
60 |
40 |
20 |
0 |
Tepung talas modif (%) |
0 |
20 |
40 |
60 |
80 |
100 |
Margarin (g) |
150 |
150 |
150 |
150 |
150 |
150 |
Gula halus (g) |
75 |
75 |
75 |
75 |
75 |
75 |
Putih telur (g) |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
Perisa vanilla (sdt) |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
Keterangan: persentase perlakuan diatas berdasarkan jumlah tepung komposit (100 g).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia Bahan Baku
Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat tepung talas alami dan tepung talas modifikasi dapat dilihat pada Tabel 2. Karakteristik Kimia Kue Lidah Kucing
Hasil analisis karakteristik kimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat kue lidah kucing dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar Air
Nilai rata-rata kadar air kue lidah kucing berkisar antara 1,49% sampai 2,18%. Nilai rata-rata kadar air kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (TTA 80% : TTM 20%) yaitu sebesar 2,19%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada perlakuan P6 (TTA 0% : TTM 100%) yaitu sebesar 1,49%. Kadar air pada kue lidah kucing mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya penggunaan tepung talas termodifikasi. Penurunan kadar air kue lidah kucing disebabkan karena adanya perbedaan kadar air pada bahan baku. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar air pada tepung
talas alami sebesar 14,40% kemudian mengalami penurunan setelah dapat perlakuan modifikasi menjadi 11,92%. Hal ini disebabkan karena tepung talas modifikasi mendapat perlakuan pemansan (121ºC), energi panas dapat merubah komponen air menjadi uap pada bahan pangan, sehingga terjadi penurunan kadar air.
Menurut Winarno (2004), pati merupakan komponen yang dapat mempengaruhi daya serap air. Pati memiliki sifat hidrofilik atau mampu menyerap air sehingga semakin tinggi pati maka nilai kadar air akan semakin rendah. Rendahnya kadar air pada kue lidah kucing sangat diharapkan, karena hal ini dapat memperpanjang masa simpan produk. Kadar air kue lidah kucing mengacu pada syarat mutu cookies SNI 2973:2011 yaitu maksimal 5%. Hal ini berarti perbandingan penambahan tepung talas alami dan tepung talas termodifikasi pada semua perlakuan menghasilkan kue lidah kucing dengan kadar air yang memenuhi standar.
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat pada tepung talas alami (TTA) dan tepung talas modifikasi (TTM)
Bahan Baku |
Kadar Air (%) |
Kadar Abu (%) |
Kadar Protein (%) |
Kadar Lemak (%) |
Kadar Karbohidrat (%) |
TTA |
14,40 |
2,49 |
4,22 |
8,90 |
69,96 |
TTM |
11,92 |
3,24 |
3,85 |
6,34 |
74,64 |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
TTA = Tepung Talas Alami
TTM = Tepung Talas Modifikasi.
Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat kue lidah kucing dengan perbandingan tepung talas alami (TTA) dan tepung talas modifikasi (TTM)
Perlakuan (TTA : TTM) |
Kadar Air (%) |
Kadar Abu (%) |
Kadar Protein (%) |
Kadar Lemak (%) |
Kadar Karbohidrat (%) |
P1 (100%:0%) |
2,18±0,04a |
0,70±0,16b |
5,36±0,28a |
49,88±0,60a |
41,88±0,39e |
P2 (80%:20%) |
2,19±0,02a |
0,75±0,19b |
4,86±0,33ab |
48,34±0,45b |
43,87±0,87d |
P3 (60%:40%) |
1,87±0,02b |
0,77±0,22b |
4,69±0,64ab |
47,31±0,11c |
45,37±0,68c |
P4 (40%:60%) |
1,80±0,07bc |
0,79±0,04b |
4,39±0,23ab |
46,28±0,17d |
46,73±0,45b |
P5 (20%:80%) |
1,71±0,07c |
1,22±0,10a |
4,28±0,38b |
45,32±0,30e |
47,46±0,63ab |
P6 (0%:100%) |
1,49±0,13d |
1,23±0,03a |
4,24±0,08b |
44,53±0,30f |
48,51±0,38a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).
TTA = Tepung Talas Alami
TTM = Tepung Talas Modifikasi.
Kadar Abu
Nilai rata-rata kadar abu kue lidah kucing berkisar antara 0,70% sampai 1,23%. Kadar abu kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P6 (0:100) yaitu 1,23% dan nilai kadar abu terendah terdapat pada perlakuan P1 (100:0) yaitu 0,70%. Kadar abu mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya penggunaan tepung talas termodifikasi. Peningkatan kadar abu pada kue lidah kucing disebabkan karena adanya perbedaan nilai kadar abu pada tepung talas alami dan tepung talas termodifikasi. Berdasarkan hasil analisis
bahan baku pada Tabel 2, kadar abu pada tepung talas alami sebesar 2,49% sedangkan pada tepung talas modifikasi sebear 3,24%.
Kenaikan pada kadar abu disebabkan karena panas yang dapat menurunkan kadar air pada bahan, sehingga berat pembagi bahan lebih rendah karena kadar airnya telah berkurang dan menghasilkan presentase abu yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Sarifah et al., (2021) yang menyatakan bahwa kadar abu tepung labu kuning modifikasi lebih tinggi dibandingkan tepung labu kuning alami. Kadar abu berhubungan
dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi kandungan mineralnya. Hal ini sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh Adilla et al., (2020), cookies yang disubstitusi 40% tepung pisang batu non modifikasi dan cookies yang disubstitusi 40% tepung modifikasi masing-masing memiliki nilai kadar abu sebesar 2,08% dan 2,79%.
Kadar Protein
Nilai rata-rata kadar protein kue lidah kucing berkisar antara 4,24% sampai 5,36%. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (100:0) yaitu sebesar 5,36% sedangkan nilai kadar protein kue lidah kucing terendah terdapat pada perlakuan P6 (0:100) yaitu sebesar 4,24%. Kadar protein kue lidah kucing mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya penggunaan tepung talas modifikasi. Hal ini disebabkan karena kadar protein tepung modifikasi lebih rendah dari tepung talas alami. Berdasarkan hasil analisis bahan baku pada Tabel 2, kadar protein pada tepung talas alami sebesar 4,22% sedangkan pada tepung talas modifikasi sebear 3,85%.
Penurunan kadar protein disebabkan karena protein mengalami denaturasi atau susunan rantai polipeptida suatu molekulprotein yang berubah. Denaturasi protein diduga diakibatkan oleh perlakuan siklus autoclaving-cooling selama proses pengolahan berlangsung. Protein akan mengalami denaturasi apabila dipanaskan
pada suhu 50ºC sampai 80ºC. Hal ini sejalan dengan penelitian Febriyandin (2012), kadar protein pada tepung mangrove api-api yakni sebesar 12,01% dan mengalami penurunan setelah mendapatkan perlakuan modifikasi 3 siklus yakni sebesar 8,66%. Kadar protein kue lidah kucing memenuhi syarat mutu cookies SNI 2973:2011 yaitu minimal 5%. Kadar Lemak
Nilai rata-rata kadar lemak kue lidah kucing berkisar antara 44,53% sampai 49,88%. Kadar protein kue lidah kucing terendah terdapat pada perlakuan P6 (0:100) yaitu sebesar 44,53% sedangkan kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (100:0) yaitu sebesar 49,88%. Kadar lemak kue lidah kucing mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya penggunaan tepung talas modifikasi. Penurunan kadar lemak kue lidah kucing disebabkan karena adanya perbedaan nilai kadar lemak pada bahan baku. Berdasarkan hasil analisis bahan baku pada Tabel 2, kadar lemak pada tepung talas alami sebesar 8,90% sedangkan tepung talas termodifikasi 6,34%.
Penurunan kadar lemak ini disebabkan karena proses pemanasan menggunakan autoclave yang membuat lemak terhidrolisis. Penurunan kadar lemak ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Febriyandin (2012), kadar lemak rata-rata tepung mangrove api-api (Avicennia marina) dengan nilai rata-rata kadar lemak 1,07%, sedangkanpada perlakuan 3 siklus memiliki nilai rata-rata kadar lemak sebesar
0,82% dapat disimpulkan bahwa kadar lemak yang terkandung di dalam tepung mangrove api-api menurun selama proses siklus autoclaving-cooling.
Kadar Karbohidrat
Nilai rata-rata kadar karbohidrat kue lidah kucing berkisar antara 41,88% sampai 48,51%. Kadar karbohidrat kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P6 (0:100) yaitu sebesar 48,51% sedangkan kadar karbohidrat terendah terdapat pada perlakuan P1 (100:0) yaitu sebesar 41,88%. Terjadi peningkatan kadar karbohidrat seiring dengan meningkatnya penggunaan tepung talas modifikasi. Kadar karbohidrat pada tepung talas alami sebesar 69,96% kemudian mengalami kenaikan setelah dapat perlakuan modifikasi menjadi 74,64%.
Menurut Sugito dan Hayati (2006), kadar karbohidrat yang dihitung secara by difference dipengaruhi oleh komponen nutrisi lain, semakin rendah komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat yang dihasilkan akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan semakin rendah. Komponen nutrisi yang mempengaruhi besarnya kandungan karbohidrat diantaranya adalah kandungan protein, lemak, air, abu. Meningkatnya kadar karbohidrat setelah modifikasi sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Febriyandin (2012), kadar karbohidrat tepung mangrove api-api tanpa perlakuan sebesar 74,7% dan mengalami peningkatan
setelah mendapatkan perlakuan modifikasi autoclaving-cooling 3 siklus yakni sebesar 77,58%.
Uji Sensoris
Hasil analisis uji sensori yang meliputi uji hedonik warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap tekstur kue lidah kucing dengan perbandingan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi.
Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap warna. Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji hedonik warna kue lidah kucing berkisar antara 3,60 sampai dengan 4,20. Nilai uji hedonik warna kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (40:60) yaitu sebesar 4,20 (suka) yang tidak berbeda nyata dengan P1 (100:0), P2 (80:20), P3 (60:40) dan P5 (20:80) yaitu masing-masing sebesar 3,65; 3,70; 3,85 dan 4,10. Nilai uji hedonik terendah terdapat pada perlakuan P6 (0:100) yaitu sebesar 3,60 (suka) yang tidak berbeda nyata dengan P1 (100:0), P2 (80:20), P3 (60:40) dan P5 (20:80) yaitu masing-masing sebesar 3,65; 3,70; 3,85 dan 4,10. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap warna pada kue lidah kucing.
Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik kue lidah kucing dengan perbandingan tepung talas alami (TTA) dan tepung talas modifikasi (TTM)
Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring kue lidah kucing dengan perbandingan tepung talas alami (TTA) dan tepung talas modifikasi (TTM)
Nilai Rata-rata Uji Skoring
Perlakuan (TTA : TTM) |
Nilai Rata-rata Uji Hedonik | ||||
Warna |
Aroma |
Tekstur |
Rasa |
Penerimaan Keseluruhan | |
P1 (100%:0%) |
3,65±0,87ab |
4,10±1,46a |
4,10±0,71a |
3,85±0,81a |
3,85±0,67a |
P2 (80%:20%) |
3,70±0,79ab |
4,05±1,32a |
3,95±0,60a |
3,80±0,83a |
4,00±0,64a |
P3 (60%:40%) |
3,85±0,78ab |
4,00±1,20a |
4,15±0,58a |
3,80±0,89a |
4,20±0,61a |
P4 (40%:60%) |
4,20±0,72a |
4,05±1,58a |
3,95±0,68a |
4,05±0,68a |
4,25±0,63a |
P5 (20%:80%) |
4,10±0,48ab |
4,25±1,45a |
4,00±0,56a |
3,95±0,75a |
3,90±0,71a |
P6 (0%:100%) |
3,60±1,00b |
4,05±1,25a |
4,10±0,55a |
3,95±0,75a |
4,05±0,68a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05).
Skala dan kriteria hedonik: 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=netral, 4=suka dan 5=sangat suka.
Perlakuan
(TTA : TTM) |
Warna |
Rasa |
Tekstur |
P1 (100%:0%) |
2,30 ± 0,73abc |
2,10 ± 0,91a |
2,50 ± 0,61a |
P2 (80%:20%) |
2,00 ± 0,79bc |
1,80 ± 0,70a |
2,50 ± 0,69a |
P3 (60%:40%) |
2,00 ± 0,73bc |
1,90 ± 0,45a |
2,55 ± 0,60a |
P4 (40%:60%) |
2,55 ± 0,51a |
1,75 ± 0,44a |
2,50 ± 0,68a |
P5 (20%:80%) |
2,15 ± 0,67abc |
1,80 ± 0,77a |
2,20 ± 0,62a |
P6 (0%:100%) |
1,80 ± 0,77c |
1,80 ± 0,83a |
2,45 ± 0,60a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)
Skala dan kriteria skoring warna: 1=coklat tua, 2=coklat dan 3=coklat muda.
Skala dan kriteria skoring rasa: 1=khas talas, 2=agak khas talas dan 3=tidak khas talas.
Skala dan kriteria skoring tekstur: 1=sangat tidak renyah, 2=agak renyah dan 3=tidak renyah.
Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji skoring warna kue lidah kucing berkisar antara 1,80 sampai dengan 2,55.Nilai uji skoring warna kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (40:60) yaitu sebesar 2,55 (coklat muda) yang tidak berbeda nyata dengan P1 (100:0) dan P5 (20:80) yaitu masing-masing sebesar 2,30 dan 2,15. Sedangkan nilai uji skoring warna terendah terdapat pada perlakuan P6 (0:100) yaitu sebesar 1,80 yang tidak berbeda nyata dengan P2 (80:20), P3 (60:40)
dan P5 (20:80) yaitu masing-masing sebesar
2,00 (coklat), 2,00 (coklat) dan 2,15. P4 menjadi perlakuan terbaik menurut panelis karena pada perlakuan ini warna pada kue lidah kucing tidak terlalu pucat dan tidak terlalu gelap. Semakin banyak penambahan tepung talas modifikasi dalam maka akan menghasilkan warna yang cenderung semakin gelap. Warna gelap itu sendiri dihasilkan oleh tepung talas yang berwarna kecoklatan akibat pemasakan. Pemasakan dengan suhu tinggi dapat memicu reaksi
maillard. Reaksi maillard merupakan pencoklatan non enzimatis akibat reaksi dari karbohidrat dan protein (khususnya gula pereduksi dengan gugus amina) dalam bahan pangan yang dikatalisis oleh suhu tinggi. Hasil akhir dari reaksi maillard ini adalah munculnya pigmen berwarna kecoklatan (Gunaivi et al., 2018). Hal ini menunjukkan bahwa panelis menyukai warna kue lidah kucing dengan kriteria warna coklat muda seperti pada warna kue lidah kucing pada umumnya yang berbahan dasar terigu.
Aroma
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aroma. Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji hedonik aroma kue lidah kucing berkisar antara 4,00 (suka) sampai dengan 4,25 (suka). Nilai uji hedonik aroma kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P5 (20:80) yaitu sebesar 4,20 (suka), sedangkan nilai uji hedonik aroma terendah terdapat pada perlakuan P3 (60:40) yaitu sebesar 4,00 (suka). Penambahan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi menghasilkan kue lidah kucing dengan atribut aroma yang tidak berbeda nyata. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan perisa vanilla pada semua perlakuan saat pengolahan kue lidah kucing. Tekstur
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung talas
alami dan tepung talas modifikasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tekstur. Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji hedonik tekstur kue lidah kucing berkisar antara 3,95 (suka) sampai dengan 4,15 (suka). Nilai uji hedonik tekstur kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (60:40) yaitu sebesar 4,15 (suka), sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan P2 (80:20) dan P4 (40:60) yaitu sebesar 3,95 (suka).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tekstur pada kue lidah kucing. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata uji skoring tekstur kue lidah kucing berkisar antara 2,20 sampai dengan 2,55. Nilai uji skoring tekstur kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (60:40) yaitu sebesar 2,55 (renyah), sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan P5 (20:80) yaitu sebesar 2,20 (agak renyah). Hal ini menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur kue lidah kucing dengan kriteria renyah. Perlakuan P3 memiliki nilai tertinggi karena diduga memiliki kriteria tekstur seperti kue lidah kucing pada umumnya yang berbahan terigu. Semakin banyak penambahan tepung termodifikasi akan mengakibatkan tekstur kue lidah kucing menjadi berpasir.
Rasa
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung talas
alami dan tepung talas modifikasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rasa. Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji hedonik rasa kue lidah kucing berkisar antara 3,80 (suka) sampai dengan 4,05 (suka). Nilai uji hedonik rasa kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (40:60) yaitu sebesar 4,05 (suka), sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan P2 (80:20) dan P3 (60:40) yaitu sebesar 3,80 (suka).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rasa pada kue lidah kucing. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata uji skoring rasa kue lidah kucing berkisar antara 1,75 sampai 2,10. Nilai uji skoring rasa kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (100:0) yaitu sebesar 2,10 (agak khas talas), sedangkan nilai uji skoring rasa terendah terdapat pada perlakuan P4 (40:60) yaitu sebesar 1,75 (agak khas talas). Hal ini menunjukkan bahwa panelis menyukai rasa kue lidah kucing dengan kriteria agak khas talas. Penambahan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi menghasilkan kue lidah kucing dengan atribut skoring terhadap rasa yang tidak berbeda nyata. Rasa khas talas belum terbiasa dirasakan oleh banyak panelis, sehingga panelis kurang menyukai kue dengan penggunaan tepung talas alami yang semakin banyak.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap penerimaan keseluruhan. Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata hasil uji hedonik penerimaan keseluruhan kue lidah kucing berkisar antara 3,85 (suka) sampai 4,25 (suka). Nilai uji hedonik penerimaan keseluruhan kue lidah kucing tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (40:60) yaitu sebesar 4,25 (suka), sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan P1 (100:0) yaitu sebesar 3,85
(suka).Penambahan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi menghasilkan kue lidah kucing terhadap penerimaan keseluruhan yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan penambahan tepung talas termodifikasi dapat diterima oleh panelis.
Kadar Pati Resisten
Perlakuan terbaik ditentukan berdasarkan seluruh parameter uji yang meliputi karakteristik kimia dan tabel matriks perlakuan terbaik diperoleh hasil bahwa kue lidah kucing dengan karakteristik terbaik adalah dengan perbandingan tepung talas alami 20% dan tepung talas modifikasi 80% (P5). Hasil analisis kadar pati resisten pada tepung talas modifikasi dan kue lidah kucing P5 dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil penelitian Wiadnyani dan Putra (2021) menunjukkan bahwa kadar pati resisten tepung talas alami yaitu sebesar 1,68%.
Tabel 6. Hasil analisis kadar pati resisten
Sampel |
Kadar Pati Resisten (%) |
Tepung talas modifikasi |
5,11 |
P5 (20% : 80%) |
3,11 |
Hasil yang serupa juga diperoleh pada pati talas alami yakni sebesar 1,25% (Wiadnyani et al., 2017). Berdasarkan Tabel 6 tepung talas modifikasi memiliki nilai kadar pati resisten sebesar 5,11%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan modifikasi autoclaving-cooling 2 siklus dapat meningkatkan kadar pati resisten. Pengujian kadar pati resisten dilakukan pada kue lidah kucing perlakuan terbaik yakni P5 dengan perbandingan tepung talas alami 20% dan tepung talas termodifikasi 80%. Kue lidah kucing perlakuan terbaik (P5) memiliki kadar pati resisten 3,11%.
Proses modifikasi ini terdiri atas dua tahap yaitu gelatinisasi dan retrogradasi. Pada tahap awal, pati digelatinisasi pada suhu 121°C selama 15 menit dengan proses autoclaving yang bertujuan untuk pembengkakan granula pati melalui pemanasan menggunakan air sehingga amilosa keluar Pada saat tahap retrogradasi, molekul pati berupa amilosa maupun amilopektin akan saling berikatan kembali secara double helix sehingga membentuk struktur yang rapat dan stabil oleh ikatan hydrogen (Sajilata et al., 2006). Setiarto et al., (2018) menyatakan bahwa tepung singkong yang dimodifikasi dengan autoclaving-cooling 2 siklus mengalami
peningkatan kadar pati resisten dari 2,8% menjadi 7,2%. Pati resisten memiliki karakteristik dan fungsi seperti serat pangan, sehingga pati resisten berperan penting untuk fungsi fisiologi tubuh, antara lain menurunkan indeks glikemik, menurunkan kolesterol, dan mengurangi resiko kanker usus sehingga dapat dimanfaat sebagai bahan dalam pembuatan pangan fungsional (Rozali et al., 2018).
KESIMPULAN
Perbandingan tepung talas alami dan tepung talas modifikasi berpengaruh nyata terhadap karakteristik kimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Penambahan tepung talas alami 20% dan tepung talas termodifikasi 80% menghasilkan kue lidah kucing dengan karakteristik terbaik dengan kadar air 1,71%, kadar abu 1,22%, kadar protein 4,28%, kadar lemak 45,32%, kadar karbohidrat 47,46%, warna coklat dan disukai, aroma disukai, tekstur agak renyah dan disukai, rasa agak khas talas dan disukai, penerimaan keseluruhan yang disukai serta memiliki kadar pati resisten sebesar 3,11%.
DAFTAR PUSTAKA
Adilla, M.T., A. Syauqi dan D. N. Afifah. 2020. Formulasi cookies berbasis tepung pisang batu (Musa balbisiana Colla)
dengan modifikasi enzimatik. Penelitian Gizi dan Makanan 43(2): 101–111.
Anonimus. Manfaat Umbi Talas Bagi Kesehatan. https://manfaat.co.id/manfaat-umbi-talas. Diakses tanggal: 25 Des 2021.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. AOAC International, Virginia USA.
Apriyantono A., D. Fardiaz., N.L Puspitasari., Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Asbar, R., S. Sugiyono dan B. Haryanto. 2014. Peningkatan pati resisten tipe III pada tepung singkong modifikasi dengan perlakuan pemanasan-pendinginan
berulang dan aplikasinya pada pembuatan mi kering. Jurnal Pangan 23(2): 157-165.
Badan Pusat Statistik. 2021. Impor Biji Gandum dan Meslin Menurut Negara Asal Utama.
https://www.bps.go.id/statictable/2019/02/ 14/2016/impor-biji-gandum-dan-meslin-menurut-negara-asal-utama-2010-2020.html. Diakses tanggal: 26 Des 2021
Barretti, B. R. V., V.S de Almeida., V.C Ito., B.M Silva., M.A.da.S.C Filho., E.B Sydney., I.M Demiate, and L.G Lacerda. 2022. Combination of organic acids and heat-moisture treatment on the normal and waxy corn starch: thermal, structural, pasting properties, and digestibility investigation. Food Science and Technology (Brazil) 42: 1–7.
Faridah, D.N., W.P. Rahayu dan M.S Apriyadi. 2013. Modifikasi pati garut (Marantha arundinacea) dengan perlakuan hidrolisis asam dan siklus pemanasan-pendinginan untuk menghasilkan pati resisten tipe 3. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 23(1): 61–69.
Febriyandin, O. 2012. Pengaruh perlakuan siklus pemanasan-pendinginan
(Autoclaving-Cooling Cycling) terhadap kandungan amilosa tepung mangrove api-api (Avicennia marina). Tesis. Dipublikasikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya, Malang
Gunaivi, R., Y.M.S Lubis dan Y. Aisyah. 2018. Pembuatan mie kering dari tepung talas (Xanthosoma Sagittifolium) dengan
penambahan karagenan dan telur. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah 3(1): 388–400.
Huriawati, F., W.L. Yuhanna dan T. Mayasari. 2016. Pengaruh metode pengeringan terhadap kualitas serbuk seresah Enhalus acoroides dari pantai tawang pacitan. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi 2(1): 35.
Rahmawati. 2012. Karakterisasi pati talas (Colocasia Esculenta (L.) Schott) sebagai alternatif sumber pati industri di Indonesia. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 1(1): 348–351.
Rozali, Z. F., E.Y Purwani., D. Iskandriati., N. Sri., dan T. Suhartono. 2018. Potensi Pati Resisten Beras sebagai Bahan Pangan Fungsional The Potential of Rice Resistant Starch as Fungsional Food Ingredient. Jurnal Pangan 27(3): 215–224.
Sarifah, S., Riwayati, I., dan Maharani, F. 2021. Modifikasi tepung labu kuning (Cucurbita Moschata) menggunakan metode heat moisture treatment (HMT) dengan variasi suhu dan lama pengeringan. Jurnal Inovasi Teknik Kimia, 6(1).
Setiarto, R. H. B., N. Widhyastuti dan A. Sumariyadi. 2018. Peningkatan kadar pati resisten tipe III tepung singkong termodifikasi melalui fermentasi dan pemanasan bertekanan. Biopropal
Industri, 9(1): 9-23.
Wiadnyani, A.A.I.S., I.D.G.M. Permana, dan I.W.R. Widarta. 2017. Modifikasi pati keladi dengan metode autoclaving-cooling sebagai sumber pangan fungsional. Media Ilmiah Teknologi Pangan 4(2): 94-102.
Wiadnyani, A.A.I.S dan I N.K.Putra. 2021. Tepung talas kimpul termodifikasi dengan fermentasi spontan dan teknik autoclavingcooling dalam rangka eksplorasi umbi-umbian lokal. Laporan penelitian Unggulan Program Studi, LPPM Universitas Udayana.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Yanti, S. F. 2014. Karakteristik fisikokimia pati umbi keladi sebaring (Alocasia macrorhiza) yang dimodifikasi dengan metode asetilasi dan aplikasinya pada produk mi kering. Tesis. Dipublikasikan. Universitas Sumatera Utara
782
Discussion and feedback