Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Qoriatul Hafifa dkk. /Itepa 12 (4) 2023 757-769

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Penambahan Pati Ganyong (Canna Edulis K.) Termodifikasi Secara Heat Moisture Treatment (HMT) terhadap Karakteristik Bakso Ayam

Effect of Canna Starch (Canna Edulis K.) Modified by Heat Moisture Treatment (HMT) on The Characteristics of Chicken Meatballs

Qoriatul Hafifa, Anak Agung Istri Sri Wiadnyani*, Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

* Penulis korespondensi: Anak Agung Istri Sri Wiadnyani, e-mail: [email protected]

Abstract

Chicken meatballs are commonly made of chicken meat and flour with various seasonings. This study aimed to determine the effect of heat-moisture treatment (HMT) modified canna starch addition on the characteristics of chicken meatballs and also to determine the right amount of heat-moisture treatment (HMT) modified starch addition to produce chicken meatballs with the best characteristics. A Completely Randomized Design (CRD) were used, with HMT addition treatment consisting of 6 types: P0: control (tapioca 25%), P1:5%, P2:10%, P3:15%, P4:20%, P5:25%. The treatment was repeated 3 times, so 15 experimental units were obtained. The obtained data were analyzed by analyzed of varian (ANOVA) on the SPSS program which was followed by Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). The observed parameters in this study are water absorption content, elasticity level, water content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, sensory test (hedonic and scoring), and resistant starch content. The result showed that the addition of HMT-modified canna starch had a significant effect on water absorption content, elasticity level, water content, protein content, fat content, carbohydrate content, color (hedonic and scoring), and resistant content. Chicken meatballs with the best characteristics were obtained from the addition of modified canna starch by heat moisture treatment (HMT) 25% with water absorption capacity of 33.82%, elasticity 7.57 N, moisture content 64.33%, ash content 0.79% , protein content 13.36%, fat content 5.24%, carbohydrate content 16.25%, and resistant starch content 3.00% as well as sensory assessment of color, namely dark ash and preferred, ordinary aroma, slightly chewy texture and preferred, ordinary taste and overall acceptance is preferred.

Keyword: chicken meatballs, canna starch, modified HMT, resistant starch

PENDAHULUAN

Bakso merupakan produk olahan berbahan dasar daging hewan yang dicampur dengan pati dan bumbu-bumbu yang berbentuk bulat dan dimatangkan. Salah satu produk bakso yang banyak ditemukan dimasyarakat yaitu bakso ayam. Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso ayam yakni pati singkong atau tapioka. Umbi singkong termasuk umbi mayor yang pemanfaatannya relatif

lebih luas dibandingkan umbi-umbian lain (umbi minor). Padahal potensi umbi minor cukup baik untuk dikembangkan, salah satu umbi minor yang menjadi khas Indonesia adalah umbi ganyong.

Ganyong (Canna Edulis K.) merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang sangat potensial sebagai sumber karbohidrat di Indonesia. Umbi ganyong mengandung karbohidrat tinggi 93,30% lebih tinggi dari umbi-umbian lain. Umbi

ganyong biasanya diolah menjadi tepung dan pati. Sifat pati ganyong alami dapat membatasi penggunaannya sebagai bahan baku pada industri pangan seperti tidak tahan suhu tinggi, kemampuan untuk membentuk gel tidak merata, tidak tahan terhadap pengadukan, dan memiliki kelarutan yang rendah (Latifah dan Yunianta, 2017). Penelitian penggunaan pati ganyong alami pada pembuatan bakso ikan tenggiri yang dilakukan oleh (Azizah dan Rahayu, 2018) memiliki tekstur yang tidak terlalu kenyal dan dinilai agak suka oleh panelis.

Karakteristik pati ganyong alami dapat diperbaiki dengan adanya modifikasi. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan cara fisik, kimia dan enzimatis (Kaur et al., 2012). Salah satu modifikasi fisik yang sedang dikembangkan adalah heat moisture treatment (HMT). Keuntungan modifikasi pati menggunakan HMT yaitu dapat meningkatkan ketahanan terhadap panas, tahan terhadap pengadukan dan dapat mempertahankan sifat fungsional pati. Hasil penelitian penambahan pati talas kimpul termodifikasi HMT 10% pada pembuatan bakso ayam dapat memperbaiki tekstur bakso yang dihasilkan (Suparthana et al., 2016). Beberapa hasil penelitian menunjukkan, pati termodifikasi HMT dapat meningkatkan kadar pati resisten (Mahmud, 2019 : Agustina et al., (2016) : Ekafitri, 2017). Pati resisten diketahui memiliki sifat fisiologis kesehatan yang

baik seperti pencegahan kanker usus besar, efek hipoglikemik, berfungsi sebagai prebiotik, efek penurunan kolesterol, dan penghambatan akumulasi lemak (Sajilata et al., 2005). Penggunaan pati termodifikasi dalam pembuatan produk makanan dapat meningkatkan kualitas dan nilai fungsional produk makanan tersebut (Saguilan et al., 2005). Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian penambahan pati ganyong termodifikasi dalam pembuatan bakso untuk memperbaiki tekstur dan nilai fungsional bakso ayam.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari bahan baku, bahan tambahan, dan bahan kimia untuk analisis. Bahan baku terdiri dari daging ayam bagian dada yang diperoleh dari Pasar Badung, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Provinsi Bali dan pati ganyong yang dibeli secara online melalui aplikasi Shopee (Iels organic food). Sedangkan bahan tambahan terdiri dari garam, es atau air es, bawang putih, STPP, dan lada. Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis meliputi aquades, bubuk kjeldhal, H2SO4, NaOH 45%, asam borat 2%, indikator PP, HCl dan heksana.

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan bakso ayam adalah timbangan,

sendok, blender, baskom, panci, botol spray dan kotak plastik pp. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu gelas ukur (pyrex), desikator, destruktor, destilator (behrotest), cawan porselin, tanur, timbangan analitik (shimadzu ATY224), oven (blue M), aluminium foil, tabung reaksi (pyrex), erlenmeyer (pyrex), gelas beaker (pyrex), pipet tetes, labu takar (pyrex), dan labu kjeldhal (pyrex), soxhlet (behrotest), komputer, dan texture analyzer (TA.XT plus).

Rancangan Penelitian

Penelitian     ini     menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penambahan pati ganyong termodifikasi secara HMT pada pembuatan bakso ayam yaitu: P0=tapioka 25%, P1=Pati ganyong modifikasi 5%, P2=Pati ganyong  modifikasi  10%,  P3  =  Pati

ganyong  modifikasi  15%,  P4  =  Pati

ganyong  modifikasi  20%,  P5  =  Pati

ganyong modifikasi 25%. Masing-masing taraf perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan sehingga diperoleh 18 unit percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara HMT yaitu daging ayam bagian dada, pati ganyong modifikasi HMT, tapioka, garam, lada, bawang putih, STPP, es atau air es. Bahan yang digunakan kemudian ditimbang sesuai dengan

formula. Adapun formula bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi seacra HMT dapat dilihat pada Tabel 1.

Pembuatan pati ganyong termodifikasi secara HMT

Pembuatan pati ganyong termodifikasi dilakukan berdasarkan (Wiadnyani dan Widarta, 2014) dengan metode heat moisture treatment (HMT) yang dimodifikasi. Tahap pertama pati ditimbang 100 gram dalam kotak plastik pp dan diatur kadar airnya menjadi 30%. Jumlah air yang ditambahkan dihitung berdasarkan rumus kesetimbangan massa. Pati disimpan pada chiller selama 12 jam. Kotak plastik yang berisi pati dibungkus dengan aluminium foil hingga tertutup rapat. Selanjutnya pati dipanaskan dalam oven pada suhu 110oC selama 10 jam. Kemudian pati dikeringkan pada suhu 60oC selama 8 jam lalu digiling dan diayak dengan ayakan 80 mesh.

Pembuatan bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara HMT

Pembuatan bakso ayam dilakukan dengan mengacu pada metode Aprita et al., (2020) yang dimodifikasi. Pembuatan bakso ayam dilakukan dengan cara daging ayam 100 g, ditambahkan garam 1 g, bawang putih 2 g, lada 1 g dan es 25 g kemudian dihaluskan. Kemudian ditambahkan bahan pengisi berupa pati ganyong termodifikasi sesuai perlakuan dan perlakuan kontrol menggunakan tapioka 25%.

Tabel 1. Formula bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi

Komponen (%)

P0     P1

Perlakuan

P2     P3     P4     P5

Daging ayam            100     100

Tapioka                25      0

Pati ganyong modifikasi          0       5

Garam                 1       1

Bawang putih             2       2

Lada                    1        1

Es atau air es               25       25

STPP                 0,2     0,2

100     100     100     100

0       0       0       0

10      15      20      25

  • 1             1             1            1

  • 2       2       2       2

1             1             1            1

25      25      25     25

0,2      0,2      0,2      0,2

Keterangan: Persentase penambahan pati ganyong termodifikasi berdasarkan (100 g) daging ayam


Kemudian dicampur rata dan dibuat adonan. Adonan bakso dibentuk bulat lalu dimasukkan dalam air mendidih pada suhu 100oC sampai mengapung selama 10 menit. Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi karakteristik fisik, karakteristik kimia, dan karakteristik sensoris. Karakteristk fisik yang diamati yaitu daya serap air (Setyani et al., 2017) dan kekenyalan (Untoro et al., 2012). Karakteristik kimia yang diamati antara lain kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC, 1995), kadar protein (AOAC, 2007), kadar lemak (Sudarmadji et al., 1997), kadar karbohidrat (Apriyantono, et al., 1989) dan kadar pati resisten (AOAC, 1995). Karakteristik sensoris yang diamati antara lain warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan dengan uji hedonik dan uji skoring menurut (Soekarto, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kimia bahan baku berupa pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 2.

Karakteristik Fisik

Karakteristik fisik bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara HMT meliputi daya serap air dan kekenyalan dapat diihat pada Tabel 3.

Daya Serap Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya serap air bakso ayam. Daya serap air bakso ayam berkisar antara 29,75% sampai dengan 33,82% (Tabel 3).

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat pati ganyong termodifikasi secara HMT

Komponen (%)

Pati Ganyong HMT

Air

10.43

Abu

0.09

Protein

1.25

Lemak

0.87

Karbohidrat

87.34


Tabel 3. Nilai rata-rata daya serap air dan kekenyalan bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara HMT

Perlakuan

Daya Serap Air (%)

Kekenyalan (N)

P0 (tapioka 25%)

32,83 ± 0,06b

6,83 ± 0,87ab

P1 (5%)

29,75 ± 0,14e

4,36 ± 0,43c

P2 (10%)

30,51 ± 0,04d

4,69 ± 0,60c

P3 (15%)

31,79 ± 0,17c

5,91 ± 0,17b

P4 (20%)

32,66 ± 0,44b

6,59 ± 0,46ab

P5 (25%)

33,82 ± 0,10a

7,57 ± 0,38a

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).


Nilai rata-rata daya serap air bakso terendah diperoleh pada perlakuan P1 (5%) yaitu sebesar 29,75%, sedangkan daya serap air bakso tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (25%) yaitu sebesar 33,82%. Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan daya serap air dengan meningkatnya komposisi pati ganyong HMT. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Putra et al, 2019) pada mie instan yang dibuat dari komposit terigu dan pati kimpul termodifikasi HMT (50:50) dapat meningkatkan daya serap air dari 121,36% menjadi 157,55%. Hal ini diduga karena kandungan amilosa yang tinggi dari pati ganyong HMT. Amilosa mengandung gugus hidroksil dalam jumlah yang besar dengan rantai lurus sehingga dapat meningkatkan daya ikat air dalam bahan

dan mempermudah pembentukan gel karena mudah membentuk jaringan tiga dimensi.

Kekenyalan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kekenyalan bakso ayam. Tekstur kekenyalan bakso berkisar antara 4,36 N sampai dengan 7,57 N (Tabel 3). Nilai rata-rata kekenyalan bakso terendah diperoleh pada perlakuan P1 (5%) yaitu sebesar 4,36 N yang tidak berbeda nyata dengan P2 (10%) sebesar 4,69 N, sedangkan bakso ayam dengan kekenyalan tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (25%) yaitu sebesar 7,57 N yang tidak berbeda nyata dengan P4 (20%) sebesar

6,59 N dan P0 (tapioka 25%) sebesar 6,83 N. Semakin banyak penambahan pati ganyong HMT, maka nilai kekenyalan bakso ayam semakin tinggi.

Nilai kekenyalan yang tinggi menunjukkan bahwa tekstur bakso ayam tersebut kenyal yang disebabkan oleh sifat pati ganyong yang telah dimodifikasi dengan metode HMT yaitu dapat meningkatkan stabilitas pasta, suhu gelatinisasi dan tekstur gel pati. Wiadnyani dan Widarta, (2014) melaporkan bahwa pati talas HMT pada pembuatan sohun dapat memperbaiki tekstur seperti tidak mudah putus saat pencetakan dan ukurannya lebih mengembang. Hasil penelitian Suparthana et al., (2016) yaitu pati talas kimpul termodifikasi HMT 10% pada pembuatan bakso ayam dapat memperbaiki tekstur bakso. Menurut Takahashi et al., (2005) selama proses HMT ikatan baru yang lebih kompleks terbentuk antara amilosa dibagian kristalin dan amilopektin dibagian amorf, membentuk struktur kristalin baru dengan ikatan yang lebih kuat dan lebih rapat sehingga akan memperkuat matrik pati dan diduga membuat tekstur bakso menjadi kenyal.

Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) meliputi hasil pengujian

kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 4.

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air bakso ayam. Kadar air bakso ayam berkisar antara 64,33% sampai dengan 68,62% (Tabel 4). Nilai rata-rata kadar air bakso ayam terendah diperoleh pada perlakuan P5 (25%) yaitu sebesar 64,33%, sedangkan kadar air bakso ayam tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (5%) yaitu sebesar 68,62%. Penurunan kadar air ini terjadi seiring dengan meningkatknya penambahan pati ganyong termodifikasi HMT, hal ini disebabkan kadar air pada pati ganyong dapat menurunkan kontribusi air dari kadar air yang dimiliki daging ayam. Hal ini juga sesuai dengan (Widyastuti, 1999) melaporkan bahwa penurunan kadar air bakso ayam disebabkan oleh beberapa faktor seperti peningkatan kadar bahan kering yang ditambahkan dalam pembuatan bakso ayam. Kadar air bakso ayam menurut SNI adalah maksimal 70%. Penelitian ini menunjukkan bahwa bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) hingga 25% masih memenuhi standar.

Tabel 4. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar

karbohidrat bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara HMT

Perlakuan

Kadar air (%)

Kadar abu (%)

Kadar protein (%)

Kadar lemak (%)

Kadar Karbohidrat (%)

P0 tapioka (25%)

64,76 ± 0,22e

1,12 ± 0,40a

13,77 ± 0,89bc

5,39 ± 0,34cd

14,93 ± 1,36ab

P1 (5%)

68,62 ± 0,29a

0,93 ± 0,18a

15,85 ± 0,12a

8,63 ± 0,10a

5,95 ± 0,30e

P2 (10%)

67,17 ± 0,24b

1,02 ± 0,18a

15,22 ± 0,96a

8,30 ± 0,26a

8,26 ± 1,21d

P3 (15%)

66,75 ± 0,21c

0,95 ± 0,12a

14,96 ± 0,44ab

7,16 ± 0,12b

10,1 ± 0,55c

P4 (20%)

65,29 ± 0,30d

0,80 ± 0,31a

13,85 ± 0,46bc

5,93 ± 0,66c

14,11 ± 0,60b

P5 (25%)

64,33 ± 0,27f

0,79 ± 0,12a

13,36 ± 0,72c

5,24 ± 0,19d

16,25 ± 0,65ab

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan   pati   ganyong

termodifikasi secara   heat moisture

treatment (HMT) tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu bakso ayam. Kadar abu bakso ayam berkisar antara 0,79% sampai dengan 1,12% (Tabel 4). Menurut Andarwulan et al (2011) kandungan mineral bahan ditunjukkan berdasarkan jumlah kadar abu yang terkandung dalam bahan tersebut. Rendahnya kadar abu pada bakso ayam karena pati ganyong memiliki kandungan mineral yang rendah. Kadar abu bakso ayam menurut SNI adalah maksimal 3,0%. Penelitian ini menunjukkan bahwa bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) hingga 25% masih memenuhi standar.

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan pati ganyong

termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein bakso ayam. Kadar protein bakso ayam berkisar antara 13,36% sampai dengan 15,85% (Tabel 4). Nilai rata-rata kadar protein bakso ayam terendah diperoleh pada perlakuan P5 (25%) yaitu sebesar 13,36% yang tidak berbeda nyata dengan P4 (20%) sebesar 13,85 dan P0 (tapioka 25%) sebesar 13,77 sedangkan kadar protein bakso ayam tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (5%) yaitu sebesar 15,85% yang tidak berbeda nyata dengan P2 (10%) sebesar 15,22%. Semakin banyak penambahan pati ganyong, maka kadar protein pada bakso ayam semakin rendah, hal ini disebabkan karena presentase jumlah daging yang sama sedangkan jumlah pati yang ditambahkan berbeda sehingga kandungan protein pada bakso ayam semakin berkurang. Kadar protein bakso ayam menurut SNI adalah minimal 11%. Penelitian ini menunjukkan bahwa bakso ayam dengan penambahan

pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) hingga 25% masih memenuhi standar.

Kadar Lemak

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak bakso ayam. Kadar lemak bakso ayam berkisar antara 5,24% sampai dengan 8,63% (Tabel 4). Nilai rata-rata kadar lemak bakso ayam terendah diperoleh pada perlakuan P5 (25%) yaitu sebesar 5,24% yang tidak berbeda nyata dengan P0 (tapioka 25%) sebesar 5,39%, sedangkan kadar lemak bakso ayam tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (5%) yaitu sebesar 8,63%. Penurunan kadar lemak terjadi seiring dengan meningkatnya penambahan pati ganyong, hal ini disebabkan karena kadar lemak pati ganyong lebih rendah daripada kadar lemak daging ayam. Kadar lemak bakso ayam menurut SNI adalah maksimal 10%. Penelitian ini menunjukkan bahwa bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) hingga 25% masih memenuhi standar.

Kadar Karbohidrat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar karbohidrat bakso

ayam. Kadar karbohidrat bakso ayam berkisar antara 5,95% sampai dengan 16,25% (Tabel 4). Nilai rata-rata kadar karbohidrat bakso ayam terendah diperoleh pada perlakuan P1 (5%) yaitu sebesar 5,95%, sedangkan kadar karbohidrat bakso ayam tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (25%) yaitu sebesar 16,25% yang tidak berbeda nyata dengan P0 (tapioka 25%) sebesar 14,93%. Semakin banyak penambahan pati ganyong, maka kadar karbohidrat pada bakso ayam semakin meningkat. Hal ini dikarenakan pati ganyong memiliki kadar karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sebesar 87.34%. Kandungan karbohidrat menurun seiring dengan meningkatnya kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Sebaliknya, jika kadar karbohidrat meningkat maka seiring dengan penurunan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. (Nafi’ et al., 2014).

Karakteristik Sensoris

Karakteristik sensoris bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) meliputi hasil pengujian evaluasi sensoris meliputi uji hedonik dan uji skoring. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna dan tekstur dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara HMT

Perlakuan

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

Penerimaan Keseluruhan

P0 (tapioka 25%)

3,40 ± 0,68b

3,75 ± 0,91a

3,55 ± 1,09a

3,15 ± 1,08b

3,60 ±0,99b

P1 (5%)

3,65 ± 0,48ab

3,45 ± 0,60a

3,60 ± 0,94a

3,70 ± 0,80ab

3,65 ±0,81b

P2 (10%)

3,80 ± 0,76ab

3,80 ± 0,69a

3,55 ± 0,99a

3,90 ± 0,78a

3,95 ± 0,82ab

P3 (15%)

4,00 ± 0,56a

3,85 ± 0,87a

3,90 ± 0,78a

3,80 ± 0,76a

4,25 ±0,63a

P4 (20%)

3,95 ± 0,68a

3,85 ± 0,98a

3,75 ± 0,96a

3,50 ± 0,88ab

3,85 ± 0,74ab

P5 (25%)

3,85 ± 0,74ab

3,60 ± 0,75a

3,80 ± 0,83a

3,85 ± 0,81a

3,90 ± 0,91ab

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Kriteria Hedonik: 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= biasa, 4= suka, 5= sangat suka

Tabel 6. Nilai rata-rata uji skoring warna dan tekstur bakso ayam dengan penambahan

pati ganyong termodifikasi secara HMT

Perlakuan

Warna

Tekstur

P0 (tapioka 25%)

2,90 ± 0,30a

2,40 ± 0,75a

P1 (5%)

2,60 ± 0,50ab

1,75 ± 0,71b

P2 (10%)

2,40 ± 0,59bc

1,75 ± 0,55b

P3 (15%)

2,05 ± 0,75cd

1,75 ± 0,63b

P4 (20%)

2,00 ± 0,72cd

1,85 ± 0,74b

P5 (25%)

1,90 ± 0,85d

1,80 ± 0,83b

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Kriteria skoring warna: 1= abu gelap, 2= abu-abu, 3= abu muda

Kriteria skoring tekstur: 1= tidak kenyal, 2= agak kenyal, 3= kenyal

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hedonik warna bakso ayam. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berkisar antara 3,40

sampai dengan 4,00. Nilai rata-rata warna bakso ayam terendah diperoleh pada perlakuan P0 (tapioka 25%) yaitu sebesar 3,40 dengan kriteria biasa, sedangkan warna bakso ayam tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 (15%) yaitu sebesar 4,00 dengan kriteria suka.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap uji skoring warna bakso ayam. Tabel 6 menunjukkan nilai rata-rata uji skoring terhadap warna bakso ayam berkisar antara 1,90 sampai dengan 2,90. Nilai rata-rata warna bakso ayam terendah diperoleh pada perlakuan P5 (25%) yaitu sebesar 1,90 dengan kriteria abu gelap, sedangkan warna bakso ayam tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (tapioka 25%) yaitu sebesar 2,90 dengan kriteria abu-abu. Semakin banyak penambahan pati ganyong, maka warna pada bakso ayam akan semakin gelap. Hal tersebut dikarenakan pada HMT terjadi proses pemanasan yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi maillard. Reaksi maillard terjadi apabila bahan pangan dipanaskan atau didehidrasi (Agustawa, 2012). Sehingga semakin banyak penambahan pati ganyong HMT maka bakso ayam yang dihasilkan semakin gelap. Berdasarkan hasil uji hedonik dan skoring panelis menyukai bakso ayam dengan warna abu-abu.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap hedonik aroma bakso ayam. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata uji hedonik terhadap aroma bakso ayam berkisar antara 3,45 sampai dengan 3,85 dengan kriteria biasa.

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap hedonik tekstur bakso ayam. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata uji hedonik terhadap tekstur bakso ayam berkisar antara 3,55 sampai dengan 3,90.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap skoring tekstur bakso ayam. Tabel 6 menunjukkan nilai rata-rata uji skoring terhadap tekstur bakso berkisar antara 1,75 sampai dengan 2,40. Nilai rata-rata tekstur bakso ayam terendah diperoleh pada perlakuan P1, P2, P3 yaitu sebesar 1,75 dengan kriteria agak kenyal, sedangkan tekstur bakso ayam tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (tapioka 25%) yaitu sebesar 2,40 dengan kriteria agak kenyal. Berdasarkan hasil uji hedonik dan skoring panelis menyukai bakso ayam dengan tekstur kenyal.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap hedonik rasa bakso ayam. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata uji hedonik terhadap rasa bakso ayam berkisar antara 3,15 sampai dengan 3,90. Nilai rata-rata rasa bakso ayam terendah

diperoleh pada perlakuan P0 (tapioka 25%) yaitu sebesar 3,15 dengan kriteria biasa, sedangkan rasa bakso ayam tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 (10%) yaitu sebesar 3,90 dengan kriteria biasa.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap hedonik penerimaan keseluruhan bakso ayam. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata uji hedonik terhadap penerimaan keseluruhan bakso ayam berkisar antara 3,60 sampai dengan 4,25. Nilai rata-rata penerimaan keseluruhan bakso ayam terendah diperoleh pada perlakuan P0 (tapioka 25%) yaitu sebesar 3,60 dengan kriteria biasa, sedangkan penerimaan keseluruhan bakso ayam tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 (15%) yaitu sebesar 4,25 denga kriteria suka. Berdasarkan hasil penelitian panelis cenderung lebih menyukai bakso ayam yang memiliki warna abu-abu, memiliki aroma khas bakso, memiliki tekstur yang kenyal dan rasa yang khas bakso ayam. Karakteristik Fungsional

Kadar Pati Resisten

Pengujian kadar pati resisten dilakukan pada perlakuan terbaik yaitu P5 (bakso ayam dengan penambahan pati ganyong HMT 25%), P0 (tapioka 25%) sebagai kontrol dan bakso pati ganyong alami 25% sebagai kontrol luar.

Penambahan pati ganyong yang dimodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) memiliki kadar pati resisten tertinggi sebesar 3,07% sedangkan perlakuan P0 (tapioka 25%) memiliki kadar pati resisten sebesar 1,63% dan bakso dengan penamabhan pati ganyong alami sebagai kontrol luar memiliki kadar pati resisten sebesar 1,34%. Berdasarkan hasil analisis kadar pati resisten tersebut diketahui bahwa bakso ayam dengan penambahan pati ganyong termodifikasi secara HMT memiliki kadar pati resisten tertinggi daripada bakso ayam dengan pati singkong atau pati ganyong alami.

Menurut Mahmud (2019) proses pemanasan pati dan adanya air saat HMT mengakibatkan air mengimbibisi molekul pati. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ikatan antara amilosa dan amilopektin melalui ikatan hidrogen sehingga terjadi pengaturan kembali ikatan amilosa dan amilopektin yang membentuk suatu daerah kristalin yang lebih besar dan membentuk granula pati yang lebih stabil serta teratur yang dapat meningkatkan kadar RS pati. Agustina et al., (2016) menyatakan bahwa pati daluga yang dimodifikasi dengan HMT dapat meningkatkan kadar pati resisten dari 3,40% menjadi 31,86%. Hal tersebut sesuai dengan (Ekafitri, 2017) Perlakuan HMT pada pati beras amilosa tinggi meningkatkan kandungan pati resisten hampir dua kali lipat yaitu dari 1,06% menjadi 2,2%.

Tabel 7. Nilai rata-rata kadar pati resisten bakso ayam

Perlakuan

Pati Resisten (%)

Pati ganyong alami 25%

1,347

P0 (tapioka 25%)

1,634

P5 (pati ganyong HMT 25%)

3,077


Resisten Starch (RS) diklasifikasikan sebagai komponen dari serat pangan karena hidrolisis RS oleh enzim pencernaan yang umunya membutuhkan waktu lebih lama sehingga proses produksi glukosa menjadi lebih lambat, sehingga RS memiliki efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan (Sajilata et al., 2006). Dengan karakteristik tersebut, pati resisten dapat dimanfaatkan dalam pembuatan pangan fungsional.

KESIMPULAN

Penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisik (kekenyalan dan daya serap air), karakteristik kimia (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat) dan karakteristik sensori (skoring warna dan tekstur). Bakso ayam dengan karakteristik terbaik diperoleh pada penambahan pati ganyong termodifikasi secara heat moisture treatment (HMT) 25% dengan daya serap air 33,82%, kekenyalan 7,57 N, kadar air 64,33%, kadar abu 0,79%, kadar protein 13,36%, kadar lemak 5,24%, kadar karbohidrat 16,25%, dan kadar pati resisten 3,00% serta penilaian sensori terhadap warna yaitu abu gelap dan disukai, aroma

biasa, tekstur agak kenyal dan disukai, rasa biasa dan penerimaan keseluruhan disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina., D.N. Faridah, & B.S. Jenie. (2016). Pengaruh retrogradasi dan perlakuan kelembaban panas terhadap kadar pati resisten tipe III daluga. Jurnal Teknologi         dan        Industri

Pangan, 27(1),78-86.

Agustawa, R. (2012). Modifikasi pati ubi jalar putih (ipomea batatas l) varietas sukuh dengan proses fermentasi dan metode heat moisture treatment (hmt) terhadap karakteristik fisik dan kimia pati. Skripsi Jurusan teknologi Hasil Pertanian. Fakultas      Teknologi      Pertanian.

Universitas Brawijaya. Malang

Andarwulan, N., F. Kusnandar & D. Herawati. (2011). Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.

AOAC. (1984). Official methods analysis. association of official analytical chemist (aoac). Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC.

Aprita, I.R., Irhami, C. Anwar, & R. Salima. (2020). Diversifikasi pembuatan bakso daging ayam dengan penambahan ubi jalar (ipomoea batatas l). Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol, 9(1), 7-15.

Azizah, D.N., & A.O. Rahayu.  (2018).

Penggunaan pati ganyong (Canna edulis kerr) pada pembuatan bakso ikan tenggiri. Edufortech, 3(1).

Badan Standardisasi Nasional. (2014). Bakso Daging. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Ekafitri, R. (2017). Pati resisten pada beras: jenis, metode peningkatan, efek untuk kesehatan, dan aplikasinya. Jurnal Pangan, 26,1-15.

Gomez, K.A.,  & A.A. Gomez.  (1995).

Prosedur Statistik untuk penelitian

pertanian. Penerjemah E. Syamsudin dan J.S. Baharsjah. UI Press, Jakarta.

Kaur, B., F. Ariffin, R. Bhat, & A.A. Karim. (2012). Progress in starch modification in      the      last      decade. Food

Hydrocolloids, 26(2):398-404.

Latifah, H., & Yunianta. (2017). Modifikasi pati garut (Marantha arundinacea) metode ganda (ikatan silang - subtitusi) dan aplikasinya sebagai pengental pada pembuatan saus cabai. Jurnal Pangan Agroindustri 5(4): 31-41.

Mahmud, M. (2019). Mutu biologis biskuit yang disubtitusi dengan pati kimpul modifikasi. Skripsi, Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo.

Nafi’, A., W.S. Windrati, N. Diniyah, & M.P. Sintha. (2014). Substitusi jamur merang (Volvariella Volvaceae) dan tepung koro pedang termodifikasi (Canavalia Ensiformis L.) pada pembuatan bakso sapi. Jurnal Agroteknologi, 8(01), 29-36.

Putra, I. N. K., I.P. Suparthana, & A.A.I.S. Wiadnyani. (2019). Sifat fisik, kimia, dan sensori mi instant yang terbuat dari tepung komposit terigu dan pati kimpul modifikasi. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 8(4), 161-167.

Saguilan, A.A., E.F. Huicochea, J. Tovar, F.G. Suarez, F.G. Meraz, & L.A.B. Perez. (2005). Resistant starch-rich powders prepared by autoclaving of native and lintnerized banana starch: Partial characterization. Wiley Online Library, 57(9):405-412.

Sajilata, S., J.L. Jannink, & P.J. White. (2005). In vitro bile acid binding of flours from oat varying in percentage and molecular weight distribution of β-

glucan. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 53(22):8797-8803.

Santacruz, S. (2004). Characterisation of starches isolated from Arracacha xanthorriza, Canna edulis and Oxalis tuberosa and extracted from potato leaf. Agraria 486.

Setyani, S., & S. Astuti. (2017). Substitusi tepung tempe jagung pada pembuatan mie basah. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 22(1), 1-10.

Suparthana, I.P., I.N.K. Putra, & N.W. Wisaniyasa. (2016). Aplikasi pati talas kimpul termodifikasi secara HMT (Heat Moisture Treatment) pada pembuatan bakso ayam. Media Ilmiah Teknologi Pangan, 3(2):86-96.

Takahashi T, M. Miuora, N. Ohisa, K. Mori, & S. Kobayashi. (2005). Heat moiture trearment of milled rice and properties of the flour. J Cereal Chem. 82(2):228-232.

Untoro, N.S., Kusrahayu, & B.E. Setiani. (2012). Kadar air, kekenyalan, kadar lemak dan citarasa bakso daging sapi dengan penambahan ikan bandeng presto (Channos   Forsk).   2012. Animal

Agriculture Journal, 1(1):567-583.

Wiandyani, A.A.I.S.,  & I.W.R. Widarta.

(2014). Modifikasi pati talas kimpul dengan heat moisture treatment untuk memperbaiki karakteristik sohun (starch noodle). Prosiding Seminar Nasional Biosains 1, Denpasar 29 Desember 2014.

Widyastuti, E.S. (1999). Studi tentang penggunaan tapioka, pati kentang, dan pati modifikasi dalam pembuatan bakso daging sapi. Tesis Program Studi Ilmu Ternak.     Program     Pascasarjana

Universitas     Brawijaya     Malang.

769