Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Karakteristik Tempe Jagung (Zea Mays L.)
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, ISSN: 2527-8010
I Ketut Peri Andika dkk / Itepa 12 (2) 2023 347-383
Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Karakteristik Tempe Jagung (Zea Mays L.
The Effect of Yeast Concentration on the Characteristics of Corn Tempeh (Zea Mays L.)
I Ketut Peri Andika1, Agus Selamet Duniaji1, Komang Ayu Nocianitri1*
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
*Penulis korespondensi: Komang Ayu Nocianitri, E-mail: [email protected]
Abstract
This study aims to determine the effect of yeast concentration on the characteristics of corn tempeh and to determine the concentration of yeast to produce corn tempeh with the best characteristics. This study used a completely randomized design (CRD) with yeast concentration treatment consisting of 5 levels: 0.2%, 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1%. The treatment was repeated 3 times to obtain 15 units of experiment. The data obtained were analyzed by analysed by variance and if the treatment had an effect on the observed variables, it was continued with Duncan s Multiple Range Test (DMRT). The concentration of yeast in the making of corn tempeh has a very significant effect on water content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, aroma, color, taste, texture, and overall acceptance. The yeast concentration of 0.8% produced corn tempeh with the best characteristics, namely: water content 65.6%, ash content 0.05%, fat content 6.91%, protein content 9.57%, carbohydrate content 17.9%, color , taste, aroma, texture, overall acceptance was very like, the color is white, the texture is compact and the aroma and taste are typical of tempeh.
Keywords: tempeh, corn, yeast
PENDAHULUAN
Jagung merupakan salah satu tanaman yang cukup penting bagi kehidupan manusia khususnya di Indonesia. Dengan melihat peningkatan produksi jagung di Indonesia yaitu sebesar 0,32 ton pertahun menurut Hudoyo dan Nurmayasari, (2019). Maka pemanfaatan tanaman jagung memiliki peluang untuk dikembangkan. Penggunaan tanaman jagung di Indonesia semakin meningkat, karena perannya untuk bahan pangan sebagai sumber karbohidrat dan protein. Jagung Seraya merupakan salah satu sumber daya genetik di Bali yang patut dipertimbangkan potensinya. Pemanfaatan
jagung Seraya ini dikarenakan jagung Seraya merupakan jenis jagung berondong (Sea Mays kelompok Everta), yaitu salah satu jagung yang memiliki kandungan protein terbanyak yaitu sebesar 15%.
Tempe adalah salah satu makanan khas dari Indonesia dan sangat digemari tidak hanya di Indonesia akan tetapi manca negara (Marshall dan Mejia, 2011; BSN, 2012). Berbeda dengan tempe kedelai, tempe jagung merupakan produk yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia, Kandungan protein pada jagung memang tidak lebih tinggi dari kedelai, yaitu 15%, sedangkan kedelai
40,4%. Kandungan lain yang dapat ditonjolkan dari jagung adalah pigmen warna kuning yang terkandung dikarenakan adanya kandungan karotenoid Jumlah karotenoid tersebut 22% merupakan beta karoten, sedangkan sisanya merupakan xantofil. Kedua komponen tersebut memiliki peran yang sangat penting bagi kesehatan. Menurut Eldahshan dan Singab (2013), beta karoten memiliki peran sebagai antioksidan dan anti kanker, sedangkan xantofil berdasarkan penelitian menurut Moeller et al. (2000), memiliki potensi untuk menurunkan resiko kebutaan yang disebabkan oleh penyakit katarak.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh terhadap karakteristik tempe yang di hasilkan. Berdasarkan penelitian Agung Witjoro, (2018) telah dilakukan pembuatan tempe kedelai menggunakan ragi substrat kacang tunggak dengan berbagai konsentrasi ragi. Hasil analisis menunjukkan bahwa tempe yang dibuat menggunakan subtrat kacang tunggak menghasilkan kualitas tempe (organoleptik dan protein) sama baiknya dengan tempe yang dibuat dengan ragi subtrat kacang kedelai, dan hasil terbaik ditunjukan pada pembuatan tempe dengan konsentrasi ragi 1%. Berdasarkan penelitian Lestari dan Mayasari, (2016) telah dilakukan pembuatan tempe berbahan dasar jagung pipil kering dengan berbagai konsentrasi yang berbeda, hasil analisis menunjukkan bahwa pembuatan tempe berbahan dasar
jagung pipil kering dengan konsentrasi ragi 0,2% menghasilkan tempe dengan tekstur padat dan kompak dan terikat micelium sehingga terlihat berwarna putih. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi ragi terhadap karakteristik tempe jagung dengan menggunakan jagung asli Desa Seraya, untuk menentukan konsentrasi ragi yang tepat pada pembuatan tempe jagung.
METODE
Bahan Penelitian
Bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain, Jagung kering Desa Seraya jenis berondong (Zea mays Kelompok Everta) , ragi tempe merk Raprima, air, plastik atau daun pisang, H2SO4 (merck), aquades, NaOH (merck) 50%, asam borak (merck), Zinc, HCL (merck), indicator pnenolphthalein (PP) (merck) , tablet kjeldahl (merck).
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, tabung destruksi, disikator, soxhlet (Behr), oven kering (Labo Do 225), pendingin balik, tanur, buret, pipet volume (Pyrex), beaker glass (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), labu lemak (Behr), labu ukur (Herma), labu kjeldahl, hot plate, timbangan analitik (Shimadzu ATY224), heating muntle, sifon, evavorator, cawan porselen, kondensor, muffle (Daihan).
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yakni konsentrasi ragi yang terdiri dari 5 taraf (0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, 1%) Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh antara perlakuan dilanjutkan dengan Uji Duncan (Gomez dan Gomez, 1995).
Pelaksanaan penelitian
Jagung disortasi dan dilakukan pengecilan ukuran sampai menyerupai nasi jagung, kemudian dicuci sampai bersih, lalu direbus selama 30 menit pada sushu 100oC, kemudian dilakukan perendaman menggunakan air bersih selama 15 menit, kemudian jagung dicuci sehingga kulit jagung akan mengelupas, selanjutnya jagung dikukus selama 30 menit lalu didinginkan. Jagung yang sudah dingin kemudian ditimbang dan ditambahkan ragi dengan konsentrasi 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, dan 1%, kemudian dikemas dengan daun pisang yang telah dilubangi dengan jarum dengan jarak 1x1 cm supaya aerasi dapat terjadi. Selanjutnya dilakukan pemeraman atau fermentasi selama 36 jam.
Parameter yang diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah protein dianalisis menggunakan metode Mikro-Kjeldahl
(Sudarmadji, 1997). Kadar lemak diukur menggunakan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar air menggunakan metode pemanasan (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu dilakukan dengan menggunakan pengabuan kering (AOAC, 1995), karbohidrat diukur sebagai pengurangan dari seluruh komponen proksimat (by difference), dan sifat sensoris dengan uji hedonik dan skoring terhadap warna, aroma, tektur, rasa, dan penerimaan keseluruhan (Soekarto, 1985).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat tempe jagung dapat dilihat pada Tabel 1.
Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air tempe jagung (Tabel 1). Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai kadar air P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3, P4, dan P5 sedangakan perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4. Nilai kadar air terendah adalah 65,3% dengan konsentrasi ragi 1% (P5) dan kadar air tertinggi adalah 66,6% dengan konsentrasi ragi 0,2% (P1).
Tabel 1 menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi yang digunakan maka semakin rendah kadar air pada tempe jagung, hal tersebut diduga terjadi karena semakin banyak konsentrasi ragi yang
ditambahkan maka semakin banyak pula jumlah kapang yang dihasilkan sehingga menyebabkan suhu proses fermentasi menjadi meningkat. Peningkatan suhu menyebabkan kandungan air pada tempe lebih cepat menguap melalui lobang-lobang
yang terdapat pada kemasan sehingga jumlah kadar air akan menurun. Selain itu, penurunan kadar air juga disebabkan karena adanya reaksi hidrolisis oleh mikroba yang menyebabkan berkurangnya kelembaban (Babalola dan Giwa, 2012).
Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat tempe jagung.
Konsentrasi ragi |
Kadar air |
Kadar abu |
Kadar lemak |
Kadar protein |
Kadar karbohidrat |
P1 |
66,6±0,116a |
0,10±0,006a |
9,48±0,282a |
7,17±0,121e |
16,7±0,277d |
P2 |
66,1±0,153b |
0,09±0,006b |
8,50±0,243b |
7,72±0,172d |
17,6±0,229c |
P3 |
65,8±0,058c |
0,07±0,006c |
7,48±0,329c |
8,28±0,176c |
18,4±0,219b |
P4 |
65,6±0,153c |
0,05±0,006cd |
6,91±0,108d |
9,57±0,297a |
17,9±0,106c |
P5 |
65,3±0,058d |
0,06±0,006d |
6,54±0,110d |
8,69±0,218b |
19,4±0,380a |
Keterangan: huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Tabel 2. Nilai rata-rata kesukaan terhadap warna, aroma, tektur, rasa, dan penerimaan keseluruhan tempe jagung.
Hedonik
Perlakuan |
Aroma |
Warna |
Rasa |
Tekstur |
Penerimaaan keseluruhan |
P1 |
3,5±0,94c |
3,5±0,95b |
3,6±0,75d |
3,6±0,69c |
3,6±0,68c |
P2 |
3,4±0,81c |
3,7±0,75b |
3,4±0,73cd |
3,6±0,69c |
3,7±0,66c |
P3 |
3,5±0,60c |
3,6±0,83b |
3,8±0,51c |
3,5±0,76c |
3,7±0,47c |
P4 |
4,5±0,60a |
4,5±0,51a |
4,8±0,44a |
4,4±0,68a |
4,7±0,59a |
P5 |
3,9±0,64b |
3,9±0,88b |
4,3±0,44b |
4,0±0,65b |
4,3±0,57b |
Keterangan: huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kreteria uji hedonik: 5 = suka, 4 = agak suka, 3= netral, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka.
Tabel 3. Nilai rata-rata skor warna, aroma, tekstur, dan rasa tempe jagung.
Perlakuan |
Skoring | |||
Aroma |
Warna |
Rasa |
Tekstur | |
P1 |
2,7±0,59b |
1,8±0,70b |
2,4±0,60b |
2,3±0,66c |
P2 |
2,5±0,60b |
1,9±0,67b |
2,4±0,60b |
2,6±0,51bc |
P3 |
2,4±0,68b |
2,6±0,51a |
2,5±0,60b |
2,6±0,60bc |
P4 |
3,0±0,22a |
2,8±0,41a |
2,9±0,37a |
3,0±0,22a |
P5 |
2,6±0,60b |
2,6±0,60a |
2,7±0,49ab |
2,7±0,47ab |
Keterangan: huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kreteria uji skor warna (3 = putih, 2 = agak putih, 1 = tidak putih), tekstur (3 = kompak, 2 = agak kompak, 1 = tidak kompak), aroma dan rasa (3 = khas tempe, 2 = agak khas tempe, 1 = tidak khas tempe),
Kadar Abu
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sanagt nyata (P<0,01) terhadap kadar abu tempe jagung (Tabel 1). Nilai kadar abu terendah adalah 0,10% dengan konsentrasi ragi 0,2% (P1) berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3, P4, P5 dan nilai kadar abu tertinggi adalah 0,05% dengan konsentrasi ragi 0,8% (P4) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan P5. Tabel 1. menunjukan bahwa kadar abu mengalami penurunan dari P1 yaitu konsentrasi ragi 0,2% sampai P4 yaitu konsentrasi ragi 0,8%, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan P5. Hal tersebut diduga terjadi karena adanya mineral pada jagung akan dimanfaatkan oleh kapang sebagai nutrisi untuk tumbuh sehingga mampu menghasilkan tempe yang memiliki kekompakan yang baik. Kekompakan miselium yang terbentuk karena aktivitas Rhizopus Oligosporus menandakan optimalnya proses metabolisme. Oleh karena itu, kapang akan menghasilkanenzim yang mempunyai unsur nitrogen yang mengandung abu mineral (Budianti 2018).
Kadar Lemak
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak tempe jagung (Tabel 1). Nilai kadar lemak terendah adalah 9,48% dengan konsentrasi ragi 0,2% (P1) berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3, P4, P5 dan nilai kadar air tertinggi adalah
6,54% dengan konsentrasi ragi 1% (P5) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4.
Tabel 1. menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi maka kadar lemak pada tempe jagung semakin menurun. Hal ini diduga terjadi karena semakin banyak konsentrasi ragi yang ditambahkan akan memperbanyak jumlah mikroorganisme yang berperan mendegradasi lemak pada tempe sehingga menyebabkan lemak berkurang. Penurunan kadar lemak tersebut dipengaruhi oleh aktivitas enzim lipase yang dihasilkan olehkapang Rhizopus sp. Selama proses fermentasi enzim lipase akan menghidrolisis trigliserol menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas tersebut kemudian digunakan sebagai sumber energi oleh kapang Rhizopus sp. Sehingga mengakibatkan kandungan lemak pada tempe rendah seiring dengan penambahan konsentrasi inokulum. Kapang Rhizopus oligosporus dan R. stolonifer menggunakan asam linoleat, asam oleat, serta asam palmitat sebagai sumber energi, oleh karena itu selama proses fermentasi kandungan asamlinoleat, asam oleat, dan asam palmitat mengalami penurunan (Astuti et al., 2000). Penambahan konsentrasi inokulum pada tempe kedelai hitam mempengaruhi kadar lemak yang terkandung didalamnya. Semakin banyak penambahan konsentrasi inokulum maka kadar lemak akan semakin menurun (Anita Budianti 2018).
Kadar Protein
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sanagat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein tempe jagung (Tabel 1). Nilai kadar protein terendah adalah 7,17% dengan konsentrasi ragi 0,2% (P1) berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3, P4, P5 dan nilai kadar air tertinggi adalah 9,57% dengan konsentrasi ragi 0,8% (P4) berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, P5. Tabel 1 menunjukan bahwa kadar protein tempe jagung mengalami peningkatan dari P1 samapai P4, tetapi pada konsentrasi ragi P5 kadar protein tempe jagung mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena jumlah kapang yang semakin banyak menyebabkan suhu dalam proses fermentasi menjadi naik. Jenis kapang yang dominan pada tempe yaitu Rhizopus oligosporus. Kapang yang tumbuh pada tempe tersebut menghasilkan enzim-enzim pemecah senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana menghasilkan enzim–enzim protease, pepton, polipeptida asam amino, NH3 dan unsur Nitrogen (Deliani, 2008). Dengan banyaknya konsentrasi ragi yang ditambahkan akan menghasilkan nitrogen yang banyak pula sehingga dimanfaatkan oleh kapang untuk tumbuh sehingga protein menjadi menurun.
Kadar Karbohidrat
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar karbohidrat tempe
jagung (Tabel 1). Nilai kadar karbohidrat terendah adalah 16,7% dengan konsentrasi ragi 0,2% (P1) berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3, P4,P5 dan nilai kadar air tertinggi adalah 19,4% dengan konsentrasi ragi 1% (P5) berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, P4. Tabel 1 menunjukan bahwa kadar karbohidrat tempe jagung mengalami peningkatan pada konsentrasi ragi P1 sampai konsentrasi ragi P3 hal ini dikarenakan adanya penurunan pada kandungan kadar abu, kadar air, dan kadar lemak. Pada konsentrasi ragi P4 kandungan karbohidrat tempe jagung mengalami penurunan disebabkan oleh tingginya kandungan protein pada perlakuan P4 dan pada konsentrasi ragi P5 kembali mengalami peningkatan, hal ini diduga karena kandungan karbohidrat yang terdapat pada ragi tempe yang digunakan, karena ragi tempe sendiri terbuat dari tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian (Sale, 2006). Selain itu peningkatan yang terjadi disebabkan oleh menurunnya kandungan gizi lainnya seperti protein, air, abu, dan lemak. Kadar karbohidrat dilakukan secara by different sehingga peningkatan dan penurunan kadar karbohidrat lebih dikarenakan adanya perubahan komposisi gizi lain. Perubahan komposisi kimia tersebut didukung oleh pernyataan menurut Astawan (2014), bahwa perubahan komposisi gizi selama proses pembuatan tempe disebabkan oleh perlakuan fisik
maupun proses enzimatis akibat aktivitas mikroorganisme.
Sifat Sensoris
Sifat sensoris tempe jagung dilakukan dengan uji hedonik dan uji skoring. Uji hedonik dilakukan pada warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan sedangkan uji skoring dilakukan pada warna, aroma,tekstur, rasa. Rata-rata uji hedonik dapat dilihat ada Tabel 2. Nilai rata-rata uji skoring dapat dilihat pada Tabel 3.
Aroma
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik aroma tempe jagung. Tabel 2 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada tempe jagung konsentrasi ragi 0,8% (P4) yaitu sebesar 4,5 dengan kreteria sanagat suka, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tempe jagung dengan konsentrasi ragi 0,4% (P2) yaitu sebesar 3,4 dengan kreteria netral dan tidak berbeda nyata dengan P1 dan P3.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat yata (P<0,01) terhadap skor aroma tempe jagung. Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada tempe jagung konsentrasi ragi 0,8% (P4) yaitu sebesar 3,0 dengan kreteria khas tempe, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tempe jagung dengan konsentrasi ragi 0,6% (P3) yaitu sebesar 2,4 dengan kreteria
agak khas tempe dan tidak berbeda nyata dengan P1, P2, dan P5. Perbedaan aroma tempe terjadi karena selama fermentasi tempe, hifa Rhizopus sp. menembus biji-biji yang keras dan mengambil makanan dari biji tersebut untuk pertumbuhannya, hal ini menyebabkan lunaknya biji dengan dorongan mekanis akibat pertumbuhannya dan mendegradasi komponen pembentuk aroma semakin meningkat sehingga menyebabkan terbentuknya aroma khas tempe Kasmidjo (1990). Selanjutnya akan diikuti dengan berlangsungnya proses perombakan secara enzimatis dan kimiawi dari kapang yang digunakan sehingga akan terbentuk aroma khas pada tempe (Sarwono, 1996 dalam Mukhoyaroh, 2015).
Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik warna tempe jagung. Tabel 2 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada tempe jagung konsentrasi ragi 0,8% (P4) yaitu sebesar 4,5 dengan kreteria sanagat suka, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tempe jagung dengan konsentrasi ragi 0,2% (P1) yaitu sebesar 3,5 dengan kreteria netral dan tidak berbeda nyata dengan P2, P3, dan P5.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor warna tempe jagung. Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada tempe
jagung dengan konsentrasi ragi 0,8% (P4) yaitu sebesar 2,9 dengan kreteria putih dan tidak berbeda nyata dengan P3 dan P5, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tempe jagung dengan konsentrasi ragi 0,2% (P1) yaitu sebesar 1,8 dengan kreteria agak putih dan tidak berbeda nyata dengan P2. Hal ini diduga karena semakin banyak penambahan ragi pada pembuatan tempe memberikan warna tempe yang menyerupai tempe pada umumnya, tetapi pada perlakuan P5 tempe sudah mengalami perubahan warna menjadi agak kehitaman, hal ini diduga karena proses fermentasi tempe lebih cepat mengalami kematangan sehingga timbul bintik-bintik hitam pada permukaan tempe.
Rasa
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik rasa tempe jagung. Tabel 2 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada tempe jagung konsentrasi ragi 0,8% (P4) yaitu sebesar 4,8 dengan kreteria sanagat suka, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tempe jagung dengan konsentrasi ragi 0,4% (P2) yaitu sebesar 3,4 dengan kreteria netral dan tidak berbeda nyata dengan P1.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor rasa tempe jagung. Rasa adalah rangsangan yang dihasilakan oleh tempe setelah dimakan terutama dirasakan oleh indera pengecap.
Pada penelitian ini, rasa tempe jagung menunjukkan semakin banyak konsentrasi ragi yang digunakan maka kesukaan panelis semakin tinggi. Rasa tempe diperoleh dari hasil proses fermentasi karbohidrat, protein, dan lemak dalam bahan yang digunakan sehingga menghasilkan rasa yang khas (Oktafiani, 2001). Selain itu rasa yang dihasilkan tempe jagung juga diengaruhi oleh senyawa-senyawa hasil degradasi atau oksidasi trigliserida yang disebabkan oleh proses hidrolisis asam-asam amino yang terjadi pada rekasi Mailard yang dapat menimbulkan rasa pahit pada tempe jagung dengan konsentrasi 0,2% dan 0,4% (Kurniawati, 2012). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada tempe jagung dengan konsentrasi ragi 0,8% (P4) yaitu sebesar 2,8 dengan kreteria khas tempe dan tidak berbeda nyata dengan P3 dan P5, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tempe jagung dengan konsentrasi ragi 0,2% (P1) dan 0,4% (P2) dengan nilai rata-rata yang sama yaitu sebesar 2,4 dengan kreteria agak khas tempe.
Tekstur
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik tektur tempe jagung. Tabel 2 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada tempe jagung konsentrasi ragi 0,8% (P4) yaitu sebesar 4,4 dengan kreteria suka, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tempe
jagung dengan konsentrasi ragi 0,6% (P3) yaitu sebesar 3,5 dengan kreteria netral dan tidak berbeda nyata dengan P1 dan P2.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor tektur tempe jagung. Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada tempe jagung konsentrasi ragi 0,8% (P4) yaitu sebesar 3,0 dengan kreteria kompak dan tidak berbeda nyata dengan P5, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tempe jagung dengan konsentrasi ragi 0,2% (P1) yaitu sebesar 2,3 dengan kreteria agak kompak dan tidak berbeda nyata dengan P2 dan P3. Hal ini diduga karena miselia kapang berhubungan antara biji-biji jagung menyelimuti permukaan hingga menjadi tempe, miselium akan meningkat kerapatan masa tempe satu sama lain sehingga membentuk suatu masa yang kompak seiring bertambahnya konsentrasi ragi yang digunakan dan mengurangi rongga udara didalamnya.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan tempe jagung. Tabel 2 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada tempe jagung konsentrasi ragi 0,8% (P4) yaitu sebesar 4,7 dengan kreteria sangat suka, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tempe jagung dengan konsentrasi ragi 0,2% (P1) yaitu
sebesar 3,6 dengan kreteria suka dan tidak berbeda nyata dengan P2 dan P3. Penerimaan keseluruhan tempe jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu rasa, aroma, warna , dan tektur.
KESIMPULAN
Konsentrasi ragi pada pembuatan tempe jagung berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan nila hedonik dan skoring terhadap aroma, warna, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan. Konsentrasi ragi 0,8% pada perlakuan (P4) menghasilkan tempe jagung dengan karakteristik terbaik yaitu: kadar air 65,6%, kadar abu 0,05%, kadar lemak 6,91%, kadar protein 9,57%, kadar karbohidrat 17,9%, hedonik warna, rasa, aroma, tektur, penerimaan keseluruhan sangat disukai, skoring warna putih, tekstur kompak, aroma dan rasa khas tempe.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M.2008. Sehat Dengan Tempe: Panduan Lengkap Menjaga Kesehatandengan Baik. Dian Rakyat. Bogor.
Astuti, M., Meliala, A., Dalais, F. S., dan Wahlqvist, M.L. (2000). Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 9(4), 322-325.
Boon, C.S., D.J McClements. J. Weiss. dan E. A. Decker. 2010. Factors influencing the chemical stability of carotenoids in foods. Critical reviews in food science and nutrition. 50:515-532.
Buckle, K. A., R. A. Edwards and M.
Wouton. 2007. Ilmu Pangan. Terjemahandari Food Science oleh Purnomo H dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Budianti, A. 2018. Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Lama Fermentasi Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Tempe Kedelai Hitam (Glycine soja), Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya.
Deliani. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat Pada Pembuatan Tempe. TesisPaska Sarjana, Universitas Sumatra Utara. Medan.
Giannelos, P,N, Zannikos, F, Stournas, S, Lois, E, dan G. Anastopoulos. 2002. Tobacco seed oil as an alternative diesel fuel physical and chemical properties. Industrial crops and products. 16:1-9.
Pangan, P.T. 2019. Pengaruh Rasio Subtitusi Kacang Kedelai dengan Biji Melinjo dan Konsentrasi Ragi terhadap Kualitas Tempe Kedelai. Jurnal Ilmu Pangan dan Hasil Pertanian. 3(1).
Sapitri, Y., U.S. Hastuti. dan A. Witjoro. 2021. Pengaruh ragi tempe dengan variasi substrat kacang tunggak (Vigna unguiculata) dan Kacang Kedelai (Glycine max (L) Merill.) serta dosis ragi tempe terhadap kualitas tempe kedelai. Jurnal Ilmu Hayat. 2:1-8.
Setyani, S. S. Nurdjanah. dan E. Eliyana. 2017. Evaluasi sifat kimia dan sensori tempe kedelai–jagung dengan berbagai konsentrasi ragi raprima dan berbagai formulasi. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 22:85-96.
Yulia, R. A. Hidayat. A. Amin. dan S. Sholihati. 2019. Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Lama Fermentasi terhadap Kadar Air, Kadar Protein dan Organoleptik pada Tempe dari Biji Melinjo (Gnetum gnemon L). Rona Teknik Pertanian, 12(1), 50-60.
383
Discussion and feedback