Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan terhadap Karakteristik Teh Herbal Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Kanza Alfira dkk / Itepa 12 (2) 2023 293-308
ISSN: 2527-8010
Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan terhadap Karakteristik Teh Herbal Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss
The Effect of Drying Temperature and Time on the Characteristics of Herbal Tea of Neem Leaf (Azadirachta indica A. Juss)
Kanza Alfira1, N.L.A. Yusasrini1*, G.A.K. Diah Puspawati1
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
*Penulis korespondensi: Ni Luh Ari Yusasrini, Email: [email protected]
Abstract
This study aimed to determine the effect of drying temperature and time on the characteristics of neem leaf herbal tea and to obtain the right drying temperature and time to produce neem leaf herbal tea with the best characteristics. The experimental design used was a factorial completely randomized design (CRD) with two factors. The first treatment namely drying temperatures (50°C, 60°C, 70°C) and the second treatment namely drying time (3, 4, 5 hours). The results showed that the interaction of drying temperature and time in neem leaf herbal tea had a significant effect (P<0,05) on moisture content, ash content, extract content in water, total flavonoid content, total phenolic concent, antioxidant activity, and taste. The best treatment was drying neem leaf herbal tea at 70°C for 5 hours with the characteristics: water content 3.41%; ash content 5.93%; extract content in water 38.82%; total flavonoid content 3.79 mg QE/g; total phenolic content 6.54 mg GAE/g; antioxidant activity 62.45% and based on the IC50 of 706.65 ppm; neutral color, aroma were slight liked, taste were bitter and neutral, overall acceptance were neutral.
Keywords : drying temperature, drying time, herbal tea, neem leaf
PENDAHULUAN
Daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan salah satu bagian dari tanaman mimba yang memiliki bentuk menyirip, ujungnya runcing, daun majemuk, dan berwarna hijau. Menurut Sudevan et al., (2013) ekstrak daun mimba mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, dan tanin. Nilai total fenol yang terdapat pada ekstrak metanol daun mimba sebesar 43,57 mg/g dan total flavonoidnya sebesar 529,5 mg/100 g (Al-Jadidi et al., 2015). Daun mimba juga memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 sebesar 83,279 ppm (Supriyanto et al., 2021). Daun mimba
belum banyak diolah dalam bidang pangan kemungkinan karena rasanya yang sangat pahit sehingga kurang disukai. Biasanya daun mimba hanya digunakan sebagai pakan ternak dan pestisida alami padahal daun mimba bersifat aman untuk dikonsumsi manusia. Orang zaman dahulu biasa mengonsumsi daun mimba hanya dengan merendam daunnya dalam air panas. Menurut aturan Departemen Kesehatan RI (2017) tentang formularium ramuan obat tradisional Indonesia bahwa air rebusan daun mimba dapat dijadikan sebagai ramuan untuk pengidap eksim dan kanker tanpa ada efek samping. Komponen bioaktif dan khasiatnya yang baik untuk
kesehatan menunjukkan daun mimba merupakan salah satu tanaman yang berpotensi dijadikan sebagai teh herbal. Selain itu dengan diolah menjadi teh herbal, diharapkan dapat mengurangi tingkat kepahitan pada cita rasa daun mimba. Rasa pahit pada daun mimba berasal dari komponen bioaktif yang tidak tahan akan panas yaitu nimbin. Proses pengolahan teh herbal melalui proses pemanasan yaitu pengeringan sehingga dengan diolah menjadi the herbal diharapkan tingkat kepahitannya akan berkurang.
Teh herbal merupakan salah satu jenis minuman herbal yang terbuat dari daun, biji, bunga, dan akar berbagai tanaman selain tanaman teh (Camellia sinensis). Selain memiliki aroma dan rasa yang khas, minuman herbal juga mengandung komponen bioaktif yang bermanfaat baik bagi kesehatan (Kusuma et al., 2020). Dalam proses pengolahan teh herbal terdapat proses pengeringan. Terdapat berbagai metode pengeringan yang biasa digunakan yaitu dengan sinar matahari dan oven (oven drying). Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari langsung merupakan pengeringan yang paling ekonomis tetapi sangat tergantung kepada iklim. Sedangkan pengeringan dengan oven memiliki keunggulan kondisi pengeringan yang mudah untuk diatur, pengeringan menjadi lebih cepat, dan tidak tergantung iklim,
akan tetapi dari segi biaya oven memiliki harga yang mahal.
Dalam proses pengeringan, suhu dan waktu yang digunakan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Menurut Nazaruddin dan Paimin (1993) apabila menggunakan suhu pengeringan terlalu tinggi untuk mengeringkan daun yang segar, maka daun kering hanya pada permukaannya saja. Selain itu, penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga dapat menurunkan komponen fenol dan flavonoid karena sifatnya yang tidak tahan akan panas. Namun apabila suhu yang digunakan tertalu rendah mengakibatkan proses pengeringan membutuhkan waktu yang lebih lama. Penggunaan waktu pengeringan yang terlalu lama menyebabkan terdegradasinya pigmen-pigmen pada bahan, terutama pigmen klorofil yang dapat terdegradasi menjadi feofitin sehingga menghasilkan warna yang semakin memudar (Yamin et al., 2017). Sebaliknya, jika waktu pengeringan yang digunakan terlalu cepat mengakibatkan teh herbal tidak cukup kering (Sari et al., 2020).
Menurut Sari et al., (2020) variasi waktu dan suhu pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar tanin, total fenol, dan aktivitas antioksidan teh herbal daun tin. Wirawan et al., (2020) melaporkan bahwa perlakuan pengeringan terbaik pada teh herbal daun bambu tabah yaitu pada suhu 60°C selama 3 jam. Nathaniel (2020) melaporkan karakteristik terbaik pada teh
herbal daun rambusa yaitu pada perlakuan pengeringan suhu 60°C selama 3 jam. Yamin et al., (2017) juga melaporkan bahwa teh herbal daun ketepeng cina terbaik dihasilkan dari pengeringan suhu 50°C selama 130 menit dengan karakteristik fisik yaitu warna kuning kecoklatan, aroma khas daun juga akan semakin memudar, dan rasa sepat pada air seduhannya semakin berkurang.
Penelitian tentang pemanfaatan daun mimba menjadi teh herbal dengan suhu dan lama pengeringan yang tepat belum diketahui. Berdasarkan hal tersebut, tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap karakteristik teh herbal daun mimba dan mendapatkan suhu dan waktu pengeringan yang tepat sehingga menghasilkan teh herbal daun mimba dengan karakteristik terbaik.
METODE
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan pada pembuatan teh herbal adalah daun mimba yang diambil dari pucuk hingga daun ketiga pada setiap ranting tanaman mimba yang diperoleh dari Bukit Jimbaran, Badung. Bahan kimia yang digunakan adalah reagen folin-ciocalteu (Merck), aquades, DPPH (2,2-diphenyl-1-
picrylhidrazyl) (Sigma-Aldrich), sodium
karbonat (Merck), standard asam galat (Sigma-Aldrich) dan AlCl3 (PhytoTechnology).
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven (Getra), loyang, blender (Philips), termometer, gunting, ayakan 40 mesh, kompor (Rinnai), plastik klip, gelas plastik, panci, cawan, spatula, muffle (WiseTherm), kompor listrik (Gerhardl), spektofotometer (Genesys 10S UV-Vis), vortex (Thermolyne), desikator, pinset, neraca digital (Shimadzu), tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas beker, labu ukur, gelas ukur, tip dan pipet mikro, labu erlenmeyer, sentrifuse (Oregon), tabung sentrifuse.
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola factorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah suhu pengeringan yang terdiri dari tiga taraf yaitu S1 = 50°C, S2 = 60°C, S3 = 70°C dan faktor kedua adalah waktu pengeringan yang terdiri tiga taraf yaitu W1 = 3 jam, W2 = 4 jam, dan W3 = 5 jam. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak dua kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila terdapat pengaruh perlakuan yang signifikan (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji berganda Duncan (DMRT).
Pelaksanaan Penelitian
Metode pembuatan teh herbal ini dilakukan sesuai dengan yang dikerjakan oleh Topuz et al., (2014) yang telah dimodifikasi. Daun mimba mula-mula disortasi untuk memisahkan daun mimba yang baik dengan daun rusak, tangkai, dan kotoran. Setelah disortasi, kemudian dilayukan dengan dikukus atau steam selama 90 detik dengan suhu 100°C lalu didinginkan selama 5 menit pada suhu ruang. Setelah itu, daun mimba diletakkan diatas loyang dan dikeringkan dalam oven dengan suhu pengeringan 50°C, 60°C, 70°C dan waktu pengeringan 3 jam, 4 jam, dan 5 jam. Teh herbal daun mimba yang telah kering dihancurkan dengan menggunakan blender dan diayak dengan menggunakan ayakan 40 mesh. Bubuk teh herbal daun mimba kemudian dimasukkan ke dalam plastik yang telah dibalut dengan aluminium foil lalu disimpan dalam toples pada suhu ruang.
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada bubuk teh herbal daun mimba meliputi kadar air dilakukan dengan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu dengan metode pengabuan kering (Sudarmadji et al., 1997), kadar ekstrak dalam air (SNI 3836:2013), total fenol menggunakan metode Folin-Ciocalteau (Sakanaka et al., 2003), total flavonoid (Rohman et al., 2006), aktivitas antioksidan dengan metode
DPPH (Khan et al., 2012). Sedangkan seduhan teh herbal daun mimba dilakukan uji sensoris menggunakan uji hedonik terhadap atribut warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan dan uji skoring terhadap rasa pahit air seduhan teh herbal daun mimba dengan skala 1-5 (Soekarto, 1985).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air teh herbal daun mimba yang dapat disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air ( b/b) teh herbal daun mimba berkisar antara 3,41 -8,30 . Kadar air terendah diperoleh pada suhu 70°C selama 5 jam yaitu sebesar 3,41 sedangkan kadar air tertinggi diperoleh pada suhu 50°C selama 3 jam yaitu sebesar 8,30 . Hal ini disebabkan karena panas dapat mengubah air yang terkandung pada bahan menjadi uap sehingga kadar air teh herbal daun mimba mengalami penurunan seiring bertambahnya suhu dan waktu pengeringan. Purba (2020) melaporkan bahwa semakin meningkat suhu pengeringan yang digunakan maka semakin besar kemampuan bahan untuk melepaskan air pada permukaannya. Winarno (1995) juga melaporkan bahwa waktu pengeringan yang lama akan membuat energi panas yang
diterima bahan semakin banyak, komponen air yang berubah menjadi uap pada permukaan bahan pangan juga akan semakin meningkat sehingga kadar air pada bahan pangan akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari et al., (2020) bahwa kadar air teh herbal daun tin juga mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pengeringan yang digunakan. Jika dibandingkan dengan SNI 3836:2013 tentang syarat mutu teh kering dalam
kemasan, standar kadar air teh kering yaitu maksimal 8 , kadar air pada teh herbal daun mimba selain yang dikeringkan dengan suhu 50°C selama 3 jam telah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Hal ini didukung oleh penelitian Sari et al., (2020) yang menyatakan bahwa pada teh herbal daun tin dengan pengeringan suhu 55°C selama 4 jam nilai rata-rata kadar airnya telah memenuhi SNI yaitu sebesar 6,55 .
Tabel 1. Pengaruh suhu dan waktu terhadap kadar air (%) teh herbal daun mimba
Suhu Pengeringan |
Waktu Pengeringan | ||
3 jam (W1) |
4 jam (W2) |
5 jam (W3) | |
50°C (S1) |
8,30±0,01 a a |
7,34±0,03 b a |
6,46±0,02 c a |
60°C (S2) |
5,06±0,03 a b |
5,00±0,01 a b |
4,75±0,05 b b |
70°C (S3) |
3,53±0,02 a c |
3,50±0,01 a c |
3,41±0,02 b c |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=2). Huruf yang berbeda dibelakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05). Notasi huruf perbaris menunjukkan waktu dan kolom menunjukkan suhu.
Kadar Abu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu teh herbal daun mimba yang dapat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar abu ( b/b) teh herbal daun mimba berkisar antara 4,22 -5,93 . Kadar abu terendah diperoleh pada suhu 50°C selama 3 jam yaitu sebesar 4,22 sedangkan kadar abu tertinggi diperoleh pada suhu 70°C selama 5 jam
yaitu sebesar 5,93 . Hal ini disebabkan karena suhu dan waktu pengeringan pada teh herbal daun mimba dapat menurunkan kadar air bahan sehingga kadar pembandingnya lebih rendah dan menghasilkan persentase abu yang lebih tinggi. Penelitian ini diperkuat oleh pernyataan Patin (2017) yang melaporkan bahwa kadar abu meningkat seiring dengan menurunnya kandungan air pada bahan pangan sehingga residu berupa mineral yang tertinggal pada bahan juga akan
semakin meningkat. Kandungan abu mewakili jumlah total mineral yang ada dalam makanan (Agoreyo et al., 2011). Menurut Sudarmadji et al. (1997) salah satu faktor yang mempengaruhi kadar abu suatu bahan pangan adalah suhu dan waktu pengeringan. Jika dibandingkan dengan SNI 3836:2013 tentang syarat mutu teh kering dalam kemasan, standar kadar abu
teh kering yaitu maksimal 8 , kadar abu pada teh herbal daun mimba telah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Hal ini didukung oleh penelitian Etika et al., (2020) menyatakan bahwa pada teh herbal daun ketul dengan pengeringan suhu 60°C selama 180 menit kadar abunya telah memenuhi SNI yaitu sebesar 7,25 .
Tabel 2. Pengaruh suhu dan waktu terhadap kadar abu (%) teh herbal daun mimba
Suhu Pengeringan |
Waktu Pengeringan | ||
3 jam (W1) |
4 jam (W2) |
5 jam (W3) | |
50°C (S1) |
4,22±0,04 c |
4,60±0,05 b |
4,88±0,04 a |
c |
c |
c | |
60°C (S2) |
5,05±0,04 b b |
5,27±0,05 a b |
5,33±0,08 a b |
70°C (S3) |
5,41±0,02 c a |
5,76±0,04 b a |
5,93±0,04 a a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=2 . Huruf yang berbeda dibelakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05 . Notasi huruf perbaris menunjukkan waktu dan kolom menunjukkan suhu.
Kadar Ekstrak dalam Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap kadar ekstrak dalam air teh herbal daun mimba yang dapat disajikan pada Tabel 3.
Suhu Pengeringan |
Waktu Pengeringan | ||
3 jam (W1) |
4 jam (W2) |
5 jam (W3) | |
50°C (S1) |
32,67±0,16 c c |
33,20±0,11 b c |
33,89±0,04 a c |
60°C (S2) |
34,54±0,16 c b |
35,06±0,18 b b |
35,83±0,09 a b |
70°C (S3) |
36,76±0,12 b |
37,12±0,09 b |
38,82±0,18 a |
a |
a |
a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=2 . Huruf yang berbeda dibelakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05 . Notasi huruf perbaris menunjukkan waktu dan kolom menunjukkan suhu.
Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar ekstrak dalam air ( b/b) teh herbal daun mimba terendah diperoleh pada suhu 50°C selama 3 jam yaitu sebesar 32,67 sedangkan kadar ekstrak dalam air tertinggi diperoleh pada suhu 70°C selama 5 jam yaitu sebesar 38,82 . Hal ini disebabkan karena bahan pangan yang kering lebih mudah mengikat air sehingga kemampuan teh herbal daun mimba untuk dapat larut dalam pelarut air juga semakin tinggi. Kadar ekstrak dalam air merupakan pengujian untuk mengetahui persentase kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam air (Ditjen POM, 2000). Pada teh herbal daun mimba, kadar ekstrak dalam air tertinggi pada perlakuan pengeringan suhu 70°C selama 5 jam hal ini dikarenakan panas dapat merusak jaringan sel pada daun yang mengakibatkan komponen atau senyawa yang terlindungi atau terikat dalam jaringan tumbuhan dapat keluar dan larut dalam air sehingga persentase dari ekstrak dalam airnya juga akan meningkat. Menurut Martini et al., (2020) bahwa kadar ekstrak dalam air teh herbal bunga telang juga mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pengeringan yang digunakan. Semakin meningkat suhu dan waktu pengeringan yang digunakan maka kadar airnya akan semakin rendah dan menyebabkan bubuk teh menjadi lebih mudah menyerap air atau bersifat higroskopis sehingga kelarutannya pun semakin tinggi (Purnomo et al., 2014).
Semua kadar ekstrak dalam air sampel teh herbal daun mimba telah memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI 3836:2013) tentang syarat mutu teh kering dalam kemasan yaitu minimal 32 . Hal ini sejalan dengan penelitian Martini et al., (2020) yang menyebutkan bahwa pada teh herbal bunga telang dengan pengeringan suhu 70°C selama 4 jam menghasilkan nilai kadar ekstrak dalam air yang telah mencapai SNI yaitu sebesar 56,07 .
Total Flavonoid
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai total flavonoid teh herbal daun yang dapat disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa total flavonoid teh herbal daun mimba berkisar antara 1,72 mg QE/g – 3,79 mg QE/g. Total flavonoid terendah diperoleh pada suhu pengeringan 50°C selama 3 jam yaitu sebesar 1,72 mg QE/g sedangkan nilai total flavonoid tertinggi diperoleh pada suhu 70°C selama 5 jam yaitu sebesar 3,79 mg QE/g. Hal ini diduga karena senyawa flavonoid pada teh herbal daun mimba benar-benar terestrak sempurna pada pengeringan 70°C selama 5 jam. Ibrahim et al., (2015) melaporkan bahwa apabila suhu yang digunakan terlalu rendah akan menyebabkan komponen bioaktif tidak bisa terekstrak dari bahan secara sempurna karena belum mampu menghancurkan lapisan lilin dan dinding sel
daun sehingga senyawa flavonoid untuk berdifusi dengan pelarut menjadi terganggu, sebaliknya apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi hingga melampaui batas optimum akan mengakibatkan terdegradasinya komponen bioaktif tersebut. Suhu optimum tergantung dari karakteristik bahan yang dikeringkan. Proses pengeringan dapat merusak dinding sel untuk mengeluarkan komponen bioaktif dari jaringan tanaman sehingga senyawa flavonoid yang terekstrak akan meningkat (Narsih et al., 2018). Dengan adanya
pengeringan maka akan membentuk rongga dan meningkatkan porositas pada dinding sel tanaman yang akhirnya menimbulkan kerusakan (Lewicki, 1998). Menurut Ulandari et al., (2019) melaporkan bahwa senyawa flavonoid keluar dari dalam sel khususnya dari bagian vakuola sel. Setyopratomo (2014) juga mengatakan bahwa lapisan kutikula daun dapat rusak karena proses pengeringan sehingga memudahkan senyawa flavonoid untuk berdifusi ke dalam pelarut.
Tabel 4. Pengaruh suhu dan waktu terhadap total flavonoid (mg QE/g) teh herbal daun mimba
Suhu |
Waktu Pengeringan |
Pengeringan |
3 jam (W1) 4 jam (W2) 5 jam (W3) |
50°C (S1) |
1,72±0,05 b 1,97±0,07 b 2,25±0,11 a c b b |
60°C (S2) |
2,32±0,03 a 2,39±0,28 a 2,44±0,10 a b ab b |
70°C (S3) |
2,49±0,05 b 2,95±0,09 b 3,79±0,24 a a a a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=2 . Huruf yang berbeda dibelakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05 . Notasi huruf perbaris menunjukkan waktu dan kolom menunjukkan suhu.
Jenis senyawa flavonoid yang terdapat pada daun mimba adalah quercetin, quercitrin, dan rutin (Vergallo et al., 2019). Quercetin memiliki sifat tahan panas hingga suhu 80°C (Desmiaty et al., 2008), quercitrin memiliki sifat tahan panas hingga suhu 80°C (Kim et al., 2013) dan rutin memiliki sifat tahan panas hingga suhu 75°C (Zhang et al., 2012) sehingga jenis senyawa flavonoid tersebut diduga yang dapat terekstrak pada teh herbal daun
mimba dengan perlakuan suhu 70°C selama 5 jam Hal ini sejalan dengan penelitian Ulandari et al., (2019) yaitu suhu optimum pengeringan untuk menghasilkan total flavonoid tertinggi pada teh white poeny sebesar 100°C dengan nilai 11,70 mg QE/g. Total Fenol
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai total fenol teh herbal daun
mimba yang dapat disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa total fenol teh herbal daun mimba berkisar antara 2,52 mg GAE/g – 6,54 mg GAE/g. Total fenol terendah diperoleh pada suhu 50°C selama
3 jam yaitu sebesar 2,52 mg GAE/g sedangkan nilai total fenol tertinggi diperoleh pada suhu 70°C selama 5 jam yaitu sebesar 6,54 mg GAE/g.
Tabel 5. Pengaruh suhu dan waktu terhadap total fenol (mg GAE/g) teh herbal daun mimba
Suhu |
Waktu Pengeringan |
Pengeringan |
3 jam (W1) 4 jam (W2) 5 jam (W3) |
50°C (S1) |
2,52±0,06 c 2,92±0,06 b 3,31±0,10 a c c c |
60°C (S2) |
4,84±0,11 c 5,12±0,04 b 5,79±0,05 a b b b |
70°C (S3) |
6,07±0,06 c 6,35±0,01 b 6,54±0,06 a a a a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=2 . Huruf yang berbeda dibelakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05 . Notasi huruf perbaris menunjukkan waktu dan kolom menunjukkan suhu.
Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan yang digunakan kandungan total fenol pada teh herbal daun mimba akan meningkat. Hal ini dikarenakan daun mimba mengandung senyawa fenol berupa polifenol, asam galat, katekin, epikatekin (Dewanti, 2011) yang tahan akan panas. Asam galat dapat tahan hingga suhu 65-70°C (Pawar et al., 2010) serta katekin dan epikatekin tahan hingga suhu 80°C (Vuong et al., 2011). Susanti (2008) melaporkan bahwa penggunaan panas pada proses pengeringan berfungsi untuk menginaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga kerusakan senyawa polifenol dapat berkurang. Selain itu Wojdylo et al., (2013) juga berpendapat bahwa sebagian besar senyawa fenolik
terdapat pada struktur jaringan tumbuhan sehingga membutuhkan proses pemanasan untuk melepaskan senyawa fenol yang terikat tersebut. Panas dapat menyebabkan terjadinya kerusakan terhadap komponen penyusun dinding sel daun yaitu karbohidrat (termasuk serat selulosa) dan protein sebagai komponen terlarut sehingga memudahkan keluarnya senyawa fenol dari dalam daun (Ulandari et al., 2019). Hal ini sejalan dengan penelitian Ulandari et al., (2019) yaitu suhu optimum pengeringan untuk menghasilkan total fenol tertinggi yaitu white poeny yaitu sebesar 90°C.
Aktivitas Antioksidan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap nilai aktivitas antioksidan teh herbal daun mimba yang dapat disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai aktivitas antioksidan teh herbal daun mimba berkisar 34,36 - 62,45 . Nilai rata-rata
aktivitas antioksidan terendah diperoleh pada suhu 50°C selama 3 jam yaitu sebesar 34,36 sedangkan nilai aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh pada suhu 70°C selama 5 jam yaitu sebesar 62,45 dengan konsentrasi sampel sebesar 1000 ppm. Hal ini disebabkan oleh aktivitas antioksidan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai total flavonoid dan total fenol teh herbal daun mimba. Laeliocattleya et al., (2020) senyawa fenol dapat berperan
sebagai zat antioksidan karena kemampuannya dalam mencegah oksidasi dengan mendonorkan atom hydrogen untuk mengubah radikal bebas menjadi senyawa yang lebih stabil. Senyawa bioaktif seperti flavonoid dan fenol mampu mendonorkan atom hidrogen ke radikal bebas sehingga DPPH membentuk senyawa DPPH tereduksi (DPPH-H) yang stabil dan tidak bersifat toksik. Semakin besar penurunan konsentrasi DPPH maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Adawiah et al., 2015). Daun mimba mengandung senyawa bioaktif yaitu azadirachtin, nimbolinin, nimbin, nimbidin, nimbidol, sodium nimbinate, gedunin, salannin, quercetin, dan sitosterol (Srivastava et al., 2020).
Tabel 6. Pengaruh suhu dan waktu terhadap aktivitas antioksidan (%) teh herbal daun mimba
Suhu Pengeringan |
Waktu Pengeringan | ||
3 jam (W1) |
4 jam (W2) |
5 jam (W3) | |
50°C (S1) |
34,36±0,75 b C |
37,88±0,60 a c |
38,73±0,60 a c |
60°C (S2) |
40,00±0,91 c b |
43,09±0,45 b b |
45,96±0,30 a b |
70°C (S3) |
46,71±0,15 c a |
48,62±0,45 b a |
62,45±0,76 a a |
Keterangan: nilai rata-rata ± standar deviasi (n=2 . Huruf yang berbeda dibelakang atau dibawah nilai rata-rata pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05 . Notasi huruf perbaris menunjukkan waktu dan kolom menunjukkan suhu.
Aktivitas antioksidan dari suatu senyawa dapat digolongkan berdasarkan nilai IC50 yang diperoleh. Hasil terbaik memiliki nilai IC50 yaitu sebesar 706,65 ppm dan tergolong sangat lemah. Supriyanto et al., (2021) melaporkan bahwa ekstrak daun mimba memiliki aktivitas
antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 sebesar 83,279 ppm. Perbedaan IC50 tersebut diduga karena nilai aktivitas antioksidan dapat dipengaruhi oleh metode pengolahan yang berbeda. Penelitian Supriyanto et al., (2021) mengekstrak daun mimba dengan metode maserasi. Nilai IC50
yang tinggi menunjukkan kemampuan antioksidannya yang lemah. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian Molyneaux (2004), bahwa semakin tinggi nilai IC50 maka aktivitas antioksidannya akan semakin rendah, sebaliknya nilai IC50 yang rendah menunjukkan aktivitas antioksidannya yang kuat. Menurut Jun et al., (2003) melaporkan bahwa klasifikasi
antioksidan dibagi menjadi 5, yaitu < 50 ppm (sangat kuat), 50-100 ppm (kuat), 100150 ppm (sedang), 150-200 ppm (lemah) dan >200 ppm (sangat lemah).
Karakteristik Sensoris
Hasil penelitian teh herbal daun mimba terhadap karteristik sensoris dapat disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata hasil uji sensoris teh herbal daun mimba
Nilai Rata-rata
Perlakuan |
Penerimaan Wa na A oma Rasa Keseluruhan Hedonik Hedonik Skoring Hedonik Hedonik |
S1W1 S1W2 S1W3 S2W1 S2W2 S2W3 S3W1 S3W2 S3W3 |
3,07±0,25a 3,33±0,72a 4,73±0,45a 2,00±0,35c 3,00±0,65a 3,07±0,25a 3,40±0,50a 4,80±0,41a 2,00±0,48c 3,13±0,35a 3,33±0,61a 3,40±0,50a 4,53±0,74a 2,00±0,48c 3,13±0,35a 3,20±0,41a 3,33±0,48a 4,53±0,51a 2,13±0,35bc 3,20±0,41a 3,33±0,48a 3,53±0,51a 4,07±0,96b 2,20±0,45bc 3,27±0,45a 3,40±0,50a 3,33±0,48a 3,87±0,99bc 2,33±0,45ab 3,27±0,45a 3,40±0,50a 3,27±0,45a 3,87±0,99bc 2,53±0,50a 3,33±0,48a 3,27±0,45a 3,33±0,48a 3,67±1,23bc 2,53±0,50a 3,33±0,48a 3,33±0,48a 3,53±0,74a 3,60±1,29c 2,60±0,50a 3,40±0,50a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=2 . Huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang tidak berbeda nyata (P<0,05 .
Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna seduhan teh herbal daun mimba yang dilakukan dengan uji hedonik. Tabel 7 menunjukkan nilai rata-rata warna seduhan teh herbal daun mimba berkisar antara 3,07 - 3,40 dengan kriteria netral. Warna air seduhan teh herbal daun mimba pada setiap perlakuan cenderung sama. Pelayuan dengan steam blanching mampu menonaktifkan enzim polifenol oksidase
sehingga dapat mempengaruhi warna seduhan teh herbal daun mimba. Penelitian ini diperkuat oleh Wickramasinghe et al., (2020) yang menyebutkan bahwa steam blanching hingga suhu 100°C efektif menginaktivasi kinerja enzim polifenol oksidase sehingga memberikan warna kekuningan muda pada air seduhan teh herbal daun kelor.
Aroma
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap aroma
seduhan teh herbal daun mimba yang dilakukan dengan uji hedonik. Tabel 7 menunjukkan nilai rata-rata aroma seduhan teh herbal daun mimba berkisar antara 3,27 - 3,53 dengan kriteria netral - agak suka. Aroma khas dari daun mimba dapat dirasakan oleh indera penciuman panelis. Fellow (1990) melaporkan bahwa dengan adanya panas dapat mendegradasi senyawa volatil sehingga menimbulkan kesan aroma pada bahan pangan.
Rasa
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa air seduhan teh herbal daun mimba yang dilakukan dengan uji skoring. Tabel 7 menunjukkan nilai rata-rata rasa seduhan teh herbal daun mimba berkisar antara 3,60 - 4,73 dengan kriteria sangat pahit - pahit. Semakin tinggi waktu dan suhu pengeringan intensitas rasa pahit teh herbal daun mimba semakin menurun hal ini diduga karena komponen bioaktif penyebab rasa pahit (nimbin) pada teh herbal daun mimba tidak tahan panas. Teh herbal daun mimba memiliki rasa pahit diduga karena mengandung zat nimbin pada daunnya. Hal ini diperkuat oleh penelitian Puri (1999) melaporkan bahwa rasa pahit pada daun mimba karena mengandung senyawa nimbin. Nimbin termasuk dalam golongan triterpenoid (Sidhu dkk., 2003). Menurut Cai dkk., (2019) triterpenoid dapat terekstrak secara optimum pada suhu 60°C
selama 20 menit dan akan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu ekstraksi.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rasa seduhan teh herbal daun mimba yang dilakukan dengan uji hedonik. Tabel 11 menunjukkan nilai rata-rata rasa seduhan teh herbal daun mimba berkisar antara 2,00 - 2,60 dengan kriteria tidak suka - netral. Penerimaan Keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap penerimaan keseluruhan teh herbal daun mimba yang dilakukan dengan uji hedonik. Penerimaan keseluruhan merupakan penilaian terakhir yang merupakan hasil dari penilaian beberapa parameter seperti warna, aroma, dan rasa. Berdasarkan Tabel 7, nilai rata-rata penilaian keseluruhan panelis terhadap teh herbal daun mimba berkisar antara 3,00 - 3,40 dengan penerimaan netral. Rasa pada seduhan teh herbal daun mimba diduga mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap parameter penerimaan keseluruhan karena semakin tinggi suhu dan waktu pengeringan tingkat kepahitannya semakin berkurang.
KESIMPULAN
Interaksi suhu dan waktu pengeringan pada teh herbal daun mimba
berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar ekstrak dalam air, total flavonoid, total fenol, aktivits antioksidan, dan uji skoring rasa. Teh herbal dengan suhu dan waktu pengeringan 70°C selama 5 jam menghasilkan karakteristik terbaik dengan nilai kadar air sebesar 3,41 ; kadar abu sebesar 5,93 ; kadar ekstrak dalam air sebesar 38,82; total flavonoid sebesar 3,79 mg QE/g; total fenol sebesar 6,54 mg GAE/g; aktivitas antioksidan sebesar 62,45 dan berdasarkan nilai IC50 706,65 ppm; warna netral; aroma agak disukai; rasa pahit dan netral; dan penerimaan keseluruhan netral.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah., S. Dede, dan M. Anna. 2015. Aktivitas antioksidan dan kandungan komponen bioaktif sari buah namnam. Jurnal Kimia Valensi. 1(2): 130-136.
Agoreyo, B.O., O. Akpiroroh, O.A. Orukpe, O.R. Osaweren, and C.N. Owabor. 2011. The effects of various drying methods on the nutritional composition of Musa paradisiaca, Dioscorea rotundata and Colocasia esculenta. Asian Journal of Biochemistry. 6(6): 458-464.
Al-Jadidi, H.S.K., and M.A. Hossain. 2015. Studies on total phenolics, total flavonoids and antimicrobial activity from the leaves crude extracts of neem traditionally used for the treatment of cough and nausea. Beni-Suef University Journal of Basic and Applied Sciences. 4(2): 93-98.
Arbaiah, R. 2019. Pengaruh ukuran potong atribut sensori dengan pengujian alat E-Toung pada teh sawo (Manilkara zapota). Pasundan Food Technology Journal. 6(2): 116-118.
Ayini, U., S. Harnina, dan T.C. Dewi. 2014. Efek antibakteri ekstrak daun mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap bakteri Vibrio algynoliticus secara in vitro. Journal of Biology & Biology Education. 6(1): 68-75.
Azis, R., dan I.R. Akolo. 2019. Kandungan antioksidan dan kadar air pada teh herbal daun mangga quini (Mangifera indica). Journal of Agritech Science. 3(1): 1-9.
Badan Standardisasi Nasional. 2013. Teh Kering dalam Kemasan. SNI 3836:2013. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Cai, C., J. Ma, C. Han, Y. Jin, G. Zhao, and X. He. 2019. Extraction and antioxidant activity of total triterpenoid in the mycelium of a medicinal fungus, Sanghuangporus sanghuang. Scientific Reports.
9(7418): 1-10.
https://www.nature.com/articles/s4159 8-019-43886-0.pdf. Diakses tanggal: 15 Mar. 2022.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan RI. 2017. Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia. Jakarta.
Desmiaty, Y., and F. Alatas. 2008. Determination of quercetin in Hibiscus sabdariffa L. calyces by High-Performance Liquid Chromatography (HPLC). Proceeding of The International Seminar on Chemistry. 1(1): 385-338.
Dewanti, I.D.A.R. 2011. TNF- α expression on rats after Candida albicans inoculation and neem (Azadirachta indica) extract feeding. Dental Journal. 4(1): 49-53.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Etika, M., dan Giyatmi. 2020. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu teh daun ketul (Bidens pilosa L.). Jurnal Teknologi Pangan dan Kesehatan. 2(1): 13-25.
Fellow, P.J. 1990. Food Processing Technology. Principle and Practice. Ellis Horwood. New York.
Hambali, E.M.Z. Nasution dan E. Herliana. 2005. Membuat Aneka Herbal Tea. Penebar Swadaya, Jakarta.
Jun, M., H.Y. Fu, J. Hong, X.X. Wan, C.S. Yang, and C.T. Ho. 2003. Comparison of antioxidant activities of isoflavones from kadzu root (Puerari lobata Ohwi). J Food Sci. 68(6): 2117-2122.
Khan, R.A., M.R. Khan, S. Sahreen, and M. Ahmed. 2012. Evaluation of phenolic contents and antioxidant activity of various solvent extracts of Sonchus asper (L.) Hill. Chemistry Central Journal. 6(1): 1-7.
Kim, H.S., A.Y. Lee, J.E. Joo, and B.C. Moon. 2013. Optimization of ultrasound-assisted extraction of quercitrin from Houttuynia cordata Thunb. using response surface methodology and UPLC analysis. Food Science and Biotechnology. 23(1): 1-7.
Kusuma, I.G.N.B.P.B., N.K.A.N. Ratna, A.G. Kalalinggi, I.W.R. Widarta. 2020. Aktivitas antioksidan dan evaluasi sensori teh herbal bunga gumitir (Tagetes erecta L.). Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian. 5(2): 3948.
Laeliocattleya, R.A., E. Martati, A.N.S. Alwi, L.P. Aulia, and Yunianta. 2020. Teh characterstics of corn silk (Zea mays L.) herbal drinks tea with vacuum drying method antioxidant. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. 475(1): 1-6.
Lewicki, P.P. 1998. Effect of pre-drying treatment, drying and rehydration on plant tissue properties: a review. Intl J Food Prop. 1(1):1-22.
Li’aini, A.S., I.P.A.H. Wibawa, dan I.N. Lugrayasa. 2021. Karakterisasi Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta Indica A. Juss) dari Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali. Bul. Plasma Nutfah. 27(1): 51-56.
Martini, N.K.A., I.G.A. Ekawati, dan P.T. Ina. 2020. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap karakteristik teh bunga telang (Clitoria ternatea L.). Jurnal Itepa. 9(3): 327-340.
Molyneaux, P. 2004. The use of stable radical diphenylpicril-hydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin Journal of Science Technology, 26(2): 211-219.
Narsih dan Agato. 2018. Efek kombinasi suhu dan waktu ekstraksi terhdap komponen senyawa ekstrak kulit lidah buaya. Jurnal Galung Tropika. 7(1): 75-85.
Nathaniel, A.N., I.N.K. Putra, dan A.A.S. Wiadnyani. 2020. Pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap aktivitas antioksidan dan sifat sensoris teh herbal celup daun rambus (Passiflora foetida L.). Jurnal Itepa. 9(3): 308-320.
Nazaruddin dan Paimin F.B. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Penebar Swadaya. Jakarta.
Panjaitan, V.R. 2018. Pengaruh Proses Penyangraian dan Pengeringan terhadap Karakteristik Fisik dan Mutu Sensori Teh Hijau Daun Torbangun (Coleus amboinicus L.). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Sriwijaya, Palembang.
Patin, E.W. 2017. Pengaruh variasi suhu pengeringan terhadap sifat fisikokimia teh daun sambiloto (Androgrphis paniculata). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Mataram, Mataram.
Pawar, C.R., dan S. Surana. 2010. Optimizing conditions for gallic acid extraction from Caesalpinia decapetala wood. Pakistan Journal of Pharmaceutical Sciences. 23(4): 423500.
Purba, Y.M.S. 2020. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik Teh Herbal Matcha Daun Tenggulun (Protium javanicum Burm. F.). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
Puri, H.S. 1999. NEEM The Divine Tree Azadirachta indica. Harwood Academic Publishers, Amsterdam.
Purnomo, W., L.U. Khasanah, dan B.K. Anandito. 2014. Pengaruh ratio kombinasi maltodekstrin, kergenan dan whey terhadap karakteristik mikroenkapsulan pewarna alami daun jati (Tectona grandis L. F.). Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. 3(3): 99107.
Rohman, A., S. Riyanto, dan D. Utari. Aktivitas Antioksidan, Kandungan Fenolat Total dan Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Etil Asetat Buah Mengkudu Serta Fraksi-Fraksinya. Majalah Farmasi Indonesia. 17(3):136-142.
Riansyah, A., A. Supriadi, dan R. Nopianti. 2013. Temperature and duration of drying on salted fish “sepat siam” (Trichogaster pectoralis) using oven. Journal Fishtech. 2(1): 53-68.
Rohdiana, D., D.Z. Arief, dan M. Somantri. 2013. Aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) oleh teh putih
berdasarkan suhu dan lama penyeduhan. Jurnal Penelitian Teh dan Kina. 16(1): 45-50.
Sakanaka, S., Y. Tachibana, dan Y. Okada. 2003. Preparation and antioxiant properties of extracts of japanese persimo leaf tea (kakinocha-cha). Food chemistry. 89(4):569-575.
Sari, D.S., D.R. Affandi, dan S. Prabawa. 2020 Pengaruh waktu dan suhu pengeringan terhadap karakteristik teh herbal daun tin (Ficus carica L.). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 12(2): 68-77.
Sari, M. 2015. Aktivitas Antioksidan Teh herbal daun Alpukat (Persea Americana Mill) dengan Variasi Teknik dan Lama Pengeringan. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Setyopratomo, P. 2014. Extraction of phenolic compounds from green tea using ethanol. Journal of Engineering and Applied Sciences. 9(9): 15161521.
Sidhu, O.P., V. Kumar, dan H. Behl. 2003. Variability in triterpenoids (nimbin and salanin) composition of neem among different provenances of India. Industrial Crops and Products an International Journal. 19(1): 1-7.
Soekarto, S.T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan
dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Srivastava, S.K., B. Agrawal, A. Kumar, dan A. Pandey. 2020. Phytochemicals of Azadirachta indica source of active medicinal constituent used for cure of various diseases: a review. Journal of Scientific Research. 64(1): 385-390.
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Susanti, D.Y. 2008. Efek suhu pengeringan terhadap kandungan fenolik dan kandungan katekin ekstrak daun kering gambir. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sudevan, S., K.K. Vidyamol, P. Rangganayaki, dan R. Vijayarghavan. 2013. Phytochemical extraction and antimicrobial properties of Azadirachta indica (neem). Global Journal of Pharmacology. 7(3): 316320.
Supriyanto, S., S.B. Widjanarko, M. Rifa’i, dan Y. Yunianta. 2021. Chemical characteristic and antioxsidant activity of methanol extract neem leaves (Azadirachta indica Juss.). Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 15(2): 649-657.
Topuz, A., C. Dincer, M. Torun, I. Tontul, H. S. Nadeem, A. Haznedar, F. Ozdemir. 2014. Physicochemical properties of turkish green tea powder: effects of shooting period, shading, and clone. Turkish Journal of Agriculture and Forestry. 38:233-241.
Ulandari, D.A.T., K.A. Nocianitri, dan N.M.I.H. Arihantana. 2019. Pengaruh suhu pengeringan terhadap komponen bioaktif dan karakteristik sensoris teh white peony. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 8(1): 36-47.
Vergallo, C., E. Panzarini, and L. Dini. 2019. High performance liquid chromatographic profiling of antioxidant and antidiabetic flavonoids purified from Azadirachta indica (neem) leaf ethanolic extract. Pure and Applied Chemistry Journal. 91(10): 1631-1640.
Vuong, Q., B.G. John, E.S. Costas, dan H.N. Minh. 2011. Optimizing conditions for the extraction of catechins from green tea using hot water. Journal of Separation Science. 34(21): 3099-106.
Wahyuni, R., Guswandi, dan H. Rival. 2014. Pengaruh cara pengeringan dengan oven, kering angin dan cahaya matahari langsung terhadap mutu simplisia herba sambiloto. Jurnal Farmasi Higea. 6(2): 126-133.
Wickramasinghe, Y.W.H., I.
Wickramasinghe, and I. Wijesekara. 2020. Effect of steam blanching, dehydration temperature and time on the sensory and nutritional properties of herbal tea developed from Moringa oleifera leaves. International Journal of Food Sciences. 10(3): 1-11.
Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wirawan, I.K., P.K.D. Kencana, dan I.M.S. Utama. 2020. Pengaruh suhu dan
waktu pengeringan terhadap karakteristik kimia serta sensori teh herbal daun bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ). Jurnal Beta (Biosistem dan Teknik Pertanian). 8(2): 249-256.
Wojdyło, A., A. Figiel, K. Lech, P. Nowicka, dan J. Oszmiański. 2013. Effect of convective and vacuummicrowave drying on the bioactive compounds, color, and antioxidant capacity of sour cherries. Food Bioprocess Technology. 7(3): 829-841.
Yamin, M., D.F. Ayu, dan F. Hamzah. 2017. Lama pengeringan terhadap aktivitas antioksidan dan mutu teh herbal daun ketapang cina (Cassia alata L.). Jom FAPERTA. 4(2): 1-15.
Zhang, F., X. Qi, M. Zou, and J. Li. 2012. Analysis of rutin from Lespedeza virgata (Thunb.) DC. by microwave-assisted extraction and capillary electrophoresis. Journal of Chemistry. 20(13): 1-5.
308
Discussion and feedback