Karakteristik Teh Oolong Organik Celup (Camellia sinensis) dengan Perbedaan Waktu Oksidasi Enzimatis
on
Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,
Komang Ayu Sri Dewi dkk. /Itepa 12 (2) 2023 263-277
ISSN : 2527-8010 (Online)
Karakteristik Teh Oolong Organik Celup Camellia sinensis) dengan Perbedaan Waktu Oksidasi Enzimatis
Characteristic of Organic Oolong Tea Bag (Camellia sinensis) with Different Enzymatic Oxidation Time
Komang Ayu Sri Dewi1, N.L.A. Yusasrini1*, Sayi Hatiningsih1
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
*Penulis korespondensi: Ni Luh Ari Yusasrini, Email: [email protected]
Abstract
This research aimed to identify the effect of differences in enzymatic oxidation time on the characteristics of organic oolong tea bags and to obtain the right enzymatic oxidation time to produce organic oolong tea bags with the best characteristics. This study used a completely randomized design (CRD) with the enzymatic oxidation time as the treatment which consist of 6 levels oxidation time for 15, 30, 45, 60, 75 and 90 minutes. The treatment was repeated 3 times to produce 18 experimental units. The data obtained by analysis of variance and if the treatment had a significant effect (P<0.05) on the observed variables, it was continued with Duncan’s Multiple Range Test. The results showed that the treatment of enzymatic oxidation time had a very significant effect on water content, extract content in water, total phenolic content, total flavonoid content, tannin content, antioxidant activity, color, taste, flavor, overall acceptance, color score and bitter taste score of organic oolong tea bags. The best treatment was 30 minutes enzymatic oxidation time that produced organic oolong tea bags with the characteristics 2.59% of water content, extract content in water 87.31%, total phenolic content 405.07 mgGAE/g, total flavonoid content 7.83 mgQE/g, tannins content 119.75 mgTAE/g, antioxidant activity 54.45%, the color was liked with brownish yellow color, aroma was liked, taste was liked with slightly bitter, flavor was liked, and overall acceptance was liked.
Keywords: oolong tea, enzymatic oxidation, time.
PENDAHULUAN
Teh adalah minuman hasil seduhan daun dan/atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis. Teh mengandung sejumlah senyawa bioaktif yang dapat meningkatkan kesehatan tubuh. Kandungan kimia yang terdapat dalam daun teh terbagi menjadi 4 kelompok besar yaitu golongan fenol, golongan bukan fenol, golongan aromatis dan enzim. Berdasarkan proses pengolahannya, teh dapat dibedakan kedalam empat jenis yaitu teh putih, teh
hijau, teh hitam, dan teh oolong. Teh oolong diproduksi dengan melewati tahap pelayuan, penggulungan, semi oksidasi enzimatis dan pengeringan (Rohdiana, 2015). Teh ini mempunyai keunggulan bila dibandingkan teh hijau yaitu memiliki penerimaan sensoris yang lebih baik terutama dari segi aroma. Apabila dibandingkan dengan teh hitam, teh oolong mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi (Lin et al., 2013) sehingga dapat dikatakan bahwa teh oolong mempunyai kualitas seduhan yang berada
diantara teh hijau dan teh hitam. Bentuk produk teh yang umum dijumpai di pasaran yaitu teh daun dan teh celup. Teh celup lebih diminati oleh masyarakat karena dinilai cukup praktis dalam penggunaannya.
Teh oolong merupakan teh yang melewati fermentasi parsial atau semi oksidasi enzimatis pada tahapan produksinya. Teh oolong tergolong dalam teh semi oksidasi enzimatis dengan tingkat oksidasi minimal 20% (mendekati teh hijau) dan maksimal 80% (mendekati teh hitam) (Dou et al., 2007). Salah satu tahapan pengolahan yang menjadi penentu kualitas teh oolong adalah proses oksidasi enzimatis (Uchiyama, 2011). Oksidasi enzimatis adalah reaksi oksidasi komponen senyawa kimia pada daun teh dengan oksigen dan dibantu enzim polifenol oksidase yang akan menghasilkan substansi berupa theaflavin, thearubigin dan senyawa volatil penting pembentuk aroma pada teh yang difermentasi (Anggraini, 2017). Oksidasi katekin menjadi theaflavin selama proses fermentasi memberikan warna gelap dan rasa yang kuat pada teh (Zayadi et al., 2016). Proses oksidasi enzimatis turut memberikan perubahan komponen bioaktif pada teh. Lin et al. (2013) melaporkan bahwa aktivitas antioksidan, kemampuan mereduksi dan radical scavenging teh terhadap DPPH semakin menurun dengan urutan teh non-fermentasi, semi fermentasi, difermentasi penuh.
Pada pengolahan teh oolong di Taiwan, proses oksidasi enzimatis terjadi pada tahap rotating dan spreading yang diulang 5-10 kali dalam jangka waktu 7-13 jam tergantung dari jenis teh oolong yang hendak diproduksi (Hara et al., 1995). Karakteristik infus teh oolong yang baik menurut Chen et al. (2010) berhubungan dengan kombinasi komponen katekin (astringent), asam amino (freshness), gula larut (sweetness), theaflavin (briskness), dan thearubigin (melowness). Teh oolong berkualitas tinggi selalu berwarna lebih terang dan lebih kuat aromanya (Liang et al., 2005). Teh oolong organik celup merupakan salah satu produk teh oolong hasil produksi PT. Bali Cahaya Amerta yang menggunakan bahan baku pucuk teh bersertifikasi organik. Karakteristik air seduhan teh oolong organik celup dengan waktu oksidasi enzimatis selama 60 menit berwarna merah gelap, beraroma khas (roasting) dan mempunyai rasa yang khas. Apabila dibandingkan dengan standar mutu teh dari Badan Standardisasi Nasional, seduhan teh dengan warna merah gelap masuk ke dalam standar mutu teh hitam sehingga cukup sulit dibedakan antara karakteristik air seduhan produk teh oolong organik dengan teh hitam.
Waktu oksidasi enzimatis dapat mempengaruhi karakteristik teh oolong baik dari aspek kimia maupun sensorisnya. Tanjung et al. (2016) melaporkan bahwa semakin lama waktu oksidasi enzimatis maka kadar tanin dari teh daun sirsak
semakin rendah. Penurunan total senyawa fenolik seiring dengan peningkatan waktu oksidasi juga dilaporkan Kim et al., (2011). Beberapa senyawa volatil penting seperti metil salisilat dengan karakteristik aroma manis dan pedas dan benzaldehyde tidak dapat dideteksi pada teh hijau dan teh oolong dengan waktu oksidasi enzimatis yang terlalu singkat (Wang et al., 2008). Sampai saat ini belum ada penelitian yang menyatakan waktu oksidasi enzimatis yang tepat untuk pengolahan teh oolong. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu oksidasi enzimatis terhadap karakteristik teh oolong organik celup dan untuk memperoleh waktu oksidasi enzimatis yang tepat untuk menghasilkan teh oolong organik celup dengan karakteristik terbaik.
METODE
Bahan Penelitian
Bahan utama pembuatan teh oolong organik celup yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya pucuk teh tersertifikasi organik dengan jenis petikan medium (p+3m, b+2m) yang diperoleh di Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan-Bali. Bahan yang digunakan untuk analisis parameternya adalah aquades, metanol PA (Merck), etanol PA (Merck), Folin-Ciocalteau (Merck), Folin Denis, Quercetin (Sigma-Aldrich), Asam Galat (Sigma-Aldrich), Asam Tanat (Merck), Na2CO3 (Merck), AlCl3.6H2O (A127 Phyto Technology Laboratories), bubuk DPPH
(2,2-diphenyl-1-picryl-hidrazyl) (Sigma-
Aldrich).
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik (Shimadzu), oven (Blue M), rotary dryer, withering through, top roller, loyang, nampan, pisau, aluminium foil, pinset, ayakan 40 mesh, sendok, blender (Philips), tea bag packing, gelas ukur (Pyrex), labu ukur (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), gelas piala (Pyrex), botol gelap, alat sentrifugasi (Oregon Centrifuge LC-04C Plus), pipet tetes, spatula, vortex (Thermolyne), spektrofotometer (Genesys 10s Uv-Vis), cawan porselen, desikator, kertas saring, corong (Pyrex), rak tabung reaksi, tisu, spidol, alat-alat pengujian sensoris teh, dan perangkat komputer.
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis yaitu P1: 15 menit, P2: 30 menit, P3: 45 menit, P4: 60 menit, P5: 75 menit, P6: 90 menit. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali percobaan sehingga diperoleh 18-unit percobaan. Hasil penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA), apabila bersifat signifikan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji α=5% di program SPSS versi 26 (Gomez dan Gomez, 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Proses pembuatan teh oolong mengacu pada proses produksi teh oolong di PT. Bali Cahaya Amerta yang dimodifikasi. Pengolahan teh oolong dimulai dengan sortasi pucuk teh segar dimana daun yang digunakan adalah pucuk daun muda dengan jenis petikan medium. Petikan medium adalah jenis petikan yang mengambil kuncup peko atau kuncup burung ditambah dengan dua sampai tiga buah daun muda (p+3m, b+2m). Daun teh yang sudah disortasi kemudian dilayukan selama 16 jam menggunakan mesin Withering Trough (WT) dengan kecepatan udara segar 20.000 rpm. Setelah pelayuan pertama, kemudian dilanjutkan pelayuan kedua menggunakan Rotary Dryer (RD) selama 30 menit yang terdiri atas 15 menit dengan suhu 40-50°C dan 15 menit dengan suhu 80-90°C dengan kecepatan putaran 350 rpm. Pelayuan berakhir hingga pucuk tidak patah saat dibengkokkan dan apabila diremas akan tergulung. Setelah puncuk layu dilanjutkan dengan penggulungan selama 20 menit dengan mesin Top Roller (TR). Daun teh yang sudah digulung selanjutnya dioksidasi enzimatis dengan suhu udara ruangan 2025°C dan RH sekitar 65% dimana tebal hamparan berkisar 5-7 cm dan waktu sesuai perlakuan (15, 30, 45, 60, 75, 90 menit). Proses selanjutnya adalah pengeringan
selama 60 menit memakai oven pada suhu 120°C. Teh oolong kering kemudian didinginkan dan dioven kembali sebagai proses roasting dengan suhu 120°C selama 5 menit. Hasil roasting tersebut selanjutnya dihancurkan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 40 mesh serta dikemas dengan filter teh celup berukuran 5 x 6 cm dengan berat bersih bubuk teh sebanyak 2 gram.
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati meliputi kadar air dan kadar ekstrak dalam air dengan metode gravimetri (SNI 3753:2014), total fenol (Sakanaka et al., 2003), total flavonoid (Rohman et al., 2006), kadar tanin (Suhardi, 1997) dan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Khan et al., 2012). Evaluasi sensoris dilakukan dengan uji hedonik dan skoring terhadap karakteristik air seduhan teh yang meliputi warna, rasa, aroma, flavor serta penerimaan keseluruhan (SNI 3753:2014).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kadar Air dan Kadar Ekstrak dalam Air Bubuk Teh Oolong Organik Celup
Hasil analisis kadar air dan kadar ekstrak dalam air bubuk teh oolong organik celup dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air dan kadar ekstrak dalam air dari teh oolong organik celup
dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis
Waktu Oksidasi Enzimatis |
Kadar Air (%bb) |
Kadar Ekstrak dalam Air (%bk) |
15 Menit |
2,93 ± 0,07 a |
70,28 ± 0,50 c |
30 Menit |
2,59 ± 0,05 b |
87,31 ± 0,43 b |
45 Menit |
2,34 ± 0,09 c |
89,83 ± 0,92 a |
60 Menit |
2,32 ± 0,14 c |
90,06 ± 0,38 a |
75 Menit |
2,30 ± 0,01 c |
90,39 ± 0,78 a |
90 Menit |
2,28 ± 0,04 c |
90,71 ± 0,63 a |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n = 3
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05
Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air teh oolong organik celup. Tabel 1 menunjukkan kadar air teh oolong organik celup dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis berkisar antara 2,28% sampai dengan 2,93%. Kadar air terendah diperoleh pada bubuk teh dengan waktu oksidasi enzimatis selama 90 menit sebesar 2,28% dan kadar air tertinggi terdapat pada bubuk teh dengan waktu oksidasi enzimatis selama 15 menit sebesar 2,93%. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar air dari waktu oksidasi enzimatis 15 menit sampai 45 menit. Penurunan kadar air selama proses oksidasi enzimatis juga dilaporkan Chen et al. (2020) bahwa daun teh mengalami penurunan kadar air dari 51,42 ± 0,04 % menjadi 50,93 ± 0,01 % selama 4 jam proses fermentasi teh hitam dengan kontrol suhu ruang fermentasi sebesar 25oC dan RH 90%. Hal ini terjadi karena selama oksidasi enzimatis, pucuk
mengalami penguapan air akibat kelembapan udara ruangan oksidasi enzimatis yang cukup rendah. Oksidasi enzimatis teh oolong yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan ruangan dengan RH sekitar 65% yang terkontrol humidifier sehingga hal tersebut dapat memicu terjadinya dehidrasi pada pucuk teh. Berdasarkan SNI Teh Hitam Celup (SNI 3753:2014) dan Teh Hijau Celup (SNI 4324:2014), kadar air maksimum teh yaitu 10% (b/b) sehingga hasil penelitian dari semua perlakuan yang diperoleh telah sesuai dengan standar mutu teh celup.
Kadar Ekstrak dalam Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar ekstrak dalam air teh oolong organik celup. Tabel 1 menunjukkan kadar ekstrak dalam air teh oolong organik celup dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis berkisar antara 70,28% sampai dengan 90,71%. Kadar ekstrak dalam air terendah diperoleh pada bubuk teh dengan waktu oksidasi enzimatis selama 15 menit sebesar 70,28%
dan kadar ekstrak dalam air tertinggi terdapat pada bubuk teh dengan waktu oksidasi enzimatis selama 90 menit sebesar 90,71%. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar ekstrak dalam air dari waktu oksidasi enzimatis 15 menit sampai 45 menit. Hal ini terjadi karena oksidasi enzimatis mampu menurunkan kadar air pada teh, sehingga bubuk teh yang lebih kering memiliki struktur jaringan yang lebih rapuh dan cairan dalam sel lebih mudah terekstrak. Hasil penelitian serupa dilaporkan Christiani et al. (2021) bahwa teh celup herbal daun putri malu yang memiliki kadar air terendah mempunyai kadar ekstrak dalam air yang tinggi karena bubuk yang lebih kering bersifat lebih higroskopis sehingga meningkatkan kelarutannya. Pada proses ekstraksi, prinsip yang bekerja adalah difusi yang mengandalkan perbedaan konsentrasi antara larutan dalam sel dan konsentrasi cairan ekstraksi di luar sel. Pelarut akan mengalir ke dalam sel dan menyebabkan protoplasma membengkak sehingga kandungan senyawa di dalam sel akan berdifusi keluar sel (Achmadi, 1992 dalam Patin et al., 2018).
Analisis Komponen Bioaktif Bubuk Teh Oolong Organik Celup
Hasil analisis total fenol, flavonoid, tanin, dan aktivitas antioksidan dari bubuk teh oolong organik celup dapat dilihat pada Tabel 2.
Total Fenol
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total fenol teh oolong organik celup. Total fenol teh oolong organik celup dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis berkisar antara 311,0 mgGAE/g sampai dengan 517,56 mgGAE/g. Total fenol terendah diperoleh pada bubuk teh P6 (waktu oksidasi enzimatis selama 90 menit) sebesar 311,0 mgGAE/g. Total fenol tertinggi terdapat pada bubuk teh P1 (waktu oksidasi enzimatis selama 15 menit) sebesar 517,56 mgGAE/g. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin lama waktu oksidasi enzimatis maka total fenol yang terkandung dalam bubuk teh semakin rendah karena katekin mengalami oksidasi dengan bantuan enzim polifenol oksidase menjadi substansi theaflavin, thearubigin, bisflavanol dan oligomer kompleks lainnya (Anjarsari, 2016; Shitandi et al., 2013). Katekin merupakan salah satu kelompok polifenol terbesar dari komponen daun teh yang termasuk dalam golongan flavanol dengan jumlah sekitar 20-30% dari seluruh berat kering daun (Anjarsari, 2016; Balentine et al., 1997; Theppakorn, 2016). Kim et al. (2011) melaporkan bahwa selama proses fermentasi teh dari teh hijau dengan tingkat oksidasi 0% menjadi teh hitam (80%), empat katekin utama teh termasuk EGCG, EGC, EC, dan ECG mengalami penurunan masing-masing sebesar 74%,
91%, 51%, dan 62%. Flavonol glikosida yang menyumbang hingga 18% total senyawa fenolik teh hijau juga dilaporkan berkurang selama proses fermentasi teh karena degradasi oksidatif. Kandungan theaflavin dan thearubigin total secara
bertahap meningkat seiring dengan fermentasi daun teh. Kedua senyawa tersebut memiliki kontribusi penting terhadap warna dan rasa seduhan teh meskipun dengan kadar yang sedikit (Graham, 1992).
Tabel 2. Nilai rata-rata total fenol, flavonoid, tanin dan aktivitas antioksidan dari teh oolong organik celup dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis.
Waktu Oksidasi Enzimatis |
Total Fenol (mgGAE/g) |
Flavonoid (mgQE/g) |
Kadar Tanin (mgTAE/g) |
Aktivitas Antioksidan (%) |
15 Menit |
517,56 ± 1,48 a |
9,17 ± 0,03 a |
122,64 ± 0,57 a |
58,15 ± 0,25 a |
30 Menit |
405,07 ± 5,29 b |
7,83 ± 0,03 b |
119,75 ± 0,18 b |
54,45 ± 0,26 b |
45 Menit |
401,22 ± 2,37 b |
6,83 ± 0,16 c |
118,32 ± 0,38 c |
47,21 ± 0,09 c |
60 Menit |
394,68 ± 3,27 c |
6,67 ± 0,04 d |
112,93 ± 0,29 d |
46,27 ± 0,16 d |
75 Menit |
346,02 ± 5,56 d |
6,66 ± 0,06 d |
110,79 ± 0,62 e |
45,11 ± 0,33 e |
90 Menit |
311,00 ± 1,13 e |
6,00 ± 0,02 e |
109,52 ± 0,48 f |
42,67 ± 0,25 f |
Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n = 3
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05
Total Flavonoid
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total flavonoid teh oolong organik celup. Kandungan flavonoid teh oolong organik celup dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis berkisar antara 6,0 mgQE/g sampai dengan 9,17 mgQE/g. Total flavonoid terendah diperoleh pada bubuk teh dengan waktu oksidasi enzimatis selama 90 menit sebesar 6,0 mgQE/g. Total flavonoid tertinggi terdapat pada bubuk teh dengan waktu oksidasi enzimatis selama 15 menit sebesar 9,17 mgQE/g. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin lama waktu oksidasi enzimatis maka total flavonoid yang
terkandung dalam bubuk teh semakin rendah. Penurunan jumlah flavonoid terjadi karena satu atom hidrogen dari banyak gugus hidroksil pada katekin teroksidasi dengan bantuan enzim polifenol oksidase membentuk kuinon lalu mengalami kondensasi membentuk bisflavanol, theaflavin dan thearubigin (Rohdiana, 1999). Hasil penelitian serupa dilaporkan oleh Graham (1992) yang menyebutkan nilai katekin yang tidak teroksidasi dalam teh hitam biasanya sekitar 5-10% dan pada teh oolong sekitar 8-20%. Katekin yang merupakan komponen terbesar senyawa flavonoid pada teh sebagian besar teroksidasi menjadi kuinon reaktif dan membentuk konstituen polifenol kompleks yang biasa ditemukan pada teh oolong dan
teh hitam (Balentine, 1997). Selama oksidasi enzimatis, sejumlah besar EGC, EC, EGCG, dan ECG dioksidasi untuk membentuk polimer berupa theaflavin dan galatnya (Shitandi et al., 2013; Thea et al., 2012).
Kadar Tanin
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar tanin teh oolong organik celup. Berdasarkan Tabel 2, kadar tanin teh oolong organik celup dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis berkisar antara 109,52 mgTAE/g sampai dengan 122,64 mgTAE/g. Kadar tanin terendah diperoleh pada bubuk teh dengan waktu oksidasi enzimatis selama 90 menit sebesar 109,52 mgTAE/g dan kadar tanin tertinggi terdapat pada bubuk teh dengan waktu oksidasi enzimatis selama 15 menit sebesar 122,64 mgTAE/g. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa seiring bertambahnya waktu oksidasi enzimatis, kadar tanin yang terkandung pada daun teh akan semakin menurun karena mengalami oksidasi menjadi senyawa theaflavin dan thearubigin (Tanjung et al., 2016). Penelitian serupa melaporkan bahwa flavan-pada bubuk teh dengan waktu oksidasi enzimatis selama 90 menit sebesar 42,67% dan aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada bubuk teh dengan waktu oksidasi enzimatis selama 15 menit sebesar 58,15%. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa semakin lama waktu oksidasi enzimatis, maka aktivitas antioksidan teh yang dihasilkan
3-ols dan proantosianidin masing-masing menurun 30% dan 20% setelah fermentasi karena pada pengolahan teh hitam yang mengalami proses oksidasi enzimatis, senyawa-senyawa katekin dan turunannya akan terkondensasi oleh udara dan menghasilkan senyawa theaflavin dan thearubigin (Dou et al., 2007). Berdasarkan penelitian Takeda (1994) sebagian besar tanin dalam daun teh terdiri dari katekin seperti (-)-epikatekin, (-)-epikatekin-3-galat, (-)-epigallokatekin, (-)-epigallokatekin-3-galat dan (+)-katekin. Hasil identifikasi senyawa kimia pada teh oolong menunjukkan adanya tanin jenis proantosianidin, tanin terhidrolisis dan tanin lainnya (Ng et al., 2017).
Aktivitas Antioksidan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas antioksidan teh oolong organik celup. Berdasarkan Tabel 2, aktivitas antioksidan teh oolong organik celup dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis berkisar antara 42,67% sampai dengan 58,15%. Aktivitas antioksidan terendah diperoleh akan semakin rendah. Penurunan aktivitas antioksidan teh sejalan dengan penurunan total fenol, flavonoid dan kadar tanin pada penelitian ini. Beberapa penelitian lain juga melaporkan adanya korelasi positif antara aktivitas antioksidan dengan total fenol, flavonoid dan tanin karena berkaitan dengan gugus hidroksil dalam strukturnya yang
membuatnya menjadi penangkap radikal bebas yang kuat (Karori et al., 2007; Zayadi et al., 2016). Kim et al. (2011) melaporkan kapasitas antioksidan infus teh berkorelasi dengan perubahan total fenolat terlarut, EGCG, EGC, EC, ECG, dan total flavonol glikosida. Dalam penelitian tersebut, penurunan kapasitas antioksidan yang diamati selama fermentasi tidak hanya karena perbedaan konsentrasi polifenol teh hijau dan teh hitam di masing-masing teh, tetapi juga karena penurunan antioksidan
lain termasuk flavonol glikosida, kafein, saponin dan asam askorbat.
Evaluasi Sifat Sensoris
Pengujian sensoris terhadap air seduhan teh dilakukan dengan uji hedonik dan uji skoring. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, flavor dan penerimaan keseluruhan air seduhan teh oolong organik celup dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna dan rasa dari air seduhan teh oolong organik celup dapat dilihat pada Tabel 4.
dari air seduhan teh oolong organik celup dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis.
Waktu Oksidasi Enzimatis |
Warna |
Aroma |
Rasa |
Flavor |
Penerimaan Keseluruhan |
15 Menit |
3,28 ± 0,68 c |
3,48 ± 0,77 |
3,64 ± 0,81 b |
3,52 ± 0,71 b |
3,60 ± 0,71 b |
30 Menit |
3,88 ± 0,93 ab |
4,04 ± 0,84 |
4,20 ± 0,71 a |
4,28 ± 0,54 a |
4,36 ± 0,57 a |
45 Menit |
4,24 ± 0,60 a |
4,04 ± 0,79 |
3,72 ± 0,89 b |
4,16 ± 0,62 a |
4,32 ± 0,69 a |
60 Menit |
3,88 ± 0,83 ab |
3,76 ± 0,88 |
3,40 ± 0,82 bc |
3,64 ± 0,76 b |
3,48 ± 0,71 b |
75 Menit |
3,48 ± 0,82 bc |
3,64 ± 0,81 |
3,36 ± 0,76 bc |
3,44 ± 0,77 b |
3,40 ± 0,87 b |
90 Menit |
3,44 ± 1,12 bc |
3,64 ± 0,86 |
3,12 ± 0,93 c |
3,32 ± 0,90 b |
3,36 ± 0,99 b |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05
Skala uji hedonik: 1 sangat tidak suka, 2 tidak suka, 3 biasa, 4 suka, 5 sangat suka.
Tabel 4. Nilai rata-rata uji skoring warna dan rasa dari air seduhan teh oolong organik celup dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis.
Waktu Oksidasi Enzimatis Warna |
Rasa |
15 Menit 4,32 ± 0,80 a 30 Menit 3,96 ± 0,84 ab 45 Menit 3,56 ± 0,71 b 60 Menit 2,56 ± 0,82 c 75 Menit 2,92 ± 1,04 c 90 Menit 2,04 ± 0,89 d |
2,24 ± 0,83 bc 1,96 ± 0,68 c 2,08 ± 0,70 bc 2,76 ± 0,72 a 2,48 ± 0,77 ab 2,92 ± 0,86 a |
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05
Skala uji skoring warna: 1 merah kecoklatan, 2 merah kekuningan, 3 kuning kemerahan, 4 kuning kecoklatan, 5 kuning.
Skala uji skoring rasa sepat: 1 tidak sepat, 2 agak sepat, 3 sepat, 4 sangat sepat.
Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kesukaan warna seduhan teh oolong organik celup. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna seduhan teh berkisar antara 3,28 dengan krtiteria biasa sampai 4,24 dengan kriteria suka. Warna seduhan teh yang memiliki penilaian kesukaan tertinggi diperoleh pada perlakuan waktu oksidasi enzimatis 45 menit dengan nilai 4,24 yang tidak berbeda nyata dengan seduhan teh perlakuan waktu oksidasi enzimatis 30 menit dan 60 menit dengan nilai 3,88 yang termasuk dalam kriteria suka. Penilaian kesukaan terendah terhadap warna seduhan teh diperoleh pada perlakuan waktu oksidasi enzimatis 15 menit dengan nilai 3,28 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 75 dan 90 menit dengan masing-masing nilai sebesar 3,48 dan 3,44 yang termasuk dalam kriteria biasa.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor warna seduhan teh oolong organik celup. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata skoring panelis terhadap warna seduhan teh berkisar antara 4,32 dengan kriteria kuning kecoklatan sampai 2,04 dengan kriteria merah kekuningan. Seduhan teh dengan kriteria warna kuning kecoklatan terdapat pada teh dengan perlakuan waktu
oksidasi enzimatis 15 menit dengan nilai 4,32 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 30 menit. Seduhan teh dengan kriteria warna merah kekuningan terdapat pada teh dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 90 menit dengan nilai 2,04. Berdasarkan hasil uji skoring tersebut, diketahui bahwa semakin lama waktu oksidasi enzimatis maka warna seduhan teh semakin merah kecoklatan. Hal tersebut disebabkan oleh reaksi oksidasi yang melibatkan katekin serta enzim polifenol oksidase untuk membentuk polimer berupa theaflavin dan thearubigin. Theaflavin diketahui berkontribusi terhadap warna kuning keemasan sedangkan thearubigin berkontribusi terhadap warna merah kecoklatan pada teh hitam (Asil et al., 2012 dan Graham, 1992). Kim et al. (2011) melaporkan bahwa thearubigin terbentuk melalui oksidasi enzimatis lebih lanjut setelah pembentukan theaflavin, sehingga semakin lama waktu oksidasi enzimatis maka semakin banyak jumlah thearubigin yang terbentuk dan infus teh yang dihasilkan akan berwarna semakin gelap.
Aroma
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai kesukaan aroma seduhan teh oolong organik celup. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma seduhan teh berkisar antara 3,48 dengan
krtiteria biasa sampai 4,04 dengan kriteria suka. Aroma seduhan teh yang memiliki penilaian kesukaan tertinggi diperoleh pada perlakuan waktu oksidasi enzimatis 30 dan 45 menit dengan nilai 4,04 dengan kriteria suka. Penilaian kesukaan terendah terhadap aroma seduhan teh diperoleh pada perlakuan waktu oksidasi enzimatis 15 menit dengan nilai 3,48 (biasa) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 60, 75 dan 90 menit dengan masing-masing nilai sebesar 3,76; 3,64; dan 3,64 yang termasuk dalam kriteria suka.
Rendahnya nilai kesukaan panelis terhadap aroma seduhan teh dengan waktu oksidasi enzimatis 15 menit kemungkinan disebabkan karena aromanya yang kurang kuat. Kurangnya waktu oksidasi enzimatis dapat menyebabkan komponen aromatis yang diinginkan belum terbentuk secara sempurna. Diketahui bahwa proses oksidasi enzimatis adalah proses penting bagi senyawa fenol dan bukan fenol untuk membentuk komponen aromatis pada teh (Anggraini, 2017). Berdasarkan penelitian Chen et al. (2020), penurunan asam amino bebas yang terjadi selama fermentasi menunjukkan bahwa asama amino tersebut diubah menjadi senyawa volatil yang menjadi penyusun penting dari aroma teh. L-Phenylalanine adalah salah satu asam amino yang terdegradasi menjadi phenylethyl alkohol yang dapat diamati setelah fermentasi teh oolong (Wang et al., 2016) dan phenylacetaldehyde serta 2-
phenyletanol yang dapat diamati setelah 6 jam fermentasi pada teh hitam (Chen et al., 2020). Beberapa senyawa aromatis seperti benzylalkohol, linalool oxides, safranal, indole, β-ionone, dan hexadecanoic acid methyl ester yang berkontribusi terhadap aroma seperti bunga dan buah dilaporkan mencapai tingkat tertinggi selama fermentasi parsial (Wang et al., 2016).
Rasa
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kesukaan rasa seduhan teh oolong organik celup. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa seduhan teh berkisar antara 3,12 dengan krtiteria biasa sampai 4,20 dengan kriteria suka. Rasa seduhan teh yang memiliki penilaian kesukaan tertinggi diperoleh pada perlakuan waktu oksidasi enzimatis 30 dengan nilai 4,20 dengan kriteria suka dan penilaian kesukaan terendah diperoleh pada perlakuan waktu oksidasi enzimatis 90 menit dengan nilai 3,12 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 60 dan 75 menit dengan masing-masing nilai sebesar 3,40 dan 3,36 yang termasuk dalam kriteria biasa.
Rasa seduhan teh dengan waktu oksidasi enzimatis 90 menit mendapatkan nilai paling rendah karena diduga mempunyai rasa paling sepat/pahit dibandingkan sampel lainnya. Waktu oksidasi enzimatis yang berlebih pada
pengolahan teh oolong membuat rasa seduhannya cenderung terasa lebih pekat. Hal ini berkaitan dengan kandungan thearubigin yang terbentuk selama proses fermentasi. Owuor (1994) dan Jolvis Pou (2016) melaporkan bahwa semakin lama waktu fermentasi akan menghasilkan teh hitam dengan rasa pekat dan muddy, sedangkan teh hitam yang mengalami fermentasi dalam waktu singkat dinilai mempunyai rasa yang ringan oleh panelis dan hal tersebut telah dikaitkan dengan jumlah thearubigin pada teh hitam.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skor rasa sepat seduhan teh oolong organik celup. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata skoring panelis terhadap rasa seduhan teh berkisar antara 1,96 dengan kriteria agak sepat sampai 2,92 dengan kriteria sepat. Sampel seduhan teh yang memiliki rasa sepat paling ringan adalah teh dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 30 menit dengan nilai rata-rata 1,96 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 15 dan 30 menit dengan masing-masing nilai 2,24 dan 2,08 dengan kategori agak sepat. Perlakuan dengan waktu oksidasi enzimatis 90 menit mendapatkan penilaian sebesar 2,92 dengan kategori sepat yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 60 dan 75 menit dengan masing-masing nilai 2,48 dan 2,76 yang masuk dalam kategori
agak sepat hingga sepat. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu oksidasi enzimatis maka semakin sepat rasa teh yang dihasilkan. Hasil uji skoring terhadap intensitas rasa sepat pada penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Uchiyama et al. (2011) yang melaporkan bahwa level bitterness semakin meningkat seiring dengan meningkatnya waktu oksidasi enzimatis. Rasa bitterness pada teh diduga mempunyai hubungan dengan kadar kafein dalam teh. Pernyataan tersebut didukung dengan penelitian Greaves (2009) yang melaporkan bahwa, semakin lama proses oksidasi enzimatis maka semakin tinggi kafein yang dimiliki teh. Kafein ditemukan mempunyai respon terhadap rasa bitter, brisk dan creamy (Jolvis Pou, 2016).
Flavor
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kesukaan flavor seduhan teh oolong organik celup. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap flavor seduhan teh berkisar antara 3,32 dengan krtiteria biasa sampai 4,28 dengan kriteria suka. Flavor seduhan teh yang memiliki penilaian kesukaan tertinggi diperoleh pada perlakuan waktu oksidasi enzimatis 30 dengan nilai 4,28 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 45 menit dengan nilai 4,16 yang termasuk kriteria suka. Penilaian
kesukaan terendah terhadap flavor seduhan teh diperoleh pada perlakuan waktu oksidasi enzimatis 90 menit dengan nilai 3,32 (biasa) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 15, 60, dan 75 menit dengan masing-masing nilai sebesar 3,52; 3,64; dan 3,44 yang termasuk dalam kriteria biasa hingga suka.
Rendahnya nilai kesukaan panelis terhadap flavor seduhan teh dengan waktu oksidasi enzimatis 90 menit disebabkan karena rasa yang merupakan salah satu elemen flavor kurang disukai. Tujuan awal melakukan oksidasi enzimatis teh adalah untuk meningkatkan flavornya. Flavor digambarkan sebagai rasa dan aroma yang merupakan elemen terpenting untuk evaluasi kualitas teh. Nilai kesukaan panelis tertinggi terdapat pada perlakuan waktu oksidasi enzimatis 30 dan 45 menit yang sejalan dengan hasil uji hedonik rasa dan aroma dimana perlakuan tersebut mempunyai nilai tertinggi. Berdasarkan penelitian Wang et al. (2016), kualitas sensoris dari teh oolong mempunyai flavor manis dan menyerupai bunga serta rasa yang fruity.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan seduhan teh oolong organik celup. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap penerimaan keseluruhan seduhan teh berkisar antara 3,36 dengan krtiteria biasa
sampai 4,36 dengan kriteria suka. Seduhan teh yang memiliki penilaian tertinggi diperoleh pada perlakuan oksidasi enzimatis 30 menit yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 45 menit dengan kriteria penilaian suka. Penilaian terendah terhadap penerimaan keseluruhan seduhan teh diperoleh pada perlakuan waktu oksidasi enzimatis 90 menit dengan nilai 3,36 yang masuk dalam kriteria biasa. Sampel dengan perlakuan waktu oksidasi enzimatis 15 menit, 60 menit, 75 menit dan 90 menit, memperoleh nilai yang tidak berbeda nyata dengan kriteria nilai penerimaan keseluruhan suka hingga biasa. Berdasarkan nilai penerimaan keseluruhan, seduhan teh oolong organik celup pada semua taraf perlakuan waktu oksidasi enzimatis dapat diterima dan disukai oleh panelis.
KESIMPULAN
Waktu oksidasi enzimatis berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar ekstrak dalam air, total fenol, total flavonoid, kadar tanin, aktivitas antioksidan, warna, rasa, flavor, penerimaan keseluruhan, skor warna dan skor rasa sepat, namun tidak berpengaruh nyata terhadap aroma teh oolong organik celup. Perlakuan waktu oksidasi enzimatis 30 menit menghasilkan teh oolong organik celup dengan karakteristik terbaik yang sesuai dengan standar SNI meliputi kadar air 2,59%, kadar ekstrak dalam air 87,31%, total fenol 405,07 mgGAE/g, total flavonoid 7,83 mgQE/g,
kadar tanin 119,75 mgTAE/g, aktivitas antioksidan 54,45%, warna disukai dengan skor kuning kecoklatan, aroma disukai, rasa disukai dengan skor agak sepat, flavor disukai, dan penerimaan secara keseluruhan disukai.
Proses roasting yang diduga mempunyai kontribusi terhadap karakteristik teh oolong pada penelitian ini belum dapat diamati pengaruhnya sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh proses roasting terhadap karakteristik teh oolong organik.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, T. 2017. Proses dan Manfaat Teh. CV. Rumahkayu Pustaka Utama, Padang.
Anjarsari, I. R. D. 2016. Katekin Teh Indonesia: Prospek dan Manfaatnya. Jurnal Kultivasi. 15(2 : 99-106.
Asil, M. H., Rabiei, B., dan Ansari, R. H. 2012. Optimal Fermentation Time and Temperature to Improve Biochemical Composition and Sensory Characteristics of Black Tea. Australian Journal of Crop Science. 6(3 : 550-558.
Badan Standardisasi Nasional. 2014. SNI 3753:2014 tentang Teh Hitam Celup. BSN, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2014. SNI 4324:2014 tentang Teh Hijau Celup. BSN, Jakarta.
Balentine, D. A., Wiseman, S. A., dan Bouwens, L. C. 1997. The Chemistry of Tea Flavonoids. Critical Reviews in Food Science & Nutrition. 37(8 : 693-704.
Chen, Y., Zeng, L., Liao, Y., Li, J., Zhou, B., Yang, Z., dan Tang, J. 2020. Enzymatic Reaction-related Protein Degradation and Proteinaceous Amino Acid Metabolism during The Black Tea (Camellia sinensis Manufacturing Process. Foods. 9(1 : 66.
Christiani, E. A., Putra, I. N. K., dan Suparthana, I. P. 2021. Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap Sifat Kimia
dan Sensori Teh Celup Herbal Daun Putri Malu (Mimosa pudica Linn. . Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan (ITEPA . 10(4 : 589-601.
Dou, J., Lee, V.S., Tzen, J.T. dan Lee, M.R. 2007. Identification and Comparison of Phenolic Compounds in The Preparation of Oolong Tea Manufactured by Semifermentation and Drying Processes. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 55(18 : 7462-7468.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. (Ed .2. UI-Press, Jakarta.
Graham, H. N. 1992. Green Tea Composition, Consumption, and Polyphenol Chemistry. Preventive Medicine. 21(3 : 334-350.
Greaves, D. 2009. Bodybuilding. All about green tea. Posted by Zulrushdi Bin Ismail.
Jolvis Pou, K. R. 2016. Fermentation: The Key Step in The Processing of Black Tea. Journal of Biosystems Engineering. 41(2 : 85-92.
Karori, S. M., Wachira, F. N., Wanyoko, J. K., dan Ngure, R. M. 2007. Antioxidant Capacity of Different Types of Tea Products. African Journal of Biotechnology. 6(19 . 2287-2296.
Khan, R. A. 2012. Evaluation of Flavonoid and Diverse Antioxidant Activity of Sonchus arvensis. Chemistry Central Journal. 6(1 : 1-7.
Kim, Y. 2008. Factors Influencing Antioxidant Phytochemical Stability of Teas. Unpublished. Dissertation. Texas A&M University, Texas.
Kim, Y., Goodner, K. L., Park, J. D., Choi, J., dan Talcott, S. T. 2011. Changes in Antioxidant Phytochemicals and Volatile Composition of Camellia sinensis by Oxidation during Tea Fermentation. Food Chemistry. 129(4 : 1331-1342.
Li, Y., Shibahara, A., Matsuo, Y., Tanaka, T., dan Kouno, I. 2010. Reaction of The Black Tea Pigment Theaflavin during Enzymatic Oxidation of tea Katekins. Journal of Natural Products. 73(1 : 33-39.
Ng, K. W., Cao, Z. J., Chen, H. B., Zhao, Z. Z., Zhu, L., dan Yi, T. 2018. Oolong Tea: A Critical Review of Processing Methods, Chemical Composition, Health Effects,
and Risk. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 58(17 : 2957-2980.
Owuor, P. O., Orchard, J. E., dan McDowell, I. J. 1994. Changes in The Quality Parameters of Clonal Black Tea due to Fermentation Time. Journal of the Science of Food and Agriculture. 64(3 : 319-326.
Patin, E. W., Zaini, M. A., dan Sulastri, Y. 2018. Pengaruh Variasi Suhu Pengeringan terhadap Sifat Fisiko Kimia Teh Daun Sambiloto (Andrographis paniculata . Pro Food. 4(1 : 251-258.
Rohman, A., Riyanto, S., dan Utari, D. 2006. Aktivitas Antioksidan, Kandungan Fenolik Total dan Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Etil Asetat Buah Mengkudu serta Fraksi-fraksinya. Majalah Farmasi
Indonesia. 17(3 : 136-142.
Rohdiana, D. 1999. Evaluasi Kandungan Theaflavin dan Thearubigin pada Teh Kering dalam Kemasan. JKTI. 9(1-2 : 2932.
Rohdiana, D. 2015. Teh: Proses, Karakteristik, dan Komponen Fungsionalnya. Food Review Indonesia. 10(8 : 34-37.
Sakanaka, S., Y. Tachibana, dan Y. Okada. 2005. Preparation and Antioxidant Properties of Extracts of Japanese Persimmon Leaf Tea (kakinoha-cha . Food Chemistry. 89(4 : 569-575.
Shitandi, A. A., Ngure, F. M., dan Mahungu, S. M. 2013. Tea Processing and Its Impact on Katekins, Theaflavin and Thearubigin Formation. In Tea in Health and Disease Prevention. Victor R. Preedy (Ed . Academic Press, London. p. 193-205.
Suhardi. 1997. Analisis Senyawa Polifenol Produk Buah-buahan dan Sayuran Vol. 3. Yogyakarta. Laboratorium Kimia-
Biokimia Pengolahan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Takeda, Y. (1994 . Differences in Caffeine and Tannin Contents Between Tea (Camellia sinensis Cultivars, and Application to Tea Breeding. JARQ (Japan . 28(2 :117-123.
Tanjung, R., Hamzah, F., dan Efendi, R. (2016 . Lama Fermentasi terhadap Mutu Teh Daun Sirsak (Annona muricata L. . Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau. 3(2 : 1-9.
Thea, A. E., Lloret, M. A., Brumovsky, L. A., dan Schmalko, M. E. 2012. Differences in Quality Parameters Between Types of Commercial Tea from
Argentina. International Journal of food studies. 1(2 : 168-178.
Theppakorn, T. 2016. Stability and Chemical Changes of Phenolic Compounds during Oolong Tea Processing. International Food Research Journal. 23(2 : 564-574.
Uchiyama, Y., Yamashita, M., Kato, M., Suzuki, T., Omori, M. dan Chen, R. 2011. Evaluation of The Taste of Tea with Different Degrees of Fermentation Using a Taste Sensing System. Sensors and Materials. 23(8 : 501-506.
Wang, C., Lv, S., Wu, Y., Gao, X., Li, J., Zhang, W., dan Meng, Q. 2016. Oolong Tea Made from Tea Plants from Different Locations in Yunnan and Fujian, China Showed Similar Aroma but Different Taste Characteristics. SpringerPlus. 5(1 : 1-15.
Zayadi, R. A., Rahim, N. A., dan Bakar, F. A. 2016. Determination of Flavonoid and Caffeine Content in Black and Oolong Teas. Journal of Science and Technology. 8(2 : 18-24.
277
Discussion and feedback