Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, P.M.A.S. Diputra dkk. /Itepa 12 (2) 2023 250-262

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Tingkat Ketuaan Daun Terhadap Karakteristik Teh Herbal Daun Sirsak (Annona muricata Linn.

The Effect of Different Levels of Leaf Aging on The Characteristics of Soursop Herbal Tea (Annona muricata Linn.)

Pande Made Agus S. Diputra1, Ni Luh Ari Yusasrini1*, I Dewa Gde Mayun Permana1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Ni Luh Ari Yusasrini, Email: [email protected]

Abstract

The purpose of this study was to determine the effect of different levels of leaf aging on the characteristics of soursop leaf herbal tea and to determine the level of soursop leaf aging which can produce soursop herbal tea with the best characteristics. This study used a completely randomized design (CRD) with 3 levels of leaf aging treatment, namely young leaves, half old leaves and old leaves. Parameters observed in this study included water content, ash content, crude fiber content, extract content in water, total phenol, total flavonoid, tannin content, antioxidant activity, and sensory assessment which included color, aroma, taste, and overall acceptance ( hedonic test) soursop herbal tea and color and taste (scoring test) soursop herbal tea. The results showed that the difference in the level of leaf aging had a very significant effect on water content, ash content, crude fiber content, extract content in water, total phenol, total flavonoid, tannin content, antioxidant activity, and sensory characteristics including color and aroma. Soursop herbal tea prepared from young leaves had the best characteristics with criteria of water content 7.69%, ash content 5.86%, crude fiber content 17.62%, extract in water 121.25%, total phenol 2.76%, total flavonoids 2.66%, tannin content 3.26%, antioxidant activity 55.87%, the hedonic sensory characteristics of color, aroma, taste, and overall acceptability were neutral, and the scoring sensory characteristics of color was reddish yellow and taste was a little bitter.

Keywords: herbal tea, soursop leaf, leaf aging, antioxidant activity

PENDAHULUAN

Tanaman sirsak merupakan salah satu tanaman yang mudah tumbuh di daerah beriklim tropis, termasuk Indonesia. Tanaman sirsak (Annona muricata Linn.) berasal dari bahasa Belanda, yaitu zuurzak yang memiliki arti kantong asam. Daun sirsak merupakan salah satu jenis daun yang mengandung senyawa bioaktif didalamnya. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Purnamasari (2021) melaporkan bahwa kandungan senyawa bioaktif yang terdapat

dalam ekstrak daun sirsak yaitu senyawa alkaloid, tannin, saponin, steroid, dan flavonoid. Senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan untuk penyakit kanker, anti mikroba, anti virus, pengatur fotosintesis, dan pengatur tumbuh (Robinson, 1995). Antioksidan adalah senyawa yang berfungsi menetralisir peningkatan radikal bebas, melindungi sel dari efek toksik yang dihasilkan dari radikal bebas serta berperan dalam pencegahan penyakit (Pham-Huy et al., 2008).

Salah satu bagian tanaman sirsak yang sudah banyak dimanfaatkan yaitu buahnya. Pada bagian lain seperti daun juga dapat dimanfaatkan salah satunya menjadi teh herbal. Menurut Yudana (2004) teh herbal merupakan minuman yang dibuat menggunakan bahan selain dari daun teh (Camellia sinensis) yaitu dengan bebungaan, bebijian, dedaunan atau akar dari berbagai tanaman. Dalam upaya meningkatkan komponen bioaktif, pemanfaatan daun sirsak merupakan salah satu tanaman yang berpotensi dijadikan sebagai teh herbal. Selain itu, agar masyarakat mengetahui bahwa pemanfaatan daun sirsak tidak hanya diolah menjadi air rebusan saja melainkan dapat diolah menjadi bentuk lain yaitu teh herbal. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik teh herbal yaitu tingkat ketuaan daun. Menurut Muthoharoh (2011) dalam Sari (2015), tingkat ketuaan daun sirih dapat dikelompokkan berdasarkan posisi daun pada batang yaitu daun ketiga dari pucuk (umur fisiologis daun muda), daun keenam dari pucuk (umur fisiologis daun sedang) dan daun kedelapan dari pucuk (umur fisiologis daun tua). Pada penelitian teh herbal daun sirsak mempergunakan bagian daun pada posisi tangkai 2 sampai 4 dari pucuk adalah daun muda (berwarna hijau muda), daun pada posisi tangkai 5 sampai 7 dari pucuk adalah daun setengah tua (berwarna hijau), serta daun pada posisi

tangkai 8 sampai 9 dari pucuk adalah daun tua (berwarna hijau tua).

Tingkat ketuaan daun berpengaruh pada karakteristik kimia teh herbal. Menurut Chen et al., (2009) umur daun merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi senyawa bioaktif dan kandungan nutrien. Pada daun teh (Camellia sinensis), kadar polifenol daun muda lebih tinggi daripada kadar polifenol daun tua (Izzreen et al., 2013). Selain mempengaruhi karakteristik kimia teh herbal, tingkat ketuaan daun berpengaruh terhadap karakteristik sensoris teh herbal. Penelitian yang dilakukan oleh Felicia et al., (2016) melaporkan bahwa teh herbal bubuk dengan aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris yang terbaik dihasilkan dari daun alpukat tua dengan pengukusan (steaming). Penelitian teh herbal daun sirsak berdasarkan tingkat ketuaannya belum banyak dilakukan, untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh tingkat ketuaan daun terhadap karakteristik teh herbal dalam proses pembuatan teh herbal daun sirsak dan mengetahui tingkat ketuaan daun yang menghasilkan teh herbal daun sirsak dengan karakteristik terbaik.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku utama yakni daun sirsak (Annona muricata Linn.) yang

diambil dari Desa Peliatan, Kabupaten Gianyar. Daun yang dipergunakan dikategorikan menjadi 3 jenis yaitu daun muda, daun setengah tua, dan daun tua. Karakteristik daun muda meliputi meliputi daun segar yang memiliki ciri daun bertekstur tipis, berwarna hijau muda, serta bagian daun pada posisi tangkai 2 sampai 4 dari pucuk, Daun setengah tua meliputi daun segar yang memiliki ciri daun bertekstur agak keras, berwarna hijau, serta daun pada posisi tangkai 5 sampai 7 dari pucuk, serta daun tua meliputi daun segar memiliki ciri daun bertekstur keras berwarna hijau tua serta daun pada posisi tangkai 8 sampai 9 dari pucuk.

Bahan kimia yang digunakan dalam melakukan analisis meliputi larutan asam sulfat (H2SO4) (Merck), larutan natrium hidroksida (NaOH) (Merck), alkohol 96%, asam tanat (Merck), pereaksi Folin-Denis (Merck), natrium karbonat (Na2CO3) 5% (Merck), kuersetin (Merck), etanol (Merck), natrium nitrit (NaNO2) (Merck), aluminium klorida (AlCl3) (Merck), asam galat (Merck), methanol 85% (Merck), pereaksi Folin-Ciocalteu (Merck), natrium karbonat (Na2CO3) (Merck), DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl) (Merck), akuades.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah loyang, oven (Cole-Parmer), spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10S UV-U15), sentrifuge (Oregon), pipet mikro, mortir, stamper,

kertas saring, corong, blender (Miyako), cawan, desikator, timbangan analitik (Shimadzu ATY224), erlenmeyer (Pyrex) gelas beker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), labu ukur (Pyrex), tabung sentrifuse, vortex (Mix II Type 367000), waterbath (Thermology), kompor listrik (Gerhardt), muffle (WiseTherm), spatula, pinset, pipet tetes, kertas whatman 42, gelas kecil, aluminium foil, sendok kecil, kompor (Rinnai), dan kertas kuisioner.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jumlah perlakuan ditentukan 3 (tiga) perlakuan (P) yaitu daun sirsak muda, daun sirsak setengah tua dan daun sirsak tua serta masing-masing perlakuan dilakukan 5 (lima) kali pengulangan (U) sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam ANOVA dan apabila terdapat pengaruh perlakuan terhadap parameter objektif dan subjektif yang diamati, maka akan diuji lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat signifikansi p <0,05 (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Proses pembuatan teh herbal daun sirsak didasarkan pada penelitian Topuz (2014) yang dimodifikasi. Pengolahan daun sirsak menjadi teh herbal terdiri dari proses pemetikan daun, pelayuan, penggulungan, dan pengeringan. Proses pemetikan daun

dilakukan dengan pemilihan daun sesuai tingkat ketuaan daunnya. Daun sirsak dicuci bersih, ditiriskan selanjutnya disortasi. Kemudian, daun sirsak dilakukan proses pelayuan menggunakan pengukusan dengan suhu 100oC selama 90 detik dan didinginkan selama 5 menit. Daun sirsak yang sudah dingin, dilakukan pengecilan ukuran dengan cara digunting menjadi ukuran 3 cm. Dilakukan proses pengeringan dengan oven suhu 50oC selama 5 jam. Kemudian, daun diblender dan diayak dengan ayakan 40 mesh.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air menggunakan metode oven (AOAC, 2005), kadar abu menggunakan metode oven (AOAC, 2005), serat kasar menggunakan metode hidrolisis asam basa (Sudarmadji et

al., 1997), kadar ekstrak dalam air (BSN, 2013), total fenol menggunakan metode Follin Dennis (Sakanaka et al., 2003), total flavonoid menggunakan metode spekrofotometer (Rahman et al., 2006), kadar tanin menggunakan metode Folin-Ciocalteu (Suhardi, 1997), aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH (Blois, 1958 dalam Hanani et al., 2005) dan evaluasi sensoris menggunakan uji hedonik (kesukaan) terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap warna dan rasa (Soekarto, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, dan ekstrak dalam air teh herbal daun sirsak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air (%), kadar abu (%) kadar serat kasar (%) dan kadar ekstrak dalam air (%) teh herbal daun sirsak pada berbagai tingkat ketuaan daun Parameter

Perlakuan

Kadar air (%)

Kadar abu (%)

Kadar serat kasar (%)

Ekstrak dalam air (%)

M

7,69 ± 0,03a

5,86 ± 0,05c

17,62 ± 0,26c

121,25 ± 0,83a

S

6,83 ± 0,09b

6,13 ± 0,14b

18,30 ± 0,28b

105,63 ± 0,84b

T

6,68 ± 0,06c

7,17 ± 0,14a

20,55 ± 0,27a

88,28 ± 0,96c

Keterangan: M = Daun Muda. S = Daun Setengah Tua. T = Daun Tua. Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=5). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan yang berbeda nyata ( P < 0,05).

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tingkat ketuaan daun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air teh herbal

daun sirsak. Kadar air terendah diperoleh dari perlakuan T (daun tua) sebesar 6,68%, sedangkan kadar air tertinggi diperoleh dari perlakuan M (daun muda) yaitu sebesar

7,69%. Mengacu pada SNI 3836:2013 tentang teh kering dalam kemasan, kadar air yang dipersyaratkan adalah maksimal 8%. Dengan demikian, ketiga perlakuan meliputi perlakuan M (daun muda), S (daun setengah tua) dan T (daun tua) memenuhi persyaratan SNI tersebut.

Tabel 1. menunjukkan bahwa semakin tua daun sirsak yang digunakan, akan menghasilkan teh herbal daun sirsak dengan kadar air yang semakin menurun. Cintami et al., (2017) melaporkan bahwa letak daun jambu biji 1-4daun dari pucuk memiliki kadar air yang tinggi yaitu 12,23%, dan daun jambu biji pada posisi 9-12 daun dari pucuk memiliki kadar air yang rendah yaitu 9,67%. Perbedaan kadar air ini juga dikarenakan perubahan komponen dari tanaman pada tahapan perkembangan daun. Bergquist et al. (2005) dalam Hanum et al. (2018) menyatakan bahwa daun muda memiliki kadar air yang lebih tinggi dari pada daun tua. Daun muda mengandung lebih banyak plasma pada selnya. Plasma umumnya mengandung banyak protein yang bersifat hidrofilik. Sedangkan daun tua mengandung banyak karbohidrat dan juga serat, sehingga kadar air pada daun tua menjadi lebih rendah. Dengan demikian, kadar air teh herbal daun sirsak yang berasal dari daun muda (M) memiliki kadar air yang tertinggi sedangkan teh herbal daun sirsak yang berasal dari daun tua (T) memilki kadar air yang terendah.

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tingkat ketuaan daun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu teh herbal daun sirsak. Kadar abu terendah diperoleh dari teh herbal daun sirsak dari daun muda (M) sebesar 5,86% sedangkan kadar abu tertinggi diperoleh dari produk teh herbal daun sirsak dari daun tua (T) sebesar 7,17%. Berdasarkan SNI 3836:2013 tentang teh kering dalam kemasan, kadar abu (% bb) yang dipersyaratkan adalah antara 4%-8%. Dengan demikian, ketiga perlakuan meliputi perlakuan M (daun muda), S (daun setengah tua) dan T (daun tua) memenuhi persyaratan SNI tersebut.

Tabel 1. menunjukkan bahwa semakin tua daun sirsak yang digunakan, akan menghasilkan teh herbal daun sirsak dengan kadar abu yang semakin meningkat. Kadar abu merupakan zat anorganik atau mineral sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Fatanah et al., (2016) melaporkan bahwa kandungan mineral pada teh herbal daun Cosmos caudatus lebih tinggi pada daun tua dibandingkan dengan daun muda. Peningkatan kadar abu dikarenakan penyerapan mineral yang belum optimal serta letak daun tua yang dekat dengan akar, yang pada umunya akar mengandung unsur yang paling banyak diikuti oleh jaringan vegetatif. Dengan demikian, kadar abu teh herbal daun sirsak yang berasal dari daun muda (M) memiliki kadar abu yang terendah sedangkan teh herbal daun sirsak yang

berasal dari daun tua (T) memilki kadar air yang tertinggi.

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tingkat ketuaan daun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar teh herbal daun sirsak. Kadar serat kasar terendah diperoleh dari perlakuan M (daun muda) yaitu sebesar 17,62%, sedangkan kadar serat kasar tertinggi diperoleh dari perlakuan T (daun tua) yaitu sebesar 20,55%. Mengacu pada SNI 3836:2013 tentang teh kering dalam kemasan, kadar serat kasar yang dipersyaratkan adalah maksimal 16,5%. Dengan demikian, ketiga perlakuan yang meliputi perlakuan M (daun muda), S (daun setengah tua) dan T (daun tua) tidak memenuhi persyaratan SNI tersebut.

Tabel 1. menunjukkan bahwa semakin tua daun sirsak yang digunakan, akan menghasilkan teh herbal daun sirsak dengan kadar serat kasar yang semakin meningkat. Kandungan serat kasar meliputi selulosa, hemiselulosa, lignin, kutin, dan pentosa-pentosa. Rohiqi et al., (2021) melaporkan bahwa semakin tua daun yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan teh herbal matcha daun tenggulun, maka kadar serat kasarnya semakin meningkat secara signifikan. Hal ini dikarenakan lignin telah mengalami pertumbuhan, terutama pada dinding sel primer dan sekunder, yang menyebabkan dinding sel jaringan sklerenkim menjadi sangat tebal, kuat, dan

keras (Hutagaol, 2012 dalam Ys et al., 2014). Jumlah lignin dalam tanaman meningkat seiring bertambahnya usia. Zat ini banyak terdapat pada batang, akar, dan daun, dengan kandungan lignin batang lebih tinggi dari kadar lignin daun. Dengan demikian semakin tua daun yang digunakan untuk bahan baku teh herbal daun sirsak, maka kadar serat kasarnya semakin meningkat.

Ekstrak Dalam Air

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tingkat ketuaan daun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar ekstrak dalam air teh herbal daun sirsak. Kadar ekstrak dalam air terendah diperoleh dari perlakuan T (daun tua) sebesar 88,28%, sedangkan kadar ekstrak dalam air tertinggi diperoleh dari perlakuan M (daun muda) yaitu sebesar 121,25%. Mengacu pada SNI 3836:2013 tentang teh kering dalam kemasan, kadar ekstrak dalam air yang dipersyaratkan adalah minimal 32%. Dengan demikian, ketiga perlakuan meliputi perlakuan M (daun muda), S (daun setengah tua) dan T (daun tua) memenuhi persyaratan SNI tersebut.

Tabel 1. menunjukkan bahwa semakin tua daun sirsak yang digunakan, akan menghasilkan teh herbal daun sirsak dengan kadar ekstrak dalam air yang semakin menurun. Dorkbuakaew et al., (2016) melaporkan bahwa bagian kuncup daun teh dan dua daun termuda mengandung senyawa fenolik yang bersifat larut dalam

air. Alkaloid, tanin, dan saponin merupakan senyawa yang diharapkan tertarik pada ekstrak yang larut dalam air (Gunarti, 2017). Besarnya komponen kimia yang terlarut dalam pelarut dapat ditentukan dengan menentukan konsentrasi ekstrak yang larut dalam air (Isnawati et al., 2006). Jumlah ekstrak larut air dapat dipengaruhi oleh umur tanaman, waktu panen (yang terkait dengan fungsi daun sebagai tempat fotosintesis),

iklim, dan lokasi tumbuh (Isnawati et al., 2006). Dengan demikian semakin tua daun yang digunakan untuk bahan baku teh herbal daun sirsak, maka kadar ekstrak dalam air semakin menurun.

Hasil analisis total fenol, total flavonoid, kadar tanin dan aktivitas antioksidan teh herbal daun sirsak dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata total fenol, total flavonoid, kadar tanin dan aktivitas antioksidan (%) teh herbal daun sirsak pada berbagai tingkat ketuaan daun

Parameter

Perlakuan

Total fenol (%)

Total flavonoid (%)

Kadar tanin (%)

Aktivitas antioksidan (%)

M

2,76 ± 0,02a

2,66 ± 0,04a

3,26 ± 0,03a

55,87 ± 0,96a

S

2,32 ± 0,03b

2,41 ± 0,07b

2,51 ± 0,01b

25,47 ± 0,90b

T

1,67 ± 0,01c

1,42 ± 0,02c

1,85 ± 0,01c

18,38 ± 0,70c

Keterangan: M = Daun Muda. S = Daun Setengah Tua. T = Daun Tua. Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=5). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan yang berbeda nyata ( P < 0,05).

Total Fenol

Analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat ketuaan daun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total fenol teh herbal daun sirsak. Total fenol terendah diperoleh dari perlakuan T (daun tua) sebesar 1,67% dan total fenol tertinggi diperoleh dari perlakuan M (daun muda) sebesar 2,76%

Tabel 2. menunjukkan bahwa semakin tua daun sirsak yang digunakan, akan menghasilkan teh herbal daun sirsak dengan kadar total fenol yang semakin menurun. Rauf et al., (2017) melaporkan

bahwa teh herbal dari daun alpukat muda memiliki kadar polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan teh herbal alpukat dari daun tua. Senyawa fenolik adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil yang menempel pada cincin aromatik. Senyawa fenolik merupakan hasil metabolit sekunder pada tumbuhan sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri terhadap ancaman lingkungannya. Pembuatan metabolit sekunder baru akan berkurang atau bahkan berhenti seiring dengan berlanjutnya penuaan daun, yang mengakibatkan penurunan kadar metabolit

sekunder pada daun yang lebih tua (Fawole et al., 2013). Dengan demikian semakin tua daun yang digunakan untuk bahan baku teh herbal daun sirsak, maka kadar total fenol semakin menurun.

Total Flavonoid

Berdasarkan analisis ragam, tingkat ketuaan daun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total flavonoid teh herbal daun sirsak. Total flavonoid tersebut berkisar antara 1,42% - 2,66%. Total flavonoid teh herbal daun sirsak terendah diperoleh dari perlakuan T (daun tua) sebesar 1,42% sedangkan total flavonoid tertinggi diperoleh dari perlakuan M (daun muda) sebesar 2,66%.

Tabel 2. menunjukkan bahwa semakin tua daun sirsak yang digunakan, akan menghasilkan teh herbal daun sirsak dengan kadar total flavonoid yang semakin menurun. Izzreen et al., (2013) melaporkan bahwa pada daun teh (Camellia sinensis), kadar flavonoid daun muda lebih tinggi daripada kadar flavonoid daun tua. Farhoosh et al., (2007) melaporkan bahwa unsur-unsur yang menentukan keseluruhan konsentrasi flavonoid dalam daun adalah bentuk dan umur daun, yang juga akan mempengaruhi metabolit sekunder dan zat bioaktif yang dihasilkan. Dengan demikian semakin tua daun yang digunakan untuk bahan baku teh herbal daun sirsak, maka kadar total flavonoid semakin menurun.

Kadar Tanin

Berdasarkan data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa tingkat ketuaan daun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar tanin teh herbal daun sirsak. Kadar tanin tersebut berkisar antara 1,85% - 3,26% yang mana kadar tanin terendah diperoleh dari teh herbal daun sirsak dari daun tua (T) sebesar 1,85% dan kadar tanin tertinggi diperoleh dari perlakuan M (daun muda) sebesar 3,26% .

Tabel 2. menunjukkan bahwa semakin tua daun sirsak yang digunakan, akan menghasilkan teh herbal daun sirsak dengan kadar tanin yang semakin menurun. Amanto et al., (2020) melaporkan bahwa teh daun tin yang lebih tua akan memiliki nilai tanin yang lebih rendah dari teh daun tin yang lebih muda. Tinungki et al., (2018) melaporkan bahwa terdapat perbedaan jumlah komponen kimia (aktivitas biologis) dan konsetrasi komponen kimia yang terkandung pada berbagai tahap perkembangan daun. Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar komponen aktif dalam tanaman (termasuk tanin), antara lain kondisi tumbuh, umur/penuaan, varietas, bagian tanaman yang digunakan, dan cara pemanenan (Hernani et al., 1990). Dengan demikian semakin tua daun yang digunakan untuk bahan baku teh herbal daun sirsak, maka kadar tanin semakin menurun.

Aktivitas Antioksidan

Berdasarkan data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa tingkat ketuaan daun


berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas antioksidan teh herbal daun sirsak. aktivitas antiksidan tersebut berkisar antara 18,38% - 55,87% yang mana aktivitas antioksidan terendah diperoleh dari teh herbal daun sirsak dari daun tua (T) sebesar 18,38% dan aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh dari perlakuan M (daun muda) sebesar 55,87%.

Tabel 2. menunjukkan bahwa semakin tua daun sirsak yang digunakan, akan menghasilkan teh herbal daun sirsak dengan aktivitas antioksidan yang semakin menurun. Fatanah et al., (2016) melaporkan bahwa aktivitas antioksidan pada teh herbal daun Cosmos caudatus lebih tinggi pada daun yang muda dibandingkan dengan daun yang tua. Teh herbal daun tin yang diolah dari daun tua juga dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kecil dibandingkan dengan daun muda (Amanto

et al., 2020). Adawiah et al., (2015) dalam Ardila (2020) melaporkan bahwa besar kecilnya aktivitas antioksidan dapat dipengaruhi oleh jumlah senyawa fenol dalam sampel, semakin banyak senyawa fenol maka semakin meningkat aktivitas antioksidannya. Dengan demikian semakin tua daun yang digunakan untuk bahan baku teh herbal daun sirsak, maka aktivitas antioksidan semakin menurun.

Evaluasi Sensoris

Evaluasi sensoris teh herbal daun sirsak dilakukan dengan uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan. Uji skoring dilakukan terhadap warna dan rasa. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna dan rasa dapat dilihat pada Tabel 4.

Perlakuan

Warna

Aroma

Rasa

Penerimaan keseluruhan

4,00 ±

3,85 ±

M

0,72a

4,05 ± 0,60a

0,74a

4,15 ± 0,67a

3,70 ±

4,00 ±

3,70 ±

S

0,86a

0,68ab

0,80a

3,70 ± 0,80a

4,15 ±

3,60 ± 0,64b

3,70 ±

T

3,90 ± 0,78a

0,67a

0,86a

Keterangan: M

= Daun Muda. S

= Daun Setengah Tua. T = Daun

Tua. Nilai rata – rata yang diikuti oleh

huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata

(P<0,05). Kriteria 1 = Sangat tidak suka. 2 = Tidak suka. 3 = Netral. 4 = Suka. 5 = Sangat suka.

Tabel 4. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna dan rasa teh herbal daun sirsak Karakteristik

Perlakuan

Warna                        Rasa

M                       3,40 ± 0,75b                        3,45 ± 0,94a

S                       4,85 ± 0,36a                        3,35 ± 0,81a

T                      3,45 ± 0,82b                        2,95 ± 0,88a

Keterangan: M = Daun Muda. S = Daun Setengah Tua. T = Daun Tua. Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05). Kriteria warna 1 = Merah kecoklatan. 2 = Merah. 3 = Kuning kemerahan. 4 = Kuning kehijauan. 5 = Hijau kekuningan. Kriteria rasa 1 = Sangat sepat. 2 = Sepat. 3 = Agak sepat. 4 = Tidak sepat. 5 = Sangat tidak sepat

Tabel 3. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan teh herbal daun sirsak

Karakteristik


Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat ketuaan daun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna (uji hedonik) seduhan teh herbal daun sirsak. Pada Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan terhadap warna (uji hedonik) teh herbal daun sirsak yaitu berkisar antara 4,15 (suka) sampai dengan 3,70 (netral). Hal ini disebabkan tidak ada perubahan spesifik pada warna seduhan teh herbal daun sirsak, sehingga panelis memberikan tingkat penilaian yang hampir sama terhadap warna seduhan teh herbal daun sirsak yaitu netral.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat ketuaan daun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna (uji skoring) seduhan teh herbal daun sirsak. Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa nilai rata-rata warna (uji skoring) seduhan teh herbal daun sirsak yaitu berkisar antara 3,40 (kuning kehijauan) sampai dengan 4,85 (hijau kekuningan). Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna tertinggi diperoleh

pada perlakuan S yaitu 4,85 dengan kriteria hijau kekuningan, sedangkan nilai rata-rata uji skoring terhadap warna terendah diperoleh pada perlakuan M yaitu 3,40 dengan kriteria kuning kehijauan. Menurut Hutajulu et al., (2008), pemecahan klorofil secara enzimatis menghasilkan variasi warna pada daun, dan enzim yang menyebabkan degradasi klorofil adalah enzim klorofilase.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat ketuaan daun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma teh herbal daun sirsak. Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan terhadap aroma teh herbal daun sirsak yaitu berkisar antara 4,05 (kriteria suka) sampai dengan 3,60 (kriteria netral). Nilai rata-rata kesukaan terhadap aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan M yaitu 4,05 dengan kriteria suka, sedangkan nilai rata-rata kesukaan terhadap warna terendah diperoleh pada perlakuan T yaitu 3,60 dengan kriteria netral. Aroma merupakan salah satu

parameter yang mempengaruhi persepsi rasa enak dari suatu makanan. Perbedaan penilaian terhadap aroma diciptakan oleh fakta bahwa indra penciuman setiap orang berbeda, sementara mereka dapat mengidentifikasi wewangian, setiap orang memiliki aroma yang disukai. Aroma suatu produk ditentukan saat zat-zat volatil masuk ke dalam saluran hidung dan ditanggapi oleh sistem penciuman (Meilgaard et al., 1999). Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat ketuaan daun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rasa (uji hedonik) teh herbal daun sirsak. Pada Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa (uji hedonik) teh herbal daun sirsak yaitu berkisar antara 3,85 (netral) sampai dengan 3,70 (netral). Hal ini disebabkan tidak ada perubahan spesifik pada rasa teh herbal daun sirsak, sehingga panelis memberikan tingkat penilaian yang hampir sama terhadap rasa teh herbal daun sirsak yaitu netral.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat ketuaan daun tidak berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap rasa (uji skoring) teh herbal daun sirsak. Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa nilai rata-rata rasa (uji skoring) teh herbal daun sirsak yaitu berkisar antara 2,95 (kriteria sepat) sampai dengan 3,45 (kriteria agak sepat). Nilai rata-rata uji skoring terhadap rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan M yaitu 3,45 dengan kriteria kriteria agak

sepat, sedangkan nilai rata-rata uji skoring terhadap rasa terendah diperoleh pada perlakuan T yaitu 2,95 dengan kriteria sepat. Kandungan senyawa fenolik mempengaruhi rasa dari suatu produk makanan dan minuman. Rasa sepat dalam minuman disebabkan oleh tanin. Tanin dalam minuman dapat turut serta menentukan cita rasa dari minuman tersebut.

Penerimaan keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat ketuaan daun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap penerimaan keseluruhan teh herbal daun sirsak. Pada Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan terhadap penerimaan keseluruhan teh herbal daun sirsak yaitu berkisar antara 3,70 (netral) sampai dengan 4,15 (suka). Hal ini disebabkan tidak ada perubahan yang spesifik pada penerimaan keseluruhan teh herbal daun sirsak, sehingga panelis memberikan tingkat penilaian yang hampir sama terhadap penerimaan keseluruhan teh herbal daun sirsak yaitu netral. Penerimaan keseluruhan teh herbal daun sirsak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti warna, aroma, dan rasa.

KESIMPULAN

Perbedaan tingkat ketuaan daun berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, ekstrak dalam air, total fenol, total flavonoid, kadar tanin, aktivitas antioksidan, dan karakteristik sensori yang meliputi warna (skoring) dan

aroma (hedonik). Namun, tingkat ketuaan daun tidak berpengaruh terhadap warna, rasa, dan penerimaan keseluruhan (hedonik) dan rasa (skoring) teh herbal daun sirsak. Teh herbal daun sirsak yang diolah dari daun muda memiliki karakteristik terbaik dengan kadar air 7,69%, kadar abu 5,86%, kadar serat kasar 17,62%, ekstrak dalam air 121,25%, total fenol 2,76%, total flavonoid 2,66%, kadar tanin 3,26%, aktivitas antioksidan 55,87%, serta karakteristik sensoris warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan netral.

DAFTAR PUSTAKA

Amanto, B. S., Aprilia, T.N., & Nursiwi, A. 2019). Pengaruh Lama Blanching Dan

Rumus Petikan Daun Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, Serta Sensoritas Teh Daun Tin Ficus carica). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, 12 1): 1-11.

AOAC. 2005). Official Methods of Analysis. AOAC International : Virginia USA).

Badan Standarisasi Nasional. 2013). SNI 3836:2013. Syarat Mutu Teh Kering dalam Kemasan. Badan Standarisasi Nasional : Jakarta.

Chen, Y. & Poland, T.M. 2009). Interactive influence of leaf age, light intensity, and girdling on green ash foliar chemistry and emerald ash borer development. Journal of Chemical Ecology, 35:806–815. DOI:10.1007/s10886-009-9661-1.

Dorkbuakaew, N., Ruengnet, P., Pradmeeteekul, P., Nimkamnerd, J., & Natitanon, W.    2016).   Bioactive

Compounds and Antioxidant Activities of Camellia sinensis var. Assamica in Different Leave Maturity from Northern Thailand. International Food Research Journal, 24 5): 2291-2295.

Farhoosh, R., Golmovahhed, G. A., & Khodaparast, M. H. H.   2007).

Antioxidant activity of various extracts of old tea leaves and black tea wastes

Camellia sinensis L.). Food Chemistry, 100: 231–236

Fatanah, D.N., Abdullah, N., Hashim, N., & Hamid, A.A.   2016). Antioxidant

Activity, Colour And Mineral Content Of Herbal Tea Prepared From Cosmos caudatus Leaves At Different Maturity Stages. Malaysian Journal of Analitical Sciences, 20 3): 607-617.

Felicia, N., Widarta, I.W.R., & Yusarini, N.L.A. 2016). Pengaruh Ketuaan Daun Dan Metode Pengolahan Terhadap Aktivitas Antioksidan Dan Karakteristik Sensoris Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat Persea americana Mill.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan ITEPA), 5 2): 85-94.

Gomez, K.A. & A.A. Gomez. 1995). Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Diterjemahkan oleh E. Sjamsuddin dan J.S. Baharjsah. UI-Press, Jakarta.

Hanani, E.A., Mun'im & E. Sekarini. 2005). Identifikasi Senyawa Anioksidan dalam Spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian, 2 3): 127-133.

Isnawati, A., & Arifin K.M.   2006).

Karakterisasi Daun Kembang Sungsang Gloria superba L) dari aspek Fitokimia.

Media Litbang Kesehatan, 16 4): 8-14.

Izzreen, N.Q., & M. Fadzelly.  2013).

Phytochemicals    and Antioxidant

Properties of Different Parts of Camellia sinensis leaves  from Sabah Tea

Plantation in Sabah, Malaysia. IFJR, 20 1):307-312.

Muthoharoh, L. 2011). Analisis Berbagai Pigmen Daun Sirih Hijau Piper betle L.) dan Sirih Merah Piper crocatum Ruiz & Pav.) Berdasarkan Umur Fisiologis Daun. Skripsi Tidak dipublikasikan). Universitas Negeri Malang. Malang.

Pham-Huy, L.A., H, He., & C, Pham-Huy. 2008). Free Radicals, Antioxidants In Disease And Health. International journal of biomedical science, 4 2): 8996.

Rauf, A., Pato, U., & Ayu, DF. 2017). Aktivitas Antioksidan dan Penerimaan Panelis Teh Bubuk Daun Alpukat Persea Americana Mill.) Berdasarkan Letak Daun pada Ranting. JOM FAPERTA, 4 2): 1-12.

Robinson, T. 1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung

Rohiqi, H., N.L.A., Yusasrini, & G.A.K.D., Puspawati. 2021). Pengaruh Tingkat Ketuaan Daun Terhadap Karakteristik Teh Herbal Matcha Tenggulun Protium javanicum Burm. F.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan ITEPA), 3 10): 345356.

Sakanaka, S., Tachibana, Y., & Okada,Y.

2003). Preparation and antioxidant proteries of extracts of Japanese persimmon leaf tea kakinoha-cha). Food chemistry, 89 : 569 – 575.

Soekarto, S.T. 1985). Penilaian organoleptik untuk industri pangan dan hasil pertanian). Bharata Karya Aksara, Jakarta ID).

Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. 1997). Prosedur analisa untuk bahan makanan dan pertanian. Liberty: Yogyakarta.

Suhardi. 1997). Analisis senyawa polifenol produk buah-buahan dan sayuran. Vol 3. Lab. Kimia-Biokimia Pengolahan Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Topuz, A.C. Dincer, M.Torun, I. Tontul, H.S. Nadeem, A. Haznedar, & F. Ozdemir.

2014). Physicochemical properties of turkish greentea powder: effects of shooting period, shading, and clone. Turkish Journal of Agriculture and Forestry, 38:233-241.5.

Yudana, I. 2004). Mengenal Ragam dan Manfaat                        Teh.

http://www.indomedia.com/intisari/198 1/te_itam.