Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Aulia Rahayu R.S. Sudrajat dkk. /Itepa 12 (4) 2023 1114-1128

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Perbandingan Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.) dengan Jeruk Siam Kintamani (Citrus nobilis Lour.) terhadap Karakteristik Selai

Comparation Effect Of Coconut Pulps (Cocos Nucifera L.) With

Kintamani Siamese Orange (Citrus Nobilis Lour.) On The Characteristics Of Jam

Aulia Rahayu Ramadhani Satyaningtyas Sudrajat, I Dewa Gde Mayun Permana, Ni Nyoman Puspawati

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia

Penulis Korespondensi: I Dewa Gde Mayun Permana, Email : [email protected]

Abstract

This study aims to determine the effect of the ratio of coconut pulps on the characteristics of Kintamani Siamese Orange jam, as well as to determine the optimal ratio between coconut pulps and kintamani siamese orange to produce jam with desirable characteristics amd preference. This study was an experimental study using a Randomized Block Design consisting of six treatments, namely the ratio of coconut pulps and kintamani siamese orange 0: 100, 5: 95, 10: 90, 15: 85, 20: 80, and 25: 75. Each treatment was repeated 3 times, resulting in total of 18 experimental units. The obtained data were analyzed using Analysis Of Variance (ANOVA) and is there were significant effects, the Duncan Multiple Range Test (DMRT) was conducted. The results of the study showed that the ratio of coconut pulps and kintamani siamese orange in jam had a significant effect (P<0.05) on water content, viscosity, syneresis, vitamin C content, crude fiber content, total dissolved solids, and hedonic tests on color, aroma, taste and overall acceptance. The ratio of coconut pulp and Kintamani siam orange 5 : 95 has the best jam characteristics with a water content 17,24 %, total dissolved solids 51,66 %, vitamin C content 51,47 mg/g, syneresis 0%, viscosity 4.66 Pa.S, crude fiber content 1,86%, with orange color, aroma, taste, texture, and overall acceptance preferred by the panelists

Keywords : Coconut Pulps, Kintamani Siamese Orange, Jam

PENDAHULUAN

Jeruk merupakan salah satu jenis hortikultura yang sangat potensial di Bali, terutama jeruk siam. Jeruk siam kintamani merupakan salah satu varietas jeruk siam yang tumbuh di Bali. Menurut Balai Penyuluhan Pertanian Kintamani (2015-2019), produksi jeruk siam di Kabupaten Bangli terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan jumlah produksi sebesar 100.233,8 ton pada tahun 2015, 63.425,50 ton pada tahun 2016,

100.162,77 ton pada tahun 2017, 106.029,10 ton pada tahun 2018, dan 2.532.062 ton pada tahun 2019. Nama "Jeruk Siam Kintamani" merujuk pada asal-usul geografis tempat jeruk tersebut pertama kali ditemukan atau dikembangkan yaitu di Kintamani, Bali, dan juga untuk mengidentifikasi varietas jeruk yang tumbuh dan dikembangkan di daerah tersebut.

Jeruk kintamani mempunyai warna kuning cerah dan sedikit kehijauan serta

memiliki rasa sedikit asam segar dengan waktu simpan hingga satu pekan (Juniari, 2020). Jeruk siam Kintamani dikembangkan dan disukai konsumen karena memiliki rasa yang manis, aroma yang khas, dan produktivitasnya tinggi serta mengandung banyak air dan kulitnya mudah dikupas (Dharmawan et al., 2008; Wulansari et al., 2015).

Saat terjadi panen raya, petani jeruk mungkin mengalami risiko tinggi karena melimpahnya produksi jeruk siam dengan harga terendah sepanjang tahun sebesar Rp. 3.000 per kilogram (Freedey, 2019). Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi dan memperpanjang umur simpan dari jeruk siam Kintamani. Salah satu cara untuk memanfaatkan buah lokal sebagai solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengolahnya menjadi selai.

Selai merupakan makanan semi basah yang dapat dioleskan yang dibuat dari pengolahan buah-buahan, gula atau tanpa perbandingan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (Anon, 2008). Selai memiliki tekstur yang lunak dan plastis. Pembuatan selai merupakan salah satu inovasi guna meningkatkan daya simpan, nilai guna dan nilai ekonomis bahan pangan tersebut. Pemilihan buah-buahan untuk dijadikan bahan dalam pembuatan selai adalah buah dengan tingkat kematangan 70-80 persen

dengan rasa sedikit asam karena dalam pembuatan selai yang baik harus mengandung asam yang berguna untuk mengentalkan selai.

Proses pembuatan selai dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya suhu, waktu, jumlah gula yang ditambahkan, proses pengadukan serta keseimbangan gula, dan bahan pengental. Salah satu bahan pangan yang berpotensi menjadi bahan pengental adalah ampas kelapa, karena ampas kelapa memiliki kandungan galaktomanan sebesar 61 persen (Balasubramaniam, 1976). Ampas kelapa, sebagai hasil samping dari proses pembuatan santan atau minyak kelapa, seringkali diabaikan dan dibuang tanpa penggunaan lebih lanjut. Limbah pertanian ini tersedia dalam jumlah banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal (Hidayati, 2011). Meskipun dianggap sebagai limbah, ampas kelapa sebenarnya memiliki komponen yang berharga dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Selain kandungan galaktomanan yang dapat berfungsi sebagai bahan pengental, ampas kelapa juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kandungan serat selai. Menurut penelitian Putri (2010), ampas kelapa mengandung serat sebesar 15,07 persen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan ampas kelapa terhadap karakteristik selai jeruk siam kintamani. Manfaat dari penelitian ini adalah agar ampas kelapa dapat dimanfaatkan

menjadi bahan pengental pada pembuatan selai sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan nilai ekonomi dari ampas kelapa dan juga untuk menghasilkan selai jeruk kintamani dengan karakteristik terbaik yang mengandung serat.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah ampas kelapa yang diperoleh dari Pasar Goa Gong, jeruk siam kintamani yang sudah matang berwarna hijau kekuningan diperoleh dari Pasar Badung, gula pasir (Gulaku), asam sitrat (NOX), aquadest, H2SO4 0,225 N, NaOH 0,225 N, alkohol 95 persen (Merck) , asam sulfat 0,6 N, natrium fosfat, amonium molibdat, dan asam askorbat.

Alat Penelitian

Alat -alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : blender, pisau, wajan stainless steel, sendok, pengaduk, kompor gas, baskom, timbangan, piring, kertas label, wadah selai plastik dengan penutup, tabung reaksi (Iwaki), erlenmeyer (Iwaki), cup plastic, corong, kompor listrik (Gerhardt), hand refraktometer, dry oven (Glotech), desikator, timbangan analitik (Ohaus), refrigerator, water bath (NVS thermolog), viscometer (Brookfield), labu takar (Iwaki), gelas ukur (Herma), beaker

glass (Pyrex), spektrofotometer (Libra Biochrom), aluminium foil, pipet tetes, pipet volume (Iwaki), pompa karet (D&N), pipet mikro (Socorex), tip (Axygen), kertas wattman, kertas saring.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 taraf perlakuan perbandingan konsentrasi ampas kelapa dan jeruk siam kintamani yang digunakan, meliputi: 0 : 100, 5 : 95, 10 : 90, 15 : 85, 20 : 80, 25 : 75. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan Pembuatan Ampas Kelapa

Proses pembuatan ampas kelapa dimulai dengan memeras buah kelapa yang sudah diparut. Ampas kelapa kemudian dikering anginkan di atas nampan pada suhu ruang selama 10 menit lalu dihaluskan menggunakan blender selama 2 menit dengan jeda setiap 1 menit. (Purnamasari, 2021 yang telah dimodifikasi).

Tahapan Pembuatan Selai

Pembuatan selai jeruk kintamani mengacu pada Fitrianto dan Yudha Lutfi (2011) yang dimodifikasi. Pembuatan selai jeruk kintamani dengan perbandingan ampas kelapa ini diawali dengan jeruk disortasi, dipilih yang baik dan tidak rusak.

Tabel 1. Formulasi selai jeruk siam kintamani dengan perbandingan ampas kelapa.

No        Komposisi

Perlakuan

P0       P1      P2      P3      P4      P5

  • 1.    Bubur Jeruk (g)

  • 2.   Ampas kelapa (g)

  • 3.    Gula (g)

  • 4.    Asam sitrat (g)

100       95       90        85       80        75

0          5         10         15        20         25

122      122      122      122      122      122

1,25      1,25      1,25      1,25      1,25      1,25


Kemudian jeruk dikupas kulitnya dan dipisahkan dari bijinya, selanjutnya jeruk diblender. Selanjutnya, ditimbang ampas kelapa dan bubur jeruk sesuai perlakuan. Ditambahkan gula pasir 122 g atau 55% dari bahan baku yang digunakan, ditambahkan pula asam sitrat pada setiap perlakuan. Kemudian campuran bahan tersebut dimasak dan dihitung 10 menit dari mendidih sambil sesekali diaduk sampai mengental. Setelah mengental selai diangkat lalu didinginkan kemudian dimasukkan ke dalam wadah. Formulasi selai jeruk kintamani dapat dilihat pada Tabel 1.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati adalah kadar air (AOAC, 2005), total padatan terlarut (AOAC, 1984), viskositas (Indra, 2009), total vitamin c (Vuong et al., 2014), sineresis (Dipowaseso et al, 2018), kadar serat kasar

(Sudarmadji et al.,1984), dan evaluasi sensoris (Lawless Heyman, 1998).

Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan sidik ragam. Apabila perlakuan penambahan ampas kelapa berpengaruh terhadap parameter yang diamati maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 persen menggunakan aplikasi SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kimia Selai Jeruk Siam Kintamani

Karakteristik kimia selai jeruk siam kintamani dengan perbandingan ampas kelapa menunjukkan bahwa perbandingan jeruk siam kintamani dan ampas kelapa yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air, padatan terlarut, kadar vitamin C, dan serat kasar. Karakterisik kimia selai dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, padatan terlarut, kadar vitamin C, dan serat kasar selai dengan perbandingan ampas kelapa dan jeruk siam kitamani.

Perlakuan

Kadar air       Padatan Terlarut Kadar Vitamin C      r K r

Serat Kasar (%)

(%b/k)             (%)             (Mg/g)

P0

P1

P2

P3

P4

P5

17,47±0,19c        51,46±0,30a        51,47±0,11f        0,88±0,11a

17,24±0,33c        51,66±0,23a        50,63±0,11e       1,86±0,03b

16,79±0,57c        53,13±0,23b        50,32±0,11d       2,03±0,03b

15,59±0,95b        53,66±0,40bc        49,97±0,16c        2,22±0,15c

14,81±0,51b       53,66±0,51bc       49,33±0,16b       2,74±0,03d

13,16±0,42a        54,26±0,64c        48,45±0,16a       2,89±0,08d

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan antara ampas kelapa dan jeruk siam kintamani memiliki pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap kadar air selai. Berdasarkan hasil analisis, kadar air dalam selai jeruk berkisar antara 13,16% hingga 17,47%. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 17,47%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada perlakuan P0, yaitu sebesar 13,16%. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P0 tidak berbeda nyata dengan P1 dan P2, namun berbeda nyata dengan P3, P4, dan P5. Perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan P4, namun berbeda nyata dengan P0, P1, P2, dan P5. Perlakuan P5 berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya.

Berdasarkan rata-rata data kadar air, dapat diamati bahwa kadar air dalam selai menurun seiring dengan penurunan jumlah

jeruk siam kintamani yang ditambahkan dan peningkatan jumlah ampas kelapa yang ditambahkan, hal ini disebabkan oleh kadar air jeruk siam kintamani yang lebih tinggi dibandingkan ampas kelapa. Berdasarkan penelitian Wulandari (2018), ampas kelapa memiliki kadar air sebesar 5,5 % sedangkan jeruk matang memiliki kadar air sekitar 77 – 92% (Anggraini, 2015). Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh kandungan selulosa yang tinggi dalam ampas kelapa. Struktur selulosa yang berserat (fibrious) membuatnya memiliki kemampuan menyerap air (Galanakis, 2019). Menurut Widyatmoko (2012), sekitar 14,9% dari total serat kasar dalam ampas kelapa adalah selulosa. Selain selulosa, kandungan air dalam selai juga dipengaruhi oleh kandungan galaktomanan yang terdapat dalam ampas kelapa. Penggunaan formulasi dengan tambahan ampas kelapa yang lebih banyak menyebabkan pembentukan gel yang lebih

cepat karena galaktomanan dalam ampas kelapa memiliki sifat yang larut dalam air, sehingga saat pemanasan, struktur gel lebih mudah berubah dan viskositas meningkat. Hubungan antara kadar air dan viskositas selai dapat dilihat dalam tabel 2 dan tabel 3, dimana penurunan kadar air menyebabkan peningkatan viskositas selai.

Hasil kadar air untuk setiap perbandingan ampas kelapa dalam pembuatan selai jeruk siam kintamani memenuhi standar mutu selai yang ditetapkan dalam SII No. 173 Tahun 1978, yaitu maksimal 35%.

Total padatan terlarut

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan antara ampas kelapa dan jeruk siam kintamani memiliki pengaruh signifikan (P<0,05) terhadap total padatan terlarut dalam selai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total padatan terlarut terendah ditemukan pada perlakuan P0, sebesar 51,46 %, sementara rata-rata total padatan terlarut tertinggi ditemukan pada perlakuan P5, sebesar 54,26 %. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P0 tidak berbeda nyata dengan P1, namun berbeda nyata dengan P2, P3, P4, dan P5. Perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan P3, namun berbeda nyata dengan P0, P1, P4, dan P5. Perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan P2, P4, dan P5, namun berbeda nyata dengan P0 dan P1.

Total padatan terlarut dalam suatu bahan mencakup gula non reduksi, gula

reduksi, asam organik, protein, dan pektin (Winarno, 2008). Berdasarkan Poedjiadi (2006), gula pereduksi termasuk dalam kelompok gula (karbohidrat) yang dapat mengalami reaksi reduksi dengan senyawa penerima elektron, seperti glukosa dan fruktosa. Gula pereduksi dan gula non pereduksi berkaitan erat dengan total padatan terlarut. Semakin tinggi kandungan gula pereduksi dan non pereduksi dalam suatu bahan pangan, semakin tinggi nilai padatan terlarutnya. Gula pereduksi dapat meningkatkan padatan terlarut dengan cara mengikat air. Gula non pereduksi juga dapat meningkatkan padatan terlarut, tetapi tidak sebanyak gula pereduksi. Nilai padatan terlarut yang tinggi berkontribusi pada rasa yang lebih manis dan tekstur yang lebih kental pada bahan pangan.

Menurut data dari USDA, total gula dalam jeruk memiliki kandungan sebesar 8,57 g/100 g, sedangkan ampas kelapa memiliki kandungan gula sebesar 5 g/100 g. Namun, perbedaan tingkat kematangan jeruk Siam Kintamani akan mempengaruhi kadar total padatan terlarut, karena buah yang sudah matang akan memiliki kandungan gula total yang lebih tinggi. Hal ini mempengaruhi keseimbangan antara pektin dan air dalam selai, yang dapat menghasilkan gumpalan dan membentuk serat halus. Semakin tinggi kadar pektin dan gula, maka semakin padat produk yang dihasilkan. (Septiani, 2013). Hasil dari

setiap perlakuan belum memenuhi standar SNI karena memiliki rata-rata total padatan terlarut antara 51,46 hingga 54,26 %, sedangkan standar total padatan terlarut dalam SNI minimal adalah 65 %.

Kadar Vitamin C

Kadar vitamin C dalam selai jeruk Kintamani yang dihasilkan melalui perlakuan perbandingan ampas kelapa dengan jeruk Siam Kintamani berkisar antara 51,47 hingga 48,45 mg/g. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan ampas kelapa dan jeruk Siam Kintamani memiliki pengaruh signifikan (P<0,05) terhadap kadar vitamin C. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan P0, dengan perbandingan ampas kelapa dan jeruk Siam Kintamani 0:100, yaitu sebesar 51,47 mg/g, dan berbeda signifikan dengan semua perlakuan lainnya. Sementara itu, kadar vitamin C terendah terdapat pada perlakuan P5, yaitu sebesar 48,45 mg/g.

Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa kadar vitamin C dalam selai jeruk Kintamani menurun seiring dengan penurunan jumlah jeruk Siam Kintamani yang ditambahkan. Hal ini dikarenakan jeruk Siam Kintamani memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan ampas kelapa yang memiliki kandungan vitamin C sebesar 2 mg/100 g (anon., 2018). Menurut Marti et al. (2009), jeruk siam Kintamani merupakan salah satu buah yang kaya akan

vitamin C, dengan kandungan antara 20 hingga 60 mg/100 ml.

Kadar Serat Kasar

Berdasarkan hasil sidik ragam, perbandingan ampas kelapa secara signifikan berpengaruh terhadap kadar serat kasar dalam selai jeruk. Berdasarkan hasil analisis, kadar serat kasar dalam selai jeruk berkisar antara 0,88% hingga 2,89%. Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 2,89%, sedangkan kadar serat kasar terendah terdapat pada perlakuan P0, yaitu sebesar 0,88%. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P0 berbeda nyata dengan semua perlakuan. Sedangkan perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan P2 tetapi berbeda nyata dengan P0, P3, P4, dan P5. Perlakuan P3 berbeda nyata dengan semua perlakuan. Kadar serat kasar dalam selai jeruk juga meningkat akibat perlakuan perbandingan ampas kelapa. Ini menunjukkan bahwa semakin banyak ampas kelapa yang ditambahkan, semakin tinggi kadar serat kasar. Sejalan dengan penelitian Dita (2021) yang menyatakan bahwa dengan perbandingan ampas kelapa yang semakin banyak dan perbandingan bran yang semakin sedikit, kadar serat pangan dalam snack bar meningkat. Kadar serat kasar dalam selai jeruk siam kintamani sesuai dengan SNI 3746: 2008 yaitu kadar serat bernilai positif.

Serat kasar yang terdapat dalam ampas kelapa adalah selulosa dan hemiselulosa.

Selulosa dan hemiselulosa adalah polisakarida yang berpengaruh terhadap tekstur selai. Selulosa berkontribusi pada struktur dan ketebalan selai secara keseluruhan dengan memberikan tingkat kekakuan tertentu dan dapat mempengaruhi tingkat penyebaran selai. Sementara hemiselulosa membantu menjaga kandungan air yang penting untuk menciptakan tekstur yang diinginkan dalam selai. Hemiselulosa memiliki sifat penyerapan air dan berkontribusi pada pembentukan matriks seperti gel saat dipanaskan. Keseimbangan antara selulosa dan hemiselulosa dapat menentukan tekstur akhir dari selai jeruk (Scheller & Ulvskov, 2010).

Analisis Fisik Selai Jeruk Siam Kintamani

Karakteristik fisik selai jeruk siam kintamani dengan perbandingan ampas kelapa menunjukkan bahwa perbandingan jeruk siam kintamani dan ampas kelapa yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap viskositas dan sineresis selai. Karakterisik fisik selai dapat dilihat pada Tabel 3. Viskositas

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan ampas kelapa dengan jeruk siam kintamani secara signifikan mempengaruhi viskositas selai dengan tingkat signifikansi P<0,05. Berdasarkan hasil analisis, kadar air dalam selai jeruk berkisar antara 2 Pas hingga 75,3 Pas. Hasil analisis

menunjukkan bahwa viskositas terendah terdapat pada perlakuan P0 dengan nilai 2 Pas, sedangkan viskositas rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan P5 dengan nilai 75,3 Pas. Hasil ini berbeda secara signifikan dengan semua perlakuan lainnya.

Ampas kelapa dengan perbandingan yang lebih banyak akan menahan air karena galaktomanan yang terkandung dalam ampas kelapa membentuk suatu struktur tiga dimensi, yakni struktur yang terbentuk dari molekul-molekul galaktomanan yang saling berdekatan, disebabkan oleh interaksi antara bagian hidrolifik dari molekul galaktomanan dan molekul air. Galaktomanan adalah suatu polimer yang terdiri dari unit mannopiranosa dengan ikatan β-(1-4) dan unit galaktopiranosa dengan ikatan α-(1-6), yang memiliki gugus hidroksil (-OH) dan dapat saling berikatan melalui ikatan hidrogen. Ketika molekul galaktomanan membengkak dan berinteraksi dengan air, itu akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air dan menjadi faktor penting dalam pembentukan struktur gel. Struktur ini akan menjadi semakin padat dan kaku seiring dengan peningkatan konsentrasi galaktomanan sehingga akan meningkatkan viskositas selai (Fardiaz, 1989). Struktur tiga dimensi yang kuat dan kaku dari molekul-molekul galaktomanan dapat meningkatkan viskositas larutan (Fennema, 1985 dan Kaur, 2010).

Tabel 3. Nilai rata-rata viskositas dan sineresis selai dengan perbandingan ampas kelapa dan jeruk siam kitamani.

Perlakuan

Viskositas                           r

Sineresis (%) (Pa.s)

P0

P1

P2

P3

P4

P5

2,00±0,00a                         0,10±0,00e

4,66±1,15b                        0,04±0,00d

7,66±0,57c                         0,01±0,00c

17,00±1,00d                       0,00±0,00b

54,00±2,00e                       0,00±0,00ab

75,33±1,15f                       0,00±0,00a

Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Sineresis

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perbandingan ampas kelapa dengan jeruk siam kintamani berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap sineresis selai. Berdasarkan hasil analisis, sineresis selai jeruk berkisar antara 0,1% hingga 0%. Sineresis tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 0,1%, sedangkan sineresis terendah terdapat pada perlakuan P3, P4, dan P5 sebesar 0%.

Sineresis yang tinggi dipengaruhi oleh kadar air dan viskositas selai yang dihasilkan. Jika nilai sineresis selai semakin tinggi, ini menunjukkan bahwa gel dalam selai kurang stabil dalam mengikat air bebas. Menurut Prakarsa (2017), peningkatan nilai sineresis berhubungan dengan kerusakan dan pelemahan struktur gel. Sedangkan sineresis yang rendah menunjukkan bahwa gel yang dihasilkan memiliki kekuatan yang lebih kuat dan stabil. Terlihat bahwa semakin banyak ampas kelapa yang ditambahkan, tingkat

sineresis pada selai jeruk semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh kemampuan galaktomanan untuk menahan air dan membentuk gel yang padat, sehingga air saat proses pengolahan dapat terikat dan membentuk gel yang kental.

Hal ini sejalan dengan pandangan Cropotova dan Popel (2013) yang menyatakan bahwa selai dianggap tidak mengalami sineresis atau memiliki sineresis minimal jika tingkat sineresisnya berada dalam rentang 0 - 5%. Selai yang bebas dari sineresis dapat dianggap memiliki kualitas yang baik karena dapat menahan air dengan baik.

Evaluasi Sensoris

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan ampas kelapa pada selai jeruk Kintamani berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis warna panelis (Tabel 4).

Tabel 4. Nilai rata-rata uji hedonik

Ampas Kelapa :

Jeruk siam        Warna       Aroma        Rasa       Tekstur

Kintamani

Penerimaan Keseluruhan

P0 (0 : 100)      5,70±0,97b    4,50±0,94a    5,65±0,59c   5,50±0,69c

P1 (5 : 95)      5,95±0,94bc   4,55±0,88a    6,15±0,81d   6,10±0,79d

P2 (10 : 90)     5,95±0,82bc   4,65±0,88a   5,55±0,83bc   5,35±0,67c

P3 (15 : 85)      6,40±0,68c    4,65±0,81a    5,05±0,69b   4,20±0,70b

P4 (20 : 80)     5,85±0,87b    5,50±0,83b    5,05±0,89b   4,10±0,72b

P5 (25 : 75)     4,35±0,87ba   4,75±0,97a    3,95±0,94a   3,10±0,64a

5,75±0,79c

6,10±0,79c

5,60±0,88c

4,90±0,97b

4,85±0,93b

3,80±0,95a

Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Kriteria uji hedonik 1 = SangatTidak suka; 2 = Tidak suka; 3 = Agak Tidak Suka; 4 = Biasa; 5 = Agak suka; 6= Suka; 7= Sangat Suka.

Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring

Perlakuan

Warna

P0

P1

P2

P3

P4

P5

4,75± 0,44f 4,60±0,50de 4,40±0,60d 3,70±0,47c 3,15± 0,59b 2,65±0,67a

Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Kriteria Uji skoring 1=Kuning Muda; 2= Agak Kuning; 3= Kuning; 4= Agak Oranye;5=Oranye

Perlakuan P5 mendapat skor kesukaan terendah, yaitu 4,35 dengan kriteria biasa. Sementara itu, perlakuan P3 merupakan perlakuan yang paling disukai berdasarkan penilaian hedonik warna, dengan nilai rata-rata sebesar 6,40 dan kriteria suka. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan ampas kelapa pada selai jeruk Kintamani berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap uji skoring warna selai. Hasil pengujian skoring

warna oleh panelis rata-rata memberikan nilai antara 2,65 hingga 4,75, dengan kriteria dari kuning hingga oranye.

Jika dilihat secara visual, semakin banyak proporsi jeruk maka semakin kontras warna oranye yang dihasilkan, sebaliknya semakin sedikit proporsi jeruk maka kontras warna berkurang dan cenderung lebih pucat. Secara umum, panelis lebih menyukai P3 diduga karena P3 mempunyai kenampakan

warna oranye yang agak terang. Menurut Putri (2010), ampas kelapa memiliki derajat putih yang tinggi, sehingga ketika ditambahkan dengan jeruk akan menghasilkan warna yang semakin pucat.

Warna oranye atau kuning pada jeruk disebabkan adanya pigmen warna karotenoid. Menurut Ariviani (2011), sari buah jeruk secara alami memiliki karotenoid yang memberikan warna khas kuning-orange. Perbedaan warna juga diduga karena terjadinya reaksi karamelisasi dan oksidasi asam askorbat yang menyebabkan terjadinya pencoklatan sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesukaan warna selai jeruk. Menurut Arsa (2016), vitamin C (asam askorbat) merupakan suatu senyawa yang bertindak sebagai pembentukan warna cokelat nonenzimatik. Asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonati kemudian berlangsung proses pencoklatan.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan ampas kelapa pada selai jeruk Kintamani berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap penilaian hedonik aroma selai. Hasil pengujian hedonik aroma oleh panelis rata-rata memberikan skor antara 4,5 hingga 5,5, dengan kriteria dari agak suka hingga suka.

Perlakuan P0 mendapat tingkat kesukaan terendah, yaitu 4,5 dengan kriteria agak suka. Sementara itu, perlakuan P4 merupakan yang paling disukai berdasarkan penilaian hedonik aroma, dengan nilai rata-rata sebesar 5,5 dan kriteria suka dan hasil ini berbeda nyata dengan P0, P1, P2, P3, dan P5. Panelis lebih menyukai aroma selai P4 diduga karena memiliki aroma yang seimbang antara aroma jeruk dan aroma ampas kelapa yang gurih.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan perbandingan ampas kelapa pada selai jeruk siam kintamani berpengaruh nyata P(<0,05) terhadap hedonik rasa selai jeruk kintamani. Hasil uji hedonik terhadap aroma selai jeruk siam kintamani menunjukkan nilai rata-rata penerimaan panelis berkisar antara 3,95 sampai 6,15 dengan kriteria biasa sampai dengan suka. Perlakuan P5 mendapat rata-rata tingkat kesukaan terendah yaitu 3,95 dengan kriteria biasa. Perlakuan 5 merupakan hedonik rasa paling disukai dengan nilai rata-rata sebesar 6,15 dengan kriteria suka.

Hal ini diduga karena dengan ampas kelapa yang semakin banyak ditambahkan itu akan membuat cita rasa dari buah jeruk itu berkurang sehingga kurang disukai panelis. Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan perbandingan ampas kelapa pada selai jeruk siam kintamani berpengaruh nyata P(<0,05) terhadap hedonik tekstur selai jeruk

kintamani. Hasil uji hedonik tekstur rata-rata panelis memberikan nilai antara 3,1 sampai 6,1 dengan kriteria agak tidak suka sampai dengan suka. Perlakuan P5 mendapat rata-rata tingkat kesukaan terendah yaitu 3,1 dengan kriteria agak tidak suka dan perlakuan P1 merupakan hedonik tekstur paling disukai dengan nilai rata-rata sebesar 6,1 dengan kriteria suka.

Tekstur selai yang dihasilkan dari perlakuan ini lembut seperti tekstur selai pada umumya. Hal ini mungkin disebabkan oleh ampas kelapa yang ditambahkan tidak terlalu banyak sehingga asam dari bubur jeruk berfungsi sebagai katalisator hidrolisis gula ke bentuk gula invert sehingga mencegah terjadinya kristalisasi gula (Prasetya, 2018). Selain itu, tekstur selai juga dipengaruhi oleh kadar air (Putri dkk., 2017) dimana kadar air yang menurun juga berpengaruh terhadap tekstur karena ketika kadar air menurun tekstur akan semakin kental dan padat.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan perbandingan ampas kelapa pada selai jeruk siam kintamani berpengaruh nyata P(<0,05) terhadap penerimaan keseluruhan selai jeruk kintamani. Hasil uji hedonik penerimaan keseluruhan rata-rata panelis memberikan nilai antara 3,8 sampai 6,1 dengan kriteria biasa sampai dengan suka. Perlakuan P5 mendapat rata-rata tingkat kesukaan terendah yaitu 3,8 dengan kriteria

biasa. Perlakuan P1 memiliki tekstur paling disukai dengan nilai rata-rata sebesar 6,1 dengan kriteria suka. Secara keseluruhan selai Jeruk siam kintamani dengan perbandingan ampas kelapa dapat diterima oleh panelis.

KESIMPULAN

Perbandingan ampas kelapa dan jeruk siam kintamani berpengaruh nyata terhadap terhadap kadar air, total padatan terlarut, kadar vitamin C, kadar serat kasar, sineresis, viskositas dan uji skoring (warna) dari selai jeruk siam kintamani. Perbandingan ampas kelapa dan jeruk siam kintamani terbaik adalah sebesar 5 : 95 dengan karakteristik kadar air 17,24%, total padatan terlarut 51,66 %, kadar vitamin C 50,63 mg/g, sineresis 0%, viskositas 4,66 Pa.S, kadar serat kasar 1,86%, dengan warna oranye disukai, aroma agak disukai, rasa disukai, tekstur disukai, dan dapat diterima oleh panelis.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, F. & Putri W.D.R. (2014). Pembuatan Jelly Drink Averrhoa blimbi L. (Kajian Proporsi Belimbing Wuluh Air dan Konsentrasi Karagenan). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (3):1-9. https://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/ view/46

Anggraini, R., R. Hasbullah dan Sutrisno.

(2015). Studi Degreening pada Jeruk Cultivar Keprok Madu Terigas Kalimantan Barat J. Pascapanen Pertanian, 12(1):        35-44.

Doi:10.21082/jpasca.v12n1.

Ardiansyah, G., Hintono, A., & Pratama, Y. (2019). Karakteristik Fisik Selai Wortel (Daucus carota L.) dengan Penambahan Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus) sebagai Bahan Pengental. Jurnal Teknologi Pangan, 3(2), 175–180. https://doi.org/10.14710/jtp.2019.23520

Ariviani, S., Raharjo, S., & Hastuti, P. (2011). Aplikasi Mikroemulsi-Karoten untuk Menghambat Kerusakan Fotooksidatif Vitamin C pada Sari Buah Jeruk [Application of Microemulsion-Carotene to Inhibit Photooxidative Damage of Vitamin C in Orange Juice]. Jurnal AGRITECH, 31(3),     180-189.

https://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip/art icle/view/3393/3790

Arsa, M. (2016). Proses Pencoklatan (Browning Process) Pada Bahan Pangan. Artikel Ilmiah Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

AOAC. (1995). Official Method of Analysis of the Assosiation. Washington DC. USA : Assosiation Official Analysis Chemist.

Balasubramaniam, B. (1976). Pollysaccharida of The Kernel of Maturing and Matured Coconuts Joumal of Food Science.41, 1370-1                            372.

https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.1976.tb01174.x

Badan Standarisasi Nasional. 01-3746-2008. Selai Buah: Badan Standarisasi Nasional Indonesia : Jakarta.

Barlina, R.   (2015). Extraction of

galactomannan on the coconut meat, “sapal”, and function for food. Perspektif, 14(1),                            37–49.

https://repository.pertanian.go.id/handle/ 123456789/13680

Croptova. J. & S. Popel. (2013) . A way to prevent syneresis in fruit filling prepared with gellan gum. Scientific Papers. Series D. Animal Science. Vol. LVI. 6:326-332. ISSN 2285-5750; ISSN CD-ROM 22855769; ISSN-L 2285-5750

Departemen Pertanian. (1994). Penuntun Budidaya    Buah-buahan     (Jeruk).

Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 269

Dharmawan, J.S. Kasapis, P. & Curran. (2008). Characterization of volatile compounds in selected citrus fruits from Asia, Part II Peel oil . Journal of Essential Oil Research. 20,   21   –   24.

https://doi.org/10.1080/10412905.2008.9 699411

Fennema, O.R. (1985). Principles of Food Science. Departement of Food Science. University of Wisconsin Madison. Marcell Dekker, New York. 791p.

Fredey M, M. (2019). Jeruk Siam Murah Jelang Panen Raya, Wistawa Sebut ini Harga                     Terendah.

https://bali.tribunnews.com/2019/07/11/j eruksiam-murah-jelang-panen-raya-wistawa-sebut-ini-harga-terendah?page=all, (Diakses pada 16 Januari 2023)

Fitrianto. Lutfi, Y. (2011) . Formulasi Selai Berbahan Baku Daging dan Kulit Buah Jeruk Pamelo (Citrus maxima) Kultivar Nambangan. BERKALA Ilmiah Pertanian.

http://repository.unej.ac.id/handle/12345 6789/70228

Galanakis, C. M., (2019), Dietary Fiber: Properties, Recovery, and Applications, Elsevier, London, Charlotte Cockle.

Hidayati, S. G. (2011). Pengolahan ampas kelapa dengan mikroba local sebagai bahan pakan ternak ungas alernatif di Sumatera Barat. . Jurnal Embrio, [S.l.], v. 4, n. 01, p. 26-36, dec. 2017. ISSN 28089766.                  https://ojs.unitas-

pdg.ac.id/index.php/embrio/article/view/ 125

Kaur, C., Grover, S. (2018). Nutritional and therapeutic potential of coconut (Cocos nucifera L.): A review. Journal of Traditional and Complementary Medicine, 8(3), 296-302.

Lawless, H.T., and Heyman, H., (1998). Sensory Evaluation of Food. Chapman & Hall. New York.

Martí, N., Mena, P., Cánovas, J. A., Micol, V., & Saura, D. (2009). Vitamin C and the

role of citrus juices as functional food. Natural product communications, 4(5), 677–700.

Njoku, V. I., Evbuomwan. B. O. (2014): Quantitative and Qualitative analysis, and comparative study of essential oil extracted from Nigerian orange, lemon and lime peels.” International Journal of Applied Science and Engineering Research 3, 519-531. ISSN: 2384-6364

O. P. Chauhan, O. P. Chauhan, B. S. Archana, B. S. Archana, Asha Singh, A. Singh, P. S. Raju, P. S. Raju, & A. S. Bawa, A. S. Bawa. (2013). Utilization of Tender Coconut Pulp for Jam Making and Its Quality Evaluation During Storage. Food and bioprocess technology, 6, 14441449. doi: 10.1007/s11947-012-0920-8

Putri, M. F. (2010). Tepung ampas kelapa pada umur panen 11-12 bulan sebagai bahan pangan   sumber kesehatan. Jurusan

Teknologi Jasa dan Produksi, Universitas Negeri   Semarang. Semarang. J.

Kompetensi Teknik. 1 (2) : 97 - 105. http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/J KT/article/view/130

Purnamasari, I., Zamhari, M., & Putri, S.

(2021). Pembuatan Tepung Serat Tinggi Dari Ampas Kelapa (Cocos Nucifera) Dengan Metode Pengeringan Beku Vakum. Jurnal Kinetika, 12(1), 45–50. https://jurnal.polsri.ac.id/index.php/kimi a/article/view/3126

Pravitasari, G. A. (2017).   Pengaruh

Penambahan Fermentasi Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.) oleh Ragi Tempe sebagai Campuran Pakan terhadap Bobot, Rasio Pakan, dan Income Over Feed Cost Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus). Sarjana Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember, Jember. (Skripsi).

Prakarsa, A.W. (2017) . Pengaruh Perbedaan Tepung Labu Kuning dalam Produk Jelly Ditinjau dari Karakteristik Fisikokimiawi dan Sensori. [Skripsi]. Universitas Katolik Soegijapranata : Semarang

Prasetya, D. N. (2018). Kajian Perbandingan Konsentrasi Gula Dan Asam Sitrat Terhadap Sifat Kimia Dan Organoleptik Selai Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). (Skripsi).

Rahayu, D. H., Nasrullah, N., & Fauziyah, A. (2021). Pengaruh Penambahan Bekatul dan Ampas Kelapa Terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Snack Bar Jantung Pisang Kepok. Jurnal Pangan dan Gizi,           11(1),           15-29.

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JP DG/article/view/7068

Scheller, H. V., & Ulvskov, P. (2010). Hemicelluloses. Annual Review of Plant Biology,       61(1),       263–289.

doi:10.1146/annurev-arplant-042809-112315

Septiani, i. N., Basito & Widowati, E. (2013). Pengaruh Konsentrasi Karagenan dan Sukrosa Terhadap Sifat Fisikokimia Selai Jambu Merah Lembaran. Jurnal Rekayasa. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya.

Sianipar, Y. H., Sumual, M. F., & Assa, J. R. (2021). Penambahan Sari Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa, B.) Dalam Pembuatan Selai Pepaya [The Addition of Kalamansi Juice in Papaya Jam]. Jurnal Teknologi Pertanian, 12(1). https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/tet a/article/view/38854/35326

Sudarmadji, S., B. Haryono & Suhardi. (1997). Prosedur Analisa Untuk Bahan. Makanan dan Pertanian Edisi Keempat. Yogyakarta : Liberty.

Sudarmadji, S. (1989). Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Pertanian. Jakarta : Liberty.

Sudarmadji, S., B. Haryono & Suhardi. (1997). Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Pertanian. Jakarta : Liberty.

Suryani, A., Hambali, E., & Rivai M. (2004). Membuat Aneka Selai. Jakarta: Penebar Swadya.

USDA, U. (2018). National nutrient database for standard reference. Agricultural Research Service. National Agricultural Library.

Vuong, Q. V., S. Hirun, T.L.K. Chuen, C.D. Goldsmith, M.C. Bowyer, A.C. Chalmers, P.A. Phillips dan C.J. Scarlett. (2014). Physicochemical composition, antioxidant and antiproliferative capacity of a lily pilly (Syzygium paniculatum) extract. Journal of Herbal Medicine. 10 10- 16

Wulandari, Gumay, I., Y. dan Santoso, L. (2018). Kajian Pemanfaatan Tepung Ampas Kelapa sebagai Campuran Pakan untuk Ikan Lele Dumbo. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, 6       (2),      713-718.

http://dx.doi.org/10.23960/jrtbp.v6i2.p71 3-718

Wulansari, A., Purwito, A. Husni, A. Sudarmonowati E. (2015). Kemampuan Regenerasi Kalus Embriogenik Asal Nuselus Jeruk siam serta Variasi Fenotipe Tunas Regeneran, Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(1):    97-104.    DOI

10.13057/psnmbi/m010116

Yuwono, S.S. T. Susanto. (1998) . Pengujian Fisik Pangan. Universitas Brawijaya. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakuktas Teknologi Pertanian. Malang.

1128