ISSN : 2527-8010 (Online)

Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan

Anisha Nathania dkk / Itepa 12 (1) 2023 108-119

Pengaruh Konsentrasi Ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali terhadap Karakteristik Tempe Kacang Gude

(Cajanus cajan (L Millsp

The Effect of Mold Concentration with Rhizopus oligosporus DP02 Bali on The Characteristic of Pigeon Peas Tempeh (Cajanus cajan (L) Millsp)

Anisha Nathania Saraswati1, Agus Selamet Duniaji1, Luh Putu Trisna Darmayanti1*

  • 1Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

  • *Penulis korespondensi: Luh Putu Trisna Darmayanti, Email: [email protected]

Abstract

The research was conducted with the aims to determine the effect of mold concentration with Rhizopus oligosporus DP02 Bali on the characteristic of pigeon peas tempeh and to determine the appropriate yeast concentration to produce tempeh with the best characteristic. The experimental design that used in this research was a completely randomized design with the treatment consisting of 5 levels of mold concentration, namely: 1%, 2%, 3%, 4%, and 5%. Each treatment was repeated 3 times to obtain 15 experimental units. The data were analyzed by analysis of variance and if there was a significant effect, the Duncan Multiple Range Test were perfomed. The results showed the yeast concentration had a significant effect on water content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, crude fiber content, color (hedonic and scoring test), taste (hedonic test), texture (hedonic and scoring test), and overall acceptance (hedonic test) and had no effect on the aroma (hedonic test). The result show that the tempeh with a concentration of 5% yeast resulting the best tempeh characteristic with the criteria of 62.64% water content, 0.69% ash content, 9.66% protein content, 3.31% fat content, 23.70% carbohydrate content, 11.13% crude fiber content, color sensory test, aroma, taste, texture, overall acceptance are liked.

Keywords: tempeh, pigeon peas, mold, Rhizopus oligosporus DP02 Bali

PENDAHULUAN

Tempe merupakan salah satu makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bahan baku tempe terbuat dari kedelai atau jenis kacang lainnya yang mengalami proses fermentasi dengan menggunakan kapang Rhizopus sp. Selama proses fermentasi tempe, Rhizopus sp akan menghidrolisis senyawa-senyawa komplek yang terdapat pada kacang-kacangan,

seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi senyawa sederhana berupa glukosa dan asam amino (Maryam, 2015).

Prosedur pembuatan tempe terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1) hidrasi dan pengasaman biji kacang melalui perendaman; 2) pemanasan kacang, dengan cara perebusan atau pengukusan; 3) penirisan dan pendinginan kacang; dan 4) fermentasi dengan ragi tempe, pada umumnya menggunakan Rhizopus

oligosporus. Setelah tempe difermentasi, biji kacang akan terlihat kompak. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu tempe, yaitu bahan baku, jenis kapang, konsentrasi ragi, lama fermentasi, suhu, dan kelembaban (Jayanti, 2019). Bahan baku utama tempe pada umumnya menggunakan kedelai. Tingginya permintaan masyarakat terhadap kedelai dan menimbulkan ketimpangan antara jumlah produksi kedelai dengan jumlah konsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai, maka dilakukan impor.

Salah satu jenis kacang-kacangan lokal yang dapat digunakan sebagai bahan baku tempe adalah kacang gude. Kacang gude mempunyai kandungan asam amino esensial yang mirip dengan kedelai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kacang gude dapat menjadi sumber yang baik untuk serat kasar, mineral, dan vitamin yang larut dalam air. Keunggulan kacang gude adalah dari segi budidaya kacang gude termasuk jenis kacang-kacangan yang toleran terhadap kekeringan dan cocok untuk berbagai jenis tanah, baik subur, asam, maupun tanah yang bersalanitas dan basa. Selain itu, nilai potensi produksi kacang gude nasional mencapai 2,5 ton/ha (Pratiwi et al, 2018) Maka dari itu kebutuhan kacang gude masih dapat mencukupi dan tidak perlu dilakukan impor. Pada penelitian Dewi (2010), pada tempe kacang gude dengan fermentasi selama 42 jam didapatkan hasil yaitu, kadar

air 64,417%, kadar abu 1,187%, kadar protein 16,042%, kadar lemak 0,620%, dan kadar karbohidrat 17,735%. Konsentrasi ragi tempe mempunyai pengaruh terhadap kadar karbohidrat, kadar abu, tekstur, aroma, dan rasa. Berdasarkan penelitian Sofiyatin et al (2013), pada tempe kacang gude yang difermentasi selama 36 jam dengan konsentrasi ragi 2%, didapatkan hasil yaitu, kadar air 60,33%, kadar abu 2,00%, dan kadar protein 13,33%.

Selain kacang-kacangan, kualitas tempe dipengaruhi oleh starter yang digunakan untuk inokulasinya. Starter tempe atau inokolum tempe lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai ragi tempe. Pada umumnya, inokolum yang digunakan pada pembuatan tempe adalah Rhizopus oligosporus. Rhizopus oligosporus dapat menghasilkan enzim fitase yang memecah fitat sehingga komponen makro menjadi mikro. Hal ini membuat tempe lebih mudah dicerna dan tubuh lebih mudah menyerap zat gizinya (Dewi dan Aziz, 2011). Salah satu inokulum yang dapat digunakan untuk menjadi ragi tempe adalah Rhizopus oligosporus DP02 Bali yang didapat dari hasil isolasi dan identifikasi dari beberapa jenis daun, merek tempe, dan berbagai jenis kapang di Bali. Kelebihan dari Rhizopus oligosporus DP02 Bali adalah dapat mencegah pertumbuhan mikroba patogen, seperti Aspergillus parasiticus, sehingga mencegah pertumbuhan metabolit sekunder aflatoksin B1 (Duniaji et al, 2019).

Penelitian mengenai tempe kacang gude dengan menggunakan Rhizopus oligosporus DP02 Bali belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji karakteristik sensoris dan nilai gizi pada tempe kacang gude berdasarkan variasi konsentrasi ragi. Pemanfaatan kacang gude untuk pengolahan tempe dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan diversifikasi pangan.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang gude yang diperoleh dari toko di Pasar Badung, Rhizopus oligosporus DP02 Bali (koleksi Laboratorium Mikrobiologi Pangan) yang telah diinkubasi selama lima hari, Potato Dextrose Broth (PDB), Potato Dextrose Agar (PDA) (Oxoid), nasi, tepung beras (Rose Brand), aquades, n-hexan (Merck), bubuk kjedahl (Merck), H2SO4 (Merck), indikator PP (Merck), asam borat 3% (Merck), NaOH (Merck), HCl (Merck), dan alkohol 96%.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci, sendok, baskom, plastik PE, plastik ziplock, pisau, timbangan analitik (Shimadzu AUX220, Jepang), tabung reaksi (pyrex), cawan petri (Anumbra), jarum ose, laminar air flow, batang bengkok, inkubator (Mermmet), lumpang, desikator, pinset, cawan porselin

muffle, benang wol, tip mikropipet, vortex (Maxi Mix II Type 367000), waterbath (J.P. Selecta s,a.), oven, gelas ukur (Pyrex), benang wol, gelas beaker (Pyrex), labu Erlenmeyer (Pyrex), pipet tetes, corong plastik, kertas saring, kertas saring Whattman no. 42, Soxhlet (Behr), labu lemak (Behr), pipet mikro (Socorex), aluminium foil (Klin Pack), destilator (Behr), labu ukur 5 ml (Pyrex), labu ukur 1000 ml (Pyrex), dan gelas plastik.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi ragi yang terdiri dari lima taraf yaitu:P1 = konsentrasi ragi 1%; P2 = konsentrasi ragi 2%; P3 = konsentrasi ragi 3%; P4 = konsentrasi ragi 4%; P5 = konsentrasi ragi 5%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan, sehingga diperoleh sebanyak 15 unit percobaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh antar perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Penyegaran Isolat dan Konfirmasi Isolat

Penyegaran isolat dilakukan dengan cara menginokulasikan kapang Rhizopus oligosporus DP02 Bali dari stok isolat Laboratorium Mikrobiologi Pangan ke media Potato Dextrose Broth (PDB).

Metode inokulasi ini dilakukan dengan menggunakan jarum ose secara aseptis. Kemudian tabung tersebut ditutup dengan kapas dan diinkubasi di dalam inkubator dengan suhu 32°C selama 3 hari.

Pembuatan Starter

Pembuatan starter dilakukan dengan pengambilan 1 ml Rhizopus oligosporus DP02 Bali dari media Potato Dextrose Broth (PDB) dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi aquades 9 ml, setelah itu ditutup menggunakan kapas yang digumpalkan. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan vortex selama 1-2 menit hingga diperoleh pengenceran 10 1 yang homogen. Diambil 1 ml pengenceran 10 menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi 9 ml aquades dan divortex sehingga diperoleh pengenceran IO-2 yang homogen. Diambil 1 ml pengenceran 10 menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi 9 ml aquades dan divortex sehingga diperoleh pengenceran 10 yang homogen.

Tabung reaksi yang berisi pengenceran ID-3 diambil sebanyak 0,5 ml dengan menggunakan pipet mikro dan disebar dengan menggunakan batang bengkok pada media Potato Dextrose Agar (PDA) kemudian diinkubasi pada suhu 30°C selama 3 hari.

Pembuatan Ragi

Pembuatan ragi dilakukan setelah media Potato Dextrose Agar (PDA) yang telah ditumbuhi spora tampak berwarna ke abu-abuan. Diibuat sayatan berbentuk persegi kecil pada media Potato Dextrose Agar (PDA) yang sudah ditumbuhi spora setelah itu dipindahkan ke media nasi kemudian diinkubasi pada suhu 30°C selama 4 hari. Starter tersebut dikeringkan pada suhu 40°C hingga 18 jam. Setelah kering, starter dihaluskan dengan cara ditumbuk atau digiling hingga berukuran kecil setelah dicampur dengan tepung beras yang telah disterilisasi degan perbandingan 1:9 sampai didapatkan 100 gram ragi tempe.

Pembuatan Tempe Kacang Gude

Pembuatan tempe kacang gude mengacu pada Dewi (2010) yang telah dimodifikasi. Tahapan pertama pada pembuatan tempe adalah kacang gude direndam selama 12 jam dan dikupas kulit arinya. Kacang gude kemudian direbus selama 20 menit pada suhu 100oC. Selanjutnya kacang gude ditiriskan dan didinginkan, kemudian kacang gude ditimbang sebanyak 100 g kemudian diberikan ragi tempe sesuai dengan perlakuan. Kacang gude yang telah diinokulasikan kemudian dimasukkan ke dalam plastik yang telah dilubangi. Selanjutnya dilakukan fermentasi selama 42 jam pada suhu ruang.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah analisis kadar air dengan metode pengeringan oven (Sudarmaji et al, 1997), kadar abu metode pengabuan (AOAC, 2005), kadar protein metode makro Kjedahl (Sudarmaji et al, 1997), kadar lemak metode soxhlet (Sudarmaji et al, 1997), kadar karbohidrat (AOAC, 2005), kadar serat kasar metode hidrolisis asam basa (AOAC, 2005), serta evaluasi sensoris dilakukan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan

keseluruhan menggunakan uji hedonik serta uji skoring pada warna dan tekstur (Soekarto, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kacang gude yaitu, kadar air 13,08%, kadar abu 3,65%, kadar protein 17,14%, kadar lemak 3,33%, kadar karbohidrat 62,80%, dan kadar serat kasar 12,60%. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar tempe kacang gude dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar

karbohidrat, dan kadar serat kasar tempe kacang gude

Perlakuan

Kadar Air (%

Kadar Abu (%

Kadar

Protein (%

Kadar Lemak (%

Kadar Karbohidrat (%

Kadar Serat Kasar (%

P1 (1%

50,11±0,57e

0,89±0,04a

13,59±0,39a

4,62±0,35a

30,79±1,28a

8,82±0,34b

P2 (2%

52,66±0,88d

0,86±0,05ab

11,74±0,41b

4,28±0,20ab

30,45±1,03a

9,20±0,26b

P3 (3%

57,34±0,80c

0,80±0,05abc

11,15±0,56b

4,09±0,36ab

26,62±0,95b

9,53±0,37b

P4 (4%

60,73±0,5b

0,75±0,03cd

10,71±0,23b

3,55±0,22bc

24,26±0,94bc

10,67±0,51a

P5 (5%

62,64±0,63a

0,69±0,04d

9,66±0,23c

3,31±0,20c

23,70±0,58c

11,13±0,53a

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berbepengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air tempe kacang gude. Tabel 2 menunjukkan kadar air tempe kacang gude berkisar antara 50,11% hingga 62,64%. Kadar air terendah terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 50,11%, sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 62,64%.

Peningkatan kadar air terjadi seiring dengan peningkatan konsentrasi ragi yang diberikan pada tempe kacang gude. Peningkatan kadar air terjadi karena kapang akan menghasilkan air sebagai hasil dari proses metabolisme yang berlangsung selama proses fermentasi. Proses metabolisme yang dilakukan oleh mikroorganisme, glukosa akan dicerna dan menghasilkan air, karbondioksida, dan energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh. Hal ini menyebabkan semakin

meningkatnya konsentrasi ragi, maka proses metabolisme akan berlangsung semakin cepat dan menyebabkan peningkatan kadar air pada tempe (Buckle et al dalam Hutagalung et al, 2016). Hasil kadar air tempe kacang gude dengan menggunakan ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali lebih rendah dari tempe kacang gude dengan menggunakan ragi komersial yaitu sebesar 58,33% hingga 63,00% (Sofiyatin et al, 2013).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3144:2015 kadar air tempe adalah maksimal 65%. Kadar air yang dihasilkan pada seluruh perlakuan tempe kacang gude, P1, P2, P3, P4, dan P5 telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu tempe kacang gude. Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar abu tempe kacang gude berkisar antara 0,69% hingga 0,89%. Kadar abu terendah terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 0,69%, sedangkan kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 0,89%. Berdasarkan hasil uji lanjut diperoleh bahwa perlakuan P1 dengan P2 dan P4 dengan P5 tidak berbeda nyata. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar abu mengalami penurunan seiring

dengan peningkatan konsentrasi ragi yang diberikan pada tempe kacang gude. Hal ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas kapang. Penambahan konsentrasi ragi dapat menyebabkan pertumbuhan kapang semakin meningkat dan mineral pada tempe akan digunakan oleh kapang untuk pertumbuhan. Mineral yang dibutuhkan kapang dalam jumlah relatif besar (makronutrien), seperti kalium, magnesium, kalsium, natrium, dan besi diperlukan untuk menyusun bahan-bahan seluler, sedangkan pada mineral yang dibutuhkan dalam jumlah relatif kecil (mikronutrien), seperti seng, tembaga, mangan, dan molybdenum diperlukan sebagai kofaktor berbagai enzim (Timotius dalam Kumalasari, 2012). Kadar abu dalam tempe pada umumnya tidak mengalami perubahan selama proses penyimpanan, akan tetapi dengan meningkatnya kadar air akan menyebabkan kenaikan berat basah pada tempe, sehingga persentase abu menjadi turun (Hutagalung et al, 2016). Hasil kadar abu tempe kacang gude dengan menggunakan ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali lebih rendah dari tempe kacang gude dengan menggunakan ragi komersial yaitu sebesar 1,33% hingga 2,00% (Sofiyatin et al, 2013).

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein tempe kacang gude. Tabel 2 menunjukkan

bahwa kadar protein tempe kacang gude berkisar antara 9,66% hingga 13,59%. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 13,59%, sedangkan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 9,66%. Berdasarkan hasil uji lanjut didapatkan bahwa perlakuan P1 dengan P2 berbeda nyata, sedangkan pada perlakuan P2 dengan P3 menunjukkan tidak berbeda nyata. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar protein mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi ragi yang diberikan pada tempe kacang gude. Hal ini disebabkan oleh pemberian konsentrasi ragi yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan kapang Rhizopus sp. menjadi lebih cepat, sehingga dapat menurunkan kandungan nitrogen yang terdapat pada protein tempe akan digunakan untuk pertumbuhan dan aktivitas Rhizopus sp. (Hutagalung et al, 2016). Hasil kadar protein tempe kacang gude dengan menggunakan ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali lebih rendah dari tempe kacang gude dengan menggunakan ragi komersial yaitu sebesar 13,00% hingga 13,67% (Sofiyatin et al, 2013).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 3144:2015 kadar protein pada tempe adalah minimal 15%. Kadar protein yang dihasilkan pada seluruh perlakuan tempe kacang gude, P1, P2, P3, P4, dan P5 tidak memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kadar Lemak

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak pada tempe kacang gude. Tabel 2 menunjukkan kadar lemak tempe kacang gude berkisar antara 3,31% hingga 4,62%. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 4,62%, sedangkan kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 3,31%. Berdasarkan hasil uji lanjut, maka didapatkan hasil bahwa perlakuan P1, P2, dengan P3 tidak berbeda nyata, tetapi perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P4 dan P5. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar lemak mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi ragi yang diberikan pada tempe kacang gude. Penurunan kadar lemak disebabkan oleh proses fermentasi menyebabkan lemak pada tempe akan terhidrolisis oleh enzim lipase yang dihasilkan oleh kapang yang terdapat pada ragi. Semakin tinggi konsentrasi ragi yang diberikan maka proses hidrolisis akan berlangsung semakin cepat sehingga kadar lemak pada tempe akan semakin menurun. Selain itu, selama proses fermentasi, lemak berperan sebagai pemenuhan kebutuhan energi oleh kapang (Hutagalung et al, 2016).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 3144:2015 kadar lemak pada tempe adalah minimal 7%. Kadar lemak yang dihasilkan pada seluruh perlakuan tempe kacang gude yaitu P1, P2, P3, P4, dan P5 tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kadar Karbohidrat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar karbohidrat tempe kacang gude. Tabel 2 menunjukkan kadar karbohidrat tempe kacang gude berkisar antara 23,70% hingga 30,79%. Kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 30,79%, sedangkan kadar karbohidrat terendah terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 23,70%. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan P1 dengan P2 tidak berbeda nyata, tetapi perlakuan P1 dan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3. Berdasarkan hasil uji statistik, kadar karbohidrat mengalami penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi ragi. Hal ini terjadi karena kapang yang terdapat pada ragi tempe mensintesis enzim pemecah pati, yaitu α-amilase yang berfungsi untuk memecah karbohidrat menjadi substrat yang lebih sederhana. Proses katabolisme atau pemecahan karbohidrat ini berlangsung dalam suasana aerobik dan menghasilkan energi berupa ATP yang kemudian

ISSN : 2527-8010 (Online) dibutuhkan untuk keperluan metabolisme dan pertumbuhan kapang pada tempe (Maryam, 2015).

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar tempe kacang gude. Tabel 2 menunjukkan kadar serat kasar tempe kacang gude berkisar antara 8,82% hingga 11,13%. Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 11,13%, sedangkan kadar serat terendah terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 8,82%. Hasil uji lanjut menunjukkan perlakuan P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata, tetapi perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P4 dengan P5. Hasil uji statistik menunjukkan kadar serat kasar mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan konsentrasi ragi yang diberikan pada tempe kacang gude. Menurut Kumalasari (2012), hal ini terjadi karena sebagian besar dinding sel hifa Rhizopus sp terdiri dari polisakarida. Peningkatan konsentrasi ragi akan menghasilkan semakin banyak Rhizopus sp yang tumbuh dan miselium yang terbentuk, maka kandungan polisakarida pada tempe akan semakin besar.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 3144:2015 kadar serat kasar pada tempe adalah maksimal 2,5%. Kadar serat kasar yang dihasilkan pada seluruh

perlakuan tempe kacang gude, P1, P2, P3, P4, dan P5 melebihi dari syarat yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).

Evaluasi Sensoris

Evaluasi sensoris tempe kacang gude yang digunakan dengan uji hedonik meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan

penerimaan keseluruhan, sedangkan uji skoring meliputi warna dan tekstur tempe kacang gude. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata uji skoring warna dan tekstur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Nilai rata-rata uji hedonik warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan tempe kacang gude

Nilai Rata-rata Uji Hedonik

Perlakuan

Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Penerimaan Keseluruhan

P1 (1%)

3,00±0,53c

3,20±0,77a

3,20±0,68b

3,33±0,62b

3,00±0,85c

P2 (2%)

3,13±0,52c

3,46±0,64a

3,60±0,74ab

3,60±0,91ab

3,27±0,88bc

P3 (3%)

3,60±0,63bc

3,40±0,74a

3,93±0,59a

3,87±0,83ab

3,80±0,77abc

P4 (4%)

4,00±0,65ab

3,47±0,64a

3,87±0,74a

4,00±0,65ab

4,07±0,70ab

P5 (5%)

4,33±0,82a

3,53±0,64a

4,07±0,80a

4,40±0,83a

4,13±0,83a

Keterangan:

Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P<0,05

Kriteria hedonik: 1 = tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = biasa, 4 = 5 = sangat suka

sama

suka,

Tabel 3. Nilai rata-rata uji skoring warna dan tekstur tempe kacang gude

Perlakuan

Nilai Rata-rata Uji Skoring

Warna

Tekstur

P1 (1%)

1,13±0,35c

3,00±0,53c

P2 (2%)

1,33±0,49bc

3,27±0,46bc

P3 (3%)

1,80±0,56b

3,53±0,52ab

P4 (4%)

2,60±0,50a

3,67±0,49ab

P5 (5%)

2,67±0,49a

3,80±0,41a

Keterangan:

Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P<0,05

Kriteria warna: 1 = agak putih, 2 = putih, 3 = sangat putih

Kriteria tekstur: 1 = tidak kompak, 2 = agak kompak, 3 = kompak, 4 = sangat kompak

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji hedonik warna tempe kacang gude. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan

terendah terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 3 dengan kriteria biasa sedangkan rata-rata tingkat kesukaan tertinggi terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 4,33 dengan kriteria suka. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan P1 dengan P2 tidak

berbeda nyata, tetapi perlakuan P1 dan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P5.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji skoring warna tempe kacang gude. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor terendah warna tempe terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 1,13 dengan kriteria agak putih, sedangkan nilai rata-rata skor tertinggi terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 2,67 dengan kriteria putih. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan P1 dengan P2 tidak berbeda nyata, tetapi perlakuan P1 dan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3. Peningkatan konsentrasi ragi akan menyebabkan tempe yang dihasilkan berwarna semakin putih. Hal ini dipengaruhi oleh semakin banyak konsentrasi ragi yang berikan, maka semakin banyak hifa kapang yang tumbuh pada permukaan tempe. Hifa kapang Rhizopus sp pada tempe merupakan bagian dari miselia berwarna putih yang berbentuk benang-benang halus dan tumbuh memanjang, membalut serta dapat menembus kotiledon biji selama proses fermentasi berlangsung. Miselia kapang tersebut akan tumbuh semakin padat dan membuat permukaan tempe tertutup sehingga kenampakan tempe berwarna putih (Nurrahman et al dalam Hutagalung et al, 2016).

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhiopus oligosporus DP02 Bali tidak bepengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji hedonik aroma tempe kacang gude. Nilai penerimaan panelis terhadap aroma tempe kacang gude dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai rata-rata penerimaan terhadap aroma tempe kacang gude berkisar antara 3,20 (biasa) hingga 3,54 (biasa).

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap uji hedonik rasa tempe kacang gude. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan terendah terdapat pada P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 3,20 dengan kriteria biasa, sedangkan nilai rata-rata tingkat kesukaan tertinggi terdapat pada P3 (konsentrasi ragi 3%) yaitu 4,07 dengan kriteria suka. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan P1 dengan P2 tidak berbeda nyata, sedangkan pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3, P4, dan P5. Hasil fermentasi karbohidrat, protein, dan lemak pada bahan baku akan menyebabkan rasa tempe yang khas. Proses fermentasi tempe akan mendegradasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam kotiledon biji menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah sehingga flavor tempe yang

dihasilkan menjadi khas (Hutagalung et al, 2016).

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap uji hedonik tekstur tempe kacang gude. Berdasarkan Tabel 3, nilai rata-rata kesukaan terendah terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 3,33 dengan kriteria biasa, sedangkan tingkat kesukaan tertinggi terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 4,40 dengan kriteria suka. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2, tetapi P1 berbeda nyata dengan P5.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji skoring tekstur tempe kacang gude. Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata skor terendah terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 3 dengan kriteria kompak, sedangkan nilai rata-rata skor tertinggi terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 3,80 dengan kriteria kompak. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan P4 dan P5 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P1. Peningkatan konsentrasi ragi dapat menyebabkan semakin banyak miselium kapang yang tumbuh pada tempe, sehingga tekstur tempe tersebut akan semakin baik.

Miselium dapat meningkatkan kerapatan massa tempe satu sama lain sehingga terbentuk massa yang kompak dan mengurangi rongga udara di dalamnya (Sukardi et al, 2008).

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji hedonik penerimaan keseluruhan tempe kacang gude. Berdasarkan Tabel 3, nilai rata-rata tingkat kesukaan terendah terdapat pada perlakuan P1 (konsentrasi ragi 1%) yaitu 3 dengan kriteria biasa, sedangkan rata-rata tingkat kesukaan tertinggi terdapat pada perlakuan P5 (konsentrasi ragi 5%) yaitu 4,13 dengan kriteria suka. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan P1 dengan P2 dan P3 dengan P4 tidak berbeda nyata, tetapi pada perlakuan P4 dan P5 menunjukkan perbedaan nyata. Penerimaan keseluruhan dipengaruhi oleh tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa dari panelis.

KESIMPULAN

Konsentrasi ragi Rhizopus oligosporus DP02 Bali berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar, sedangkan pada uji sensoris berpengaruh pada uji hedonik warna, hedonik rasa, hedonik tekstur, penerimaan keseluruhan, skoring warna, dan skoring

tekstur. Tempe kacang gude dengan konsentrasi ragi 5% menghasilkan tempe dengan karakteristik terbaik, yaitu dengan kadar air 62,64%, kadar abu 0,69%, kadar protein 9,66%, kadar lemak 3,31%, kadar karbohirat 23,70%, kadar serat kasar 11,13%, warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan disukai oleh panelis.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. SNI 3144:2015 Tempe Kedelai. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

AOAC (Association of Official Analytical Chrmists . 2005. Official Methods of Analsys         of         AOAC

International.Gaithersburg.

Dewi, I. W. R. 2010. Karakteristik Sensoris, Nilai Gizi dan Aktivitas Antioksidan Tempe Kacang Gude (Cajanus cajan (L. Millsp. dan Tempe Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L. Walp. dengan Berbagai Variasi Waktu Fermentasi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Dewi, R. S. dan S. Aziz. 2011. Isolasi Rhizopus oligosporus pada Beberapa Inokulum Tempe di Kabupaten Banyumas. Jurnal Ilmiah Kimia Molekul 6(2 :93-104.

Duniaji, A. S., W. Wisaniyasa, N. N. Puspawati, and N. M. Indri H. 2019. Isolation and Identification of Rhizopus oligosporus Local Isolate Derived from Several Inoculum Sources. International Journal of Current Microbiology and Applied Science 8(9 :1085-1098.

Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Diterjemahkan oleh E. Sjamsuddin dan J. S. Baharsjah. UI-Press, Jakarta.

Hutagalung, T. Y., R. J. Nainggolan, dan M.

Nurminah. 2016.      Pengaruh

Perbandingan Kacang Hijau dan Biji Nangka     Bergerminasi dengan

Konsentrasi Laru terhadap Mutu Tempe.

Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian 4(3 :371-378.

Jayanti, E. T. 2019. Kandungan Protein Biji dan Tempe Berbahan Dasar Kacang-Kacangan Lokal  (Fabaceae   Non

Kedelai. Jurnal Ilmiah Biologi 7(1 :79-86.

Kumalasari, R. 2012. Pengaruh Konsentrasi Inokulum terhadap Kualitas Tempe Kedelai (Glycine max (L. Merr Var. Grobongan. Skripsi. Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Maryam, S. 2015. Potensi Tempe Kacang Hijau   (Vigna   radiata   L Hasil

Fermentasi Menggunakan Inokulum Tradisional sebagai Pangan Fungsional. Jurnal Sains dan Teknologi 4(2 :635-641.

Pratiwi, H., N. L. Ari Yusasrini, dan I N. Kencana Putra. 2018. Pengaruh pH Ekstraksi terhadap Rendemen, Sifat Fisiko-Kimia dan Fungsional Konsentrat Protein Kacang Gude (Cajanus cajan (L. Millsp. . Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 7(1 :1-11.

Rahman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Mikrobiologi Pangan dan Gizi PAU. Bogor.

Soekarto, S. T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Edisi ke tiga. Liberty. Yogyakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhadi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sukardi, Wignyanto, I. Purwaningsih. 2008. Uji Coba Penggunaan Inokulum Tempe dari Kapang Rhizopus oryzae dengan Substrat Tepung Beras dan Ubikayu pada Unit Produksi Tempe Sanan Kodya Malang. Jurnal Teknologi Pertanian 9(3 :207-215.

119