Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan

Era Ollyvetty dkk / Itepa 12 (1) 2023 26-38

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Perbandingan Terigu dan Tepung Sukun (Artocarpus altilis Terhadap Karakteristik Kue Cubit

The Effect of Wheat Flour and Breadfruit Flour (Artocarpus altilis) Ratio on the Characteristics of Cubit Cake

Era Ollyvetty Meilani1, I Nengah Kencana Putra1*, Putu Timur Ina1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: I N. Kencana Putra, Email: [email protected]

Abstract

This study aimed to determine the effect of wheat flour and breadfruit flour ratio on the characteristics of cubit cake and to know the best ratio of wheat flour and breadfruit flour to produce cubit cake with the best characteristics. The experimental design used in this research was a Completely Randomized Design (CRD) and a Randomized Block Design (RBD) with a ratio of wheat flour and breadfruit flour as a treatment that consisting of 6 levels, namely 100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, 60%:40%, 50%:50%. The treatment was repeated 3 times to obtained 18 units of the experiment. The data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) and if the treatment had a significant effect on the variable then continued with Duncan Multiple Range Test (DMRT). The result showed that the ratio of wheat flour and breadfruit flour had a very significant effect on the content of moisture, ash, protein, fat, carbohydrate, crude fiber, strength of expand, criteria hedonic of colour, texture, taste, and overall acceptance and criteria skor of texture, taste, and aroma. Ratio of 70% wheat flour and 30% breadfruit flour produced a cubit cake with the best characteristics with 35.09% water content, 1.61% ash, 6.08% protein, 24.99% fat, 32.22% carbohydrate, 2.18% crude fiber, 17.72% strength of expand, slightly soft texture, taste and aroma rather typical of breadfruit, colour and overall acceptance were liked.

Keywords: cubit cake, wheat flour, breadfruit flour.

PENDAHULUAN

Kue cubit merupakan salah satu jajanan tradisional yang berasal dari Jakarta yang memiliki karakteristik rasa yang manis, tekstur yang lembut serta berwarna kuning kecoklatan yang menarik. Kue cubit berbentuk bulat kecil dengan diameter sekitar 4 cm dan memiliki berbagai varian rasa dari rasa original, tiramisu, hingga green tea yang didominasi dengan rasa kue yang manis. Kue cubit adalah jenis jajanan kue basah yang dimasak di atas kompor menggunakan cetakan baja berbentuk bulat-

bulat kecil. Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan kue cubit adalah terigu dengan kandungan protein sedang, karena dalam pembuatannya tidak terlalu dibutuhkan pengembangan adonan yang terlalu tinggi.

Kue cubit merupakan produk olahan pangan yang berbahan dasar terigu yang memiliki kandungan protein yang tinggi serta kandungan serat yang rendah. Serat merupakan bagian dari pangan yang tidak mudah diserap oleh tubuh yang memiliki fungsi penting yang tidak tergantikan oleh

zat gizi lainnya. Serat berperan penting dalam proses pencernaan karena dapat mempersingkat waktu transit sisa-sisa makanan sehingga dapat mengurangi resiko kanker usus, obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler (Muchtadi, 1992 dalam Pusuma et al., 2018). Mengkonsumsi serat yang rendah dapat menyebabkan banyak kasus penyakit kronis seperti kanker kolon (usus besar), jantung coroner, apendisitis, dan divertikulosis (Santoso, 2011). Oleh karena itu, dalam pembuatan kue cubit perlu ditambahkan bahan pangan lain yang dapat meningkatkan kadar serat dari kue cubit serta dapat mengurangi penggunaan dari terigu. Salah satu bahan pangan lokal yang dapat ditambahkan dalam pembuatan kue cubit adalah tepung sukun. Tepung sukun merupakan produk awetan dari buah sukun yang umumnya diperoleh dengan cara mengurangi kadar air dalam buah sukun dan menghancurkannya dalam bentuk tepung.

Tepung sukun memiliki kadar air 10,1 g, abu 2,1 g, protein 2,9 g, lemak 0,5 g, karbohidrat 84,4 g, dan serat 3,7 g, sedangkan terigu memiliki kadar air 11,8 g, abu 1 g, protein 9 g, lemak 1 g, karbohidrat 77,2 g, dan serat 0,3 g (Anon., 2017). Berdasarkan kandungan gizi tersebut, dapat dilihat bahwa kandungan serat tepung sukun jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan serat pada terigu, sehingga dengan adanya penambahan tepung sukun dalam pembuatan kue cubit dapat meningkatkan kadar serat pangan dari kue cubit. Sesuai

dengan penelitian Wulandari et al., (2016) yang menyatakan bahwa semakin meningkat konsentrasi tepung sukun yang digunakan maka semakin meningkat pula kandungan serat pada cookies. Semakin tinggi serat yang terkandung dalam bahan pangan maka semakin baik untuk pencernaan karena serat dapat mengatur terjadinya gerakan usus dan mencegah konstipasi (sulit buang air besar) (Lopulalan et al., 2013).

Menurut Sinulingga (2005), tepung sukun tidak mengandung gluten sehingga dapat dicampur dengan tepung lainnya. Penggunaan terigu dapat disubstitusi oleh tepung sukun hingga 75% tergantung dari jenis produk yang akan dihasilkan (Suyanti et al., 2003). Dalam penelitian Basrin (2020), penggunaan tepung sukun 50% pada kue semprong menghasilkan karakteristik kimia terbaik dengan nilai rata-rata kadar air 3,60%, kadar abu 1,20%, kadar lemak 26,54%, kadar protein 4,39%, dan kadar karbohidrat 64,02%. Sedangkan pada penelitian Alam et al. (2019), hasil analisis uji proksimat terbaik pada kue cubit didapatkan pada perlakuan 60% tepung mocaf dan 40% tepung sukun. Kandungan gluten yang rendah dapat menyebabkan kemampuan pengembangan adonan yang rendah, dengan demikian dalam pembuatan kue cubit peran terigu masih diperlukan dalam pembentukan adonan (Widowati et al., 2001). Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh perbandingan terigu dan tepung sukun

terhadap karakteristik kue cubit serta mengetahui perbandingan yang tepat dari terigu dan tepung sukun yang dapat menghasilkan kue cubit dengan karakteristik terbaik.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain terigu protein sedang (Segitiga Biru), tepung sukun (Artos Breadfruit) yang diperoleh dari Tiara Dewata, susu cair (Frisian Flag), gula pasir (Rose Brand), telur, baking powder (Koepoe-koepoe), baking soda (Koepoe-koepoe), vanilli (Koepoe-koepoe), dan margarin (Forvita). Bahan kimia yang digunakan dalam analisis meliputi pelarut heksan (Merck), aquades, H2SO4 pekat (Merck), alkohol 96%, NaOH PA, tablet kjeldahl, indikator PP (Merck), NaOH teknis, asam borat 3% (Merck), bromkresol (Merck), metil red (Merck), dan HCl 0,1 N (Merck).

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan kue digital, waskom, sendok, serbet/lap, cetakan kue cubit, mixer, kompor gas (Progas), oven (Memmert dan Blue M), desikator, muffle furnace (WiseTherm), labu erlenmeyer (Pyrex), kertas saring, kertas Whattman No.42, labu lemak (Behrotest), cawan porselen, cawan alumunium, kompor listrik, extractor soxhlet (Behrotest), destilator

(Behrotest), labu kjeldahl, waterbath (J.P. Selecta, sa.), timbangan analitik (Shimadzu ATY224), pinset, gelas beaker (Pyrex), labu ukur (Pyrex), buret, corong plastik, gelas plastik, tabung reaksi besar, pipet ukur, pipet tetes, benang wol, alumunium foil, lumpang, dan tusuk sate.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan Rancangan Acak Kelompok (RAK) untuk evaluasi sensoris dengan perlakuan perbandingan terigu dan tepung sukun yang terdiri dari 6 taraf, yaitu P0 (100%:0%), P1 (90%:10%), P2 (80%:20%), P3 (70%:30%), P4 (60%:40%), P5 (50%:50%). Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA) dan apabila terdapat pengaruh nyata pada perlakuan maka analisis dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan kue cubit dengan perbandingan terigu dan tepung sukun mengacu pada penelitian Alam et al. (2019) dengan modifikasi. Bahan-bahan yang digunakan kemudian ditimbang sesuai dengan formulasinya. Adapun formulasi bahan baku pembuatan kue cubit dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Formulasi kue cubit tepung sukun per 50 g tepung.

Perlakuan

Komposisi

P0 (100%:0%)

P1 (90%:10%)

P2 (80%:20%)

P3 (70%:30%)

P4 (60%:40%)

P5 (50%:50%)

Terigu (g)

50

45

40

35

30

25

Tepung sukun (g)

0

5

10

15

20

25

Susu cair (ml)

50

50

50

50

50

50

Gula pasir (g)

40

40

40

40

40

40

Telur (g)

50

50

50

50

50

50

Baking powder (g)

1

1

1

1

1

1

Baking soda (g)

0,5

0,5

0,5

0,5

0,5

0,5

Vanilli bubuk (g)

1

1

1

1

1

1

Margarin cair (g)

30

30

30

30

30

30

Sumber: Alam et al. 2019) yang telah dimodifikasi


Proses pembuatan kue cubit dimulai dengan mencampurkan telur dengan gula pasir dan dicampur dengan mixer selama ± 5 menit (adonan mengembang). Kemudian bahan-bahan kering seperti terigu, tepung sukun, baking powder, baking soda, dan vanilli bubuk ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam adonan dan dicampur dengan mixer sampai rata. Susu cair dan margarin yang telah dilelehkan diaduk bersama adonan hingga tercampur merata. Adonan ditutup dengan lap bersih dan didiamkan selama ± 30 menit. Adonan kue cubit dituang pada cetakan kue cubit dan dipanggang di atas kompor dengan suhu 140°C selama ± 5 menit.

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu kadar air dengan metode pemanasan (AOAC, 2005), kadar abu dengan metode pengabuan (AOAC, 2005), kadar protein dengan metode mikro kjeldahl (AOAC, 2005), kadar lemak dengan metode soxhlet (AOAC, 2005), kadar karbohidrat dengan metode by difference (AOAC, 2005), kadar serat kasar dengan metode hidrolisis

asam basa (AOAC, 2005), uji daya kembang (Saepudin et al., 2017) dan evaluasi sensoris dengan uji hedonik terhadap warna, tekstur, rasa, aroma, dan penerimaan keseluruhan, serta uji skoring terhadap tekstur, rasa, dan aroma (Soekarto, 1985).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar proksimat dari terigu dan tepung sukun yang digunakan dalam pembuatan kue cubit dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak dari kue cubit dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis kadar karbohidrat, kadar serat kasar, dan uji daya kembang dari kue cubit dapat dilihat pada Tabel 4.

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air kue cubit. Kadar air kue cubit dalam penelitian ini berkisar antara 33,17% - 36,57% (Tabel 3). Nilai rata-rata kadar air terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung sukun) yaitu

sebesar 33,17% sedangkan nilai rata-rata kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan

P0 (100% terigu dan 0% tepung sukun) yaitu sebesar 36,57%.

Tabel 2. Kadar proksimat dari terigu dan tepung sukun

Bahan Baku

Kadar

Air (%)

Kadar

Abu (%)

Kadar

Protein (%)

Kadar

Lemak (%)

Kadar Karbohidrat (%)

Kadar Serat Kasar (%)

Terigu

10,59

0,52

13,28

3,27

72,34

2,19

Tepung Sukun

9,03

3,48

4,44

1,52

81,53

5,68

Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak dari kue cubit

Perlakuan Terigu : T. Sukun

Kadar Air (%)

Kadar Abu (%)

Kadar Protein (%)

Kadar Lemak (%)

P0 (100%:0%)

36,57±0,52c

1,46±0,07a

7,58±0,26d

29,05±0,87f

P1 (90%:10%)

35,84±0,24bc

1,51±0,03ab

6,73±0,23c

27,18±0,69e

P2 (80%:20%)

35,49±0,48b

1,57±0,00abc

6,57±0,11bc

26,15±0,23d

P3 (70%:30%)

35,09±0,83b

1,61±0,03bc

6,08±0,19b

24,99±0,33c

P4 (60%:40%)

34,03±0,33a

1,65±0,04c

5,08±0,09a

23,60±0,50b

P5 (50%:50%)

33,17±0,66a

1,77±0,10d

4,73±0,60a

22,18±0,26a

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Tabel 4. Nilai rata-rata kadar karbohidrat, kadar serat kasar, dan uji daya kembang kue

cubit

Perlakuan Terigu : T. Sukun

Kadar Karbohidrat (%)

Kadar Serat Kasar (%)

Uji Daya Kembang (%)

P0 (100%:0%)

25,32±0,98a

0,55±0,21a

36,12±0,62f

P1 (90%:10%)

28,72±0,83b

0,81±0,24a

30,21±0,42e

P2 (80%:20%)

30,20±0,38c

1,61±0,47b

23,18±0,83d

P3 (70%:30%)

32,22±1,22d

2,18±0,05c

17,72±0,34c

P4 (60%:40%)

35,64±0,65e

2,53±0,32cd

11,81±0,27b

P5 (50%:50%)

38,14±0,44f

2,91±0,18d

8,55±0,57a

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Hal ini disebabkan karena kadar air pada terigu (10,59%) lebih tinggi dibandingkan kadar air pada tepung sukun (9,03%) (Tabel 2). Kandungan protein yang tinggi pada terigu juga mempengaruhi kadar air dari kue cubit karena protein memiliki kemampuan mengikat air yang disebabkan oleh adanya gugus yang bersifat hidrofilik (Andarwulan et al., 2011). Sesuai dengan pendapat Nugrahani (2005) dalam Yuliana et al. (2021), tepung yang memiliki

kandungan protein yang tinggi memiliki daya serap air lebih besar dibandingkan tepung dengan kandungan protein rendah. Tinggi rendahnya kadar air pada suatu bahan sangat ditentukan oleh adanya air terikat dan air bebas yang terdapat dalam suatu bahan (Syarief dan Halid, 1993). Air terikat memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan air bebas karena air terikat akan membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menguapkannya dibandingkan

dengan air bebas. Kadar air pada setiap perlakuan dalam penelitian ini telah memenuhi standar SNI 01-4309-1996 tentang syarat mutu kue basah yaitu dengan standar kadar air maksimal sebesar 40%.

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu kue cubit. Kadar abu kue cubit dalam penelitian ini berkisar antara 1,46% -1,77% (Tabel 3). Nilai rata-rata kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan P0 (100% terigu dan 0% tepung sukun) yaitu sebesar 1,46% sedangkan nilai rata-rata kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung sukun) yaitu sebesar 1,77%. Hal ini disebabkan karena kadar abu pada tepung sukun (3,48%) lebih tinggi dibandingkan kadar abu pada terigu (0,52%) (Tabel 2). Besarnya nilai kadar abu pada suatu produk pangan bergantung pada besarnya kandungan mineral yang terkandung dalam bahan yang digunakan (Fatkurahman et al., 2012). Menurut Sukandar et al. (2014), mineral terbanyak yang terkandung pada tepung sukun yaitu berupa kalsium dan fosfor. Kadar abu pada setiap perlakuan dalam penelitian ini telah memenuhi standar SNI 01-4309-1996 tentang syarat mutu kue basah yaitu dengan standar kadar abu maksimal sebesar 3%.

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung

sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein kue cubit. Kadar protein kue cubit yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 4,73% - 7,58% (Tabel 3). Nilai rata-rata kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung sukun) yaitu sebesar 4,73% sedangkan nilai rata-rata kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (100% terigu dan 0% tepung sukun) yaitu sebesar 7,58%. Hal ini disebabkan karena kadar protein pada terigu (13,28%) lebih tinggi dibandingkan kadar protein pada tepung sukun (4,44%) (Tabel 2). Sesuai dengan pendapat Murni et al. (2014), yang menyatakan bahwa tepung sukun memiliki kadar protein yang lebih rendah dibandingkan dengan terigu yaitu 3,60% sehingga dengan peningkatan perbandingan tepung sukun akan mempengaruhi kadar protein dari produk yang dihasilkan. Penelitian Wulandari et al. (2016) juga mendukung hal ini, dimana hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa semakin banyak tepung sukun yang ditambahkan cenderung menyebabkan semakin menurunnya kadar protein dari cookies.

Kadar Lemak

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak kue cubit. Kadar lemak kue cubit yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 22,18% -29,05% (Tabel 3). Nilai rata-rata kadar

lemak terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung sukun) yaitu sebesar 22,18%, sedangkan nilai rata-rata kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (100% terigu dan 0% tepung sukun) yaitu sebesar 29,05%. Hal ini disebabkan karena kadar lemak pada terigu (3,27%) lebih tinggi dibandingkan kadar lemak pada tepung sukun (1,52%) (Tabel 2). Selain itu kadar lemak dari kue cubit juga dipengaruhi oleh adanya penambahan margarin, telur, dan susu cair. Sesuai dengan pendapat Rahman et al. (2021), yang menyatakan bahwa lemak pada kue cubit juga berasal dari telur, margarin, serta susu cair. Margarin mengandung sejumlah lipid dan sebagian dari lipid tersebut terdapat bentuk terikat sebagai lipoprotein, yang mana bila margarin ditambahkan pada adonan maka adonan tersebut akan memiliki kadar lemak yang tinggi (Wulandari et al., 2016). Kadar lemak pada setiap perlakuan dalam penelitian ini belum memenuhi standar SNI 01-4309-1996 tentang syarat mutu kue basah yaitu dengan standar kadar lemak maksimal sebesar 3%.

Kadar Karbohidrat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar karbohidrat kue cubit. Kadar karbohidrat kue cubit yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 25,32% -38,14% (Tabel 4). Nilai rata-rata kadar karbohidrat terendah diperoleh pada

perlakuan P0 (100% terigu dan 0% tepung sukun) yaitu sebesar 25,32%, sedangkan nilai rata-rata kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung sukun) yaitu sebesar 38,14%. Hal ini disebabkan karena kadar karbohidrat pada tepung sukun (81,53%) lebih tinggi dibandingkan kadar karbohidrat pada terigu (72,34%) (Tabel 2). Kadar karbohidrat dipengaruhi oleh kadar komponen gizi lain seperti kadar air, abu, lemak, dan protein, sehingga semakin tinggi komponen gizi lain maka kadar karbohidrat semakin rendah, begitu pula sebaliknya (Kusumawati et al., 2012).

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar kue cubit. Kadar serat kasar kue cubit yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0,55% - 2,91% (Tabel 4). Nilai rata-rata kadar serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan P0 (100% terigu dan 0% tepung sukun) yaitu sebesar 0,55%, sedangkan nilai rata-rata kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung sukun) yaitu sebesar 2,91%. Hal ini disebabkan karena kadar serat kasar pada tepung sukun (5,68%) lebih tinggi dibandingkan kadar serat kasar pada terigu (2,19%) (Tabel 2). Sesuai dengan penelitian Paramita et al. (2020) yang menyatakan bahwa kadar serat kasar brownies kukus cenderung meningkat

seiring dengan penambahan rasio tepung sukun. Semakin tinggi serat yang terkandung dalam bahan maka semakin baik bagi tubuh karena serat dapat mengatur terjadinya gerakan usus dan mencegah konstipasi (sulit buang air besar) karena serat memberikan muatan pada sisa makanan yang berada di dalam usus besar (Lopulalan et al., 2013).

Daya Kembang

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji daya kembang kue cubit. Uji daya kembang kue cubit yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 8,55% -36,12% (Tabel 4). Nilai rata-rata uji daya kembang terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50% terigu dan 50% tepung sukun) yaitu sebesar 8,55% sedangkan nilai rata-rata uji daya kembang tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (100% terigu dan 0% tepung sukun) yaitu sebesar 36,12%. Hal ini disebabkan karena semakin menurunnya kandungan gluten pada adonan kue cubit akibat meningkatnya konsentrasi tepung sukun yang digunakan. Tingkat pengembangan adonan erat kaitannya dengan kemampuan adonan dalam menahan gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi (Saepudin et al., 2017). Menurut Wijayanti (2007), gluten dapat menahan gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi yang akan menghasilkan adonan dengan pengembangan volume yang

diinginkan. Menurut Sinulingga (2005), tepung sukun tidak mengandung gluten sehingga semakin meningkatnya konsentrasi tepung sukun maka daya kembang kue cubit yang dihasilkan semakin menurun. Selain itu, daya kembang dari kue cubit juga dipengaruhi oleh jumlah air yang diikat oleh adonan. Tepung yang memiliki daya ikat air yang baik akan menghasilkan adonan yang elastis dan mudah mengembang, sedangkan tepung yang mengikat sedikit air akan menghasilkan adonan yang tidak elastis dan kaku (Syahputri dan Wardani, 2014).

Evaluasi Sensoris

Evaluasi sensoris dilakukan dengan uji hedonik (kesukaan) terhadap warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan serta uji skoring terhadap tekstur, aroma, dan rasa kue cubit. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan kue cubit dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rata-rata uji skoring terhadap rasa tekstur kue cubit dapat dilihat pada Tabel 6.

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna (uji hedonik) kue cubit. Penerimaan panelis terhadap warna kue cubit dengan perbandingan terigu dan tepung sukun terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50%:50%) dengan nilai rata-rata 3,35% (kriteria biasa) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan P4,

sedangkan penerimaan terhadap warna kue cubit tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (100%:0%) dengan nilai rata-rata 4,35% (kriteria suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai warna kue cubit tanpa penambahan tepung sukun dan dengan penambahan 10% tepung sukun, yang kemungkinan disebabkan karena warna dari terigu lebih cerah dibandingkan

warna dari tepung sukun, sehingga menghasilkan warna kue cubit yang semakin gelap seiring meningkatnya konsentrasi tepung sukun. Sesuai dengan pernyataan Saepudin et al. (2017) yang menyatakan bahwa tepung sukun memiliki warna yang khas yaitu sedikit kecoklatan yang dipengaruhi oleh warna dari buah sukun segar yang telah mengalami reaksi pencoklatan akibat pengeringan.

Tabel 5. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan

keseluruhan kue cubit

Perlakuan Terigu:T.Sukun

Warna

Tekstur

Aroma

Rasa

Penerimaan Keseluruhan

P0 (100%:0%)

4,35±0,74d

4,10±1,02b

3,95±1,05a

4,05±1,09b

4,25±1,02c

P1 (90%:10%)

4,15±0,48cd

4,05±0,60b

4,00±0,45a

4,10±0,44b

4,05±0,60bc

P2 (80%:20%)

3,85±0,87bc

3,95±0,60b

3,95±0,75a

4,05±0,51b

4,00±0,56bc

P3 (70%:30%)

3,45±0,82ab

3,80±0,69ab

3,90±0,64a

3,85±0,74b

3,75±0,71abc

P4 (60%:40%)

3,45±0,75ab

3,65±0,87ab

3,70±0,73a

3,30±0,97a

3,45±0,82a

P5 (50%:50%)

3,35±0,74a

3,35±0,87a

3,75±0,85a

3,30±0,97a

3,55±0,82ab

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

berbeda nyata (P<0,05).

Kriteria hedonik: 1 (tidak suka); 2 (agak tidak suka); 3 (biasa); 4 (suka); 5 (sangat suka).

Tabel 6. Nilai rata-rata uji skoring terhadap tekstur, aroma, dan rasa kue cubit

Perlakuan

Tekstur            Aroma

Terigu : Tepung Sukun

Rasa

P0 (100%:0%)        3,45±0,60d         1,10±0,30a

P1 (90%:10%)        3,05±0,39c          1,65±0,58b

P2 (80%:20%)        2,70±0,57bc        1,95±0,51bc

P3 (70%:30%)        2,45±0,68ab         2,05±0,60c

P4 (60%:40%)        2,35±0,87ab         2,40±0,75d

P5 (50%:50%)        2,15±0,87a         2,60±0,75d

1,15±0,36a

1,70±0,47b

2,10±0,44c

2,30±0,47c

2,65±0,58d

2,85±0,48d

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Kriteria skoring tekstur: 1 (tidak lembut); 2 (agak lembut); 3 (lembut); 4 (sangat lembut).

Kriteria skoring aroma dan rasa: 1 (tidak khas sukun); 2 (agak khas sukun); 3 (khas sukun).

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur (uji hedonik) kue cubit.

Hasil uji hedonik terhadap tekstur kue cubit dapat dilihat pada Tabel 5. Penerimaan panelis terhadap tekstur kue cubit terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50%:50%) dengan nilai rata-rata 3,35% (kriteria biasa)

dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan P4, sedangkan penerimaan panelis terhadap tekstur kue cubit tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (100%:0%) dengan nilai rata-rata 4,10% (kriteria suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, dan P4.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur (uji skoring) kue cubit. Hasil uji skoring terhadap tekstur kue cubit dapat dilihat pada Tabel 6. Penerimaan panelis terhadap tekstur kue cubit terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50%:50%) dengan kriteria agak lembut dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan P4, sedangkan penerimaan panelis terhadap tekstur kue cubit tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (100%:0%) dengan kriteria lembut. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan tepung sukun yang semakin meningkat yang mengakibatkan tekstur dari kue cubit menjadi semakin tidak lembut. Kandungan protein tepung sukun lebih rendah dibandingkan kandungan protein terigu, dengan demikian semakin rendah pula kandungan glutenin dan gliadin yang terdapat pada tepung sukun (Sutardi dan Supriyanto, 1996). Kandungan gluten yang rendah dapat menyebabkan elastisitas serta plastisitas adonan menjadi rendah, selain itu tekstur dan kehalusan tepung sukun terasa lebih kasar dibandingkan tekstur dari terigu sehingga menyebabkan tekstur dari kue

cubit menjadi kurang lembut (Saepudin et al., 2017).

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aroma (uji hedonik) kue cubit. Hasil uji hedonik terhadap aroma kue cubit dapat dilihat pada Tabel 5. Penerimaan panelis terhadap aroma kue cubit dengan perbandingan terigu dan tepung sukun adalah dengan kriteria suka.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aroma (uji skoring) kue cubit. Hasil uji skoring terhadap aroma kue cubit dapat dilihat pada Tabel 6. Penerimaan panelis terhadap aroma kue cubit terendah diperoleh pada perlakuan P0 (100%:0%) dengan kriteria tidak khas sukun dan penerimaan terhadap aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (50%:50%) dengan kriteria khas sukun dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan tepung sukun yang semakin meningkat sehingga menghasilkan aroma tepung sukun yang semakin kuat. Aroma atau bau yang terdapat pada suatu bahan pangan biasanya berasal dari sifat alami bahan tersebut atau berasal dari berbagai macam campuran bahan penyusunnya (Deman, 1997 dalam Murni et al., 2014).

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa (uji hedonik) kue cubit. Hasil uji hedonik terhadap rasa kue cubit dapat dilihat pada Tabel 5. Penerimaan panelis terhadap rasa kue cubit terendah diperoleh pada perlakuan P5 (50%:50%) dan P4 (60%:40%) dengan nilai rata-rata 3,30% (kriteria biasa) dan penerimaan panelis terhadap rasa kue cubit tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (90%:10%) dengan nilai rata-rata 4,10% (kriteria suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0, P2, dan P3.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa (uji skoring) kue cubit. Hasil uji skoring terhadap rasa kue cubit dapat dilihat pada Tabel 6. Penerimaan panelis terhadap rasa kue cubit terendah diperoleh pada perlakuan P0 (100%:0%) dengan kriteria tidak khas sukun dan penerimaan panelis terhadap rasa kue cubit tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 (50%:50%) dengan kriteria khas sukun dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan tepung sukun yang semakin meningkat sehingga menghasilkan rasa tepung sukun yang semakin kuat. Menurut penelitian Sukandar et al. (2014), tepung sukun memiliki rasa yang khas seperti rasa langu yang menyebabkan kurangnya daya terima

dari panelis. Rasa langu yang terdapat pada tepung sukun juga memberikan sedikit rasa pahit atau getir yang diduga disebabkan karena adanya kandungan tanin pada buah sukun yang dapat mempengaruhi cita rasa dari produk pangan yang dihasilkan (Sukandar et al., 2014).

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dan tepung sukun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan (uji hedonik) kue cubit. Penerimaan panelis terhadap parameter penerimaan keseluruhan kue cubit terendah diperoleh pada perlakuan P4 (60%:40%) dengan nilai rata-rata 3,45% (kriteria biasa) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan P5, sedangkan penerimaan panelis terhadap parameter penerimaan keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan P0 (100%:0%) dengan nilai rata-rata 4,25% (kriteria suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa produk kue cubit dengan perlakuan perbandingan terigu dan tepung sukun pada penelitian ini dapat diterima dengan cukup baik oleh panelis dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur.

KESIMPULAN

Perbandingan terigu dan tepung sukun pada pembuatan kue cubit berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, daya kembang, uji hedonik terhadap warna, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan,

serta uji skoring terhadap tekstur, aroma, dan rasa. Perbandingan 70% terigu dan 30% tepung sukun menghasilkan kue cubit dengan karakteristik terbaik dengan kadar air 35,09%, kadar abu 1,61%, kadar protein 6,08%, kadar lemak 24,99%, kadar karbohidrat 32,22%, kadar serat kasar 2,18%, daya kembang 17,72%, tekstur agak lembut, rasa dan aroma agak khas sukun, warna dan penerimaan keseluruhan disukai.

Berdasarkan    hasil penelitian,

disarankan untuk menggunakan perbandingan 70% terigu dan 30% tepung sukun dalam proses pembuatan kue cubit tepung sukun. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperpanjang masa simpan dari produk kue cubit dengan perbandingan terigu dan tepung sukun.

DAFTAR PUSTAKA

Alam, M.G.P., Suardy, dan R. Fadilah. 2019. Pengaruh substitusi tepung mocaf (Modified Cassava Flour) terhadap mutu kue cubit. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian 5: 55-68.

Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta.

Anonimus. 2017. Data Komposisi Pangan Indonesia. https://www.panganku.org/id-ID/cari_nutrisi. Diakses tanggal: 2 Agustus 2021.

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. United State of America.

Basrin, F. 2020. Pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung sukun (Artocarpus altilis) terhadap mutu kimia kue semprong. Jurnal Pengolahan Pangan 5(1): 7-14.

Fatkurahman, R., W. Atmaka dan Basito. 2012. Karakteristik sensoris dan sifat fisikokimia cookies dengan substitusi bekatul beras hitam (Oryza sativa L.) dan tepung jagung

(Zea mays L.). Jurnal Teknosains Pangan 1(1): 49-57.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.

Kusumawati, D.D., B.S. Amanto dan D.R.A. Muhammad. 2012. Pengaruh perlakuan pendahuluan dan suhu pengeringan terhadap sifat fisik, kimia, dan sensori tepung biji nangka (Artocarpus heterophyllus). Jurnal Teknosains Pangan 1(1): 41-48.

Lopulalan, C., M. Mailoa dan R.D. Sangadji. 2013. Kajian formulasi penambahan tepung ampas tahu terhadap sifat organoleptik dan kimia cookies. Jurnal Agritekno. 1(2): 1-9.

Murni, T., N. Herawati dan Rahmayuni. 2014. Evaluasi mutu kukis yang disubstitusi tepung sukun (Artocarpus communis) berbasis minyak sawit merah (MSM), tepung tempe, dan tepung udang rebon (Acetes   erythraeus).   Jurnal Online

Mahasiswa 1(1).

Paramita, F.G., F.S. Pranata dan Y.R. Swasti. 2020. Kualitas brownies kukus dengan kombinasi tepung terigu   (Triticum

aestivum) tepung sukun (Artocarpus communis) dan tepung ubi jalar oranye (Ipomoea batatas L.). Jurnal Teknologi Pangan 14(1): 96-107.

Pusuma, D.A., Y. Praptiningsih, dan M. Choiron. 2018. Karakteristik roti tawar kaya serat yang disubstitusi menggunakan tepung ampas kelapa. Jurnal Agroteknologi 12 (1): 29-42.

Rahman, F., R. Noviasty dan S. Prabowo. 2021. Substitusi kacang hijau dan kacang merah pada kue cubit (alternatif pangan untuk mengatasi anemia gizi besi (Fe) pada remaja). Jurnal Sains dan Teknologi Pangan 6(2): 3589-3602.

Saepudin, L., Y. Setiawan dan P.D. Sari. 2017. Pengaruh perbandingan substitusi tepung sukun dan tepung terigu dalam pembuatan roti manis. Journal Agroscience 7(1): 227243.

Santoso, A. 2011. Serat pangan (Dietary Fiber) dan manfaatnya bagi kesehatan. Magistra 75: 35-40.

Sinulingga, M. 2005. Sukun Sebagai Sumber Karbohidrat Alternatif Potensial. Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, Jakarta.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik (untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian). Bharata Karya Aksara, Jakarta: 52-61.

Sukandar, D., A. Muawanah, E.R. Amelia dan W. Basalamah. 2014. Karakteristik cookies berbahan dasar tepung sukun (Artocarpus communis) bagi anak penderita autis. Valensi. 4(1): 13-19.

Sutardi dan Supriyanto. 1996. Sifat Tepung dan kesesuaiannya untuk diolah menjadi berbagai Produk Olahan Makanan Kecil. Media Komunikasi dan Informasi Pangan, Jakarta.

Suyanti, S. Widowati dan Suismono. 2003. Teknologi pengolahan tepung sukun dan pemanfaatannya untuk berbagai produk makanan olahan. Jurnal Warta Penelitian Pengembangan Pertanian 25(2): 12-13.

Syahputri, D.A. dan A.K. Wardani. 2014. Pengaruh fermentasi jail (Coix Lacryma Jobi L) pada proses pembuatan tepung terhadap karakteristik fisik dan kimia cookies dan roti tawar. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(3): 984-985.

Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.

Widowati, S., N. Richana, Suarni, P. Raharto dan I.G.P. Sarasutha. 2001. Studi Potensi dan Peningkatan Dayaguna Sumber Pangan Lokal untuk Penganekaragaman Pangan di Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian Puslitbangtan, Bogor.

Wijayanti. 2007. Substitusi Tepung Gandum (Triticum aestivum) dengan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) pada pembuatan Roti Tawar. Skripsi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Wulandari, F.K., B.E. Setiani dan S. Susanti. 2016. Analisis kandungan gizi, nilai energi, dan uji organoleptic cookies tepung beras dengan substitusi tepung sukun. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 5(4): 107-112.

Yuliana, I.D.P.K. Pratiwi dan N.M.I.H. Arihantana. 2021. Variasi perbandingan terigu dan tepung millet (Panicum milliaceum) terhadap karakteristik donat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 10(2): 185-199.

38