Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan

Wirda Insani dkk / Itepa 12 (1) 2023 1-13

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Perbandingan Tepung Okara dan Tepung Beras Terhadap Karakteristik Kue Apem

Effect of Okara Flour and Rice Flour Ratio on the Characteristic of Apem Cake

Wirda Insani 1), Ni Made Yusa 1), Sayi Hatiningsih 1)*

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

Penulis korepondensi: Sayi Hatiningsih, Email: [email protected]

Abstract

This study aimed to determine the effect of okara flour and rice flour ratio on the characteristics of apem cake and to determine the right of okara flour and rice flour to produce apem cake with the best characteristics. The experimental design used in this study was a Completely Randomized Design (CRD) with treatment that is the ratio of okara flour with rice flour which consist of 5 levels there is ( 0% : 100%; 10% : 90%; 20% : 80%; 30% : 70%; 40% : 60% ). The treatment was repeated 3 times to obtain 15 experimental units. The data obtained were analyzed by variance test and if the treatment had a significant effect with observed parameters, it was continued with Duncan Multiple Range Test (DMRT). The result showed that the ratio of okara flour with rice flour had significant effect on water content, ash content, protein content, crude fiber content, swellability, hedonic test color, aroma, texture, taste and overall acceptance and scoring test such as color and texture. The addition 30% of okara flour with 70% rice flour ratio produces apem cake with the best characteristics with water content 38.42%, protein content 6.04%, crude fiber content 9.99%, ash content 0.71%, swellability 3.47%, the color was brown and liked, the aroma liked, the texture was soft and liked, the taste liked and the overall acceptance liked.

Keywords: okara flour, rice flour, apem cake

PENDAHULUAN

Kue apem merupakan kue yang terbuat dari bahan dasar tepung beras yang memiliki tekstur empuk dan lembut. Kue apem biasanya digunakan atau dibuat sebagai hidangan pelengkap dalam upacara-upacara adat, apem juga diperjual belikan di pasar-pasar tradisional. Kue apem memiliki keunggulan tersendiri dibanding dengan kue lain seperti dalam proses pembuatannya yaitu menggunakan metode fermentasi. Kue apem yang melalui proses fermentasi akan mengalami penguraian zat gizi kompleks karbohidrat menjadi yang lebih sederhana

berupa gula sederhana dan diharapkan dapat meningkatkan daya cerna sehingga akan lebih mudah diserap oleh tubuh (Nurhayati et al., 2013; Karmini, 1996). Kue apem berbahan baku tepung beras, dimana tepung beras memiliki kandungan karbohidrat tinggi yaitu 80,13 g serta protein 5,95 gram dan serat sebesar 2,4 g per 100 g bahan (USDA, 2014), jumlah kandungan protein dan serat dalam tepung beras ini masih sedikit sedangkan protein dan serat dibutuhkan oleh tubuh. Protein sangat dibutuhkan sebagai zat pembangun tubuh untuk mengganti dan memelihara sel tubuh

yang rusak, mencerna makanan dan kelangsungan proses normal dalam tubuh. (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Serat juga bermanfaat bagi kesehatan seperti melancarkan pencernaan, mencegah usus besar luka, mencegah terjadinya benjolan dalam usus besar, mencegah sembelit serta dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Winarti, 2020).

Salah satu alternatif sumber protein dan serat didapat dari ampas tahu. Ampas tahu memiliki kadar air yang tinggi sehingga mudah rusak dan tidak bertahan lama meskipun kandungan gizinya masih cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu penanganan lebih untuk meningkatkan umur simpannya seperti dibuat menjadi tepung ampas tahu atau biasa disebut tepung okara. Tepung okara adalah hancuran dari ampas tahu kering yang dihaluskan atau digiling kemudian diayak dengan tingkat kehalusan 60 mesh (Rakhmawati, 2018). Tepung okara memiliki kandungan protein dan serat makanan (dietary fiber) yang tinggi terutama pada kandungan karbohidrat 66,24%, protein 17,72%, lemak 2,62%, serat kasar 3,32%, sehingga dapat memenuhi kebutuhan protein dan serat kasar pada tubuh (TPDKBM, 2010). Kandungan gizi tinggi yang dimiliki tepung okara perlu dioptimalkan penggunaanya dalam olahan makanan yang berbahan tepung. Tepung okara sifat fisiknya seperti tepung pada umumnya sehingga dapat digunakan sebagai substitusi pada terigu. Tepung okara yang

dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat olahan pangan akan meningkatkan nilai gizi dan fungsional dari produk karena kandungan protein dan seratnya yang tinggi.

Penggunaan tepung okara pada pembuatan kue apem diharapkan dapat mengangkat potensi pangan lokal agar tidak kalah saing dengan produk yang telah berkembang sekarang ini dan diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi yang ada pada kue apem dan daya terima kue apem yang dihasilkan. Penambahan tepung okara harus memperhatikan perbandingan yang tepat, dikarenakan akan mempengaruhi karakteristik baik fisik hingga sensori dari kue apem yang dihasilkan. Penambahan tepung okara yang berlebihan akan cenderung membuat kue apem menjadi bau langu sehingga diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui perbandingan tepung okara dan tepung beras yang tepat untuk menghasilkan perlakuan terbaik yaitu lembut dan empuk (Nurhayati, E., et al). Penelitian Wati (2013) tentang pengaruh penggunaan tepung okara sebagai bahan komposit terhadap kualitas kue kering lidah kucing dengan penambahan tepung okara sebesar 25% merupakan hasil terbaik dengan kandungan protein 24,03% dan serat kasar 9,48%. Berdasarkan uraian diatas penggunaan tepung okara sebagai bahan substitusi pangan maka dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung okara dan tepung beras terhadap karakteristik kue apem dan untuk

mengetahui perbandingan tepung okara dan tepung beras yang tepat untuk menghasilkan kue apem dengan karakteristik terbaik.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari bahan baku, bahan tambahan, dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan adalah ampas tahu yang diperoleh dari produsen tahu di Jln Tegal Wangi Denpasar dan tepung beras (Rose brand). Bahan tambahan berupa telur ayam, santan cair, garam meja (Refina), gula pasir (Gulaku), gula merah, yeast/ragi instan (Fermipan), dan minyak goreng (Sania). Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah aquades, tablet Kjeldahl, H2SO4 (MERCK), NaOH (MERCK), NaOH teknis, HCl 0,1N (MERCK), asam borat, larutan phenolphtalin, dan alkohol 96%.

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sendok, baskom, cetakan, panci kukus, kompor gas, timbangan digital (SF-400), pisau, blender (Miyako), timbangan analitik (Shimadzu), kertas saring, gelas ukur (Herma), gelas beker (Pyrex), pipet volume (Iwaki) mortar, ayakan 60 mesh (Retsch), oven (Blue M), desikator, kertas saring whatman no 42, erlenmeyer (Iwaki), cawan porselin, waterbath      (thermology),      muffle

(WiseTherm) ,burner, alat destilasi, labu Kjeldahl (Pyrex).

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan perbandingan tepung okara dan tepung beras yang terdiri dari 5 taraf yaitu P0 (0% : 100%), P1 (10% : 90%), P2 (20% : 80%), P3 (30% : 70%), P4 (40% : 60%). Masing– masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Persentase berdasarkan jumlah tepung beras dan tepung okara (100 g)

Data yang diporoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap parameter yang diamati, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Tepung Okara

Pembuatan tepung okara diawali dengan pemerasan ampas tahu basah. Kemudian ampas tahu dikukus selama 15 menit dengan suhu 100oC. Lalu ampas tahu dikeringkan dengan oven selama ± 5 jam pada suhu 60oC sambil dibolak balik agar ampas tahu kering merata. Setelah itu ampas tahu dihaluskan menggunakan blender. Bubuk ampas tahu yang telah halus kemudian diayak menggunakan ayakan berukuran 60 mesh, sehingga dihasilkan tepung okara yang halus dan homogen.

Formulasi Kue Apem

Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan kue apem ini yaitu tepung okara, tepung beras (sesuai perlakuan), 50 g telur,

100 g gula pasir, 80 g gula merah, 300 ml santan, 5 g garam, 5 g yeast/ragi, 15 ml minyak goreng.

Pembuatan Kue Apem

Proses pembuatan kue apem diawali dengan gula merah dan santan yang dipanaskan kemudian didiamkan sampai dingin. Tepung okara dan tepung beras (sesuai perlakuan), yeast dan gula pasir dicampur dalam satu wadah. Selanjutnya ditambahkan gula merah dan santan yang telah dicairkan, kemudian diaduk sampai rata. Kemudian ditambahkan telur dan garam sera diaduk sampai rata. Adonan didiamkan selama ± 1 jam. Adonan dituang dalam cetakan yang telah diolesi minyak goreng lalu dikukus menggunakan panci selama 30 menit dengan suhu 100oC, setelah 30 menit adonan ditusuk menggunakan lidi untuk mengetahui kue apem yang telah

matang

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini: kadar air metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu menggunakan metode pengabuan (AOAC, 1995), kadar protein metode Mikro-Kjeldhal (Sudarmadji et al., 1997), kadar serat kasar metode hidrolisis asam basa (Sudarmadji et al., 1997), daya kembang (Saepudin, 2017) dan pengujian sensoris (Soekarto, 1985) menggunakan uji hedonik (warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan) dan uji skoring (warna dan tekstur).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil kadar air, kadar protein, kadar serat kasar, kadar abu dari tepung okara dan tepung beras disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air, kadar protein, kasar serat kasar, dan kadar abu tepung okara dan tepung beras

Bahan Baku

Kadar Air (%)

Kadar Protein (%)

Kadar Serat Kasar (%)

Kadar Abu (%)

Tepung Okara

15,39

13,35

12,10

2,77

Tepung Beras

12,93

7,58

1,37

0,28

Berdasarkan hasil analisis bahan baku yang dilakukan pada saat penelitian, tepung okara memiliki kadar air 15,39% dan tepung beras memiliki kadar air sebesar 12,93%. Kadar air tepung okara hasil penelitian sesuai dengan penelitian Noor (2012) dalam

A’yuni dan Santoso (2018) yang menyatakan bahwa ampas tahu kering mengandung air 10-15,5%, sehingga umur simpan tepung okara menjadi lebih panjang dibandingkan ampas tahu segar. Kadar protein tepung okara pada penelitian ini

sebesar 13,35% sedangkan kadar protein tepung beras yaitu sebesar 7,58%. Kadar serat kasar tepung okara pada penelitian ini adalah sebesar 12,10% dan tepung beras memiliki kadar serat kasar yaitu sebesar 1,37%. Tepung okara menurut penelitian ini memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan kadar serat kasar pada penelitian Hulopi (2014) dalam Putri et al. (2018) yaitu sebesar 7,6%. Kadar abu tepung okara pada penelitian ini sebesar 2,77%, sedangkan kadar abu tepung beras adalah sebesar 0,28%. Menurut A’yuni dan Santoso (2018) ampas tahu mengandung unsur-unsur mineral mikro seperti Fe, Mn, Cu, Co dan

Zn. Kandungan nutrisi yang bervariasi dalam ampas tahu disebabkan oleh perbedaan varietas dari kedelai yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan tahu. Keuntungan penggunaan ampas tahu dalam bentuk tepung adalah memiliki masa simpan yang relatif panjang, mudah disimpan dan lebih variatif dalam pemanfaatannya (Yustina dan Rahmat, 2012 dalam Rahayu et al., 2016).

Hasil analisis kadar air, kadar protein, kadar serat kasar, kadar abu dan daya kembang kue apem dengan perbandingan tepung okara dan tepung beras disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air, kadar protein, kadar serat kasar, kadar abu dan daya

kembang kue apem

Perlakuan (Tepung Okara : Tepung Beras)

Kadar Air (%)

Kadar Protein (%)

Kadar Serat Kasar (%)

Kadar Abu (%)

Daya Kembang (%)

P0 (0% : 100%)

30,68 ± 1,00 d

3,31± 0,64 c

4,51 ± 0,27 e

0,52 ± 0,08 c

2,13 ± 0,06 d

P1 (10% : 90%)

34,89 ± 0,87 c

3,57 ± 0,72 c

6,19 ± 0,31 d

0,53 ± 0,01 c

2,57 ± 0,06 c

P2 (20% : 80%)

35,89 ± 1,02 c

4,53 ± 0,75 c

7,59 ± 0,81 c

0,60 ± 0,08 bc

3,10 ± 0,10 b

P3 (30% : 70%)

38,42 ± 1,09 b

6,04 ± 0,59 b

9,99 ± 0,50 b

0,71 ± 0,08 b

3,47 ± 0,06 a

P4 (40% : 60%)

42,45 ± 0,70 a

8,83 ± 0,95 a

11,95 ± 0,40 a

1,19 ±0,16 a

3,53 ± 0,16 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05).

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air pada kue apem. Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan P0 yaitu 30,68%, sedangkan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 yaitu 42,45%. Adanya peningkatan kadar air disebabkan karena tepung okara memiliki kadar air lebih tinggi

dibandingkan tepung beras. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, kadar air pada tepung okara yaitu 15,39%, sedangkan kadar air pada tepung beras sebesar 12,93%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaahoao et al. (2017), yang menunjukkan bahwa kadar air kukis semakin meningkat seiring meningkatnya penggunaan tepung ampas tahu.

Menurut Winarno (2004) kadar air

dipengaruhi oleh semakin banyak protein yang terkandung dalam bahan, maka akan semakin banyak air yang terikat di dalam protein. Menurut SNI 01-4309-1996, kue basah memiliki kadar air maksimal 40%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kue apem pada perlakuan P0,P1,P2 dan P3 masih sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

Kadar Protein

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein kue apem. Kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan P0 yaitu 3,31%, sedangkan kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 yaitu 8,83%. Adanya perbedaan kadar protein pada seluruh perlakuan dipengaruhi oleh kandungan protein pada bahan dasar yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, tepung okara memiliki kadar protein sebesar 13,35%, sedangkan kadar protein yang terdapat pada tepung beras yaitu 7,58%. Perbedaan persentase jumlah tepung okara yang digunakan pada setiap perlakuan akan menyebabkan adanya perbedaan kandungan protein produk kue apem yang dihasilkan yaitu semakin meningkat. Dilihat dari kandungan protein yang tinggi, tepung okara dapat menyumbangkan protein yang cukup besar pada kue apem yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan sifat kedelai yang dijelaskan oleh Koswara (1995) bahwa diantara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein terbaik. Menurut

Adriani dan Wirjatmadi (2012) fungsi protein adalah sebagai zat pembangun tubuh untuk mengganti dan memelihara sel tubuh yang rusak, mencerna makanan dan kelangsungan proses normal dalam tubuh.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaahoao et al. (2017), yang menunjukkan bahwa kadar protein kukis semakin meningkat seiring meningkatnya penggunaan tepung ampas tahu. Penelitian yang dilakukan oleh Syafitri (2009) juga menunjukkan bahwa penggunaan tepung ampas tahu pada pembuatan kue ulat sutra sebesar 30% dengan tepung ketan 70% menghasilkan kadar protein tertinggi yaitu sebesar 10,06%.

Kadar Serat Kasar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar kue apem. Kadar serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan P0 yaitu 4,51%, sedangkan kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 yaitu 11,95%. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kandungan serat kasar dari bahan baku yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, kadar serat kasar yang terkandung pada tepung okara yaitu sebesar 12,10%, sedangkan kadar serat pada tepung beras yaitu 1,37%. Serat dalam tepung okara merupakan oligosakarida dalam jumlah yang cukup tinggi (Sulistiani, 2004). Kandungan serat yang terdapat dalam tepung okara dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan

serat yang masih kurang tercukupi dari bahan pangan lain. Serat juga berfungsi untuk mencegah terjadinya benjolan dan luka pada usus besar, mencegah sembelit dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Winarti, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan sejalan dengan penelitian Kaahoao et al. (2017) yang menyatakan bahwa semakin banyak penggunaan tepung ampas tahu, maka kadar serat kukis yang dihasilkan semakin tinggi. Menurut BPOM (2016), suatu produk pangan dapat disebut sebagai sumber serat apabila mengandung 5 gram serat kasar dalam bahan. Kadar serat kasar yang terkandung pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 telah memenuhi standar agar dapat disebut sebagai produk pangan sumber serat.

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu kue apem. Kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan P0 yaitu 0,52%, sedangkan kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 yaitu 1,19%. Adanya peningkatan kadar abu disebabkan karena adanya perbedaan persentase bahan baku yang digunakan yang berpengaruh pada perbedaan jumlah kadar abu di masing-masing perlakuan. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, kadar abu pada tepung okara yaitu sebesar 2,77%, sedangkan kadar abu tepung beras yaitu 0,28%. Hal ini juga menunjukkan bahwa tepung okara

mengandung mineral lebih tinggi daripada tepung beras. Kadar abu pada produk pangan menunjukkan jumlah mineral yang terkandung dalam suatu bahan/produk pangan tersebut. Kandungan mineral dalam bahan pangan dapat diperkirakan sebagai kandungan abu yang merupakan residu anorganik setelah bahan-bahan organik terbakar habis (Pandoyo, 2000).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gustiawan et al. (2018) yang menyatakan bahwa semakin banyak penambahan tepung ampas tahu maka semakin tinggi pula kadar abu yang dihasilkan pada pembuatan mi basah. Kadar abu yang dihasilkan oleh semua perlakuan pada penelitian ini telah memenuhi syarat mutu menurut SNI 01-4309-1996 tentang kue basah yaitu memiliki kadar abu maksimal 3%.

Daya Kembang

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya kembang pada kue apem. Daya kembang terendah diperoleh pada perlakuan P0 yaitu ssebesar 2,13% sedangkan daya kembang tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 yaitu sebesar 3,53% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3. Perbedaan daya kembang pada penelitian dipengaruhi oleh kandungan pati dan protein dari bahan yang digunakan. Banyak sedikitnya kandungan protein ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan (Subagjo, 2007). Menurut

Oktaviana et al (2017), selain dipengaruhi oleh kandungan protein, daya kembang juga dipengaruhi oleh kadar amilopektin dan kadar lemak. Penelitian Irmayuni et al (2018) juga menunjukkan bahwa adanya proses fermentasi dengan penambahan ragi dalam pembuatan kue apem selain berfungsi untuk menghasilkan tekstur kue apem yang empuk dan lembut, ragi juga berperan untuk membuat adonan dari kue apem mengembang dengan baik. Proses fermentasi pada pembuatan kue apem tersebut menyebabkan semakin banyaknya kandungan CO2 yang terikat pada adonan kue apem sehingga tekstur kue apem semakin empuk, mengembang dan disukai panelis.

Evaluasi Sensoris

Pengujian sensoris kue apem dengan perbandingan tepung okara dan tepung beras diuji menggunakan uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan. Uji skoring dilakukan terhadap warna dan tekstur kue apem. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan kue apem disajikan pada Tabel 3. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna dan tekstur kue apem disajikan pada Tabel 4.

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna kue apem yang diuji secara hedonik. Nilai rata-rata yang diberikan

panelis berkisar antara 1,88 – 2,44 dengan kriteria suka. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna kue apem terendah diperoleh pada perlakuan P0 dengan nilai 1,88 (suka) sedangkan nilai kesukaan tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 dengan nilai 2,44 (suka) dan tidak berbeda nyata pada perlakuan P4.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna kue apem yang diuji secara skoring. Nilai rata-rata untuk uji skoring terhadap warna berkisar antara 1,32 – 2,48 dengan kriteria coklat tua hingga coklat. Nilai kesukaan panelis terhadap warna kue apem terendah diperoleh pada perlakuan P0 dengan nilai 1,32 (coklat tua) sedangkan nilai kesukaan tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 dengan nilai 2,48 (coklat) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3. Perbedaan warna kue apem disebabkan karena adanya perbedaan jumlah tepung okara dan beras yang ditambahkan pada masing-masing perlakuan. Tepung okara mempunyai karakteristik warna lebih gelap dari tepung beras dan warna kecoklatan pada tepung okara berasal dari pigmen yang dikandung kedelai. Menurut Apriantono (2009), kacang-kacangan memiliki warna coklat dari pigmen dan akan berpengaruh terhadap warna dan aroma dari produk jika terjadi penambahan kacang-kacangan tersebut. Selain itu, menurut Perussello et al. (2009), proses pengeringan okara

menggunakan suhu tinggi juga menyebabkan penampakan okara kering semakin gelap. Warna coklat pada kue apem ini juga disebabkan karena adanya reaksi pencoklatan utamanya reaksi maillard yang terjadi selama proses pengukusan. Reaksi maillard adalah reaksi yang terjadi antara asam amino dengan gula pereduksi apabila

dipanaskan secara bersama-sama (Sutrisno dan Susanto, 2014). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Agustini et al. (2014) menunjukkan bahwa warna coklat pada kue delapan jam (KDJ) dihasilkan dari reaksi pencoklatan utamanya reaksi maillard yang terjadi selama pengukusan.

Tabel 3. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan kue apem.

Perlakuan

(Tepung Okara : Tepung Beras)

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

Penerimaan Keseluruhan

P0 (0% : 100%)

1,88 ± 0,66 c

1,72 ± 0,54 c

1,84 ± 0,75 b

1,80 ± 0,50 d

1,72 ± 0,46 d

P1 (10% : 90%)

1,96 ± 0,54 bc

1,96 ± 0,54 bc

1,88 ± 0,72 b

1,92 ± 0,35 cd

1,96 ± 0,45 cd

P2 (20% : 80%)

2,12 ± 0,60 abc

2,00 ± 0,58 bc

2,08 ± 0,76 ab

2,16 ± 0,55 bc

2,16 ± 0,55 bc

P3 (30% : 70%)

2,44 ± 0,65 a

2,24 ± 0,43 ab

2,48 ± 0,51 a

2,40 ± 0,71 ab

2,40 ± 0,76 ab

P4 (40% : 60%)

2,32 ± 0,74 ab

2,44 ±0,51 a

2,40 ± 0,81 a

2,60 ± 0,50 a

2,60 ± 0,50 a

Keterangan : Nilai rata – rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata P>0,05). Kriteria angka uji hedonik: 3= sangat suka, 2= suka, 1= tidak suka.

Tabel 4. Nilai rata-rata uji skoring terhadap warna dan tekstur kue apem

Perlakuan (Tepung Okara : Tepung Beras)

Skoring Warna

Skoring Tekstur

P0 (0% : 100%)

1,32 ± 0,48 c

1,68 ± 0,80 c

P1 (10% : 90%)

1,52 ± 0,51 c

1,68 ± 0,75 c

P2 (20% : 80%)

2,08 ± 0,40 b

1,72 ± 0,61 c

P3 (30% : 70%)

2,20 ± 0,64 ab

2,32 ± 0,48 b

P4 (40% : 60%)

2,48 ± 0,51 a

2,76 ± 0,43 a

Keterangan : Nilai rata–rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata P>0,05). Kriteria angka uji skoring warna : 3=coklat muda, 2=coklat, 1=coklat tua, sedangkan kriteria angka uji skoring tekstur : 3=sangat empuk, 2=empuk, 1=tidak empuk.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap tingkat kesukaan aroma kue apem. Nilai kesukaan aroma kue apem terendah diperoleh pada perlakuan P0 dengan nilai 1,72 (suka) sedangkan nilai

kesukaan aroma kue apem tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 dengan nilai 2,44 (suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3. Nilai rata-rata yang diberikan panelis terhadap aroma kue apem berkisar antara 1,72 - 2,44 dengan kriteria suka.

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung okara berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur dari kue apem yang di uji secara hedonik. Nilai rata-rata kesukaan yang diberikan oleh panelis yaitu 1,84-2,48 dengan kriteria suka. Hasil analisis uji hedonik tekstur kue apem dengan perbandingan tepung okara dan tepung beras dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai kesukaan tekstur kue apem terendah diperoleh pada perlakuan P0 dengan nilai 1,84 (suka) sedangkan nilai kesukaan tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 dengan nilai 2,48 (suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur kue apem yang diuji secara skoring. Nilai rata-rata untuk uji skoring terhadap tekstur berkisar antara 1,68 – 2,76 dengan kriteria empuk hingga sangat empuk. Nilai kesukaan panelis terhadap tekstur kue apem terendah diperoleh pada perlakuan P0 dengan nilai 1,68 (empuk) sedangkan nilai kesukaan tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 dengan nilai 2,76 (sangat

empuk). Semakin banyak jumlah tepung okara yang digunakan maka kue apem akan semakin empuk. Tekstur pada kue apem juga dapat dipengaruhi oleh proses fermentasi yang terjadi, semakin banyak kandungan CO2 yang terikat pada adonan kue apem, maka tekstur kue apem yang dihasilkan akan semakin empuk dan akan disukai oleh panelis (Irmayuni et al., 2018).

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa kue apem. Hasil analisis uji hedonik terhadap rasa kue apem dengan perbandingan tepung okara dan tepung beras dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai kesukaan rasa kue apem terendah diperoleh pada perlakuan P0 dengan nilai 1,80 (suka) sedangkan nilai kesukaan rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 dengan nilai 2,60 (sangat suka) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3. Nilai rata-rata yang diberikan panelis terhadap rasa kue apem berkisar antara 1,80 – 2,60 dengan kriteria suka hingga sangat suka.

Penerimaan keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung okara dan tepung beras berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan kue apem yang dilakukan dengan uji hedonik. Adapun nilai rata-rata yang diberikan oleh panelis berkisar antara 1,72 – 2,60 dengan kriteria suka hingga sangat

suka. Nilai kesukaan terendah diperoleh pada perlakuan P0 dengan nilai 1,72 (suka) sedangkan nilai kesukaan tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 dengan nilai 2,60 (sangat suka). Hal ini menunjukkan bahwa panelis masih dapat menerima produk kue apem dengan perlakuan perbandingan tepung okara dan tepung beras. Penerimaan keseluruhan kue apem dipengaruhi oleh warna, aroma, tekstur dan rasa.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Perlakuan perbandingan tepung okara dan tepung beras pada pembuatan kue apem berpengaruh terhadap kadar air, kadar protein, kadar serat kasar, kadar abu, daya kembang, uji hedonik (warna, aroma, rasa, tekstur, penerimaan keseluruhan dan uji skoring (warna dan tekstur). Perlakuan perbandingan tepung okara 30% dan tepung beras 70% menghasilkan kue apem dengan karakteristik terbaik yaitu : kadar air 38,42%, kadar protein 6,04%, kadar serat kasar 9,99%, kadar abu 0,71%, daya kembang 3,47%, penilaian sensoris warna coklat dan disukai, aroma disukai, rasa disukai, tekstur empuk dan disukai, dan penerimaan keseluruhan disukai.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, disarankan untuk menggunakan perbandingan tepung okara 30% dan tepung beras 70% pada pembuatan kue apem. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

mengurangi kadar air kue apem agar sesuai dengan mutu kue basah pada SNI 01-43091996.

DAFTAR PUSTAKA

A’yuni, N.R.L. dan H. Santoso. 2018. Pengaruh Penambahan Tepung Ampas Tahu Terhadap Nilai Gizi dan Mutu Organoleptik Geblek. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 25 1) : 47-56.

Adriani, M. dan B, Wirjatmadi. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Anggraini, S. 2012. Eliminasi Bau Langu untuk Mneingkatkan Kualitas Susu Ampas Tahu Dengan Pemberian Jenis Essens dan Volume Essens yang Berbeda. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Agustini, S., G. Priyanto., B. Hamzah., B. Santoso dan R. Pambayun. 2014. Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Kualitas Sensoris Kue Delapan Jam. Palembang. Jurnal Dinamika Penelitian Industri. 25 2) : 79-88.

Association of Official Analytical Chemists AOAC). 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemist. Imc. Washintong D.C.

Apriyantono, A. 2009. Titik Kritis Kehahalan Bahan Pembuat Produk Bakery dan Kue. PT Kiblat Buku Utama. Bandung.

Bakrie, A. 1990. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Tepung Campuran Terigu dan Tapioka Terhadap Mutu Roti Manis. Pusat Penelitian Universitas Jember, Jember.

BPOM RI 2016, Peraturan Kepala Badan Pengawasa Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang Acuan Label Gizi, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta.

Fardiaz, D. 1998. Peluang, Kendala, dan Strategi Pengembangan Makanan Tradisional, dalam Kumpulan Ringkasan Makalah Seminar Nasional Makanan Tradisional : Meningkatkan Citra dan Mengembangkan Industri

Makanan Tradisional Indonesia, Pusat Kajian Makanan Tradisional PKMT), Lembaga Penelitian Institus Pertanian Bogor-Pusat Antar Universitas dan Gizi IPB, Bogor.

Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press. Jakarta.

Gustiawan, S., N. Herawati. dan D. F. Ayu. 2018. Pemanfaatan Tepung Biji Nangka dan Tepung Ampas Tahu dalam Pembuatan Mi Basah. SAGU, Maret 2018, 17 1) : 40-49.

Hulopi, F. 2014. Pemanfaatan Ampas Susu Kedelai sebagai Tepung Subtitusi dalam Pengolahan Kerupuk. Tugas Akhir. Tidak Dipublikasikan. Universitas Negeri Gorontalo.

Hutapea, E.B., L. Parkanyiova., M. Miyahara., H. Sakurai dan J. Pokorny. 2004). Browning Reaction Between Oxidised Vegetable Oils and Amino Acids. Czech J. Food Sci. 22 3): 99-107.

Irmayuni, E., Nurmila. dan A. Sukainah. 2018. Efektivifas Air Nira Lontar Borassusflabellifer) Sebagai Bahan Pengembang Adonan Kue Apem. Malang. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 4 Oktober Suplemen 2018) : S170-S183.

Kaahoao, A., N. Herawati. dan D. F. Ayu. 2017. Pemanfaatan Tepung Ampas Tahu Pada Pembuatan Kukis Mengandung Minyak Sawit Merah. JOM FAPERTA 4 2) : 1-15.

Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan bermutu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Noor, T.F.D. 2012. Pemanfaatan Tepung Ampas Tahu pada Pembuatan Produk Cookies. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta.

Nurhayati, E., Mulyana., V.I. Ekowati. dan A. Meilawati. 2013. Inventarisasi Makanan Tradisional Jawa Serta Alternatif Pengembangannya. Laporan Akhir Penelitian Guru Besar. Tidak Dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Pamungkas, S. J. 2016. Penggunaan Tepung

Kedelai Hitam Sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu Pada Pembuatan Roti Kedelai Hitam dan Substitusi Tepung Beras Pada Pembuatan Apem Kedelai Hitam. Proyek Akhir. Tidak Dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Pandoyo, S.T. 2000. Pembuatan Keripik Pepaya dengan Vacuum Frying, Kajian dari Lama Perendaman dalam Larutan CaCl2 dan Lama Pembekuan terhadap Sifat Fisik Kimia dan Organoleptik. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Universitas Brawijaya. Malang.

Perussello, C.A., Amarante, A.C.C., Mariani, V.C. 2009. Convective Drying Kinetics and Darkening Of Okara. Drying Technology. 27 10) : 11132-11141.

Putri, D. A., F. Zuhro. dan I. M. Al Habib. 2018. Analisis Gizi Ampas Kedelai Sebagai Tepung Substitusi Mie Untuk Menunjang Sumber Belajar Mata Kuliah Biokimia. Jurnal Pendidikan Biologi dan Sains. 1 1) : 11-22.

Silalahi, R. 2011. Bahan Tambahan Makanan BTM). Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

SNI 01-4309-1996. 1996. Kue Basah. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Subagjo, A. 2007. Manajemen Pengolahan Kue dan Roti. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono., dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Hasil Pertanian. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sulistiani. 2004. Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Alternatif Bahan Baku Pangan Fungsional.       Skrispi. Tidak

Dipublikasikan.   Institut   Pertanian

Bogor IPB). Bogor.

Syafitri, D. 2009. Pengaruh Substitusi Tepung Ampas Tahu Pada Kue Ulat Sutra Terhadap Kualitas Organoleptik dan Kandungan Gizi. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Tim Penyusun Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2010. Gizi Tepung Ampas Tahu dan Tepung Terigu. Jakarta.

United States Departement of Agricultur. 2014. National Nutrient Database for Standard. The National Agricultural Library.

Wati, R. 2013. Pengaruh penggunaan tepung ampas tahu sebagai bahan komposit terhadap kualitas kue kering lidah kucing. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Universitas Negeri Semarang. Jawa Tengah.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F. G. 2004. Hasil-hasil Simposium Penganekaragaman Pangan. Prakarsa Swasta dan Pemda. Jakarta.

Winarti, S. 2010. Makanan Fungsional. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Yuliani, S dan H. Mardesci. 2017. Pengaruh Penambahan Tepung Ampas Tahu Terhadap Karakteristik Biskuit Yang Dihasilkan. Jurnal Teknologi Pertanian. 6 1) : 1-11.

Zamora, R., F. J. Hidalgo. 2005. Coordinate Contribution of Lipid Oxidation and Maillard Reaction to the Nonenzymatic Food Browning. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 45 1): 4959.

13