Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Komang Puspita Dewi dkk. /Itepa 12 (4) 2023 1019-1032

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Lama Perendaman dengan Sari Labu Siam (Sechium edule) terhadap Penurunan Kafein Biji Kopi Arabika (Coffea arabica) Kintamani

Effect of Soaking Time with Siamese Pumpkin Extract (Sechium edule) on the Caffeine Content of Kintamani Arabica Coffee (Coffea arabica) Beans

Komang Puspita Dewi, Komang Ayu Nocianitri*, Sayi Hatiningsih

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Komang Ayu Nocianitri, e-mail: [email protected]

Abstract

The process of decaffeination involves reducing the caffeine content in coffee and other substances containing caffeine using various methods, such as immersing them in siamese pumpkin extract. Siamese pumpkin extract contains protease enzymes that aid in the decaffeination process. This research aims to investigate the impact of soaking time with siamese pumpkin extract on decreasing the caffeine content of Kintamani arabica coffee beans and to determine the appropriate soaking duration for reducing the caffeine content of Kintamani arabica coffee. In this study, a Completely Randomized Design was employed with five levels of soaking time treatments, namely 0 hours, 12 hours, 24 hours, 36 hours, and 48 hours, which were repeated three times, resulting in 15 experimental units. The parameters observed included water content, protein content, caffeine content, and sensory evaluation, including aroma, taste, and overall acceptance. The data were analyzed using analysis of variance (ANOVA), and if there was a significant effect of the treatment, Duncan's multiple range test was applied. The duration of soaking Arabica Kintamani coffee beans with siamese pumpkin extract had a significant influence on the water content, protein content, caffeine content, and sensory attributes of the coffee. The optimal soaking time for producing decaffeinated coffee was found to be 24 hours, resulting in a caffeine content of 0.3% and a water content of 2.72%, with a protein content of 22.14%. The sensory evaluation revealed that the coffee had a light coffee aroma and a light bitter taste, which was preferred overall.

Keywords: Arabica Kintamani coffee, soaking duration, siamese pumpkin extract, caffeine.

PENDAHULUAN

Kopi arabika Kintamani merupakan salah.satu jenis.kopi yang terkenal.di Bali. Berdasarkan. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali tahun 2021, Kabupaten Bangli memproduksi sebanyak 2.173 ton per tahun. Kopi arabika memiliki rasa unik dan paling superior dibandingkan dengan varietas kopi lainnya, sehingga diminati secara luas di pasar global (Arlius et al., 2017). Tetapi, jika kopi dikonsumsi dalam

jumlah tinggi, sekitar 3-4 cangkir per hari, dapat menyebabkan ketergantungan karena adanya kandungan kafein dalam kopi (Maramis, 2013). Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7152-2006 telah menetapkan batas maksimum kafein yang aman untuk dikonsumsi tubuh sebesar 150 mg/hari. Melebihi batas aman ini bisa menyebabkan efek negatif pada penikmat kopi, termasuk gemetar, insomnia, peningkatan asam lambung, kecemasan,

Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, Komang Puspita Dewi dkk. /Itepa 12 (4) 2023 1019-1032 dan berisiko mengembangkan penyakit jantung (Fitri, 2008). Sebagai alternatif, produsen kopi dapat melakukan proses dekafeinasi untuk mencapai konsumen penikmat kopi yang memiliki masalah kesehatan, seperti penderita maag dan jantung. Melalui proses dekafeinasi, kopi memiliki kandungan kafein yang lebih rendah dari biasanya.

Kadar kafein dalam biji kopi bisa dikurangi dengan memecah komponen yang terdapat dalam membran biji kopi. Pemecahan protein pada bagian membran biji kopi dapat mengurangi kandungan kafein dalam kopi. (Ratnayani, 2015). Protein dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah protein seperti enzim proteolitik, contohnya seperti enzim papain dari papaya, bromelin dari nanas, renin dari sapi dan babi, serta fisin dari getah pohon ficus, yang memiliki kemampuan untuk menghidrolisis protein (Yatim, 2003). Enzim proteolitik, juga dikenal sebagai enzim protease, memiliki kemampuan untuk menghidrolisis protein menjadi senyawa yang lebih sederhana, seperti peptida dan asam amino. Kemampuan enzim proteolitik ini membantu dalam melunakkan dan memdegradasi komponen dalam membran biji kopi, sehingga memudahkan proses pelarutan kafein pada biji kopi. Sebagai alternatif, sumber protease lain dapat diperoleh dari labu siam. Labu siam tidak hanya mengandung enzim protease, tetapi juga mudah ditemukan oleh

masyarakat, sehingga memudahkan para petani atau produsen kopi, terutama di daerah Kintamani yang merupakan salah satu daerah penghasil kopi arabika dan labu siam, untuk melakukan proses dekafeinasi.

Labu siam memiliki enzim proteolitik atau protease dengan nilai aktivitas yaitu sebesar 0,0264 U/mL, sehingga getah labu siam memiliki potensi sebagai sumber protease alternatif (Ratnayani, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Utama (2022) menyatakan bahwa menggunakan ekstrak labu siam dalam proses dekafeinasi biji kopi robusta dapat menurunkan kadar kafein pada kopi robusta menjadi 0,24%. Selain itu, penelitian lain oleh Paramartha (2022) menyatakan bahwa konsentrasi ekstrak labu siam sebesar 6% dengan waktu perendaman selama 36 jam dapat mengecilkan nilai kadar kafein pada kopi robusta menjadi 0,21%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak labu siam dan semakin lama proses perendaman, maka kadar kafein dan protein pada kopi robusta yang terdekafeinasi semakin menurun (Paramartha, 2022). Kadar protein turun disebabkan oleh kecepatan katalis enzim protease atau proteolitik yang terdapat dalam sari labu siam dalam memecah kandungan protein pada membrane biji kopi. Menurut Ferdiansyah (2005), lamanya waktu kerja enzim protease mempengaruhi keaktifan enzim karena kecepatan katalis enzim akan meningkat seiiring lamanya waktu reaksi.

Selain itu, luas permukaan total biji kopi robusta yang lebih besar dapat meningkatkan kecepatan ekstraksi sehingga penurunan kadar kafein lebih besar (Letiyana, 2020). Penelitian mengenai penurunan kafein menggunakan ekstrak labu siam (Sechium edule) pada biji kopi arabika dengan lama perendaman yang berbeda sebelumnya belum pernah dilakukan. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan       untuk       mengetahui

pengaruh..lama perendaman dengan ekstrak labu siam (Sechium..edule) terhadap penurunan kadar kafein pada biji kopi arabika (Coffea arabica) Kintamani.

METODE

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi biji kopi arabika yang berasal dari Desa Belantih, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, labu siam Thailand yang diperoleh dari Kintamani, akuades, kalsium karbonat (CaCO3), kloroform, NaOH 50%, standar kafein, tablet Kjeldahl, H2SO4 pekat, dan NaOH, asam borat 3%, HCl, serta indikator PP.

Alat Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini mencakup dandang berukuran 5 liter, standing pouch, blender (Getra), timbangan digital (Acis), timbangan analitik (Shimadzu ATY224), cawan aluminium, saringan, baskom, pisau,

waterbath, destruktor, oven pengering (Glotech), desikator (Duran), pinset (Onemed), gelas beaker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), labu kjedhal (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), corong pisah (Pyrex), corong kaca (Pyrex), buret (Pyrex), destilator (Behr), labu ukur (Pyrex), rak tabung reaksi, pipet tetes, bola hisap, spektrofotometer (Genesys 10S UV-Vis), kertas saring, ketel air (Klaz), grinder, coffee roaster (WExSUJI), ayakan 60 mesh, kertas label, tissue, dan aluminium foil.

Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini memakai metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima taraf perlakuan lama perendaman, yaitu 0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 48 jam. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 15 unit percobaan secara keseluruhan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan jika terdapat pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati, maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Sari Labu Siam

Bahan baku yang dipakai ialah labu siam Thailand dengan warna hijau muda, tekstur yang masih keras, dan tidak berlubang atau berbintik. Langkah pertama, labu siam tersebut dicuci dengan air yang mengalir, dan kemudian dilakukan

pengecilan ukuran agar memudahkan proses penghancuran. Labu siam yang sudah dipotong lalu ditimbang sebanyak 125 gram, dan setelah itu dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan air akuades dalam perbandingan 1:1 atau sebanyak 125 ml. Setelah dihancurkan, campuran tersebut disaring untuk mendapatkan sari labu siam.

Proses Dekafeinasi

Proses pembuatan biji kopi arabika (Coffea arabica) Kintamani yang telah terdekafeinasi menggunakan sari labu siam mengikuti metode yang dimodifikasi berdasarkan penelitian oleh Putri (2017). Bahan baku yang digunakan adalah biji kopi arabika Kintamani yang masih berwarna hijau, tidak berwarna coklat atau hitam, bebas dari lubang atau cacat. Langkah awal, biji kopi ditimbang sebanyak 200 gram dan kemudian dikukus selama sekitar 30 menit pada suhu sekitar 100°C. Selanjutnya, biji kopi direndam selama 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 48 jam menggunakan larutan sari labu siam dengan konsentrasi 6% berat per berat (b/b) atau sekitar 12 gram per 200 gram berat biji kopi. Proses perendaman dilakukan dalam erlenmeyer yang ditutup dengan aluminium foil dan selanjutnya dimasukkan ke dalam waterbath pada suhu sekitar 50°C. Setelah waktu perendaman selesai, biji kopi arabika

dicuci dengan air mengalir dan kemudian ditiriskan serta dikeringkan menggunakan oven pada suhu sekitar 60°C selama kurang lebih 5 jam.

Pembuatan Sampel Bubuk Kopi

Kopi arabika yang telah terdekafeinasi dan dikeringkan kemudian diolah dengan proses sangrai dengan mesin sangria pada suhu sekitar 185°C selama 7 menit dengan tingkatan medium roast. Setelah itu, biji kopi arabika tersebut didinginkan selama sekitar 10 menit sebelum digiling menggunakan mesin grinder selama kurang lebih 45 detik. Setelah digiling, bubuk kopi disaring menggunakan ayakan 60 mesh. Sampel bubuk kopi yang dihasilkan kemudian akan diuji sesuai dengan variabel yang diuji.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini mencakup beberapa parameter, yaitu kadar air yang diukur dengan menggunakan metode pengeringan (Sudarmadji, 1997), kadar protein yang dianalisis dengan metode kjeldahl (AOAC, 2005), kadar kafein yang diukur menggunakan metode spektrofotometri (Sudarmadji, 1997), serta aspek sensoris (Utama, 2022) yang meliputi uji hedonik terhadap aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan, serta uji skoring terhadap aroma kopi dan rasa kopi.

Tabel 1. Karakteristik kimia dari bubuk kopi arabika Kintamani yang dipengaruhi oleh perlakuan lama perendaman dengan sari labu siam

Lama Perendaman

Kadar Kafein    Kadar Protein (%)     Kadar Air (%)

(Jam)

(%)

P0

0,51±0,01a           22,74±0,19a            2,21±0,33a

P1

0,41±0,01b          22,51±0,29ab            2,47±0,35a

P2

0,30±0,01c          22,14±0,24bc            2,72±0,33a

P3

0,27±0,02d          21,72±0,34cd           2,86±0,34ab

P4

0,24±0,02e           21,31±0,40d            3,55±0,61b

Keterangan: Jika terdapat huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil yang signifikan antara perlakuan (P<0,05)


HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 menunjukkan hasil analisis mengenai pengaruh lama perendaman biji kopi arabika Kintamani dengan sari labu siam terhadap kadar air, kadar protein, dan kadar kafein.

Kadar Kafein

Hasil analisis varians menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dengan sari labu siam memiliki pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap kadar kafein pada bubuk kopi arabika Kintamani. Nilai rata-rata kadar kafein kopi bubuk arabika Kintamani dapat dilihat pada Tabel 1 dan perubahan nilai kadar kafein pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. Rata-rata nilai kadar kafein kopi bubuk arabika Kintamani berkisar antara 0,24% hingga 0,51% (Tabel 1). Kadar kafein terendah terdapat pada perlakuan

lama perendaman selama 48 jam (P4) sebesar 0,24%, sementara kadar kafein tertinggi terdapat pada perlakuan lama perendaman 0 jam (P0) sebesar 0,51%. Gambar 1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai kadar kafein kopi bubuk arabika Kintamani setelah lama perendaman selama 12 jam dan perbedaan ini signifikan dibandingkan dengan perlakuan P0, P2, P3, dan P4.

Semakin lama waktu perendaman dengan sari labu siam, maka kadar kafein yang dihasilkan pada bubuk kopi arabika Kintamani akan semakin rendah. Penurunan kafein ini disebabkan oleh penggunaan sari labu siam dalam proses perendaman, dimana labu siam terdapat enzim protease yang berfungsi untuk memecah protein pada dinding sel biji kopi.

Gambar 1.

Grafik yang menunjukkan pengaruh lama perendaman dengan sari labu siam terhadap kadar kafein pada bubuk kopi arabika Kintamani.


Akibat proses pengukusan, kafein yang terikat dengan asam klorogenat pada dinding sel akan menjadi bebas dan larut dalam air. Sebagian kafein yang berada dalam sitoplasma juga akan keluar dari sel dan terlarut dengan air selama proses pencucian. Berdasarkan penelitian Paramartha (2022), semakin lama waktu perendaman maka kadar kafein pada kopi robusta yang telah terdekafeinasi akan semakin menurun karena selama proses perendaman berlangsung, sari labu siam yang mengandung enzim protease lalu akan memecah protein membran sel biji kopi robusta dan mengubahnya menjadi asam amino. Akibatnya, kandungan kafein yang terdapat pada membrane sel akan keluar dan dilarutkan dengan air cucian saat pencucian biji kopi. Pada penelitian ini, penurunan kadar kafein dengan lama perendaman selama 24 jam, 36 jam, dan 48

jam dapat dikatakan kopi dekafeinasi, yaitu dengan kadar kafein berkisar antara 0,1% hingga 0,3% (Charley dan Weaver, 1998).

Kadar Protein

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa lama perendaman dengan sari labu siam berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein kopi bubuk arabika Kintamani. Nilai rata-rata kadar protein kopi bubuk arabika Kintamani dapat dilihat pada Tabel 1 dan perubahan nilai kadar air pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2. Rata-rata kadar protein kopi bubuk arabika Kintamani berkisar antara 21,31% hingga 22,74% (Tabel 1). Pada Gambar 2, terlihat bahwa selama proses perendaman terjadi penurunan kadar protein. Perendaman selama 48 jam (P4) tidak berbeda nyata dengan perendaman selama 36 jam.

Gambar 2.

Grafik yang menggambarkan pengaruh lama perendaman dengan sari labu siam terhadap. Kadar protein pada bubuk kopi arabika Kintamani.


Semakin lama perendaman dengan sari labu siam, kadar protein dalam kopi arabika mengalami penurunan. Penurunan kadar protein ini diakibatkan oleh aktivitas katalitik dari enzim protease yang terdapat dalam sari labu siam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ferdiansyah (2005), lamanya waktu kerja enzim dapat mempengaruhi aktivitas enzim karena kecepatan katalis enzim akan meningkat dengan lamanya waktu reaksi enzim. Wong (1989) juga menyatakan bahwa aktivitas katalisis melibatkan proses hidrolisis peptida atau pemisahan gugus amida yang terdapat dalam protein melalui pemutusan ikatan peptida.

Hal ini menyebabkan kerusakan struktur protein dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil (Kurtanto, 2008), sehingga saat proses pencucian, protein yang larut dalam air akan terbawa

oleh air pencucian. Penelitian Paramartha (2022) juga sejalan dengan temuan tersebut, bahwa semakin lama perendaman dengan sari labu siam, kadar protein pada kopi robusta yang telah terdekafeinasi akan semakin menurun. Penelitian lain yang dilakukan oleh Putri (2017) menyebutkan bahwa semakin banyak getah pepaya yang diberikan, maka kadar protein pada kopi robusta juga akan semakin rendah karena getah pepaya mengandung enzim papain yang merupakan enzim proteolitik yang mampu memecah komponen protein.

Kadar Air

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dengan sari labu siam memiliki pengaruh signifikan (P<0,05) terhadap kadar air dalam kopi bubuk arabika Kintamani.

Gambar 3.

Grafik yang menunjukkan pengaruh lama perendaman dengan sari labu siam terhadap kadar air pada kopi bubuk arabika Kintamani.


Rata-rata nilai kadar air kopi bubuk arabika Kintamani dapat dilihat pada Tabel 1, dan perubahan nilai kadar air pada masing-masing perlakuan tercatat dalam Gambar 3. Rata-rata kadar air kopi bubuk arabika Kintamani berkisar antara 2,21% hingga 3,55% (Tabel 1). Pada Gambar 3, dapat diamati bahwa selama proses perendaman, terjadi peningkatan kadar air dalam kopi bubuk arabika Kintamani.

Namun, peningkatan kadar air setelah perendaman selama 48 jam tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan perendaman selama 36 jam. Selain itu, perlakuan tanpa perendaman (0 jam) juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan perendaman selama 12 jam, 24 jam, dan 36 jam.

Semakin lama perendaman, kadar air dalam kopi arabika Kintamani yang telah terdekafeinasi cenderung meningkat.

Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Paramartha (2022) yang menyatakan bahwa semakin lama perendaman dengan sari labu siam, kadar air dalam kopi bubuk robusta yang telah terdekafeinasi juga semakin meningkat. Peningkatan kadar air dalam kopi bubuk akibat lama perendaman disebabkan oleh proses pemecahan komponen protein yang ada pada dinding sel biji kopi, sehingga pori-pori jaringan biji kopi menjadi terbuka dan memungkinkan air pelarut masuk ke dalamnya. Molekul air dapat terperangkap di dalam sel biji kopi melalui proses difusi, dimana air menembus dinding sel yang ada di dalam jaringan biji kopi (Mulato, 2004). Meskipun kadar air meningkat, namun nilai kadar air yang diperoleh dari hasil penelitian masih memenuhi standar kadar air kopi bubuk yang ditetapkan oleh SNI kopi bubuk nomor 01-3542-2004, yaitu maksimal 7%.

Tabel 2. Nilai rata-rata dari uji skoring pada seduhan kopi arabika Kintamani dengan variasi lama perendaman menggunakan sari labu siam

Perlakuan

Aroma

Rasa

P0

3,60±0,51a

3,33±0,49a

P1

3,40±0,51a

3,20±0,41a

P2

3,00±0,00b

2,87±0,35b

P3

2,67±0,49c

2,67±0,49b

P4

2,20±0,42d

2,00±0,00c

Keterangan: Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antar perlakuan jika nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama (P<0,05)

Kriteria.uji skoring aroma: 1= aroma kopi sangat tidak kuat, 2= aroma kopi tidak kuat, 3= aroma kopi agak kuat, 4= aroma kopi kuat, 5= aroma kopi sangat kuat

Kriteria uji skoring rasa: 1= sangat tidak pahit, 2= tidak pahit, 3= agak pahit, 4= pahit, 5= sangat pahit

Tabel 3. Nilai rata-rata dari uji hedonik pada seduhan kopi arabika Kintamani dengan variasi lama perendaman menggunakan sari labu siam

Perlakuan

Aroma

Rasa

Penerimaan Keseluruhan

P0

3,80±0,41a

3,20±0,42a

3,00±0,00a

P1

3,47±0,52b

3,27±0,46a

3,13±0,35a

P2

3,00±0,00c

3,40±0,51a

3,33±0,49a

P3

2,53±0,52d

2,87±0,35b

2,67±0,72b

P4

2,13±0,35e

2,00±0,00c

1,87±0,35c

Keterangan.: Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antar perlakuan jika nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama (P<0,05)

Kriteria uji hedonik: 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka

Karakteristik Sensoris

Data hasil analisis karakteristik sensoris pada seduhan kopi arabika Kintamani dengan variasi lama perendaman menggunakan sari labu siam, termasuk skor untuk aroma dan rasa serta uji hedonik terhadap aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan, dapat ditemukan dalam Tabel 2 dan Tabel 3.

Aroma

Hasil analisis varians menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dengan

sari labu siam memiliki pengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai skoring dan hedonic aroma kopi arabika Kintamani. Rata-rata nilai skoring dan hedonik aroma kopi arabika Kintamani dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Terjadi penurunan nilai skoring aroma kopi selama perendaman dengan sari labu siam setelah 24 jam, dan nilai hedonik aroma kopi juga mengalami penurunan setelah perendaman selama 12 jam.

Aroma merupakan bau yang keluar setelah kopi sudah diseduh. Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada biji kopi arabika Kintamani dengan lama perendaman berbeda dengan sari labu siam menghasilkan aroma yang berbeda. Berdasarkan hasil uji skoring dan uji hedonik, dapat dijelaskan bahwa para panelis lebih menyukai aroma kopi kontrol (P0) karena memiliki aroma kopi yang lebih kuat dibandingkan dengan aroma kopi pada perlakuan lainnya. Semakin lama perendaman dengan sari labu siam maka aroma pada kopi mengalami penurunan yang signifikan yang diakibatkan oleh degradasi senyawa volatil seiring dengan peningkatan lama waktu perendaman sari labu siam. Aroma pada kopi dipengaruhi oleh senyawa volatil dimana senyawa volatil akibatkan oleh reaksi maillard enzimatik, degradasi asam amino bebas, degradasi trigonelin, degradasi gula, dan degradasi senyawa fenolik. Aroma khas kopi akan muncul secara perlahan setelah kopi disangrai dan didinginkan. Selain itu, senyawa kafein memiliki aroma yang khas sehingga aroma pada kopi menurun seiring

dengan penurunan kadar kafein  kopi.

Umumnya, proses penyangraian  akan

menimbulkan aroma khas dari  kopi.

Menurut Aditya (2016), aroma kopi muncul karena menguapnya senyawa volatil saat penyeduhan kopi dan tertangkap oleh indra penciuman manusia. Persyaratan mutu aroma kopi bubuk berdasarkan SNI 01-

3542-2004 adalah memiliki aroma yang normal dan tidak ada tercium aroma asing. Rasa

Hasil analisis varians menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dengan sari labu siam memiliki pengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai skoring dan hedonik rasa kopi arabika Kintamani. Rata-rata nilai skoring dan hedonik rasa kopi arabika Kintamani dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Terjadi penurunan nilai skoring rasa kopi selama perendaman setelah 24 jam, dan nilai hedonik rasa kopi juga mengalami penurunan setelah perendaman selama 36 jam, yang berbeda nyata dengan nilai hedonik perendaman selama 24 jam.

Rasa kopi merupakan salah satu indikator penting untuk menentukan mutu produk pangan terkait dengan penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Dalam penelitian ini, rasa kopi arabika Kintamani memiliki kesan pahit saat dicicipi. Nilai skoring rasa kopi arabika Kintamani mengalami penurunan seiring dengan lama waktu perendaman. Rata-rata panelis memberikan nilai sensoris kopi arabika Kintamani terhadap skala skoring sebesar 2,00-3,33 (rasa kopi tidak pahit sampai rasa kopi agak pahit), dengan nilai tertinggi pada perlakuan P0 (perendaman selama 0 jam) dan terendah pada perlakuan P4 (perendaman selama 48 jam).

Rasa kopi pada perlakuan P0 memiliki rasa yang lebih pahit dibandingkan rasa kopi pada perlakuan

lainnya. Penurunan rasa pahit kopi terkait dengan kandungan kafein dalam biji kopi. Menurut Marcone (2004), terjadinya perombakan senyawa protein menjadi asam amino mengakibatkan rasa kopi terdekafeinasi menurun seiring dengan penurunan kadar kafein dan protein. Selain itu, menurut Aditya (2016), tingkat rasa pahit kopi dipengaruhi oleh kafein sebagai salah satu komponen yang berhubungan langsung dengan sifat fisiologis kopi. Berdasarkan SNI 01-3542-2004, persyaratan mutu rasa kopi bubuk adalah memiliki rasa normal atau tidak ada rasa asing pada kopi.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil analisis varians menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman pada kopi arabika Kintamani berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penerimaan keseluruhan kopi seduh arabika Kintamani. Tabel 3, menunjukkan hasil uji hedonik penerimaan keseluruhan kopi seduh arabika Kintamani, yang memiliki rentang nilai antara 1,87 hingga 3,33, dengan kriteria dari tidak suka hingga agak suka. Penerimaan keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 dengan nilai 3,33, sementara yang terendah diperoleh pada perlakuan P4 dengan nilai 1,87. Rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap penerimaan keseluruhan kopi seduh arabika Kintamani pada perlakuan P0 hingga P3 berada pada kriteria agak disukai, sedangkan pada perlakuan P4 berada pada kriteria tidak disukai.

Penentuan Perlakuan Terbaik

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap kadar air, kadar protein, kadar kafein, serta evaluasi sensoris terhadap aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan, ditemukan perlakuan terbaik. Perlakuan terbaik ini dipilih berdasarkan nilai kadar air, kadar protein, dan kadar kafein yang sesuai dengan standar SNI No.01-3542-2004 tentang kopi dekafeinasi, yaitu kadar kafein sebesar 0,1-0,3% (Charley dan Weaver, 1998). Semua perlakuan memenuhi standar SNI, namun perlakuan P0 dan P1 tidak memenuhi kriteria kopi dekafeinasi. Pemilihan perlakuan terbaik juga didasarkan pada hasil evaluasi sensoris menggunakan uji skoring dan uji hedonik. Kriteria penilaian uji skoring meliputi tingkat aroma kopi yang kuat dan tingkat rasa kopi yang pahit, serta uji hedonik yang menilai kesukaan panelis terhadap aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan pada masing-masing perlakuan. Hasil evaluasi sensoris menunjukkan bahwa perlakuan P2 memiliki nilai tertinggi dan dipilih oleh panelis dengan kriteria aroma yang agak khas kopi dan tingkat rasa agak pahit. Dengan demikian, perlakuan P2 dengan lama perendaman selama 24 jam dinyatakan sebagai perlakuan terbaik. Perlakuan P2 menghasilkan karakteristik kopi bubuk dengan kadar air sebesar 2,72%, kadar protein sebesar 22,14%, kadar kafein sebesar 0,3%, serta aroma, rasa, dan

penerimaan keseluruhan yang agak disukai dengan aroma agak khas kopi dan rasa agak pahit.

KESIMPULAN

Hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa lama perendaman biji kopi arabika Kintamani dengan sari labu siam memiliki pengaruh signifikan terhadap karakteristik kimia (kadar air, kadar protein, kadar kafein), uji skoring (aroma dan rasa), serta uji hedonik (aroma, rasa, penerimaan keseluruhan). Perlakuan lama perendaman selama 24 jam menghasilkan kopi dekafeinasi dengan nilai sensoris terbaik, dengan kriteria kadar air sebesar 2,72%, kadar protein 22,14%, kadar kafein 0,3%, serta aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan yang agak disukai dengan aroma yang agak khas kopi dan rasa yang agak pahit.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, I. W., Nocianitri, K. A., & Yusasrini, N. L. (2016). Kajian Kandungan Kafein Kopi Bubuk, Nilai pH dan Karakteristik Aroma dan Rasa Seduhan Kopi Jantan (Pea berry) dan Betina (Flat beans coffee) Jenis Arabika dan Robusta. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 5(1),  1-12.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/itepa/articl e/view/22653.

Agustine, P., Damayanti, R. P., & Putri, N. A. (2021). Karakteristik Ekstrak Kafein pada Beberapa Varietas Kopi di Indonesia: Review. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan,           6(1),           78-89.

https://doi.org/10.33061/jitipari.v6i1.5014.

Anonim. (2020). Beberapa Metode dalam Memasak. Diakses pada tanggal 15 Maret 2023,                                dari

https://indonesianchefassociation.com.

AOAC. (2005). Official Methods of Analysis. 18th Edition. Association of Official Analytical Chemists. Washington D.C, USA.

Arie. (2022). Ini Perbedaan Kopi Robusta dan Arabika, Penggemar Kopi Harus Tahu. Diakses pada tanggal 5 Maret 2023, dari https://www.astronauts.id.

Arlius, F., Tjandra, M. A., & Yanti, D.

(2017). Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Komoditas Kopi Arabika di Kabupaten Solok. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas,     21(1),     70.

https://doi.org/10.25077/     jtpa.21.1.70-

78.2017.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2021). Produksi Hasil Perkebunan di Provinsi Bali (Ton). Diakses pada tanggal 15 Maret 2023, dari https://bali.bps.go.id.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2021). Produksi Kopi Arabika Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali (Ton). Diakses pada tanggal 15 Maret 2023, dari https://bali.bps.go.id.

Badan Standardisasi Nasional. (2004). Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 013542-2004, tentang Kopi. Diakses pada tanggal 15 Maret 2023, dari https://bsn.go.id.

Charley, H., & Weaver. (1998). Coffea, Tea, Chocolate and Cocoa Foods. A Scientific Approach Merricee and Inprint of Prenttice Hall. New Jersay, USA.

Clarke, R. J., & Macrae, R. (1988). Coffee: Physiology. London: Elsevier Applied Science.

Diah. (2021). 7 Perbedaan Kopi Arabika dan Robusta yang perlu diketahui Pencinta Kopi. Diakses pada tanggal 5 Maret 2023, dari https://food.detik.com.

Fauziatul. (2014). Pengaruh Ekstrak Buah Nanas dengan Varietas dan Lama Perendamana yang Berbeda terhadap Penurunan Kafein dan Performa pada Biji Kopi Robusta. Skripsi. Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro. Semarang.

Ferdiansyah, V. (2005). Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang Udang Sebagai Matriks Penyangga pada Imobilisasi Enzim Protease. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fitri, & Syah, N.. (2008). Pengaruh Berat dan Waktu Penyeduhan terhadap Kadar Kafein dari Bubuk Teh. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Gardjito, Murdijati, & Rahadian, D. (2011). Kopi. Kanisius. Yogyakarta.

Gomez, K. A., & Gomez, A. A. (1995). Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.

Kurtanto, T. (2008). Reaksi maillard pada Produk Pangan. IPB. Bogor.

Letiyana, Lilian, Krisanti, & Anindhita. (2020). Perbandingan Efektivitas Pelarut pada Dekafeinasi Biji Kopi Arabika dan Biji Kopi Robusta. Thesis. Universitas Brawijaya.

Maramis, R. K., Gayatri, C., & Frendly, W. (2013). Analisis Kafein dalam Kopi Bubuk di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis, Jurnal Ilmiah Farmasi,          2(4),          122-128.

https://doi.org/10.35799/pha.2.2013.3100.

Marcone, M. F. (2004). Compsition and Properties of Indonesian Palm Civet Coffee and Ethiopian Civet Coffee. Food Research International, 37, 901- 902.

Martono, B.,  & Udarno, L. (2015).

Kandungan Kafein dan Karakteristik Morfologi Pucuk Enam Genotipe Tea. Jurnal      TIDP,      2(2),      69-76.

http://dx.doi.org/10.21082/jtidp.v2n2.2015 .p69-76.

Muchtadi, D. & Ananda, M. (1989). Enzim dalam Industri Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Mulato, S. (2001). Pelarutan Kafein Biji Kopi Robusta dengan Kolom Tetap Menggunakan Pelarut Air. Pelita Perkebunan. Jakarta.

Najiyati, S. & Danarti. (2001). Budidaya Kopi dan Penanganan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta.

Panggabean, E. (2011). Buku Pintar Kopi. Jakarta Selatan: PT Agro Media Pustaka.

Paramartha, D. N., Zainuri, Z., Sulastri, Y., Widyasari, R., & Nofrida, R. (2022).

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Sari Labu Siam (Sechium Edule) terhadap Dekafeinasi Kopi Robusta. Prosiding SAINTEK, 4, 93-105.

https://doi.org/10.29303/profood.v8i1.253.

Purba, R. R. T. P., & Ganjar, A. (2018). Dekafeinasi Biji Kopi Robusta Melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Aquadest (Variabel Jumlah Pelarut dan Kecepatan Pengaduk  Terhadap Kadar Kafein

Terekstraksi). Jurnal Inovasi Proses, 3(1), 10-15.

Putri, J. M. A., Nocianitri, K. A., & Putra, N. K. (2017). Pengaruh Penggunaan Getah Pepaya (Carica papaya L.) pada Proses Dekafeinasi terhadap Penurunan Kadar Kafein Kopi Robusta. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 4(2),   141-150.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/pangan/art icle/view/34626.

Rahardjo, P. (2012). Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Jakarta : Penebar Swadaya.

Ratnayani, K., Juwarni, A. A. S., Laksmiwati, A. M., & Dewi, I. G. K. S. P. (2015). Uji Aktivitas Protease Getah Labu Siam dan Talas serta Perbandingannya terhadap Getah Pepaya. Jurnal Kimia, 9(02), 147152.

https://doi.org/10.24843/JCHEM.2015.v0 9.i02.p02.

Ridwansyah. (2003). Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rita. (2022). Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Labu Siam. Diakses pada tanggal 15 Maret 2022, dari https://agrotek.id.

Sivetz, M.,  & Desrosier. (1979). Coffee

Technology. The AVI Publ. Inc: Connecticut.

Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi.

(1996). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.      Liberty      Yogyakarta,

Yogyakarta.

Utama, Q. D., Zainuri, Z., Paramartha, D. N. A., Widyasari, R., & Aini, N. (2022).

Dekafeinasi Kopi Robusta   (Coffea

canephora) Lombok Menggunakan Sari

Labu    Siam    (Sechium    edule):

Decaffeination of Lombok Robusta Coffee (Coffea canephora) using Chayote (Sechium edule) Juice. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 8(1),    77-87.

https://doi.org/10.29303/profood.v8i1.253.

Widyotomo, S. (2009). Karakteristik Proses Dekafeinasi Kopi Robusta dalam Reaktor Kolom Tunggal dengan Pelarut Etil Asetat. Pelita Perkebunan, (2), 101-125.

Wong, D. W. S. (1989). Mechanism and Theory in Food Chemistry. Academic Press, New York.

Yatim, W. (2003). Biologi Modern Biologi Sel. Tarsito. Bandung.

Yoga. (2022). Kafein Kopi Arabika Robusta. Diakses pada tanggal 15 Maret 2023, dari https://ottencoffee.co.id.

1032