Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

I Made Arya Bhaskara Swara dkk. /Itepa 12 (4) 2023 939-952

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Waktu Ekstraksi dengan Metode Microwave Assisted Extraction (MAE) terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.)

The Effect of Extraction Time Using Microwave Assisted Extraction (MAE) Method on Antioxidant Activity of Wuluh Starfruit Leaf Extracts (Averrhoa Bilimbi L.)

I Made Arya Bhaskara Swara, Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati*, I Wayan Rai Widarta

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali, Indonesia

*Penulis korespondensi: Gusti Ayu Kadek Diah Puspawati, Email: [email protected]

Abstract

Wuluh starfruit leaves have a very high antioxidant content. Antioxidants are substances that can reduce speed, postpone, or stop lipids from oxidizing or other easily oxidized components from oxidizing. The precise extraction time can have an impact on antioxidant activity. The purpose of this study was to investigate the effect of extraction time in the Microwave Assisted Extraction (MAE) technique on the antioxidant activity of wuluh starfruit leaf extract, as well as the precise extraction time in the MAE technique for producing the highest antioxidant activity starfruit leaf extract. The study employed a fully randomized design (CRD) with extraction time treatment levels of 3,5,7,9,11, and 13 minutes. There were 18 experimental units with three repetitions of each treatment. The Duncan Multiple Range Test (DMRT) was used to determine if the therapy had any impact on the parameters after the data were subjected to analysis of variance. The findings demonstrated that the yield, total phenol contents, total flavonoids contents, total tannin contents, total vitamin C contents, and IC50 were significantly influenced by the extraction duration. The best extraction time for wuluh starfruit leaves extract used the MAE method was 5 minutes with a yield of 26.75%, total phenol 621.60 mg GAE/g, total flavonoids 321.52 mg QE/g, total tannins 298.83 mg TAE/g, total vitamin C 595.44 mg AAE/g and IC50 28.35 ppm.

Keywords: Antioxidants, Wuluh starfruit leaves, Microwave Assisted Extraction

PENDAHULUAN

Belimbing wuluh merupakan tumbuhan yang mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan manusia. Hampir seluruh komponen tanaman belimbing wuluh mempunyai khasiat bagi kesehatan, satu diantaranya adalah bagian daun (Pendit et al., 2016). Ahmed et al., (2018) melaporkan antioksidan pada daun belimbing wuluh sangat tinggi yang ditandai dengan penangkapan radikal bebas dan penghambatan

aktivitas oksidasi xantin. Antioksidan adalah molekul yang dapat mencegah pembentukan radikal bebas (Astuti et al., 2008). Aziz et al., (2014) menyatakan ekstrak daun belimbing wuluh dapat berpotensi sangat besar sebagai antibakteri dan antikanker.

Ariem et al., (2020) melaporkan daun belimbing wuluh mempunyai nilai IC50 lebih rendah dari buah belimbing wuluh secara berturut-turut sebesar 11,86 ppm dan 44,01 ppm. Wijayakusuma, (2006) melaporkan

senyawa bioaktif yang didapati pada daun belimbing wuluh meliputi fenol, flavonoid, tanin dan sulfur. Hayati et al., (2010) melaporkan daun belimbing wuluh mengandung kadar tanin lebih tinggi dari daun teh hijau dan daun jeruk purut secara berturut-turut sebesar 10,92%, 1,44% dan 1,8%.

Senyawa antioksidan dapat diperoleh dengan cara ekstraksi. Penentuan metode ekstraksi perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil kualitas hasil ekstraksi yang baik. Hasim et al., (2019) melaporkan daun belimbing wuluh yang diekstraksi memakai metode maserasi selama 72 jam dengan penyari etanol sebanyak 700 ml dan perbandingan pelarut dengan bahan (10:1) menghasilkan IC50 sebesar 16,99 µg/ml, namun metode ekstraksi maserasi memiliki keterbatasan, antara lain durasi ekstraksi yang lama dan membutuhkan pelarut dalam jumlah besar (Kiswandono, 2017). Metode ekstraksi moderen yang belakangan ini sering dipakai adalah Microwave Assisted Extraction (MAE). MAE adalah ekstraksi yang menggunakan paparan gelombang elektromagnetik untuk menaikkan suhu pelarut dengan singkat dan efisien (Jain, 2009). Senyawa yang bersifat termolabil sangat cocok diekstraksi dengan metode MAE. Jika dibandingkan dengan ekstraksi maserasi, MAE bisa meningkatkan hasil ekstraksi dengan waktu singkat serta pelarut yang lebih sedikit (Langat, 2011). Ramayani et al., (2021) dalam penelitiannya

menyebutkan ekstraksi daun talas menggunakan metode maserasi dan MAE dapat menghasilkan kadar total fenolik 5,04% dan 5,60%, sementara Isdiyanti et al., (2021) ekstraksi daun kersen dengan metode MAE dan UAE menghasilkan kadar flavonoid 132,41 mg/ml dan 47,58 mg/ml. Panas radiasi gelombang mikro dari MAE juga mampu meningkatkan laju perpindahan massa sehingga mempercepat laju ekstraksi (Damayanti et al., 2021).

Laju ekstraksi pada metode MAE dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, perbandingan bahan dengan pelarut, jenis pelarut dan power microwave. Waktu ekstraksi adalah faktor penting yang perlu dikendalikan bila menggunakan metode MAE karena bisa memengaruhi kualitas hasil ekstraksi. Ketika waktu ekstraksi terlalu singkat, komponen bioaktif tidak dapat terambil dari bahan, sedangkan ketika ekstraksi melebihi waktu optimum, komponen bioaktif dapat mengalami kerusakan (Purnami et al., 2022). Menurut Putranto et al., (2018), waktu ekstraksi optimal daun kenikir menggunakan metode MAE adalah 3 menit, yang mendapatkan nilai IC50 sebesar 4,20 mg/ml. Menurut Koesnadi et al., (2021) waktu ekstraksi daun rambusa yang optimal dengan teknik MAE adalah 4 menit, yang menghasilkan nilai IC50 sebanyak 196,17 ppm. Mutammimah et al., (2022) mengamati bahwa waktu ekstraksi optimal untuk daun kersen

dengan metode MAE adalah 5 menit mendapatkan nilai IC50 sebesar 44,21 ppm. Krisanta et al., (2021) menggunakan metode MAE untuk mengekstrak daun buangit dimana waktu ekstraksi optimal adalah 7 menit, mendapatkan nilai IC50 sebesar 131,85 ppm. Hidayat et al., (2022) melaporkan ekstraksi daun ubi kayu dengan metode MAE waktu ekstraksi terbaik 13 menit dan daya microwave terbaik 300 watt menghasilkan aktivitas antioksidan yaitu sebesar 87,27%. Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu ekstraksi dengan metode MAE terhadap aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing dan menetapkan waktu ekstraksi MAE yang ideal sehingga menghasilkan ekstrak daun belimbing dengan aktivitas antioksidan tertinggi.

METODE

Bahan Penelitian

Daun belimbing wuluh yang dipakai adalah tiga daun pucuk teratas yang didapat dari pemukiman penduduk di Banjar Mandung Kauh. Bahan lain yang digunakan yaitu bahan-bahan kimia seperti Etanol 70% (Bratachem), aquades (Bratachem), es batu, vaseline (Bratachem), etanol Pro Analysis (Merck) Folin-Ciocalteu (Merck), folin denis (Merck), Natrium nitrit5% (Merck), Aluminium klorida 10% (Phyfo Technology Laboratories, USA), Sodium karbonat(Merck), Natrium hidroksida

1% (Merck), asam sulfat 0,6 M (Merck), sodium fosfat (Merck), amonium molibdat (Merck), asam galat (Sigma-Aldriich), quersetin (Sigma Aldriich), asam tanat (Sigma Aldriich), asam askorbat (Sigma Aldriich), (DPPH) (Himedia)

Alat Penelitian

Alat yang dipergunakan adalah baskom, dehydrator (getra), alumunium foil, blender (philips), ayakan 60 mesh, cawan porselen, pinset, spatula, oven (glotech), timbangan analitik (Ohaoss), seperangkat alat gelas (pyrex dan iwaki), microwave (samsung), botol sampel, corong, kertas saring Whatmaan no 1, evaporator (Ika RV10), tabung reaksi (pyrex), vortex, pipet micro (scorex) spektrofotometer UV-VIS (Genesyss 10ss Uv-Viis), waterbath(thermologic).

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 taraf perlakuan waktu ekstraksi : P1 = 3 menit, P2 = 5 menit, P3 = 7 menit, P4 = 9 menit, P5 = 11 menit, dan P6 = 13 menit. Setiap perlakuan dilakukan 3 kali sehingga memperoleh 18 satuan percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Bubuk Daun Belimbing wuluh

Pembuatan bubuk daun belimbing wuluh berdasarkan penelitian (Andriani et al., 2019). 1000 gram daun belimbing wuluh

dibilas pada air mengalir kemudian ditiriskan hingga kering. Daun dikeringkan dalam tray

dryer (40ᵒC selama 24 jam) sampai benar-benar kering. Untuk mendapatkan bubuk daun belimbing wuluh, daun diblender hingga halus dan diayak dengan pengayakan 60 mesh.

Pembuatan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh

Proses ekstraksi daun belimbing wuluh merujuk pada penelitian (Koesnadi et al., 2021) yang dimodifikasi waktu ekstraksinya. Sebanyak 10 gram bubuk daun belimbing wuluh ditimbang dengan timbangan analitik dan dimasukkan kedalam labu ekstraksi. Selanjutnya, ditambahkan etanol 70% dimana rasio bahan dan pelarut 1:10. Ekstraksi dilakukan dengan microwave sesuai perlakuan (3, 5, 7, 9, 11, 13) menit menggunakan power 300 watt. Selanjutkan dilakukan proses penyaringan menggunakan kertas Whatman No. 1. Kemudian filtrat dipekatkan memakai evaporator pada suhu 40oC, dan putaran 100 rpm hingga pelarut menguap dan ekstrak mengental.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah Rendemen (AOAC, 1990). Total fenol (Garcia et al., 2007). Total Flavonoid (Xu dan Chang, 2007). Total Tanin (Suhardi et al., 2011). Total Vitamin C (Vuong et al., 2014). IC50 (Khan et al., 2012).

Analisis Data

Data yang didapatkan dari  hasil

penelitian dianalisis menggunakan  sidik

ragam jika perlakuan berpengaruh terhadap variabel maka dilanjutkan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% menggunakan software SPSS Statistic 25 (Gomes, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Analisis ragam menunjukan jika waktu ekstraksi memberikan pengaruh signifikan (P<0,05) terhadap rendemen ekstrak daun belimbing wuluh. Berdasarkan Gambar 1. rendemen ekstrak daun belimbing berkisar antara 18,28% sampai 26,75%. P6 (waktu ekstraksi 13 menit) menghasilkan rendemen terendah 18,28%, sedangkan P2 (waktu ekstraksi 5 menit) menghasilkan rendemen tertinggi 26,75%.

Peningkatan waktu ekstraksi hingga 5 menit menyebabkan kenaikan jumlah rendemen, tetapi setelah 5 menit jumlah rendemen terjadi penurunan. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan waktu ekstraksi hingga 5 menit menyebabkan gelombang elektromagnetik mampu menembus bahan dan menstimulasi partikel-partikel bahan sehingga menghasilkan panas yang memacu kerusakan sel dan menyebabkan komponen bioaktif terekstrak dengan sempurna, tetapi peningkatan waktu ekstraksi hingga 13 menit menyebabkan panas yang berlebih sehingga komponen bioaktif menguap.

Gambar 1.

Grafik hubungan antara rendemen dengan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh pada metode MAE

Waitu Ekstraksi (menit)


Keterangan: Hasil rata-rata pengujian sampel yang diikuti dengan huruf yang berlainan menunjukan perlakuan berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5% (P<0,05)

Widyasanti et al., (2018) melaporkan semakin lama proses ekstraksi berlangsung menyebabkan suhu pada sistem semakin tinggi. Meningkatnya suhu menyebabkan pelarut pada sistem mengalami penguapan dan kehilangan massa. Utami (2009) melaporkan waktu ekstraksi yang lama dan melampaui batas optimal membuat senyawa target mengalami oksidasi.

Waktu ekstraksi daun belimbing wuluh 5 menit menggunakan metode MAE dapat menghasilkan rendemen lebih tinggi dan cepat dibandingkan dengan ekstraksi daun belimbing wuluh metode UAE pada penelitian Andriani et al., (2019) dengan waktu 20 menit, suhu 40oC dan pelarut etanol 96% yang menghasilkan rendemen sebesar 16,17%. Hal ini mengindikasikan bahwa metode MAE memerlukan durasi yang cepat untuk

mendapatkan jumlah rendemen yang lebih banyak.

Total Fenol

Analisis ragam menunjukan jika waktu ekstraksi memiliki pengaruh signifikan (P<0,05) terhadap total fenol ekstrak daun belimbing wuluh. Berdasarkan Gambar 2. total fenol ekstrak daun belimbing wuluh berkisar antara 568,52 mg GAE/g sampai 621,60 mg GAE/g. P6 (waktu ekstraksi 13 menit) menghasilkan total fenol terendah yaitu 568,52 mg GAE/g sedangkan P2 (waktu ekstraksi 5 menit) menghasilkan total fenol tertinggi yaitu 621,60 mg GAE/g. Semakin lama waktu ekstraksi hingga 5 menit menyebabkan kenaikan nilai total fenol, tetapi setelah 5 menit nilai total fenol akan mengalami penurunan.

Gambar 2.

Grafik hubungan antara total fenol dengan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh pada metode MAE


Keterangan: Hasil rata-rata pengujian sampel yang diikuti dengan huruf yang berlainan menunjukan perlakuan berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5% (P<0,05)

Hal ini terjadi karena waktu ekstraksi hingga 5 menit mengakibatkan kenaikan suhu yang disebabkan gelombang elektromagnetik menembus bahan dan mengeksitasi molekul bahan yang membuat dinding sel pecah sehingga senyawa fenol terekstrak dengan sempurna, namun peningkatan waktu ekstraksi hingga 13 menit mengakibatkan suhu semakin tinggi dimana senyawa fenol akan teroksidasi menjadi senyawa quinon dan selanjutnya membentuk radikal semiquinon yang bersifat sangat reaktif (Sugumaran et al., 2016).Sari et al., (2012) melaporkan ekstraksi senyawa fenol rumput laut Euceuma cottonii dengan metode MAE senyawa fenol mengalami penurunan pada menit 6 sampai menit 10. Koesnadi et al., (2021) juga melaporkan pada ekstraksi daun rambusa

mengguanakan metode MAE, senyawa polifenol mengalami penurunan mulai menit 5 sampai dengan menit 6.

Total fenol tertinggi dari penelitian ini waktu ekstraksi 5 menit, lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstraksi daun belimbing wuluh metode UAE pada penelitian Andriani et al., (2019) dengan waktu 20 menit, suhu 40oC dan pelarut etanol 96% yang menghasilkan total fenol 437,79 mg GAE/g. Hal ini mengindikasikan bahwa metode MAE memerlukan waktu yang singkat untuk menghasilkan total fenol yang lebih tinggi.

Total Flavonoid

Analisis ragam menunjukkan jika waktu ekstraksi memiliki pengaruh signifikan (P<0,05) terhadap total flavonoid ekstrak daun belimbing wuluh.

Gambar 3.

Grafik hubungan antara total flavonoid dengan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh pada metode MAE.


Keterangan: Hasil rata-rata pengujian sampel yang diikuti dengan huruf yang berlainan menunjukan perlakuan berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5% (P<0,05)

Berdasarkan Gambar 3. total flavonoid ekstrak daun belimbing wuluh berkisar antara 127,58 mg QE/g sampai 321,52 mg QE/g. P6 (waktu ekstraksi 13 menit) menghasilkan total flavonoid terendah yaitu 127,58 mg QE/g sedangkan P2 (waktu ekstraksi 5 menit) menghasilkan total flavonoid tertinggi yaitu 321,52 mg QE/g.

Kenaikan waktu ekstraksi hingga 5 menit menyebabkan kenaikan nilai total flavonoid tetapi setelah 5 menit nilai total flavonoid akan mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena waktu ekstraksi hingga 5 menit membuat suhu semakin meningkat karena lamanya radiasi gelombang elektromagnetik. Pemanasan dengan gelombang elektromagnetik mengakibatkan penguapan air intraseluler sehingga mengakibatkan tekanan dalam sel. Tekanan yang terjadi

membuat dinding sel menjadi pecah yang membuat senyawa target larut. Tetapi, waktu ekstraksi yang melewati waktu optimal menyebabkan senyawa flavonoid terdegradasi menjadi senyawa hidroksibenzoil dan hidroksibenzofuran (Chaaban et al., 2017). Ibrahim et al., (2015) melaporkan Senyawa flavonoid rentan terhadap suhu diatas 50°C, hal tersebut mengakibatkan pergantian struktur dan ekstrak yang didapatkan rendah.

Total flavonoid tertinggi dari penelitian ini waktu ekstraksi 5 menit, lebih rendah jika dibandingkan dengan ekstraksi daun belimbing wuluh metode UAE pada penelitian Andriani et al., (2019) dengan waktu 20 menit, suhu 40oC dan pelarut etanol 96% yang menghasilkan total flavonoid 393,00 mg QE/g.

Gambar 4.

Grafik hubungan antara total tanin dengan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh pada metode MAE.


Waktu Ekstraksi (menit)

Keterangan: Hasil rata-rata pengujian sampel yang diikuti dengan huruf yang berlainan menunjukan perlakuan berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5% (P<0,05)

Hal ini kemungkinan disebabkan gelombang elektromagnetik menghasilkan panas yang berlebih sehingga suhu pada metode MAE lebih tinggi dari suhu pada metode UAE yang mengakibatkan senyawa flavonoid mengalami degradasi. Syafarina et al., (2017) melaporkan flavonoid adalah senyawa yang mempunyai sifat gampang mengalami oksidasi dan rentan dengan suhu tinggi sehingga membuat kadar flavonoid pada sampel menurun.

Total Tanin

Analisis ragam menunjukan jika waktu ekstraksi memiliki pengaruh signifikan (P<0,05) terhadap total tanin ekstrak daun belimbing wuluh. Berdasarkan Gambar 4. total tanin ekstrak daun belimbing wuluh berkisar antara 165,49 mg TAE/g sampai

298,83 mg TAE/g. P6 (waktu ekstraksi 13 menit) menghasilkan total tanin terendah yaitu 165,49 mg TAE/g sedangkan P2 (waktu ekstraksi 5 menit) menghasilkan total tanin tertinggi yaitu 298,83 mg TAE/g.

Penambahan waktu ekstraksi hingga 5 menit menyebabkan kenaikan nilai total tanin tetapi setelah 5 menit nilai total tanin akan menurun. Peristiwa tersebut dapat terjadi karena semakin lama waktu ekstraksi hingga 5 menit dapat membuat suhu pada matriks semakin tinggi. Peningkatan suhu terjadi karena pelarut mampu untuk mengkonversi gelombang mikro membentuk energi panas yang membuat dinding sel mengalami degradasi sehingga senyawa mampu terekstrak dengan sempurna (Kamaluddin et al., 2014).

Gambar 5.

Grafik hubungan antara total vitamin C dengan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh pada metode MAE.

Keterangan: Hasil rata-rata pengujian sampel yang diikuti dengan huruf yang berlainan menunjukan perlakuan berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5% (P<0,05)


Peningkatan waktu ekstraksi hingga 13 menit menyebabkan suhu di dalam microwave semakin tinggi, sehingga senyawa tanin mengalami oksidasi menghasilkan produk akhir karbodioksida, karbonmonoksidan dan air (Xia et al., 2015). Hal itu disebabkan karena saat awal proses ekstraksi dilakukan senyawa tanin akan terdifusi dari bahan ke pelarut, setelah mencapai titik optimal senyawa tanin akan menurun karena senyawa tanin mengalami degradasi yang disebabkan oleh suhu di dalam microwave (Koesnadi et al., 2021).

Total tanin tertinggi dari penelitian ini waktu ekstraksi 5 menit, lebih rendah jika dibandingkan dengan ekstraksi daun belimbing wuluh metode UAE pada penelitian Andriani et al., (2019) dengan waktu 20 menit, suhu 40oC dan pelarut etanol 96% yang menghasilkan total tanin 402,27 mg TAE/g.

Hal tersebut terjadi karena senyawa tanin bersifat termolabil, dimana semakin lama waktu ekstraksi pada metode MAE gelombang elektromagnetik yang menembus bahan akan menghasilkan panas yang berlebih dan mendegradasi senyawa tanin. Mihra et al., (2018) melaporkan suhu dan waktu merupakan faktor penting dalam ekstraksi senyawa tanin. Suhu yang baik pada proses ekstraksi tanin adalah 70ᵒC. senyawa tanin gampang mengalami oksidasi pada suhu 98,89ºC – 101,67ᵒC.

Total Vitamin C

Analisis ragam menunjukkan jika waktu ekstraksi memiliki pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap total vitamin C ekstrak daun belimbing wuluh. Berdasarkan Gambar 5. total vitamin C ekstrak daun belimbing wuluh berkisar antara 427,05 mg AAE/g sampai 595,44 mg AAE/g. P6 (waktu

ekstraksi 13 menit) menghasilkan total vitamin C terendah yaitu 427,05 mg AAE/g sedangkan P2 (waktu ekstraksi 5 menit) menghasilkan total vitamin C tertinggi yaitu 595,44 mg AAE/g.

Waktu ekstraksi yang semakin bertambah sampai waktu ekstraksi 5 menit menyebabkan nilai total vitamin C akan meningkat, namun seiring lamanya waktu ekstraksi hingga 13 menit nilai total vitamin C akan menurun. Hal tersebut terjadi karena semakin lama durasi ekstraksi panas yang diberikan oleh gelombang elektromagnetik akan meningkat, dimana suhu yang terlalu tinggi mampu mengoksidasi vitamin C menjadi asam dihidroaskorbat (Herbig et al., 2017). Rui et al., (2008) melaporkan vitamin C dapat mengalami penurunan sebanyak 40 sampai 60% karena pemanasan dengan suhu 82 sampai 92ᵒC. Sunaryo (2015) melaporkan vitamin C adalah vitamin yang gampang mengalamai oksidasi dan penyebab vitamin C gampang teroksidasi adalah suhu.

Total vitamin C tertinggi dari penelitian ini waktu ekstraksi 5 menit, lebih tinggi dengan ekstrak daun buangit metode MAE yang dilakukan Krisanta et al., (2021) waktu ekstraksi 7 menit menghasilkan total vitamin C 93,42 mg AAE/g. Total vitamin C pada penelitian ini lebih tinggi dari ekstrak cair daun turi pada penelitian Masengi et al.,

(2020) dengan pelarut aseton 70% menghasilkan total vitamin C 0,45 mg AAE/g. Aktivitas Antioksidan Berdasarkan IC50

Analisis ragam menunjukkan jika waktu ekstraksi memiliki pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap nilai IC50 ekstrak daun belimbing wuluh. Berdasarkan Gambar 6. nilai IC50 ekstrak daun belimbing wuluh berkisar antara 58,31 ppm sampai 28,35 ppm. P6 (waktu ekstraksi 13 menit) menghasilkan nilai IC50 tertinggi yaitu 58,31 ppm sedangkan P2 (waktu ekstraksi 5 menit) menghasilkan nilai IC50 terendah yaitu 28,35 ppm. Dalam laporan Molyneux (2004), disebutkan bahwa suatu senyawa diklasifikasikan sebagai antioksidan yang sangat kuat jika nilai IC50 nya kurang dari 50 ppm. Aktivitas senyawa tersebut dikategorikan sebagai kuat jika nilai IC50 berada di kisaran 50-100 ppm, sedangkan jika nilai IC50 berada di kisaran 100-150 ppm, aktivitas senyawa tersebut dikategorikan sebagai sedang. Senyawa dikatakan memiliki aktivitas yang lemah jika nilai IC50 berada di kisaran 150-200 ppm. Nilai IC50 ekstrak daun belimbing wuluh termasuk antioksidan yang sangat kuat. Nilai IC50 meningkat seiring dengan bertambahnya waktu ekstraksi hingga 5 menit, namun setelah 5 menit nilai IC50 akan mengalami penurunan. Hal ini seiring dengan nilai total fenol, total flavonoid, total tanin dan total vitamin C.

Gambar 6.

Grafik hubungan antara IC50 dengan waktu ekstraksi daun belimbing wuluh pada metode MAE.


Keterangan: Hasil rata-rata pengujian sampel yang diikuti dengan huruf yang berlainan menunjukan perlakuan berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5% (P<0,05)

Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan senyawa antioksidan merupakan senyawa yang peka terhadap panas. Handayani et al., (2016) melaporkan panas yang berlebih menyebabkan suhu pada proses ekstraksi semakin tinggi dan membuat senyawa target mengalami kerusakan secara termal. Menurut Parwati et al., (2014) komponen tersebut bisa menjadi antioksidan karena dapat menangkal radikal bebas serta menghentikan proses yang mengarah pada pembentukan radikal bebas.

Nilai IC50 ekstrak daun belimbing wuluh waktu ekstraksi 5 menit dalam penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai IC50 ekstrak daun belimbing wuluh metode UAE, seperti yang dilakukan Andriani et al., (2019) dengan waktu 20 menit, suhu 40oC yang menghasilkan nilai IC50 25,74 ppm. Hal ini kemungkinan disebabkan suhu pada metode MAE lebih tinggi dari UAE atau

jenis senyawa antioksidan yang dihasilkan pada metode UAE memiiki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. Menurut Putranto et al., (2018) antioksidan sensitif terhadap panas, oleh karena itu durasi ekstraksi yang lama, terutama penggunaan panas sebagai penggerak, memiliki kecenderungan untuk merusak molekul yang berfungsi sebagai antioksidan.

KESIMPULAN

Waktu ekstraksi berpengaruh nyata terhadap rendemen, total fenol, total flavonoid, total tanin, total vitamin C dan IC50 ekstrak daun belimbing wuluh. Aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh tertinggi didapat pada waktu ekstraksi 5 menit dengan rendemen 26,75%, total fenol 621,60 mg GAE/g, total flavonoid 321,52 mg QE/g,

total tanin 298.83 mg TAE/g, total vitamin C 595.44 mg AAE/g dan IC50 28.35 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Q. U., Alhassan, A. M., Khatib, A., Shah, S. A. A., Hasan, M. M., & Sarian, M. N. (2018). Antiradical and Xanthine Oxidase Inhibitory Activity Evaluations of Averrhoa Bilimbi L. Leaves and Tentative Identification of Bioactive Constituents Through LC-QTOF-MS/MS and Molecular Docking Approach. Antioxidants, 7(10), 137. doi:10.3390/antiox7100137

Andriani, M., Permana, I. D. G. M., & Widarta, I. W. R. (2019). Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Aktivitas Antioksidan dengan Metode Ultrasonic Assisted Extraction (UAE). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan (ITEPA), 8(3), 330-340.

Ariem, F., Yamlean, P. V., & Lebang, J. S. (2020). Formulasi dan Uji Efektivitas Antioksidan Sediaan Krim Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Dengan Menggunakan Metode Dpph (1, 1-diphenyl-2-

picrylhydrazyl). Pharmacon, 9(4), 501-511.

Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 1990. Official Method of Analysis of Association Official Agriculture Chemist. Association of Official Analytical Chemists, Inc, Washington D.C

Astuti, S. (2012). Isoflavon Kedelai dan Potensinya Sebagai Penangkap Radikal Bebas. Jurnal Teknologi & Industri Hasil Pertanian, 13(2), 126-136.

Aziz, M. A., Rahman, S., Islam, M., & Begum, A. A. (2014). A Comparative Study on Antibacterial Activities and Cytotoxic Properteis of Various Leaves Extracts of Averrhoa bilimbi. International Journal of Pharmaceutical       Sciences       and

Research, 5(3),                        913.

http://dx.doi.org/10.13040/IJPSR.0975-8232.5(3).913-18

Chaaban, H., Ioannou, I., Chebil, L., Slimane, M., Gérardin, C., Paris, C., ... & Ghoul, M. (2017). Effect of heat processing on thermal stability and antioxidant activity of six

flavonoids. Journal of food processing and preservation, 41(5),                e13203.

https://doi.org/10.1111/jfpp.13203

Damayanti, A., Buchori, L., & Sulardjaka, S. (2021). Ekstraksi Antosianin Bunga Dadap Merah Menggunakan Metode MAE (Microwave Assisted Extraction). Indonesia Journal of Halal, 3(2), 100-105.

Garcia, C.A., G. Gavino., M.B. Mosqueda., P. Hevia and V.C. Gavino. (2007). Correlation Of Tocopherol, Tokotrienol, Γ-Oryzanol And Total Polyphenol Content In Rice Bran With Different Antioxidant Capacity Assays. Food Chemistry 102, 1228-1232.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. (1995). Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press. Jakarta

Handayani, H., Sriherfyna, F. H., & Yunianta, Y. (2016). Ekstraksi Antioksidan Daun Sirsak Metode Ultrasonic Bath (Kajian Rasio Bahan: Pelarut dan Lama Ekstraksi)[In Press Januari 2016]. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 4(1).

Hasim, H., Arifin, Y. Y., Andrianto, D., &

Faridah, D. N. (2019). Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (averrhoa bilimbi. L) Sebagai         Antioksidan         dan

Antiinflamasi. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 8(3), 86-93.

Hayati, E. K., Fasyah, A. G., & Sa`adah, L. (2010). Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.). Jurnal Kimia. 4(2). 193-200.

Herbig, A. L., & Renard, C. M. (2017). Factors that impact the stability of vitamin C at intermediate  temperatures in  a food

matrix. Food Chemistry, 220,   444-451.

https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2016.10. 012

Hidayat, P. A. N. P., Puspawati, G. A. K. D., & Yusasrini, N. L. A. (2022) Pengaruh Waktu dan Daya Microwave pada Metode Microwave Assisted Extraction (MAE) Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Pigmen Ekstrak Daun Ubi kayu (Manihot Utilissima Pohl.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan (ITEPA), 11 (1), 134-146.

Ibrahim, A.M., Yunita and H.S, Feronika. (2015). Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Sifat Kimia dan Fisik

Pada Pembuatan Minuman Sari Jahe Merah dengan Kombinasi Penambahan Madu Sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (2):530-541.

Isdiyanti, S. I., Kurniasari, L., & Maharani, F. (2021). Ekstraksi Flavonoid dari Daun Kersen    (Muntinga    calabura    L)

Menggunakan Pelarut Etanol dengan Metode MAE (Microwave Assisted Extraction) dan UAE         (Ultrasonic         Assisted

Extraction). Jurnal     Inovasi     Teknik

Kimia, 6(2), 105-109.

Jain, T., V. Jain, R. Pandey, A. Vyas dan S. Shukla. (2009). Microwave Assisted Extraction For Phytoconstituents – an overview. Asian Journal Research Chemistry 2: 19-25

Kamaluddin, M. H., Lutfi, M., & Hendrawan, Y. (2014). Analisa Pengaruh Microwave Assisted Extraction (MAE) Terhadap Ekstraksi Senyawa Antioksidan Catechin Pada Daun Teh Hijau (Camellia Sinensis)(Kajian Waktu Ekstraksi Dan Rasio Bahan:     Pelarut). Jurnal    Keteknikan

Pertanian Tropis dan Biosistem, 2(2).

Khan, R. A. (2012). Evaluation Of Flavonoids And Diverse Antioxidant Activities Of Sonchus Arvensis. Chemistry Central Journal, 6(1), 1-7.

Kiswandono, A. A. (2017). Perbandingan Dua Ekstraksi yang Berbeda pada Daun Kelor (Moringa   Oleifera,   Lamk)   Terhadap

Rendemen Ekstrak dan Senyawa Bioaktif yang Dihasilkan. Jurnal Sains Natural, 1(1), 53-60.

Koesnadi, E. A., Putra, I. N. K., & Wiadnyani, A.

S. (2021). Pengaruh Waktu Ektraksi Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Rambusa (Passiflora foetida L.) Menggunakan Metode Microwave Assisted Extraction (MAE). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan (ITEPA), 10(3), 357-366.

Krisanta, C. S., Yusasrini, N. L. A., & Putra, I. N. K. (2021). Pengaruh Konsentrasi Etanol Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Buangit (Cleome gynandra) Dengan Metode  Microwave

Assisted Extraction. Jurnal  Ilmu dan

Teknologi Pangan (ITEPA), 10(4), 690-701.

Langat, M. K. (2011). Chemical Constituents of East European Forest Species. Book of Extended Extracts, Kenya.

Masengi, J. M. G., Puspawati, G. A. K. D., & Wiadnyani, A. I. S. (2020). Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Cair Daun Turi (Sesbania grandiflora). Jurnal Itepa, 9(2), 242-250.

Mihra, M., Jura, M. R., & Ningsih, P. (2018). Analisis Kadar Tanin dalam Ekstrak Daun Mimba (azadirachta indica a. Juss) dengan Pelarut Air dan Etanol. Jurnal Akademika Kimia, 7(4), 179-184

Molyneux, P. (2004). The Use Of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Journal of Science Technology, 26(2), 211219.

Mutammimah, S., Supriyanto, S., & Mu’tamar, M. F. F. (2022). Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L) Dengan Metode Microwave Assisted Extraction. Rekayasa, 15(1), 21-28. https://doi.org/10.21107/rekayasa.v15i1.132 29

Parwati, N. K. F., Napitupulu, M., & Diah, A. W. M. (2014). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) Dengan 1, 1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH) Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Jurnal Akademika Kimia, 3(4), 206-213.

Pendit, P. A. C. D., Zubaidah, E., & Sriherfyna, F. H. (2016). Karakteristik Fisik-Kimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.)[in press januari 2016]. Jurnal pangan dan Agroindustri, 4(1).

Purnami, G. A. I., Puspawati, G. A. K. D., & Pratiwi, I. D. P. K. (2022). Pengaruh Jenis Pelarut dan Waktu Ekstraksi Pada Metode Microwave Assisted Extraction Terhadap Karakteristik Pewarna Ekstrak Kulit Buah Naga Kuning (Selenicereus megalanthus). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan (ITEPA), 11(2),309-323.

Putranto, A. W., Dewi, S. R., Izza, N. M., Yuneri, D. R., Dachi, M. Y. S., & Sumarlan, S. H. (2018). Ekstraksi Senyawa Fenolik Daun Kenikir (Cosmos caudatus) Menggunakan Microwave      Assisted      Extraction

(MAE). Rona Teknik Pertanian, 11(1), 5970.

Ramayani, S. L., Nugraheni, D. H.,  &

Wicaksono, A. R. E. (2021). Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Kadar Total Fenolik dan Kadar Total Flavonoid Daun Talas (Colocasia esculenta L.). Jurnal Farmasi (Journal of Pharmacy), 10(1), 1116.

Rui, M. S. C., Margarida, C. V and Cristina L. M. S. (2008). Effect  of Heat  and

Thermosonication Treatments on Watercress (Nasturtium officinale) Vitamin C Degradation Kinetics. Innovative Food Science and Emerging Technologies. 9: 483– 488.

https://doi.org/10.1016/j.ifset.2007.10.005

Sari, D.K., D.H. Wardhani dan A. Prasetyaningrum.    (2012).    Pengujian

Kandungan Total  Fenol Kappahycus

alvarezzi Dengan   Meetode Ekstraksi

Ultrasonik Dengan Variasi Suhu dan Waktu. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi ke 3. 1(1) : 40- 44.

Sugumaran, M. (2016). Reactivities of quinone methides versus o-quinones in catecholamine metabolism        and        eumelanin

biosynthesis. International Journal of Molecular      Sciences, 17(9),      1576.

https://doi.org/10.3390/ijms17091576

Suhardi. (1997). Analisis senyawa polifenol produk buah-buahan dan sayuran. Vol 3. Lab. Kimia-Biokimia Pengolahan Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sunaryo. (2015). Kimia Farmasi. (J. Manurung, Ed.) Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC.

Syafarina, M., Irham, T., Edyson. (2017). Perbedaan Total Flavonoid antara Tahapan Pengeringan Alami dan Buatan pada Ekstrak Daun Binjai (Mangifera caesia). Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Univ. Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Utami. (2009). Potensi daun alpukat (Persea Americana Mill) sebagai sumber antioksidan ekstrak kunyit. Jurnal ITEPA. 6(2) : 61-70

Vuong, Q.V., S. Hirun, T.L.K. Chen, C.D. Goldsmith, M.C. Bowyer, A.C. Chalmers, P.A. Phillips dan C.J. Scarlett. (2014). Physicochemical composition, antioxidant and anti-proliferative capacity of lilly pilly (Syzygium paniculatum) extract. Herbal Medicine. 4(3): 134-140.

Widyasanti, A., Aryadi, H., & Rohdiana, D. (2018). Pengaruh Perbedaan Lama Ekstraksi Teh Putih dengan Menggunakan Metode Microwave      Assisted      Extraction

(MAE). Jurnal Teknologi Pertanian Andalas, 22(2), 165-174.

Wijayakusuma, H and S, Dalimarta. (2006). Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Darah Tinggi, 45-46, Jakarta, Penebar Swadaya.

Xia, Z., Singh, A., Kiratitanavit, W., Mosurkal, R., Kumar, J., & Nagarajan, R. (2015).

Unraveling the mechanism of thermal and thermo-oxidative degradation of tannic acid. Thermochimica acta, 605,   77-85.

https://doi.org/10.1016/j.tca.2015.02.016

Xu, B.J. and S. K. C, Chang. 2007. A Comperative Study On Phenolic Profiles And Antioxidant Activities Of Legumes As Affected By Extraction Solvents. Journal of Food Science. 72(2):159-166

952