ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.6,JUNI, 2023


Diterima: 2023-02-03 Revisi: 2023-02-30 Accepted: 25-06-2023

PROFIL PASIEN AKNE VULGARIS DI POLIKLINIK DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PROF. DR. I.G.N.G NGOERAH DENPASAR, BALI PERIODE TAHUN 2019-2021

Yunita Primasari1*, IGAA Praharsini1

1Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah, Denpasar, Bali, Indonesia

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pendahuluan: Akne vulgaris adalah penyakit peradangan kronik dari unit pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodus dan kista. Akne vulgaris dapat menimbulkan permasalahan fisik dan psikososial sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat berimplikasi pada tatalaksana dan peningkatan kualitas hidup penderita akne vulgaris. Tujuan: Mengetahui prevalensi, sosiodemografi, derajat akne vulgaris dan tatalaksananya di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah selama Januari 2019 hingga Desember 2021. Metode: Rancangan penelitian deksriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder pada rekam medis. Hasil: Jumlah pasien berkunjung ke poliklinik sebanyak 15.616 pasien. Sebesar 1,87% pasien baru dengan diagnosis akne vulgaris dengan prevalensi 78,43% perempuan, 65,41% usia 10-30 tahun dan 82,87% pasien dengan derajat keparahan ringan. Berdasarkan tatalaksana, 100% pasien mendapat medikamentosa dan 64,38% pasien mendapat prosedur tindakan. Berdasarkan medikamentosa, 100% pasien mendapat tabir surya, disertai asam retinoat 46,57%, benzoil peroksida 2,05%, antibiotik topikal 2,05%, kombinasi asam retinoat dan benzoil peroksida 18,83%, kombinasi asam retinoat dan antibiotik topikal 15,41%, kombinasi asam retinoat, benzoil peroksida dan antibiotik topikal 15,06% dan antibiotik oral 16,78%. Berdasarkan prosedur tindakan, 53,42% pasien mendapat peeling kimia superfisial, 2,40% pasien mendapat injeksi kortikosteroid intralesi dan 8,56% pasien mendapat terapi berbasis cahaya. Kesimpulan: Prevalensi akne vulgaris sebesar 1,87%, sebagian besar terjadi pada perempuan, usia 10-30 tahun dengan derajat keparahan ringan. Tatalaksana yang diberikan meliputi terapi medikamentosa dan prosedur tindakan yang sudah sesuai dengan guideline tatalaksana akne vulgaris berdasarkan Indonesian Acne Expert Meeting (IAEM) 2015.

Kata kunci: akne vulgaris., medikamentosa., tindakan

ABSTRACT

Introduction: Acne vulgaris is a chronic inflammatory disease of pilosebaceous unit characterized by comedones, papules, pustules, nodules, and cysts. Acne vulgaris can cause physical and psychosocial problems so the results of this study are expected to affect the management and improvement of the quality of life of acne vulgaris patients. Objectives: To determine the prevalence, sociodemographic, degree of acne vulgaris and its management at the Dermatology and Venereology Polyclinic of Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Hospital during January 2019 to December 2021. Methods: Retrospective descriptive study design using secondary data in medical records. Results: 15,616 patients were visiting polyclinic. There were 1.87% patients with acne vulgaris, 78.43% were females, 65.41% 10-30 years old and 82.87% have mild severity. Based on the management, 100% patients received medication and 64.38% patients received procedures. Based on medication, 100% of patients received sunscreen, accompanied by retinoic acid 46.57%, benzoyl peroxide 2.05%, topical antibiotics 2.05%, combination retinoic acid and benzoyl peroxide 18.83%, combination retinoic acid and topical antibiotics 15.41%, combination retinoic acid, benzoyl peroxide and topical antibiotics 15.06% and oral antibiotics 16.78%. Based on the procedure, 53.42% patients received superficial chemical peeling, 2.40% patients received intralesional corticosteroid injection and 8.56% patients received light-based therapy. Conclusion: The prevalence of acne

vulgaris is 1.87%, mostly occurs in women, 10-30 years old with mild severity. The treatment provided includes medication and procedures that are suitable with the Indonesian Acne Expert Meeting (IAEM) guidelines.

Keywords: acne vulgaris., medication., procedure

PENDAHULUAN

Akne vulgaris merupakan penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya lesi polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus dan kista di tempat predileksi. Predileksi akne adalah di wajah, leher, bahu, lengan atas, dada atas dan punggung atas, meskipun akne dapat timbul di daerah lain yang mengandung kelenjar sebasea misalnya paha dan bokong.1,2

Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang banyak terjadi pada hampir 80%-100% populasi dan pada rentang umur dari bayi sampai orang tua, dengan prevalensi tertinggi pada remaja umur 16-19 tahun pada pria atau 1417 tahun pada wanita. Kasus akne vulgaris terdapat di seluruh dunia dengan berbagai faktor penyebab sebagai pencetus, misalnya genetik, ras, stres, diet, kosmetik, obat-obatan, tekanan fisik, dan kebiasaan merokok.1,2

Prevalensi akne vulgaris berbeda di setiap negara dan kelompok etnik. Pada studi dengan populasi remaja dan dewasa muda di Cina, ditemukan prevalensi akne vulgaris sebesar 33,7% pada perempuan usia 15-19 tahun.3 Sementara itu, pada studi dengan populasi mahasiswa kedokteran di Malaysia, ditemukan prevalensi akne sebesar 68,1%.4 Di Indonesia akne merupakan kasus ketiga terbanyak yang datang untuk berobat di RSUP dan RSUD.2

Akne vulgaris merupakan penyakit yang sangat sering terjadi. Sekitar 15-30% dari pasien akne membutuhkan terapi medis terkait dengan tingkat keparahan dan kondisi klinis yang dialami. Akne seringkali menyebabkan nyeri, disfigurasi, hingga menyebabkan jaringan parut. Jaringan parut pada pasien akne terjadi pada sekitar 2-7% dari populasi penderita akne vulgaris.5 Walaupun tidak tergolong ke dalam penyakit yang mengancam jiwa, namun akne vulgaris seringkali memberikan dampak psikologis dan psikososial serta mempengaruhi kualitas hidup seseorang, terutama bagi pasien berusia muda.6,7 Hingga saat ini, terdapat beberapa faktor yang diduga berkontribusi terhadap terbentuknya akne vulgaris yaitu peningkatan produksi sebum, hiperkeratinisasi folikular, kolonisasi dari bakteri kulit, dan terjadinya inflamasi. Patofisiologi dan terapi akne vulgaris terus berkembang setiap waktunya.7-9

Penelitian terhadap akne vulgaris dirasakan sangat penting karena diharapkan dapat berimplikasi pada tatalaksana dan peningkatan kualitas hidup penderita akne vulgaris. Hingga kini, data terbaru mengenai prevalensi akne vulgaris pada rumah sakit di Indonesia khususnya di Bali masih terbatas. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mempelajari profil epidemiologi pasien akne vulgaris di Poliklinik Dermatologi Venereologi di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar sebagai salah satu rumah sakit pendidikan di Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi, sosiodemografi dan derajat akne vulgaris di

Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah selama Januari 2019 hingga Desember 2021 dan untuk mengetahui bahwa guideline tatalaksana akne vulgaris berdasarkan Indonesian Acne Expert Meeting (IAEM) 2015 telah diterapkan di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah selama Januari 2019 hingga Desember 2021.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder pada rekam medis. Penelitian dilakukan dengan penelusuran data registrasi pasien akne vulgaris yang datang ke Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar, Bali pada bulan Januari 2019 hingga Desember 2021. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien laki-laki dan perempuan dengan akne vulgaris derajat ringan hingga berat yang datang ke Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar, Bali selama Januari 2019 hingga Desember 2021. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode non-random dengan cara total sampling. Variabel penelitian antara lain jenis kelamin, usia, derajat keparahan akne vulgaris, faktor risiko, terapi medikamentosa dan prosedur tindakan.

HASIL

Jumlah pasien di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah selama Januari 2019 hingga Desember 2021 sebanyak 15.616 pasien, dengan 292 (1,87%) pasien baru dengan diagnosis akne vulgaris. Penelitian ini dilakukan pada 292 subyek dengan akne vulgaris yang memiliki data rekam medis dari bulan Januari 2019 hingga Desember 2021. Adapun karakteristik subyek penelitian dijabarkan pada Tabel 1 dan Tabel 2 dibawah ini:

Tabel 1. Karakteristik pasien akne vulgaris berdasarkan jenis kelamin, usia, derajat keparahan dan faktor risiko

Karakteristik

Jumlah

%

Jenis Kelamin

Laki-laki

63

21,57%

Perempuan

229

78,43%

Usia

10-20 tahun

83

28,42%

21-30 tahun

108

36,99%

31-40 tahun

69

23,63%

41-50 tahun

26

8,90%

> 50 tahun

6

2,06%

Derajat Keparahan

Ringan

242

82,87%

Sedang

44

15,08%

Berat

6

2,05%

Faktor Risiko

Stres dalam 1 bulan terakhir

112

38,35%

Pola makan berbasis susu dan

82

28,08%

indeks glikemik yang tinggi

118

40,41%

Penggunaan produk kosmetik

28

9,58%

Penggunaan     kontrasepsi

hormonal

Riwayat akne vulgaris pada keluarga

70

23,97%

Tabel 2. Karakteristik pasien akne vulgaris berdasarkan talaksana

Terapi Medikamentosa

Tabir surya

292

100%

Asam Retinoat

136

46,57%

Benzoil Peroksida

6

2,05%

Antibiotik Topikal

6

2,05%

Asam  Retinoat  +  Benzoil

55

18,83%

Peroksida

Asam Retinoat + Antibiotik

45

15,41%

Topikal

Asam  Retinoat  +  Benzoil

44

15,06%

Peroksida + Antibiotik Topikal Antibiotik oral

49

16,78%

Prosedur Tindakan

Peeling    kimia    superfisial

156

53,42%

(chemical peeling)

Kortikosteroid intralesi

7

2,40%

Terapi berbasis cahaya (laser QS, SSR)

25

8,56%

Berdasarkan jenis kelamin, pasien akne vulgaris terdiri dari 229 (78,43%) perempuan pasien dan 63 (21,57%) laki-laki. Berdasarkan usia, 83 (28,42%) pasien berusia 10-20 tahun, 108 (36,99%) pasien berusia 21-30 tahun, 69 (23,63%) pasien berusia 31-40 tahun, 26 (8,90%) pasien berusia 41-50 tahun dan 6 (2,06%) pasien berusia di atas 50 tahun. Berdasarkan derajat keparahan akne vulgaris, 242 (82,87%%) pasien derajat ringan, 44 (15,08%) pasien derajat sedang dan 6 (2,05%) pasien derajat berat. Berdasarkan faktor risiko terjadinya akne vulgaris, 112 (38,35%) pasien mengalami stres dalam 1 bulan terakhir, 82 (28,08%) pasien memiliki pola makan berbasis susu dan indeks glikemik yang tinggi, 118 (40,41%) pasien memiliki riwayat penggunaan produk kosmetik, 28 (9,58%) pasien memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal dan 70 (23,97%) pasien memiliki riwayat akne vulgaris pada keluarga (Tabel 1).

Berdasarkan tatalaksana yang diberikan 292 (100%) pasien mendapat terapi medikamentosa dan 188 (64,38%) pasien mendapat terapi dengan prosedur tindakan. Berdasarkan terapi medikamentosa yang diberikan, 292 (100%) pasien menggunakan tabir surya sebagai fotoproteksi, 136 (46,57%) pasien mendapat terapi asam retinoat topikal, 6 (2,05%) pasien mendapat terapi benzoil peroksida topikal, 6 (2,05%) pasien mendapat terapi antibiotik topikal, 55 (18,83%) pasien mendapat terapi

kombinasi asam retinoat dan benzoil peroksida topikal, 45 (15,41%) pasien mendapat terapi kombinasi asam retinoat dan antibiotik topikal, 44 (15,06%) pasien mendapat terapi kombinasi asam retinoat, benzoil peroksida dan antibiotik topikal, dan 49 (16,78%) pasien mendapat terapi antibiotik oral. Berdasarkan prosedur tindakan yang diberikan, 156 (53,42%) pasien mendapat tindakan peeling kimia superfisial (chemical peeling), 7 (2,40%) pasien mendapat tindakan injeksi kortikosteroid intralesi dan 25 (8,56%) pasien mendapat terapi berbasis cahaya (Tabel 2).

PEMBAHASAN

Akne vulgaris merupakan penyakit peradangan kulit kronis pada unit pilosebasea dengan onset paling sering pada masa remaja awal. Gambaran klinis pada akne vulgaris meliputi lesi noninflamasi (komedo terbuka dan tertutup) dan lesi inflamasi (papul, pustul, nodul, dan kista). Akne vulgaris terutama terjadi pada daerah dengan kelenjar sebasea dan dapat juga terjadi pada seluruh wajah, leher, dada bagian atas, bahu, dan punggung, serta bervariasi dalam derajat keparahan berdasarkan jumlah serta ukuran unit pilosebasea.10,11 Akne vulgaris memiliki dampak psikososial yang signifikan dimana individu yang terkena memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami isolasi sosial, gangguan kecemasan, depresi, dan bahkan ide bunuh diri.12,13

Berdasarkan data dari studi Global Burden of Disease tahun 2013, akne vulgaris menyumbang 0,29% dari semua penyakit kulit, dan berkontribusi 1,79% terhadap beban penyakit secara global dengan berbagai faktor penyebab sebagai pencetus. Akne vulgaris menempati urutan kedua di antara kondisi dermatologis yang paling umum setelah dermatitis. Di Indonesia akne vulgaris merupakan kasus ketiga terbanyak yang datang untuk berobat di RSUP dan RSUD.2,14

Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kejadian akne vulgaris dipengaruhi oleh faktor demografi. Pada penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin, pasien akne vulgaris terdiri dari 78,43% perempuan dan 21,57% laki-laki. Berdasarkan usia, 83 (28,42%) pasien berusia 10-20 tahun, 108 (36,99%) pasien berusia 21-30 tahun, 69 (23,63%) pasien berusia 31-40 tahun, 26 (8,90%) pasien berusia 41-50 tahun dan 6 (2,06%) pasien berusia di atas 50 tahun. Prevalensi terbesar berada pada rentang usia 10-30 tahun yaitu 65,41%. Hasil ini sesuai dengan pustaka bahwa akne vulgaris terutama terjadi pada remaja dan dewasa muda (usia 12-25 tahun) dengan prevalensi sekitar 85%. Prevalensi akne vulgaris terutama pada remaja umur 16-19 tahun pada pria atau 14-17 tahun pada wanita 2,11 Timbulnya akne vulgaris biasanya berkorelasi dengan onset pubertas yaitu ketika produksi sebum meningkat. Insiden tertinggi terjadi pada remaja dan insiden yang relatif rendah pada anak pra-pubertas. Dengan tren peningkatan angka pubertas dini selama beberapa dekade terakhir, akne vulgaris dapat terjadi pada anak berusia 7 sampai 11 tahun. Setelah mencapai usia remaja akhir atau dewasa muda, tingkat

prevalensi akne vulgaris mengikuti tren penurunan dengan meningkatnya usia. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan tren hasil penelitian sebelumnya.12,15,16

Berdasarkan derajat keparahan akne vulgaris, 82,87% pasien derajat ringan, 15,08% pasien derajat sedang dan 2,05% pasien derajat berat. Berdasarkan pustaka, akne vulgaris derajat ringan terjadi pada sekitar 75-80% kasus sedangkan derajat sedang dan berat terjadi pada sekitar 1520% kasus.11

Berdasarkan faktor risiko terjadinya akne vulgaris, 38,35% pasien mengalami stres dalam 1 bulan terakhir, 28,08% pasien memiliki pola makan berbasis susu dan indeks glikemik yang tinggi, 40,41% pasien memiliki riwayat penggunaan produk kosmetik, 9,58% pasien memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal dan 23,97% pasien memiliki riwayat akne vulgaris pada keluarga. Beberapa faktor gaya hidup dan perubahan perilaku dapat menyebabkan seseorang lebih rentan mengalami akne vulgaris. Tingkat stres berkorelasi dengan kejadian dan keparahan akne vulgaris. Pasien dengan stres berkepanjangan berdasarkan skala stres yang digunakan berisiko empat kali lebih besar untuk mengalami akne vulgaris. Hubungan antara diet dan akne vulgaris masih menjadi kontroversi. Beberapa penelitian observasional pada beberapa kelompok etnis yang berbeda telah menemukan bahwa asupan susu, terutama susu skim, berhubungan positif dengan prevalensi dan keparahan akne vulgaris. Selain itu, penelitian prospektif menunjukkan terdapat korelasi positif antara diet yang memiliki indeks glikemik yang tinggi dan risiko akne vulgaris. Peningkatan penggunaan kosmetik juga dilaporkan sebagai faktor yang memperburuk dan mempengaruhi terjadinya akne vulgaris. Beberapa penelitian mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan hormon. Penggunaan kontrasepsi dan keteraturan menstruasi tidak berhubungan bermakna dengan prevalensi akne vulgaris akan tetapi status kehamilan dan onset pubertas dikaitkan dengan prevalensi akne vulgaris, dimana individu yang tidak pernah hamil dan pasca-pubertas memiliki risiko mengalami akne vulgaris yang lebih tinggi. Beberapa penelitian juga melaporkan dampak faktor genetik pada presentasi akne vulgaris. Riwayat akne vulgaris pada orang tua dikaitkan dengan peningkatan risiko akne vulgaris pada anak mereka. Peran dari predisposisi genetik dalam penyakit dengan patogenesis multifaktorial masih harus diteliti lebih lanjut. Jumlah, ukuran, dan aktivitas kelenjar sebasea dapat diwariskan. Gen yang ditemukan memiliki kemungkinan hubungan dengan akne vulgaris melalui penelitian asosiasi genome (GWAS) dan metode lain meliputi komponen yang mengkode jalur tumor growth factor-β, mediator dan regulator inflamasi serta regulator metabolisme androgen.12,13,15,16

Berdasarkan tatalaksana yang diberikan 100% pasien mendapat terapi medikamentosa dan 64,38% pasien mendapat terapi dengan prosedur tindakan. Berdasarkan terapi medikamentosa yang diberikan, semua pasien menggunakan tabir surya sebagai fotoproteksi, 46,57%

pasien mendapat terapi asam retinoat topikal, 2,05% pasien mendapat terapi benzoil peroksida topikal, 2,05% pasien mendapat terapi antibiotik topikal, 18,83% pasien mendapat terapi kombinasi asam retinoat dan benzoil peroksida topikal, 15,41% pasien mendapat terapi kombinasi asam retinoat dan antibiotik topikal, 15,06% pasien mendapat terapi kombinasi asam retinoat, benzoil peroksida dan antibiotik topikal, dan 16,78% pasien mendapat terapi antibiotik oral.

Tatalaksana akne vulgaris berdasarkan guideline Indonesian Acne Expert Meeting (IAEM) 2015 diberikan berdasarkan derajat keparahannya. Penggunaan obat topikal pada terapi akne derajat ringan umumnya ditujukan pada lesi dominan yang biasanya non inflamasi misalnya komedonal dan papular. Kadang terjadi lesi campuran dengan pustul. Pada keadaan-keadaan komedonal terapi lini pertama tetap asam retinoat, namun pada keadaan adanya lesi pustular terapi lini pertama ditambah dengan benzoil peroksida. Terapi lini kedua pada akne derajat ringan baik yang komedonal maupun yang kombinasi pustul adalah asam azelaik. Terapi lini ketiga pada akne komedonal maupun kombinasi adalah asam retinoat dan benzoil peroksida atau antibiotik topikal dengan pertimbangan meningkatkan konsentrasi atau frekuensi aplikasi obat. Setiap perubahan dipikirkan setelah terapi selama 6-8 minggu.2

Aktivitas asam retinoat topikal meliputi normalisasi keratinisasi folikel dan kohesi korneosit, sehingga membantu mengurangi komedo yang sudah ada dan mencegah pembentukan komedo yang baru. Asam retinoat topikal juga memiliki aktivitas antiinflamasi yang signifikan sehingga dapat digunakan sebagai monoterapi pada akne vulgaris dengan komponen inflamasi ringan dan komedonal. Selain itu, penggunaan kombinasi dengan asam retinoat topikal dapat meningkatkan efikasi benzoil peroksida dan antibiotik topikal dengan meningkatkan penetrasi obat tersebut ke dalam folikel pilosebasea. Benzoil peroksida adalah agen bakterisida ampuh yang mengurangi Cutibacterium acnes di dalam folikel. Benzoil peroksida juga memiliki sifat komedolitik ringan dan terutama efektif bila digunakan dalam kombinasi dengan terapi lain. Antibiotik topikal banyak digunakan untuk pengobatan akne vulgaris dan tersedia tunggal maupun dalam kombinasi dengan benzoil peroksida atau asam retinoat. Klindamisin dan eritromisin merupakan dua antibiotik topikal yang paling umum digunakan. Asam azelaik adalah asam dikarboksilat alami yang tersedia dalam krim topikal 20%, yang telah ditemukan efektif dalam mengobati akne inflamasi dan komedonal. Dengan menghambat pertumbuhan Cutibacterium acnes, asam azelaik dapat mengurangi peradangan. Asam azelaik juga memiliki aktivitas komedolitik.12,13

Prinsip terapi pada akne derajat sedang adalah memberikan terapi topikal dan terapi oral. Terapi topikal lini pertama adalah tetap asam retinoat, benzoil peroksida, dan antibiotik. Terapi lini kedua dan lini ketiga adalah asam

azelaik, asam salisilat, dan kortikosteroid intralesi. Terapi sistemik lini pertama adalah antibiotik oral doksisiklin. Terapi sistemik lini kedua dan ketiga adalah antibiotik lain. Terapi sistemik wanita hamil dan menyusui adalah eritromisin.2 Akne dengan inflamasi sedang hingga berat sering diobati dengan antibiotik turunan tetrasiklin oral, terutama doksisiklin dan minosiklin, dan makrolida seperti eritromisin dan azitromisin. Mekanisme utama dari antibiotik oral ini adalah menekan pertumbuhan Cutibacterium acnes, sehingga mengurangi inflamasi yang dimediasi bakteri.12,13

Terapi pada akne derajat berat adalah obat topikal dan sistemik. Terapi lini pertama topikal adalah antibiotik topikal. Terapi lini kedua dan ketiga topikal adalah asam azelaik, asam salisilat, dan kortikosteroid intralesi. Terapi lini pertama, kedua dan ketiga topikal pada wanita hamil atau menyusui adalah benzoil peroksida. Obat sistemik yang diberikan pada lini pertama adalah antibiotik (doksisiklin, azitromisin) dosis tinggi ditambah dengan kortikosteroid oral. Obat sistemik pada lini kedua adalah isotretinoin oral pada pria dewasa dan hormon oral pada wanita. Obat sistemik pada lini ketiga adalah isotretinoin oral pada wanita. Obat sistemik pada wanita hamil adalah eritromisin.2

Berdasarkan prosedur tindakan yang diberikan, 53,42% pasien mendapat tindakan peeling kimia superfisial (chemical peeling), 2,40% pasien mendapat tindakan injeksi kortikosteroid intralesi dan 8,56% pasien mendapat terapi berbasis cahaya. Berdasarkan pustaka, prosedur tindakan merupakan terapi tambahan yang dapat dilakukan bersamaan dengan terapi utama untuk mempercepat respon terapi. Jenis terapi tambahan yang diberikan yaitu perawatan kulit, peeling kimia (chemical peeling), injeksi kortikosteroid intralesi, terapi berbasis cahaya/laser, dan kosmeseutikal (Nicotinamide, ABA, Zinc PCA, dan tabir surya yang hipoalergenik dan non komedogenik). Rekomendasi pemilihan terapi tambahan adalah setelah inflamasi berhasil dikontrol.2 Peeling kimia dengan konsentrasi rendah bermanfaat untuk mengurangi komedo. Asam α-hidroksi (termasuk asam glikolat), asam salisilat, dan asam trikloroasetat adalah agen peeling kimia yang paling umum digunakan. Agen komedolitik yang larut dalam lemak ini bekerja dengan menurunkan kohesi korneosit pada pembukaan folikel dan membantu dalam ekstrusi sumbatan oleh komedo.12 Pada penelitian ini agen peeling kimia yang digunakan yaitu asam glikolat dan asam salisilat. Injeksi kortikosteroid intralesi (triamcinolone acetonide) 2–5 mg/ml dapat dengan cepat mengurangi nodul dan kista yang dalam dan meradang. Kista yang lebih besar mungkin memerlukan sayatan dan drainase sebelum injeksi.12,13

Setelah sembuh pasien dapat diberikan terapi rumatan yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan. Jenis terapi rumatan adalah perawatan kulit, asam retinoat topikal konsentrasi rendah (0,01%-0,025%) yang dinilai setiap enam bulan untuk diteruskan atau dihentikan, dan

kosmeseutikal (Nicotinamide, ABA, Zinc PCA).2 SIMPULAN

Prevalensi akne vulgaris di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah selama Januari 2019 hingga Desember 2021 adalah sebesar 1,87%, dan sebagian besar dengan derajat keparahan ringan. Prevalensinya lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki dengan kisaran usia 10-30 tahun. Tatalaksana yang diberikan meliputi terapi medikamentosa dan prosedur tindakan yang sudah sesuai dengan guideline tatalaksana akne vulgaris berdasarkan Indonesian Acne Expert Meeting (IAEM) 2015.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Xu H, Li H. Acne, the Skin Microbiome, and Antibiotic Treatment. American journal of clinical dermatology. 2019;20(3):335-44.

  • 2.    Wasitaatmadja SM, Arimuko A, Norawati L, Bernadette I, Legiawati L. Pedoman Tata Laksana Akne di Indonesia Edisi 2 Resume  Hasil

Indonesian Acne Expert Meeting 2015. Centra Communication : Jakarta. 2016

  • 3.    Shen Y, Wang T, Zhou C, Wang X, Ding X, Tian S, et al. Prevalence of acne vulgaris in Chinese adolescents and adults: a community-based study of 17,345 subjects in six cities. Acta dermato-venereologica. 2012;92(1):40-4.

  • 4.    Muthupalaniappen L, Tan HC, Puah JW, Apipi M, Sohaimi AE, Mahat NF, et al. Acne prevalence, severity and risk factors among medical students in Malaysia.      La      Clinica      terapeutica.

2014;165(4):187-92.

  • 5.    Zouboulis CC, Eady A, Philpott M, Goldsmith LA, Orfanos C, Cunliffe WC, et al. What is the pathogenesis of acne? Experimental dermatology. 2005;14(2):143-52.

  • 6.    Ramasamy S, Barnard E, Dawson TL, Jr., Li H. The role of the skin microbiota in acne pathophysiology. The British journal of dermatology. 2019;181(4):691-9.

  • 7.    O'Neill AM, Gallo RL. Host-microbiome interactions and recent progress into understanding the biology of acne vulgaris. Microbiome. 2018;6(1):177.

  • 8.    Dréno B, Dagnelie MA, Khammari A, Corvec S. The Skin Microbiome:  A New Actor in

Inflammatory Acne. American journal of clinical dermatology. 2020;21(Suppl 1):18-24.

  • 9.    Thiboutot D, Gollnick H, Bettoli V, Dréno B, Kang S, Leyden JJ, et al. New insights into the management of acne: an update from the Global Alliance to Improve Outcomes in Acne group. Journal of the American Academy of Dermatology. 2009;60(5 Suppl):S1-50.

  • 10.    Ramasamy S, Barnard E, Dawson TL, Li H. The role of the skin microbiota in acne pathophysiology. Br J Dermatol. 2019;181(4):691– 9.

  • 11.    Goh C, Cheng C, Agak G, Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, et al. Acne vulgaris. In: Kang S, Amagai M, Bruckne AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, et al., editors. Fitzpatrick’s Dermatology 9th ed. 9th editio. New York: McGraw-Hill; 2019. p. 1391–418.

  • 12.    Zaenglein AL, Thiboutot DM. Acne Vulgaris. In: Bolognia JL, Schaffer JV, Cerroni L, editors. Dermatology 4th ed. New York: Elsevier; 2018. p. 588-602.

  • 13.    Layton AM, Eady EA, Zouboulis CC. Acne. In: Burns, T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. editors. Rook’s Textbook of Dermatology.  9th

edition. 2016. p90.1-64.

  • 14.    Xu H, Li H. Acne, the Skin Microbiome, and Antibiotic Treatment. Am J Clin Dermatol. 2019;20(3):335–44.

  • 15.    Sachdeva M, Tan J, Lim J, Kim M, Nadeem I, Bismil R. The prevalence, risk factors, and psychosocial impacts of acne vulgaris in medical students: a literature review. International Journal of Dermatology. 2020.

  • 16.    Heng AHS, Chew FT. Systematic review of the epideiology of acne vulgaris. Scientific reports; 2020: 10:5754.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i6.P02

11