ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.3,MARET, 2023

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Diterima: 2023-01-21Revisi: 2023-02-10 Accepted: 25-03-2023

PENGARUH KONDISI BURNOUT DENGAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF (IPK) MAHASISWA JENJANG SARJANA DI MASA PEMBELAJARAN DALAM JARINGAN SELAMA PANDEMI COVID-19 PADA PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

I Gde Haryo Ganesha1, I Gusti Ayu Harry Sundariyati1, I Nyoman Bayu Andika Wiguna Sudewa2, I Nyoman Gede Narendra Yanakusuma2

  • 1.    Departemen Medical Education, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali

  • 2.    Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Burnout di kalangan mahasiswa kedokteran dapat menjadi pengaruh negatif terhadap kemampuan akademik. Dengan munculnya pandemi COVID-19, tidak menutup kemungkinan akan ada perubahan terhadap tingkat burnout mahasiswa dan kemampuan akademik karena paradigma pendidikan yang bergeser. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh burnout terhadap performa mahasiswa kedokteran berdasarkan indeks prestasi kumulatif selama pandemi COVID-19. Penelitian dilakukan dengan metode analitik cross-sectional pada mahasiswa kedokteran yang mengikuti pendidikan pada masa pandemi dan sebelum pandemi dengan menggunakan kuesioner Maslach Burnout Inventory-Student Survey (MBI-SS) serta hubungannya dengan indeks prestasi kumulatif (IPK). Hasil menunjukkan adanya peningkatan rata-rata IPK dari semester 4 (3,57) ke semester 6 (3,71) sebesesar 4,14%, sedangkan rata-rata skor MBI-SS mengalami penurunan dari semester 4 (51,30) ke semester 6 (48,27) sebesar 5,9%. Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari derajat burnout terhadap IPK, baik pada IPK semester 4 (p=0,31) dan semester 6 (p=0,092). Derajat burnout memiliki pengaruh signifikan terhadap IPK baik sebelum maupun saat pandemi.

Kata Kunci: Burnout, IPK, mahasiswa kedokteran, COVID-19

ABSTRACT

Burnout among medical students can be a negative influence on academic ability. With the emergence of the COVID-19 pandemic, it is possible that there will be changes to student burnout rates and academic abilities due to a shifting educational paradigm. This research was conducted to determine the effect of burnout on the performance of medical students based on the cumulative grade point average during the COVID-19 pandemic. The research was conducted using a cross-sectional analytical method on medical students who attended education during the pandemic and before the pandemic using the Maslach Burnout Inventory-Student Survey (MBI-SS) questionnaire and its relationship to the cumulative grade point index (GPA). The results showed that there was an increase in the average GPA from semester 4 (3,57) to semester 6 (3,71) by 4,14%, while the average MBI-SS score decreased from semester 4 (51,30) to semester 6 (48,27) of 5.9%. The results of the correlation analysis showed that there was a significant effect of the degree of burnout on GPA, both in semester 4 (p=0,31) and semester 6 (p=0,092). The degree of burnout had a significant effect on GPA both before and during the pandemic.

Keywords : Burnout, GPA, medical student, COVID-19

PENGARUH KONDISI BURNOUT DENGAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF (IPK) MAHASISWA JENJANG SARJANA… I Gde Haryo Ganesha1, I Gusti Ayu Harry Sundariyati1, I Nyoman Bayu Andika Wiguna Sudewa2, I Nyoman Gede Narendra Yanakusuma2

PENDAHULUAN

Dalam pendidikan kedokteran yang notabene memiliki demand akademik yang sangat tinggi, memiliki pengaruh negatif terhadap keadaan mental mahasiswanya. Pengaruh negatif tersebut tidak hanya berasal dari tekanan akademik saja, tetapi dapat muncul akibat tekanan sejawat, aktivitas sehari-hari, finansial, dan sebagainya. Pengaruh negatif terhadap mahasiswa kedokteran dapat menyebabkan munculnya perasaan tidak nyaman yang berlebih dan menguras kondisi emosional serta fisik individu, respon negatif, agresif, atau seklusif terhadap pekerjaannya, hingga penurunan perasaan mahasiswa mengenai kompetensi serta produktivitas dari kinerjanya. Hal ini dapat menjadi salah satu fenomena “kelelahan kerja” yang biasa disebut burnout.

Burnout pertama kali dijabarkan secara klinis oleh Herbert Freudenberger, PhD, yang mendapati tenaga kesehatan di tempat kerjanya memiliki semangat dan ambisi yang tinggi pada awal kerja, lalu perlahan menunjukkan penurunan motivasi serta performa dalam pekerjaannya, disertai dengan gambaran emosi negatif mengenai pekerjaan yang dijalankannya.1 Fenomena ini sering kali muncul sebagai salah satu faktor predisposisi menurunnya kinerja seseorang di berbagai bidang, termasuk dalam pendidikan kedokteran.

Terdapat beberapa faktor terjadinya burnout pada kalangan mahasiswa kedokteran. Barbosa dkk (2018) mengemukakan bahwa 12% dari mahasiswa kedokteran mengalami burnout dengan populasi perempuan memiliki angka kejadian yang lebih tinggi. Studi serupa yang dilakukan di Hong Kong menunjukkan bahwa 27,9% mahasiswa kedokteran mengalami burnout, dan kualitas tidur serta tingkat aktivitas fisik menjadi faktor yang memiliki hubungan dengan kejadian burnout.2

Proses pendidikan kedokteran saat ini juga terdampak oleh adanya pandemi COVID-19 yang per 11 Maret 2020 lalu telah berlangsung tepat 1 tahun. Adanya pandemi ini menyebabkan pergerseran paradigma dalam hampir seluruh aspek dalam kehidupan, termasuk pendidikan. Proses pendidikan mengalami penyesuaian dalam pelaksanaannya, baik dari penyampaian materi, diskusi, hingga evaluasi. Penyesuaian ini juga terjadi secara cepat dan mendadak.

Pendidikan kedokteran yang memiliki risiko menyebabkan terjadinya burnout pada mahasiswanya. Menurut Madigan dan Curran (2020), burnout memiliki hubungan negatif yang signifikan terhadap capaian akademik. Selain itu, ketiga dimensi dari burnout juga memiliki gambaran hubungan yang serupa. Selain itu, pandemi COVID-19 yang menyebabkan adanya perubahan dalam proses pendidikan memiliki dampak terhadap mahasiswanya. Adanya penutupan kuliah tatap muka dan perpindahannya ke metode daring akibat pandemi ini menyababkan mayoritas mahasiswa kedokteran merasa bahwa pandemi COVID-19 memiliki dampak negatif yang lebih dominan dibandingkan dengan dampak positif.3

BURNOUT

Burnout pertama kali dijabarkan secara klinis pada tahun 1970-an oleh Herbert Freudenberger, PhD, seorang psikologis yang menangani klien-klien dengan masalah penyalahgunaan obat-obatan. 1,4

Dalam International Classification of Diseases Revisi ke-10 (ICD-10), burnout diklasifikasikan di dalam “Factors influencing health status and contact with health services (Z00-Z99). Secara klinis, sindroma dari burnout dapat terjadi melalui proses yang progresif akibat penggunaan metode coping individu yang tidak efektf dalam konteks pekerjaan. Kegagalan mekanisme coping tersebutlah yang akan memicu munculnya gejala-gejala yang mengarah ke keadaan burnout.

Dalam proses penegakkan diagnosis burnout pada individu, selain melihat tanda dan gejala yang muncul, instrumen penilaian juga dapat digunakan. Terdapat beberapa instrumen yang dapat menilai burnout dengan mempertimbangkan dimensi-dimensi dari burnout. Salah satu instrumen penilaian burnout adalah Bergen Burnout Inventory (BBI) yang menilai tiga dimensi dari burnout, yaitu exhaustion di tempat kerja, cynicism mengenai nilai dari pekerjaan, serta sense of inadequacy di tempat kerja.5 Selain itu, terdapat juga Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) yang menilai dua dimensi dari burnout, yaitu exhaustion dan disengagement dari pekerjaan.6 Instrumen penilaian juga dapat menilai burnout dilihat dari satu dimensi saja; exhaustion, mengingat burnout yang dapat dilihat melalui pendekatan unidimensional. Instrumen-instrumen tersebut adalah Shirom-Melamed Burnout Questionnaire (SMBQ) yang membedakan exhaustion yang terjadi berasal dari fisik, emosional, atau kognitif7, Copenhagen Burnout Inventory (CBI) yang membedakan exhaustion berasal dari fisik atau psikologis.8

Instrumen diagnostik yang umum digunakan untuk menegakkan diagnosis burnout adalah Maslach Burnout Inventory (MBI).9 MBI merupakan instrumen yang berupa serangkaian pertanyaan yang dapat memberikan gambaran kondisi individu dilihat dari dimensi-dimensi burnout; exhaustion, cynicism, dan professional ineficacy.

MBI pada awalnya merupakan instrumen yang diperuntukan untuk tenaga kesehatan dan untuk individu yang bekerja di bidang kemanusiaan, karena burnout pada saat ini hanya identik di bidang tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, MBI mengalami penyesuaian ke bidang-bidang lain, menimbang munculnya studi-studi baru mengenai burnout di bidang lain. MBI kemudian dikembangkan untuk dapat digunakan ke populasi umum yang dapat digunakan untuk individu dengan okupasi apapun (MBI-GS atau MBI-General Survey).10

PENDIDIKAN MAHASISWA SARJANA KEDOKTERAN

Di Universitas Udayana, kurikulum pendidikan ditetapkan sesuai dengan Standar Kedokteran Indonesia

(SKDI) 2012, dan dibagi berdasarkan masalah/keluhan, penyakit, dan keterampilan klinis. Secara keseluruhan, ketiganya ditinjau dari sistem organ dan pembagian modul kurikulum dibagi berdasarkan pertimbangan tersebut. Modul kurikulum disusun dalam bentuk block-study.

Metode pembelajaran yang diberlakukan di Universitas Udayana meliputi problem-based learning (PBL), diskusi kelompok, simulasi, studi kasus, pembelajaran kolaboratif, pembelajaran berbasis proyek, pengalaman belajar klinik, pengalaman belajar lapangan, dan pembelajaran jarak jauh. Bentuk metode pembelajaran tersebut berupa kuliah interaktif, small group discussion (SGD), praktikum, pelatihan keterampilan klinik dasar, presentasi kasus, penelitian, serta bedside teaching. Berbagai metode dan bentuk pembelajaran tersebut dipilih untuk digunakan pada setiap tahap/ jenjang pendidikan di PSSKPD FK UNUD disesuaikan dengan karakteristik materi serta capaian pembelajaran yang akan dicapai.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam proses pendidikan, evaluasi harus dilakukan. Evaluasi akademik dilakukan untuk menentukan apakah tujuan dari pembelajaran telah tercapai, dimana tujuan pembelajaran adalah sasaran yang ingin dicapai pada akhir proses pembelajaran serta kompetensi yang harus dikuasai oleh individu

Berdasarkan Pedoman Kurikulum Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter tahun 2020 Universitas Udayana, penilaian pembelajaran adalah proses measuring dan grading capaian pembelajaran atau kompetensi. Measuring adalah penilaian pembelajaran dengan alat ukur, seperti soal-soal, rating-scale, dan alat ukur lainnya. Dari hasil penilaian tersebut akan menghasilkan skor. Setelah skor didapatkan, maka dilanjutkan dengan proses grading, dimana skor dikonversikan menjadi nilai mutu (A, B, C, D, E).

Pada jenjang sarjana, penilaian pembelajaran dilihat dari penilaian pembelajaran blok dengan komponen blok yang terdiri dari SGD, student project, e-learning activity, dan ujian blok, serta penilaian pembelajaran klinis yang terdiri dari basic clinical skill dan objective structured clinical examination (OSCE). Akumulasi dari penilaian pembelajaran tersebut akan menjadi nilai indeks prestasi (IP), yang mencerminkan capaian mahasiswa dalam masa studinya.

BURNOUT PADA MAHASISWA SARJANA KEDOKTERAN

Dalam proses pendidikan mahasiswa kedokteran di jenjang sarjana, mahasiswa mendapatkan berbagai tekanan yang berdampak pada kesehatan mental. Selain tekanan yang berhubungan dengan studinya, perasaan harus memenuhi kompetensi karena akan memiliki tanggung jawab yang besar di dunia kerja memberikan tekanan tambahan, terutama bidang pelayanan kesehatan yang notabene memiliki toleransi kesalahan yang sangat rendah.

Hal ini meningkatkan risiko terjadinya stres serta ansietas pada mahasiswa kedokeran.11

Pada modalitas pembelajaran tradisional yang bersifat teacher-centered, tingkat stres pada mahasiswa berkaitan erat dengan metode pembelajaran yang digunakan, serta beban kerja dan perasaan opresi, ditambah dengan rutinitas belajar.12 Modalitas pembelajaran lain, seperti problem-based learning (PBL) yang bersifat studentcentered, tingkat stres pada mahasiswa berkaitan dengan keraguan mahasiswa mengenai kemampuan yang didapatkan dari pembelajaran yang bersifat mandiri.13

Kejadian burnout di kalangan mahasiswa kedokteran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Studi yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran di Brazil menunjukkan bahwa 12% dari mahasiswa kedokteran mengalami burnout dengan populasi perempuan memiliki angka kejadian yang lebih tinggi.14 Studi serupa yang dilakukan di Hong Kong menunjukkan bahwa 27,9% mahasiswa kedokteran mengalami burnout, dan kualitas tidur serta tingkat aktivitas fisik menjadi faktor yang memiliki hubungan dengan kejadian burnout.(2) Penelitian yang dilakukan di Universitas Indonesia menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian burnout, akan tetapi, coping mechanism yang dimiliki oleh mahasiswa kedokteran memiliki dampak terhadap tingkat exhaustion serta cynicism.

CORONAVIRUS DISEASE-19

Coronavirus Disease-19 (COVID-19) merupakan penyakit menular yang saat ini dinyatakan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO) sejak 11 Maret 2020 lalu. Kasus COVID-19 pertama kali dilaporkan pada tanggal 31 Desember 2019 oleh WHO China Country Office. Kasus tersebut muncul di Kota Wuhan, Tiongkok. Pada mulanya, kasus ini dilaporkan sebagai kasus pneumonia dengan etiologi yang belum diketahui.15 Penemuan kasus ini ditetapkan sebagai Public Health Emergency of International Concern pada tanggal 30 Januari 2020.16,17

Manifestasi klinis yang terjadi pada kasus-kasus COVID-19 biasanya bersifat ringan dan terjadi secara bertahap. Pada beberapa kasus tidak memunculkan manifestasi klinis apapun. Manifestasi klinis yang umum terjadi menyerupai sindroma prodomal infeksi virus, seperti demam, malaise, batuk pilek, hidung tersumbat, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, diare.18–20 Pada beberapa kasus, juga dapat memunculkan manifestasi klinisi berupa anosmia.21 Akan tetapi, manifestasi klinis yang berat juga dapat terjadi, terutama pada kelompok rentan. Menurut Onder dkk (2020), kelompok usia lanjut serta kelompok dengan penyakit komorbid memiliki Case Fatality Rate (CFR) yang lebih tinggi. Pada kasus-kasus berat, dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis, syok septik, kegagalan fungsi organ, hingga kematian. Badai sitokin yang terjadi pada pasien-pasien

dengan COVID-19 memicu terjadinya respon inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada paru-paru.(17)

PENGARUH PANDEMI COVID-19 TERHADAP MAHASISWA KEDOKTERAN

Implementasi pembelajaran daring dalam pendidikan kedokteran sebenarnya bukan hal baru. Elearning merupakan salah satu modalitas pembelajaran yang sebelumnya sudah mulai diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Istilah e-learning merupakan istilah dengan konsep luas yang menyinggung program pendidikan melalui sistem elektronik.22 Walaupun dalam implementasi elearning di sistem pendidikan memiliki karakteristik yang mirip dengan metode pembelajaran tradisional, terdapat beberapa aspek unik. Kemampuannya dalam menjembatani edukasi, pelatihan, serta pembaharuan informasi di ruang lingkup institusi profesional Continuing Medical Education (CME) menyebabkan implementasi e-learning menjadi hal yang dianggap dapat secara efektif menjadi alternatif kuliah tatap muka.23

Metode pembelajaran daring memiliki keuntungan dan kerugiannya, baik untuk pelajar maupun pengajar. Dengan metode ini, akses pembelajaran dapat dilakukan secara mudah dan fleksibel dari segi waktu dan tempat. Pada konteksnya dalam pandemi COVID-19, metode pembelajaran ini dapat membatasi kontak langsung, sehingga dapat membantu mengendalikan penyebaran SARS-CoV-2. Akan tetapi, metode ini juga sangat bergantung pada kapabilitas pelajar ataupun pengajar untuk mengakses internet dan kemampuan dalam bernavigasi secara daring.24

Proses pembelajaran daring yang umumnya diimplementasikan sebelum masa pandemi di pendidikan kedokteran tidak sepenuhnya menggantikan metode pembelajaran konvensional, dimana komponen-komponen pembelajaran masih melibatkan tatap muka. Modalitas elearning umumnya menjadi suplementasi dari proses pembelajaran.25,26

Penelitian yang dilakukan di Polandia pada mahasiswa kedokteran yang melakukan proses pembelajaran sepenuhnya melalui daring menujukkan bahwa metode pembelajaran daring memiliki dampak positif dan negatif bagi mahasiswa kedokteran. Dengan metode ini, mahasiswa dapat dengan mudah mengakses modul pembelajaran dari rumah, mendapatkan kenyamanan, serta dapat belajar dengan laju kecepatan yang diinginkan. Akan tetapi, metode ini menyebabkan kurangnya interaksi dengan pasien, serta proses pembelajaran yang sangat bergantung pada fasilitas teknologi.24 Penelitian serupa di Arab Saudi juga menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran lebih memilih metode kuliah tatap muka dibandingkan dengan metode daring, walaupun nilai acceptance metode daring di kalangan mahasiswa kedokteran tergolong moderat.27

Menurut Crespo dkk (2020), salah satu dampak paling signifikan dari pandemi COVID-19 bagi mahasiswa

kedokteran adalah penutupan kuliah tatap muka dan perpindahannya ke metode daring. Pendidikan kedokteran merupakan salah satu bidang pendidikan yang tidak mungkin menghilangkan komponen tatap muka dalam proses pembelajarannya. Akan tetapi, pendidikan kedokteran tidak seluruhnya memerlukan tatap muka, sehingga pendidikan di masa pandemi masih dapat dilanjutkan. Crespo selanjutnya menuturkan bahwa dilihat dari segi kesehatan mental, mayoritas mahasiswa kedokteran merasa bahwa pandemi COVID-19 memiliki dampak negatif yang lebih dominan dibandingkan dengan dampak positif. Zheng dkk (2021), juga menuturkan bahwa stress yang dirasakan mahasiswa kedokteran akibat pandemi COVID-19 dapat memberikan dampak negatif dalam proses penentuan jenjang karir selanjutnya.

  • 1.    BAHAN DAN METODE

Metode penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik yang dilakukan dengan metode cross sectional. Pengumpulan data dalam penelitian ini hanya dilakukan pada satu saat tertentu saja Studi ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kondisi burnout dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa jenjang sarjana di masa pembelajaran dalam jaringan selama pandemi COVID-19 pada Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kampus Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Waktu yang digunakan untuk penelitian ini yakni bulan November 2021 hingga November 2022. Kegiatannya meliputi penyusunan proposal, pemilihan instrumen, pengambilan data, analisis data hingga penyelesaian laporan. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa jenjang sarjana yang sudah melewati semester IV dan VII pada masa Pandemi COVID-19 pada Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Jumlah minimum yang dibutuhkan sebesar 194 responden, dan untuk mengantisipasi adanya drop out karena terekslusi penelitian, maka jumlah sampel ditambah 10% dari jumlah sampel sehingga total sampel menjadi 215 responden. Namun untuk meminimalkan terjadinya bias, maka peneliti mengambil jumlah sampel dengan metode total sampling. Total jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 479 responden.

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa jenjang sarjana yang sudah melewati semester IV dan VII pada masa Pandemi COVID-19 pada Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Telah menandatangani lembar persetujuan penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini antara lain mahasiswa yang tidak mengumpulkan kuisioner penelitian dan Mahasiswa yang memeliki kelaianan jiwa atau penyakit psikiatri tertentu yang dilihat dari riwayat penyakit yang diderita.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kejadian burn out pada mahasiswa yang sudah melewati semester IV dan VII pada masa Pandemi COVID-19 pada jenjang sarjana Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah Indeks Prestasi Kumulatif pada mahasiswa yang sudah melewati semester IV dan VII pada masa Pandemi COVID-19 pada jenjang sarjana Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Instrument yang digunakan untuk mengukur burnout adalah Maslach Burnout Inventory-Student Survey (MBI-SS) yang diadopsi dari Laili dalam penelitiannya “Pengaruh kesejahteraan spiritual terhadap burnout pada Mahasiswa Pendidikan Dokter di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta”. Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan program Statistic Package for Social Sciences (SPSS) versi 22.0 secara univariat dan bivariat.

  • 2.    HASIL

Karakteristik Subjek Penelitian

Dari total populasi sebanyak 478 subjek, 276 diantaranya tidak memenuhi kriteria inklusi, menyisakan 202 subjek. Gambaran distribusi populasi penelitian dapat dilihat pada grafik 1 di bawah.

Tabel 1 Data Deskriptif IPK dan Skor MBISS

Variabel

2017 (n=85)

2019 (n=117)

Total (n=202)

IPK

Semester 4

Semester 6

3,51+0,26

3,77+0,21

3,61+0,27

3,67+0,31

3,56+0,28

3,71+0,28

Skor MBISS

Semester 4

Semester 6

54,04+26,36

46,91+26,38

49,31+22,91

49,26+25,04

51,30+24,47

48,27+25,58

Catatan: Nilai yang tercantum berupa Rerata + SB

Tabel 2 Distribusi Derajat Burnout

Derajat

Burnout

2017 (n=85)

2019 (n=117)

Semester

4 (%)

Semest er 6 (%)

Semester

4 (%)

Semeste r 6 (%)

Tidak burnout

0 (0)

1 (1,2)

0 (0)

0 (0)

Ringan

33 (38,8)

27

(31,8)

60 (51,3)

56 (47,9)

Sedang

49 (57,6)

57

(67,1)

52 (44,4)

57 (48,7)

Berat

3 (3,5)

0 (0)

5 (4,3)

4 (34)

Grafik 1 Distribusi Populasi Berdasarkan Kelompok Angkatan

■ Tidak Bumout       ■ Ring a⅛ (%)  ■ S edang       ■ Berat

(0 0%)

(46,0%)

I                                                  "     101 (50,0%)

(4 0%)

'                                                     83

(0,5%)

⅜       0               30               60               (41,1%)         120

(56,4%)

(2,0%)

Grafik 2 Distribusi Derajat Burnout Total Populasi

Variabel IPK

Pada total sampel, rata-rata IPK semester 4 dan 6 masing-masing adalah 3.56 (SD=0.28) dan 3.71 (SD=0.28). Apabila dilihat berdasarkan kelompok sampel, rata-rata IPK semester 4 angkatan 2017 lebih rendah dari pada angkatan 2019 (selisih rata-rata 0.10). Akan tetapi, rata-rata IPK semester 6 angkatan 2017 lebih tinggi dibandingkan dengan angkatan 2019 (selisih rata-rata 0.10).

Variabel Skor MBISS

Pada total sampel, rata-rata skor MBISS semester 4 dan 6 masing-masing adalah 51.30 (SD=24.47) dan 48.27 (SD=25.58). Apabila dilihat berdasarkan kelompok sampel, rata-rata skor MBISS semester 4 angkatan 2017 lebih tinggi dari pada angkatan 2019 (selisih rata-rata 4.73). Akan tetapi, rata-rata skor MBISS semester 6 angkatan 2017 lebih rendah dibandingkan dengan angkatan 2019 (selisih rata-rata 2.35).

Distribusi Derajat Burnout

Pada sampel ditemukan bahwa sampel yang tidak burnout hanya 1 sampel, yaitu pada kelompok angkatan 2017 semester 6. Pada kelompok ini juga tidak ditemukan sampel dengan burnout derajat berat. Secara umum, derajat sedang merupakan derajat burnout tersering pada semua kelompok sampel,

kecuali pada kelompok angkatan 2019 semester 4, dimana mayoritas dengan derajan ringan. Pada total sampel, ditemukan bahwa derajat burnout terbanyak adalah derajat sedang, diikut dengan derajat ringan, derajat berat, dan tidak burnout secara berurutan.

Singkatan: Smt., semester.


Tabel 3 Hasil Uji Kruskal-Wallis

IPK

P value

Chi-Square

2017

Smt. 4

0,651

0,858

Smt. 6

0,068

5,365

2019

Smt. 4

0,063

5,516

Smt. 6

0,236

2,887

Total

Smt. 4

0,31

6,951

Smt. 6

0,092

6,435

Tabel 4 Hasil Uji Mann-Whitney

Group ing Varia bel

2017 (n=85)

2019 (n=117)

Total (n=202)

Smt. 4 (P value)

Smt. 6 (P value)

Smt. 4 (P value)

Smt.

6 (P value

)

Smt.

4 (P value

)

Smt.

6 (P value

)

T-R

-

0,206

-

-

-

0,182

T-S

-

0,203

-

-

-

0,186

T-B

-

-

-

-

-

0,264

R-S

0,384

0,051

0,048

0,085

0,023

0,031

R-B

0,566

-

0,126

0,787

0,079

0,581

S-B

1,000

-

0,316

0,941

0,374

0,810

Catatan: Beberapa tingkat derajat burnout tidak ditemukan dalam kelompok populasi, ditandai dengan (-) pada kolom. Singkatan: T, tidak burnout; R, burnout derajat ringan; S, burnout derajat sedang; B, burnout derajat berat; Smt., semester.

Analisis Bivariat

Pada hasil tabulasi data, uji normalitas setelah dilakukan transformasi data bernilai p < 0,05, sehingga dilakukan uji korelasi nonparametrik. Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa hasil uji Kruskal-Wallis seluruh kelompok populasi pada selurus semester memiliki nilai p > 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh antara derajat burnout dengan IPK. Kemudian dari data tersebut dilakukan uji Mann-Whitney U pada masing-masing derajat burnout terhadap IPK masing-masing kelompok populasi. Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa pada kelompok angkatan 2017, p value masing-masing derajat burnout terhadap IPK pada semester 4 dan 6 bernilai > 0,05, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna. Pada kelompok angkatan 2019, p value derajat ringan-sedang pada semester 4 bernilai 0,048 (< 0,05), menunjukkan bahwa pada grouping variable ini tidak ditemukan perbedaan bermakna. Dari total populasi, p value derajat ringan-sedang pada semester 4 dan semester 6 bernilai <  0,05 (masing-masing 0,023 dan 0,031),

menunjukkan bahwa pada grouping variable ini tidak ditemukan perbedaan bermakna. Grouping variable lain menunjukkan p value >  0,05, menunjukkan adanya

perbedaan bermakna.

PEMBAHASAN

Maslach dan Leiter menjelaskan bahwa burnout adalah pengalaman psikologis yang melibatkan beberapa http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P11

aspek, seperti perasaan, tingkah laku, motif, dan ekspektasi. Burnout juga merupakan pengalaman negatif bagi individu yang mengalaminya, dimana hal tersebut menyangkut masalah, kesulitan, tekanan, ketidaknyamanan, disfungsi, serta konsekuensi negatif. Secara klinis, kumpulan gejala dari burnout dapat terjadi melalui proses yang bersifat progresif karena coping mechanism yang dimiliki oleh individu tidak efektf dalam menanggulangi perasaan tertekan. Kegagalan coping mechanism ini yang dapat memicu munculnya gejala-gejala yang berpotensi memyebabkan keadaan burnout.

Burnout adalah sindroma yang bersifat multifaktorial, yang juga dialami oleh mahasiswa kedokteran. Perbedaan metode pembelajaran antara pendidikan sekolah elementer dan pendidikan tinggi, terutama di pendidikan kedokteran, menyebabkan lebih banyak terjadinya stres dan ansietas. Dalam pendidikan mahasiswa kedokteran di jenjang sarjana, mahasiswa berpotensi terpapar berbagai bentuk tekanan yang dapat memberikan dampak terhadap kesehatan mentalnya. Selain tekanan yang berhubungan dengan studi, perasaan tanggung jawab yang berhubungan dengan keharus memenuhi kompetensi karena akan memiliki workload yang besar saat bekerja nantinya akan memberikan tekanan tambahan, terutama bidang pelayanan kesehatan yang sejatinya memiliki toleransi kesalahan yang sangat rendah. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya stres serta ansietas pada mahasiswa kedokeran.11,28,29

Kami menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari derajat burnout mahasiswa tingkat sarjana terhadap IPK. Hal ini mendukung temuan pada penelitian yang dilakukan sebelumnya, dimana academic burnout memiliki korelasi negatif terhadap performa akademik.30 Pekrun dkk menyebutkan bahwa perasaan bahagia dan penuh harapan memiliki hubungan dengan capaian akademik yang lebih tinggi, dan sebaliknya, perasaan putus asa dan kebosanan memiliki hubungan dengan capaian akademik yang lebih rendah. Studi meta-analisis dari lebih dari 100.000 siswa dan mahasiswa menunjukkan bahwa burnout menyebabkan perburukan dari capaian akademik di seluruh jenjang pendidikan.31

Pandemi COVID-19 yang terjadi menyebabkan adanya perubahan paradigma pendidikan kedokteran menjadi sebagian besar atau bahkan seluruhnya menjadi daring.32 Metode pembelajaran daring memiliki keuntungan dan kerugiannya, baik untuk pelajar maupun pengajar. Dengan metode ini, akses pembelajaran dapat dilakukan secara mudah dan fleksibel dari segi waktu dan tempat. Pada konteksnya dalam pandemi COVID-19, metode pembelajaran ini dapat membatasi kontak langsung, sehingga dapat membantu mengendalikan penyebaran SARS-CoV-2. Akan tetapi, metode ini juga sangat bergantung pada kapabilitas pelajar ataupun pengajar untuk mengakses internet dan kemampuan dalam bernavigasi secara daring.24

Kami menemukan bahwa kejadian mahasiswa dengan burnout derajat berat pada kelompok mahasiswa yang melewati masa pendidikan sebelum pandemi lebih rendah bila dibandingkan dengan mahasiswa yang melewati masa pendidikan setelah pandemi. Akan tetapi, terdapat penurunan kejadian burnout derajat ringan dan peningkatan kejadian burnout derajat sedang.

Firdaus dkk mengemukakkan bahwa metode pembelajaran daring saat pandemi dapat meningkatkan tingkat stres mahasiswa kedokteran yang sudah ada sebelumnya akibat kemungkinan adanya kesenjangan aksesibilitas pembelajaran dan pemberian tugas tanpa adanya perhatian kognitif, afektif, maupun psikomotor. Proses pembelajaran daring yang umumnya diimplementasikan sebelum masa pandemi di pendidikan kedokteran tidak sepenuhnya menggantikan metode pembelajaran konvensional, dimana komponen-komponen pembelajaran masih melibatkan tatap muka. Modalitas elearning umumnya menjadi suplementasi dari proses pembelajaran.25,26 Akan tetapi, pandemi yang terjadi mengharuskan proses pembelajaran dilakukan sepenuhnya secara daring. Perubahan ini membawa pengaruh tersendiri bagi mahasiswa kedokteran.

Penelitian yang dilakukan di Polandia pada mahasiswa kedokteran yang melakukan proses pembelajaran sepenuhnya melalui daring menujukkan bahwa metode pembelajaran daring memiliki dampak positif dan negatif bagi mahasiswa kedokteran. Dengan metode ini, mahasiswa dapat dengan mudah mengakses modul pembelajaran dari rumah, mendapatkan kenyamanan, serta dapat belajar dengan laju kecepatan yang diinginkan. Akan tetapi, metode ini menyebabkan kurangnya interaksi dengan pasien, serta proses pembelajaran yang sangat bergantung pada fasilitas teknologi.24 Penelitian serupa di Arab Saudi juga menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran lebih memilih metode kuliah tatap muka dibandingkan dengan metode daring, walaupun nilai acceptance metode daring di kalangan mahasiswa kedokteran tergolong moderat.27 Hal ini dapat menjelaskan adanya mixed result dari derajat burnout mahasiswa sebelum dan sesudah mulainya pandemi.

  • 3.    SIMPULAN DAN SARAN

Pada keseluruan populasi mahasiswa dalam penelitian ini, rata-rata IPK adalah 3,56 + 0,28 pada saat sebelum pandemi dan 3,71 + 0,28 pada saat sudah pandemi. Mayoritas dari mereka mengalami burnout derajat sedang baik sebelum dan sesudah pandemi, dengan adanya peningkatan kejadian burnout derajat sedang dan penurunan burnout derajat berat.

Pada populasi mahasiswa angkatan 2017, rata-rata IPK adalah 3,51 + 0,26 pada saat sebelum pandemi dan 3,77 + 0,21 pada saat sudah pandemi. Mayoritas dari mereka mengalami burnout derajat sedang baik sebelum dan sesudah pandemi, dengan adanya peningkatan kejadian burnout derajat sedang dan penurunan burnout derajat berat.

Pada populasi mahasiswa angkatan 2019, rata-rata IPK adalah 3,61 + 0,27 pada saat sebelum pandemi dan 3,67 + 0,31 pada saat sudah pandemi. Mayoritas dari mereka mengalami burnout derajat ringan saat sebelum pandemi dan sedang saat sesudah pandemi, dengan adanya peningkatan kejadian burnout derajat sedang dan penurunan burnout derajat berat.

Derajat burnout yang dialami oleh mahasiswa pada penelitian ini berhubungan secara signifikan terhadap IPK baik sebelum adanya pandemi maupun sesudah terjadinya pandemi.

Kami menyadari bahwa penelitian ini tidak luput dari keterbatasan. Pada penelitian ini, kami tidak menelaah lebih jauh mengenai komponen-komponen dari burnout itu sendiri. Kami juga tidak memperhitungkan faktor-faktor di luar dari burnout yang mungkin berpotensi mempengaruhi IPK, seperti keadaan finansial, permasalahan personal, dan sebagainya. Diharapkan pada penelitian yang akan dilakukan selanjutnya dapat mempertimbangkan aspek-aspek yang tidak tercakup dalam penelitian ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh responden yang berkenan menjadi subjek penelitian ini. Kami berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkenan dalam memberikan bantuan dalam penelitian ini. Kami juga berterima kasih kepada saudara dan keluarga yang telah mendukung sepenuh hati untuk penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.      Freudenberger HJ. Staff Burnout. J Soc Issues.

1974;30:159–65.

  • 2.     Lee KP, Yeung N, Wong C, Yip B, Luk LHF,

Wong S. Prevalence of medical students’ burnout and its associated demographics and lifestyle factors in Hong Kong. PLoS One. 2020;15(7):e0235154.

  • 3.     de Andres Crespo M, Claireaux H, Handa AI.

Medical students and COVID-19: lessons learnt from the 2020 pandemic. Postgrad Med J. 2021;97(1146):209–10.

  • 4.     Eckleberry-Hunt J, Kirkpatrick H, Barbera T. The

problems with burnout research. Acad Med. 2018;93(3):367–70.

  • 5.    FeLDT T, RANTANeN J, HYVÖNeN K,

Mäkikangas A, Huhtala M, Pihlajasaari P, et al. The 9-item Bergen Burnout Inventory: Factorial validity across organizations and measurements of longitudinal data. Ind Health. 2014;52(2):102–12.

  • 6.     Halbesleben JRB, Demerouti E. The construct

validity of an alternative measure of burnout: Investigating the English translation of the Oldenburg Burnout Inventory. Work Stress. 2005;19(3):208–20.

  • 7.     Toker S, Shirom A, Shapira I, Berliner S, Melamed

S. The association between burnout, depression,

anxiety, and inflammation biomarkers: C-reactive protein and fibrinogen in men and women. J Occup 21. Health Psychol. 2005;10(4):344.

  • 8.     Kristensen TS, Borritz M, Villadsen E, Christensen

KB. The Copenhagen Burnout Inventory: A new tool for the assessment of burnout. Work Stress. 22. 2005;19(3):192-207.

  • 9.     Maslach, C., Jackson, S. E., & Leiter MP. Maslach

Burnout Inventory Manual (3rd ed.). Mountain 23. View, CA: CPP, Inc.; 1996.

  • 10.    Maslach C LM. The Handbook of Stress and

Health: A Guide to Research and Practice. Ed ke-1 24. Jo. 2017. 108 p.

  • 11.    Almeida G de C, Souza HR de, Almeida PC de,

Almeida B de C, Almeida GH. The prevalence of burnout syndrome in medical students. Arch Clin Psychiatry (Sao Paulo). 2016;43:6-10.                 25.

  • 12.    Moffat KJ, McConnachie A, Ross S, Morrison JM.

First year medical student stress and coping in a problembased learning medical curriculum. Med 26. Educ. 2004;38(5):482-91.

  • 13.    Heinen I, Bullinger M, Kocalevent R-D. Perceived

stress in first year medical students-associations with personal resources and emotional distress. 27. BMC Med Educ. 2017;17(1):1-14.

  • 14.    Barbosa ML, Ferreira BLR, Vargas TN, da Silva

GMN, Nardi AE, Machado S, et al. Burnout prevalence and associated factors among Brazilian medical students. Clin Pract Epidemiol Ment Heal CP EMH. 2018;14:188.                            28.

  • 15.    Li Q, Guan X, Wu P, Wang X, Zhou L, Tong Y, et

al. Early transmission dynamics in Wuhan, China, of novel coronavirus-infected pneumonia. N Engl J 29. Med. 2020;

  • 16.    WHO.     ICD-10:     International     statistical

classification of diseases and related health problems. 2011;                                      30.

  • 17.   Tsang HF, Chan LWC, Cho WCS, Yu ACS, Yim

AKY, Chan AKC, et al. An update on COVID-19 pandemic:   the epidemiology, pathogenesis,

prevention and treatment strategies. Expert Rev Anti Infect Ther. 2021;19(7):877-88.                        31.

  • 18.    Jin Y, Yang H, Ji W, Wu W, Chen S, Zhang W, et

al. Virology, epidemiology, pathogenesis, and control of COVID-19. Viruses. 2020;12(4):372.

  • 19.    Zhang J, Dong X, Cao Y, Yuan Y, Yang Y, Yan Y, 32.

et al. Clinical characteristics of 140 patients infected with SARSCoV2 in Wuhan, China. Allergy. 2020;75(7):1730-41.

  • 20.    Centers for Disease Control and Prevention.


Symptom and diagnosis. 2020;

Spinato G, Fabbris C, Polesel J, Cazzador D, Borsetto D, Hopkins C, et al. Alterations in smell or taste in mildly symptomatic outpatients with SARS-CoV-2 infection. Jama. 2020;323(20):2089-90.

Clark, R. C., & Mayer RE. E-Learning and the Science of Instruction: Proven Guidelines for Consumers and Designers of Multimedia Learning. Cobb SC. Internet continuing education for health care professionals: an integrative review. J Contin Educ Health Prof. 2004;24(3):171-80.

B⅞czek M, Zaganczyk-B⅞czek M, Szpringer M, Jaroszynski A, Wozakowska-Kaplon B. Students’ perception of online learning during the COVID-19 pandemic:  a survey study of Polish medical

students. Medicine (Baltimore). 2021;100(7).

Blissitt AM. Blended learning versus traditional lecture in introductory nursing pathophysiology courses. J Nurs Educ. 2016;55(4):227-30.

Sadeghi R, Sedaghat MM, Ahmadi FS. Comparison of the effect of lecture and blended teaching methods on students’ learning and satisfaction. J Adv Med Educ Prof. 2014;2(4):146.

Ibrahim NK, Al Raddadi R, AlDarmasi M, Al Ghamdi A, Gaddoury M, AlBar HM, et al. Medical students’ acceptance and perceptions of e-learning during the Covid-19 closure time in King Abdulaziz University, Jeddah. J Infect Public Health. 2021;14(1):17-23.

Dyrbye L, Shanafelt T. A narrative review on burnout experienced by medical students and residents. Med Educ. 2016;50(1):132-49.

Shanafelt TD, Dyrbye LN, West CP, Sinsky CA. Potential impact of burnout on the US physician workforce. In: Mayo Clinic Proceedings. Elsevier; 2016. p. 1667-8.

Ghadampour E, Farhadi A, Naghibeiranvand F. The relationship among academic burnout, academic engagement and performance of students of Lorestan University of Medical Sciences. Res Med Educ. 2016;8(2):60-8.

Madigan DJ, Curran T. Does burnout affect academic achievement? A meta-analysis of over 100,000 students. Educ Psychol Rev. 2021;33(2):387-405.

Murphy MPA. COVID-19 and emergency eLearning: Consequences of the securitization of higher education for post-pandemic pedagogy. Contemp Secur Policy. 2020;41(3):492-505.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P11

73