SURGICAL CLOSURE PADA DEFEK SEKAT ATRIUM USIA DEWASA: SEBUAH LAPORAN KASUS

Pande Ayu Naya Kasih Permatananda Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Abstrak

Defek Sekat Atrium merupakan penyakit jantung kongenital yang sering ditemukan pada usia dewasa, namun insidennya secara pasti sukar ditentukan karena penyakit ini cenderung tidak bergejala dan sukar ditemukan dengan pemeriksaan fisik standar. Pada kasus ini dilaporkan seorang wanita berusia 27 tahun dengan diagnosis defek sekat atrium tipe II dengan ukuran defek sebesar 36,5 mm pada echocardiografi. Pada pasien ini dilakukan surgical closure untuk menutup defek pada atrium dan mencegah komplikasi jangka panjang. Tindakan ini diawali dengan sternotomy dan dilakukan cardiopulmonary baypass di mana jantung diistirahatkan dengan menggunakan larutan cardioplegic dan defek kemudian ditutup secara langsung dengan penjahitan tipe continuos. Selama masa perawatan post operasi, hemodinamik pasien dinyatakan stabil, tidak ditemukan tanda aritmia maupun kebocoran, luka operasi pun terawat dengan baik.

Kata kunci: surgical closure, defek sekat atrium, usia dewasa

SURGICAL CLOSURE FOR ATRIAL SEPTAL DEFECT IN ADULT: A CASE REPORT

Abstract

Atrial Septal Defect is a congenital heart disease that can be found in adolescence, the incidence is difficult to be defined because this case is prone to be asymptomatic. In this case is reported a female patient 27 years old with diagnose Atrial Septal Defect type II with diameter 36,5 mm by echocardiography. Surgical Closure was done in this patient to close the defect and build long term prevention of complication. In this procedure, sternotomy and cardiopulmonary bypass is done first and the heart will be arrested by cardioplegic solution, then the defect can be closed directly by continuos suture. During rehabilitation period post surgical, patient has good hemodinamic status, didn’t find any sign of aritmia or recurrent shunt, and the surgical wound was healed.

Keywords: surgical closure, atrial septal defect, adult

PENDAHULUAN

Setiap lubang pada sekat atrium yang menyebabkan adanya hubungan antara atrium kanan dan kiri disebut dengan Defek Sekat AtriumI. Penyakit Defek Sekat Atrium terhitung sebanyak 10% dari seluruh penyakit jantung kongenital dan berkisar antara 22-40% penyakit jantung kongenital pada usia dewasa, tipe terbanyak adalah ostium secundum dengan 60-70% kasus.

Kasus ini lebih banyak menimpa kaum wanita dengan rasio 2:1 dibandingkan dengan kaum laki-laki2. Insiden penyakit ini secara pasti sukar ditentukan karena penyakit ini cukup sulit terdeteksi karena bising jantungnya yang tidak mudah didengar dan lebih sering asimptomatis1. Sebagian besar pasien yang mengidap penyakit ini memang tidak bergejala, tapi beberapa menunjukkan gejala mudah lelah dan sesak saat beraktivitas. Gejala yang nyata membutuhkan waktu 30-40 tahun untuk muncul dan berkembang.

Berdasarkan variasi kelainan anatominya, defek sekat atrium dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu

defek sekat atrium tipe primum (tipe 1) dan defek sekat atrium tipe sekundum (tipe 2). Defek sekat atrium tipe 1 disebabkan oleh defek yang terjadi pada septum primum yang gagal berkembang mencapai bantalan endokardium, terkadang pula bantalan endokardium itu sendiri yang gagal berkembang sehingga ostium primum akan tetap terbuka, defek tipe ini hanya sekitar 30% dari seluruh defek sekat atrium. Defek sekat atrium tipe sekundum (tipe 2) merupakan defek sekat atrium yang paling sering terjadi terhitung 70% dari kasus defek sekat atrium, tipe ini terbagi menjadi beberapa tipe berdasar lokasi defek, seperti defek pada fossa ovalis yang paling sering terjadi akibat patensi foramen ovale yang memungkinkan darah mengalir dari atrium kanan dan kiri, sedangkan defek tipe sinus venosus vena cana superior dan inferior merupakan tipe defek yang sangat jarang terjadi.1

Defek Sekat Atrium adalah kelainan yang membutuhkan terapi pembedahan ataupun melalui kateterisasi. Ketika seseorang ditemukan memiliki defek pada sekat

atrium, harus segera ditentukan apakah defek itu harus diperbaiki atau tidak. Angka mortalitas pada terapi pembedahan sangat rendah ketika prosedur ini dilakukan sebelum seseorang memiliki hipertensi pulmonal yang signifikan3. Keputusan untuk memperbaiki segala tipe defek sekat atrium adalah berdasarkan pemeriksaan klinis dan informasi dari echocardiografi, termasuk ukuran dan lokasi dari defek sekat atrium, berat dan gejala hemodinamik yang timbul akibat left to right shunt, dan adanya serta derajat hipertensi arteri pulmmonalnya. Umumnya, pembedahan bersifat elektif dan ditujukan untuk semua kasus defek sekat atrium dengan adanya pembesaran ventrikel kanan atau shunt yang signifikan. Pada anak-anak, penutupan spontan defek sekat atrium tipe sekundum dapat terjadi, namun pada dewasa, penutupan spontan jarang terjadi.1 Pasien dengan defek sekat atrium yang tidak mengalami penutupan spontan akan dimonitor secara periodik sebelum disarankan untuk dilakukan suatu intervensi. Pertimbangan dan bahkan keputusan

untuk tidak melakukan intervensi berdasarkan banyak hal termasuk prognosis keberhasilan operasi yang merupakan hal kompleks yang dibahas dalam laporan kasus ini.

LAPORAN KASUS

Pasien wanita usia 27 tahun belum menikah datang ke RSUP Sanglah karena mengetahui memiliki kelainan jantung sejak lahir. Pasien rutin kontrol ke poliklinik jantung. Pasien tidak memiliki keluhan dan tidak sedang mendapat terapi apapun. Keluhan infeksi respirasi atas berulang disangkal, tidak ada nyeri dada, berdebar, ataupun sesak sebelumnya. Makan dan minum dikatakan baik. Buang air besar dan buang air kecil dikatakan normal. Selama hamil dikatakan ibu pasien tidak pernah sakit dan tidak pernah minum obat-obatan selain yang diberikan dokter. Pasien lahir normal, cukup bulan, segera menangis, kebiruan disangkal. Di keluarga tidak ada yang mengalami penyakit sama dengan pasien. Pasien tidak merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol, aktivitas pasien

sehari-hari sebagai pegawai bank tidak pernah terganggu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien berat badan 48 kg dengan tinggi badan 155 cm, tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 80 x/menit reguler isi cukup, respirasi 22x/menit, dan temperatur 36,7oC. Pemeriksaan jantung, pada inspeksi tidak ditemukan ictus cordis dan precordial bulging (-), pada palpasi: iktus cordis teraba di Intercosta V MidClavicula Line sinistra, RV heave (-), LV lift (-), sedangkan dari auskultasi ditemukan murmur (+) sistolik di Intercosta II Parasternal line sinistra grade III/6. Pemeriksaan paru dan organ lainnya tidak ditemukan kelainan. Tidak ditemukan edema, sianosis, ataupun clubbing finger pada ekstremitas.

Pada pemeriksaan laboratorium baik Darah Lengkap, Tes Fungsi Hati, Profil koagulasi, dan Analisa Gas Darah tidak ditemukan kelainan. Pada roentgen thoraks ditemukan gambaran sesuai gambaran Defek Sekat Atrium (gambar 1).

Gambar 1. Thorax x-ray AP. Cor: ukuran tampak membesar, aorta knob (-), kalsifikasi (-). Pulmo: apeks kanan/kiri bersih, cephalisasi (-),

nodul (-), pinggang jantung menghilang. Hilus tidak tebal dan vaskularisasi normal, infiltrat (-) di sekitarnya. Sinus pleura kanan kiri tajam, diafragma kiri kanan normal, tulang tidak tampak kelainan.

Pada pemeriksaan Ekokardiografi didapatkan Large ASD II (36.5 mm) with rim in ant 7.1, post 8.4, sup 8.8, inf 8.2 mm, mild Tricuspid Regurgitasi. Pada pemeriksaan kateterisasi jantung didapatkan Large ASD II, High Flow (FR >1.5), Low resistance (PARI <5 woods per unit), No Atrial Regurgitation, No Mitral Regurgitation, normal coronary arteries, no persistent left SVC.

Gambar 2. Ilustrasi Jantung Pasien berdasarkan hasil Cardiac Catheterization.

Pasien didiagnosis dengan Large ASD tipe II dan pasien telah dilakukan surgical closure. Penutupan

defek dilakukan secara langsung dengan menggunakan continuos suture dengan Prolene 3-0, di mana sebelumnya dilakukan sternotomy maupun cardiopulmonary bypass dan jantung diistirahatkan dengan larutan cardioplegic.

Setelah dioperasi, pasien menjalani perawatan intensif. Kondisi hemodinamik pasien stabil, tidak ditemukan aritmia, maupun kebocoran jantung yang dibuktikan dengan echocardiografi.

PEMBAHASAN

Defek Sekat Atrium merupakan satu dari penyakit jantung kongenital yang dapat ditemukan pada orang dewasa, kendati jarang terdiagnosis. Penyakit ini ditandai dengan adanya defek atau lubang pada sekat interatrium yang mengakibatkan darah dari vena pulmonalis kembali dari atrium kiri ke atrium kanan, yang berujung pada dilatasi atrium dan ventrikel kanan2. Sebagian besar pasien dengan Defek Sekat Atrium bebas dari gejala, meskipun sebagian akan mengalami gejala pada suatu titik dalam hidupnya. Intoleransi Aktivitas dalam bentuk sesak atau mudah lelah adalah salah satu gejala awal dari Defek Sekat Atrium.1,2

Pasien dalam kasus ini adalah seorang wanita berusia 27 tahun yang telah mengetahui dirinya memiliki kelainan jantung bawaan sejak lahir, hingga usianya saat ini pasien mengaku tidak pernah memiliki gejala apapun. Pasien kontrol rutin ke poliklinik. Pada pemeriksaan fisik terakhir ditemukan kelainan pada pemeriksaan jantung berupa murmur

(+) sistolik di Intercosta II parasternal line sinistra grade III/6. Tidak ditemukan edema, clubbing finger, maupun cyanosis pada ekstremitas. Pada roentgen Thorax PA didapatkan gambaran sesuai Defek Sekat Atrium. Melalui echocardiografi didapatkan pula hasil yang mendukung ASD dengan ukuran defek sebesar 36,5 mm dengan hasil kateterisasi jantung berupa FR>1,5 (High Flow) dengan PARI < 5 woods per unit (Low Resistance), sehingga pasien ini dicanangkan untuk dilakukan Surgical ASD Closure (Pembedahan).

Pasien dengan defek sekat atrium seperti halnya kasus ini memang seringkali tidak menunjukkan gejala bermakna, kendati ukuran defeknya sudah sangat besar. Untuk terjadinya suatu gejala ditentukan oleh tiga hal yaitu lokasi anatomi defek, ukuran defek, dan ada atau tidaknya anomali jantung lainnya1. Besarnya tekanan shunt dan banyaknya aliran tergantung dari ukuran defek dan kelenturan relatif jantung kanan dan kiri, yang lebih berpengaruh terhadap compliance (kelenturan) dan tahanan jantung daripada terhadap besarnya

defek. Aliran darah yang mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan tidak deras karena adanya perbedaan tekanan yang tidak begitu besar (7mmHg pada atrium kiri dan 6mmHg pada atrium kanan), hal ini juga ditambah struktur ventrikel kanan yang tebal dan kurang lentur, namun seiring bertambah usia ventrikel akan semakin besar, lentur dan tipis sehingga shunt akan semakin kuat, dan gejala akan semakin tampak pada usia dewasa, diperkirakan pada usia 30-40 tahun.1,2

Operasi (Atrial Septal Defect Closure) merupakan standar terapi untuk pasien dengan Defek Sekat Atrium. Tidak ada terapi spesifik atau obat-obatan yang tersedia untuk penyakit ini, hanya pasien-pasien dengan aritmia yang membutuhkan terapi atau obat khusus. Adapun indikasi pembedahan adalah pembesaran atrium dan ventrikel dengan echocardiografi, MRI, CT (dengan adanya Defek Sekat Atrium tanpa adanya Hipertensi Arteri Pulmonal) yang dapat berupa dengan ditemukannya diameter defek sekat atrium>10 mm pada echocardiografi atau aliran pada sirkulasi pulmonal

berbanding aliran sirkulasi sistemik lebih dari 1,5 pada echocardiografi, Cardiac MRI flow assessment, saturasi oksigen ketika dilakukan kateterisasi jantung 3,4.

Pada kasus ini pasien sangat diindikasikan untuk dilakukan Operasi karena memenuhi semua poin kriteria di atas, yakni diameter 36.5mm dan adanya bukti shunt yang signifikan (High Flow) dengan FR>1.5. Gejala yang asimptomatis bukanlah suatu kontraindikasi untuk dilakukannya suatu perbaikan defek3. Gejala yang asimptomatis ini juga menandakan pasien belum mengalami Hipertensi Pulmonal yang didukung dengan hasil temuan radiologi yaitu hilus yang tidak tebal dan corak vaskularisasi yang normal.

Kontraindikasi dilakukan operasi adalah ukuran defek terlalu kecil, Hipertensi Pulmonal terlalu tinggi (Eisenmenger Syndrome), atau wanita hamil4. Pasien ini tidak termasuk dalam ketiga kontraindikasi di atas. Pasien dengan Eisenmenger syndrome akan tampak cyanosis baik saat istirahat maupun beraktivitas,

sedangkan pada pasien ini sama sekali tidak tampak adanya tanda-tanda cyanosis. Pasien pada kasus ini sedang tidak hamil, jika pasien hamil, operasi akan ditunda hingga 6 bulan setelah melahirkan4. Pasien dengan defek yang kecil sehingga tidak dioperasi harus tetap dipantau secara periodik karena suatu saat seiring bertambahnya umur, mereka akan mengalami pembesaran jantung kanan akibat peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiri dan meningkatnya shunt dari kiri ke kanan. Pembedahan pada kasus defek sekat atrium tidak hanya semata-mata untuk menutup defek tetapi memiliki fungsi pencegahan jangka panjang, yakni mencegah hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan yang akan sangat sukar diperbaiki. Pasien yang memilih untuk tidak dioperasi sangat beresiko terhadap terjadinya embolisasi sistemik paradoks di kemudian hari yang juga meningkatkan risiko stroke akibat fibrilisasi atrium1.

Sejak 45 tahun ini operasi telah menjadi standar terapi defek sekat atrium5, namun beberapa tahun belakangan ini di sejumlah pusat

kesehatan di negara-negara maju dan berkembang, device closure melalui transesophageal atau intracardiac echocardiography telah menjadi terapi pilihan untuk Defek Sekat Atrium terutama tipe secundum4,5. Penutupan defek dengan kateter dinilai lebih mudah dibandingkan pembedahan (Surgical Closure). Surgical Closure memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang rendah, hasil yang diharapkan pun berefek panjang, namun sternotomoy dan cardiopulmonary baypass mengakibatkan surgical closure lebih menakutkan dibandingkan kateter atau device closure. Catheter closure meminimalkan masa perawatan pasien di rumah sakit, meminimalkan bekas luka maupun komplikasi. Secara hemodinamika pun, Catheter closure memiliki efek yang sama dengan Surgical Closure6. Indikasi untuk dilakukan catheter closure dinilai sama dengan surgical closure, hanya untuk catheter closure lebih terbatas. Pasien dengan defek lebih dari 36mm, pasien yang ukuran septal atriumnya tidak cocok untuk meletakkan device, pasien dengan kelainan katup

Atrioventricular, sinus koroner, atau vena cava, tidak disarankan untuk dilakukan catheter closure4. Namun apapun metode yang dipilih pasien, pembedahan atau kateterisasi keduanya menghasilkan pencapaian yang sama dalam hal hemodinamik tanpa perbedaan yang nyata dalam hal jangka waktu atau ketahanan, kapasitas fungsional, aritmia atrium, ataupun komplikasi neurologik akibat emboli7. Pada kasus ini, pasien adalah kandidat untuk dilakukan surgical closure karena defeknya sudah berukuran lebih dari 36mm, sehingga sulit untuk dilakukan penutupan dengan device.

Pada pasien ini dilakukan surgical closure dalam rangka menutup defek sekat atriumnya. Prosedure ini diawali dengan melakukan median sternotomy atau insisi pada sternum, kemudian dilakukan cardiopulmonary baypass di mana aorta diklem, dan jantung diistirahatkan dengan menggunakan larutan cardioplegic. Untuk kasus defek sekat atrium tipe sekundum, kebanyakan defek ditutup secara langsung dengan melakukan

penjahitan continuous dengan menggunakan polypropylene (Prolene) 3-0 atau 4-0. Untuk defek yang besar, terkadang defek ditutup dengan mengambil sedikit massa dari Pericardium atau menggunakan bahan sintetis. Sebelum cardiopulmonary baypass dihentikan, harus dilakukan drainage pada atrium dan ventrikel untuk menghilangkan udara atau kotoran yang melekat di sana 4,5.

Gambar 3. Surgical Closure pada

Defek Sekat Atrium dengan Sternotomy, cardiopulmonary baypass, dan defek ditutup dengan

continuos suture.

Pada kasus Defek Sekat Atrium, usia dinilai sangat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan operasi. Angka mortalitas surgical closure pada pasien usia muda dinilai kurang dari 1% 3. Angka mortalitas meningkat seiring dengan peningkatan usia dan peningkatan

tekanan arteri pulmonal. Surgical closure harus dilakukan pada semua pasien dengan Defek Sekat Atrium yang belum terkomplikasi. Usia paling ideal untuk dilakukan surgical closure adalah usia 2-4 tahun. Pencegahan jangka panjang dari kematian dan komplikasi paling baik jika defek pada sekat atrium ditutup sebelum usia 25 tahun dan ketika tekanan pulmonary arteri kurang dari 40 mmHg. Hipertensi Pulmonal yang tinggi biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun. Pada kasus ini, jika dilihat dari umurnya, angka harapan hidup setelah dilakukan operasi cenderung lebih rendah dibandingkan pada pasien yang melakukan operasi sebelum usia 25 tahun (angka harapan hidup kurang dari 30 tahun)3, pasien harus segera dilakukan operasi sebelum munculnya komplikasi seperti atrial aritmia. Nilai Pulmonary Arterial Resistance (PARI) pada pasien ini yang masih rendah yakni kurang dari 5 woods unit menunjukkan prognosis yang baik, sedangkan pasien dengan Pulmonary Arterial Resistance yang lebih dari 15 wood unit biasanya terkait dengan

angka mortalitas yang tinggi jika dioperasi.

Surgical Closure pada pasien ini berhasil dilakukan dengan hasil yang baik. Kendati dipulangkan setelah beberapa hari perawatan, pasien harus menjalani kontrol rutin kurang lebih satu hingga dua bulan sampai luka operasi sembuh dan pasien dapat melakukan aktivitas normal. Kontrol rutin tidak hanya dilakukan di divisi bedah, pasien juga harus mendapatkan perawatan dari divisi jantung akan adanya kemungkinan rekurensi kebocoran ataupun komplikasi seperti aritmia. Selain aritmia, endocarditis juga merupakan komplikasi yang dapat terjadi dalam kurun waktu enam bulan setelah dilakukan surgical closure. Terkadang, beberapa pasien juga mendapat agen trombolitik selama enam bulan untuk mencegah 8 pembentukan thrombus.

KESIMPULAN

Surgical Closure merupakan terapi standar untuk kasus defek sekat atrium yang memiliki angka keberhasilan

tinggi. Surgical Closure tidak hanya berfungsi untuk menutup defek, melainkan juga untuk pencegahan jangka panjang terhadap risiko kematian maupun komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Wahab, A. Samik. Defek Sekat Atrium. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006: 11-25.

  • 2.    Diaconu CC. Atrial Septal Defect in an Elderly Woman – A Case Report. J Med Life 2011;4(1):91-93.

  • 3.    Warnes CA, Williams RG, Bashore TM, Child JS, Connoly HM, Dearani JA et al. ACC/AHA 2008 Guidelines for The Management  of Adults with

Congenital    Heart Disease:

Executive Summary: A Report of the American College of Cardiology/American      Heart

Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation J 2008;118(23):2395-451.

  • 4.    Webb Gary, Gatzoulis Michael A. Atrial Septal Defect in Adult: Recent progress and Overview. Circulation AHA Journal 2006; 114:1645-1653.

  • 5.    Zhong-Dong Du et al. Comparison           between

Transcatheter and Surgical Closure of Secundum Atrial Septal Defect in Children and Adults.Results of A Multicenter

Nonrandomized Trial. Journal of American College of Cardiology 2002; 39 (11): 1836-1844.

  • 6.    Mullen MJ, Dias BF, Walker F, Siu SC, Benson LN, Mc Lauglin PR.                  Intracardiac

Echocardiography Guided Device Closure of Atrial Septal Defect. J Am Coll Cardiol. 2003;41:285-292

  • 7.    Kutty S, Hazeem AA, Brown K, Danford CJ, Worley SE, Delaney JW, et al. Long Term (5 to 20

year) outcomes after transcatheter or surgical treatment of hemodynamically     significant

isolated secundum atrial septal defect. Am J Cardiol 2012; 109(9): 1348-52.

  • 8.    Di Salvo G, Drago M, Pacileo G, Rea A, Carroza M, et al. Atrial Function After Surgical and Percutaneous     Closure     of

Secundum Atrial Septal Defect. J Am Soc Echocardigr 2005;45(4): 499-504.

11