Prevalensi Infeksi Parasit Usus pada Siswa SD Negeri 5 Subagan Daerah Wisata Jasri Kabupaten Karangasem Tahun 2022
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.12,DESEMBER, 2023
Diterima: 2022-12-11 Revisi: 2023-11-08 Accepted: 25-11-2023
PREVALENSI INFEKSI PARASIT USUS PADA SISWA SD NEGERI 5 SUBAGAN DAERAH WISATA JASRI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2022
I Wayan Bagus Abiyoga Suputra1, Ni Luh Putu Eka Diarthini2, Dewa Ayu Agus Sri Laksemi2, Putu Ayu Asri Damayanti2
-
1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali
-
2. Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Infeksi parasit usus merupakan salah satu penyakit tropis terabaikan yang paling banyak terjadi pada anak-anak di seluruh dunia. Penyakit ini umumnya terjadi pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Prevalensi infeksi parasit usus yang tinggi disebabkan oleh kondisi sanitasi lingkungan dan masyarakat yang buruk. Desa Jasri di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali merupakan salah satu desa di wilayah Bali timur yang sedang dikembangkan menjadi daerah wisata. Namun, hingga saat ini penelitian terkait infeksi parasit usus di Desa Jasri belum dilakukan sehingga angka kejadian infeksi parasit usus di sana belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi parasit usus pada siswa SD Negeri 5 Subagan, Desa Jasri, Kabupaten Karangasem pada tahun 2022. Penelitian dengan desain deskriptif cross-sectional ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September tahun 2022. Penelitian ini berhasil mengumpulkan spesimen tinja dan kuesioner dari 121 anak. Spesimen tinja tersebut diperiksa secara mikroskopis dengan menggunakan metode direct wet mount. Data penelitian diolah dengan teknik statistik deskriptif pada software SPSS versi 25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 10 anak (8,3%) terdeteksi mengalami infeksi parasit usus. Kasus infeksi parasit usus pada penelitian ini terdiri dari kasus infeksi tunggal oleh protozoa usus Giardia lamblia (4/121; 3,3%) dan Blastocystis spp. (3/121; 2,5%); kasus infeksi tunggal oleh cacing usus Trichuris trichiura (1/121; 0,8%) dan Hymenolepis diminuta (1/121; 0,8%); serta kasus infeksi campuran oleh protozoa usus Giardia lamblia dengan cacing usus Taenia sp. (1/121; 0,8%). Penelitian ini menyimpulkan bahwa prevalensi infeksi parasit usus pada siswa SD Negeri 5 Subagan, Desa Jasri, Kabupaten Karangasem tahun 2022 termasuk dalam kategori rendah.
Kata kunci : Infeksi parasit usus, anak-anak, Bali
ABSTRACT
Intestinal parasitic infection is one of the neglected tropical diseases that mostly occur in children worldwide. This disease generally occurs in developing countries, including Indonesia. The high prevalence of intestinal parasitic infections is caused by poor environmental and community sanitation. Jasri Village in Karangasem Regency, Bali Province is one of the villages in the eastern Bali which is being developed into a tourist area. However, until now research related to intestinal parasitic infections in Jasri Village has not been carried out, so the prevalence of intestinal parasitic infections there is not yet known. This study aims to determine the prevalence of intestinal parasitic infections in students at SD Negeri 5 Subagan, Jasri Village, Karangasem District in 2022. This cross-sectional descriptive research was carried out from May to September 2022. This study succeeded in collecting stool specimens and questionnaires from 121 children. The stool specimens were examined microscopically using the direct wet mount method. The research data were processed using descriptive statistical techniques in SPSS version 25 software. The results showed that 10 children (8,3%) were detected as having intestinal parasitic infections. Intestinal parasite infection cases in this study consisted of single cases of infection by the intestinal protozoa Giardia lamblia (4/121; 3.3%) and Blastocystis spp. (3/121; 2.5%); single cases of infection by the intestinal helminths Trichuris trichiura (1/121; 0.8%) and Hymenolepis diminuta (1/121; 0.8%); as well as a case of mixed infection by the intestinal protozoa Giardia lamblia with the intestinal worm Taenia sp. (1/121; 0.8%). This study concludes that the prevalence of intestinal parasitic infections in children at SD Negeri 5 Subagan, Jasri Village, Karangasem District in 2022 is in the low category.
Keywords : Intestinal parasitic infection, children, Bali
PENDAHULUAN
Infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih perlu kita perhatikan. Penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit tropis terabaikan karena masyarakat cenderung menganggap dampaknya tidak mematikan.1 Namun, pada kenyataannya infeksi parasit usus dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya karena penyakit ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan fisik, penurunan kemampuan kognitif, serta gangguan pertumbuhan.2 Infeksi parasit usus juga merupakan salah satu penyakit yang paling umum di dunia dengan angka morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi. Infeksi parasit usus dilaporkan telah menyerang lebih dari 300 juta orang di dunia dan kasusnya paling banyak terjadi di negara berkembang dengan iklim tropis maupun subtropis. Penyebab dari infeksi parasit usus ini dapat berasal dari spesies protozoa dan cacing seperti Entamoeba histolytica, Balantidium coli, Giardia lamblia, Blastocystis spp., soil transmitted helminth / STH (Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator Americanus, Ancylostoma duodenale, Strongyloides stercoralis), Enterobius vermicularis, Taenia solium, dan Hymenolepis diminuta.3–8 Angka kejadian infeksi parasit usus yang tinggi umumnya terjadi karena sanitasi lingkungan dan personal hygiene yang buruk, kondisi sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah, populasi yang padat, kebersihan makanan dan sumber air yang tidak terjaga, kurangnya ketersediaan jamban, serta pengelolaan fasilitas pembuangan limbah yang masih buruk.3,9
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan angka kejadian infeksi parasit usus cukup tinggi. Prevalensi dari infeksi parasit usus di Indonesia mencapai angka 10-18% untuk infeksi protozoa usus dan 60-70% untuk infeksi cacing usus.10,11 Angka tersebut menunjukkan capaian yang masih jauh dari target Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2017 yaitu di bawah 10%.1 Mayoritas penderita infeksi parasit usus di Indonesia adalah anak-anak berusia di bawah 12 tahun.11 Salah satu faktor yang sangat erat kaitannya dengan infeksi parasit usus pada anak-anak adalah rendahnya pemahaman terhadap perilaku hidup bersih dan sehat.12
Penelitian-penelitian terkait prevalensi infeksi parasit usus pada anak-anak usia sekolah dasar di Bali menunjukkan hasil yang bervariasi. Penelitian di Desa Seraya Timur, Kabupaten Karangasem tahun 2020 menemukan prevalensi infeksi STH sebesar 10,84%.13 Sementara itu, penelitian di Desa Dukuh, Kabupaten Karangasem tahun 2016 menemukan infeksi tunggal dan campuran Blastocystis spp. sebesar 34% serta infeksi campuran Giardia lamblia sebesar 2%.5 Sementara itu, data khusus mengenai prevalensi infeksi Entamoeba histolytica, Balantidium coli, Enterobius vermicularis, Taenia solium, dan Hymenolepis diminuta pada anak-anak usia sekolah dasar di Bali belum tersedia.
Desa Jasri di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali merupakan salah satu desa di wilayah Bali timur yang sedang dikembangkan menjadi daerah wisata. Salah satu kunci utama dalam mewujudkan pariwisata yang baik adalah kesehatan. Kesehatan pariwisata dapat dinilai dari kondisi lingkungan yang bersih dan bebas dari infeksi parasit usus. Namun, hingga saat ini
penelitian terkait infeksi parasit usus di Desa Jasri belum dilakukan sehingga angka kejadian infeksi parasit usus di sana belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian terhadap prevalensi infeksi parasit usus di Desa Jasri perlu dilakukan. Mengingat mayoritas penderitanya adalah anak-anak berusia 12 tahun ke bawah, maka penelitian ini akan difokuskan pada anak-anak yang bersekolah di SD Negeri 5 Subagan yang tepat berada di wilayah Desa Jasri.
BAHAN DAN METODE
Penelitian deskriptif cross-sectional ini dilakukan di SD Negeri 5 Subagan, Desa Jasri, Kabupaten Karangasem dan Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada bulan Mei hingga September tahun 2022 untuk mengetahui prevalensi infeksi parasit usus yang terjadi pada anak-anak usia sekolah dasar di wilayah Desa Jasri. Penelitian ini sudah mendapatkan izin dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (KEP FK UNUD) dengan Keterangan Kelaikan Etik Nomor 532/UN14.2.2.VII.14/LT/2022.
Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa SD Negeri 5 Subagan yang memenuhi kriteria pemilihan sampel. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah siswa kelas I sampai VI yang bersedia untuk mengikuti penelitian dan mempunyai kondisi yang memungkinkan untuk mengikuti penelitian (tidak mengalami gangguan kesehatan berat dan tidak buta huruf). Sementara itu, kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah siswa yang membatalkan kesediaannya untuk mengikuti penelitian serta tidak mengumpulkan data sesuai dengan kriteria dan batas waktu yang ditentukan. Besar sampel dihitung dengan rumus Slovin; besar sampel minimal yang diperlukan pada penelitian ini sebesar 115 orang. Teknik pengumpulan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling. Setiap subyek penelitian diberikan formulir informed consent, kuesioner, kontainer tinja, dan perlengkapan pengambilan sampel tinja.
Pemeriksaan spesimen tinja ditujukan untuk mengetahui status infeksi dan spesies parasit usus. Sampel tinja yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tinja segar yang ditempatkan pada kontainer/pot yang bersih dan diawetkan dengan etanol 80%. Pemeriksaan spesimen tinja dilakukan secara mikroskopis menggunakan metode direct wet mount dengan larutan Lugol Iodine 1%. Preparat diperiksa dengan pembesaran 100x, 400x, dan 1000x untuk mendeteksi keberadaan telur, kista, dan larva parasit. Wawancara kuesioner ditujukan untuk mendapatkan data karakteristik dasar dan lingkungan penelitian. Data karakteristik dasar terdiri dari data kelas, umur, dan jenis kelamin sedangkan data lingkungan terdiri dari data ketersediaan sumber air, ketersediaan jamban, keberadaan hewan peliharaan, dan penempatan hewan peliharaan. Data penelitian diolah dengan teknik statistik deskriptif menggunakan software Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 25.
HASIL
Penelitian dilakukan di SD Negeri 5 Subagan, Desa Jasri, Karangasem, Bali serta Laboratorium Parasitologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana pada bulan Mei hingga Juni tahun 2022. Sampel penelitian dikumpulkan dari siswa kelas I-VI dengan rentang usia 6-12 tahun. Jumlah subyek penelitian yang memenuhi kriteria pemilihan sampel adalah 121 dari 161 orang.
Berdasarkan pemeriksaan spesimen tinja dengan metode direct wet mount, jumlah sampel penelitian yang positif mengalami infeksi parasit usus adalah 10 orang (8,3%) sedangkan yang negatif sebanyak 111 orang (91,7%). Jika dilihat dari spesies parasit usus, kasus infeksi yang ditemukan pada penelitian ini adalah kasus infeksi protozoa usus yang terdiri dari Giardia lamblia (5/121; 4,1%) dan Blastocystis spp. (3/121; 2,5%); serta kasus infeksi cacing usus yang terdiri dari Trichuris trichiura (1/121; 0,8%), Hymenolepis diminuta (1/121; 0,8%), dan Taenia sp. (1/121; 0,8%). Jika ditinjau berdasarkan jumlah spesies parasit usus yang menginfeksi sampel, ditemukan kasus infeksi parasit usus tunggal (9/121; 7,4%) dan campuran (1/121; 0,8%). Parasit usus yang ditemukan pada kasus infeksi tunggal meliputi Giardia lamblia (4/121; 3,3%), Blastocystis spp. (3/121; 2,5%), Trichuris trichiura (1/121; 0,8%), dan Hymenolepis diminuta (1/121; 0,8%). Sementara itu, parasit usus yang ditemukan pada kasus infeksi campuran yaitu Giardia lamblia dan Taenia sp.. Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan data prevalensi infeksi parasit usus dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi frekuensi sampel berdasarkan data prevalensi infeksi parasit usus
Infeksi Parasit Usus |
Frekuensi (n,%) (N = 121) |
Status infeksi | |
Positif |
10 (8,3) |
Negatif |
111 (91,7) |
Jenis infeksi berdasarkan | |
spesies parasit | |
Infeksi protozoa usus |
8 (6,6) |
Giardia lamblia |
5 (4,1) |
Blastocystis spp. |
3 (2,5) |
Infeksi cacing usus |
3 (2,5) |
Trichuris trichiura |
1 (0,8) |
Hymenolepis diminuta |
1 (0,8) |
Taenia sp. |
1 (0,8) |
Jenis infeksi berdasarkan | |
jumlah spesies parasit | |
Infeksi parasit usus tunggal |
9 (7,4) |
Giardia lamblia | |
Blastocystis spp. |
4 (3,3) |
Trichuris trichiura |
3 (2,5) |
Hymenolepis diminuta |
1 (0,8) |
Infeksi parasit usus |
1 (0,8) |
campuran |
1 (0,8) |
Giardia lamblia dan | |
Taenia sp. |
1 (0,8) |
Pemeriksaan mikroskopis terhadap spesimen tinja dari sampel penelitian menunjukkan adanya kista Giardia lamblia, bentuk vakuolar Blastocystis spp., telur Trichuris trichiura, telur Hymenolepis diminuta, dan telur Taenia sp. Gambaran miskrokopis parasit usus tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Temuan mikroskopis parasit usus pada sampel penelitian: kista Giardia lamblia pada pembesaran 100x (a), Blastocystis spp. bentuk vakuolar pada pembesaran 1000x (b), telur Trichuris trichiura pada pembesaran 400x (c), telur Hymenolepis
diminuta pada pembesaran 1000x (d), dan telur Taenia sp. pada pembesaran 400x (e)
Dilihat dari variabel kelas, tampak kejadian infeksi parasit usus tertinggi terjadi pada anak kelas 1 (3,3%). Dilihat dari variabel jenis kelamin, kejadian infeksi parasit usus lebih banyak terjadi pada laki-laki (6,6%) dibandingkan perempuan (1,7%). Dilihat dari variabel umur, kejadian infeksi parasit usus lebih banyak terjadi pada kelompok umur 6-9 tahun (5%) dibandingkan kelompok umur 10-12 tahun (3,3%). Penderita infeksi parasit usus yang memiliki satu jenis sumber air sebanyak 5% sedangkan yang memiliki lebih dari satu jenis sumber air sebanyak 3,3%. Jenis sumber air yang digunakan oleh penderita infeksi parasit usus berupa PDAM, mata air, sumur, dan sumber air lain (air kemasan). Tidak ada sampel positif terinfeksi parasit usus yang menggunakan sungai dan cubang. Dilihat dari ketersediaan jamban, sampel positif terinfeksi parasit usus yang mempunyai jamban sebanyak 7,4% sedangkan yang tidak punya jamban sebanyak 0,8%. Jumlah sampel positif terinfeksi parasit usus yang mempunyai satu jenis hewan peliharaan sebanyak 5%; yang mempunyai lebih dari satu jenis hewan peliharaan sebanyak 2,5%; dan yang tidak mempunyai semua jenis hewan peliharaan adalah 0,8%. Jenis hewan peliharaan yang dimiliki oleh sampel positif terinfeksi parasit usus meliputi unggas, anjing, sapi, dan kucing. Tidak ada sampel positif terinfeksi parasit usus yang memelihara babi dan hewan lain. Berdasarkan variabel penempatan hewan peliharaan, sampel positif paling banyak menempatkan hewan peliharaannya pada kandang (4,1%). Distribusi frekuensi sampel penelitian berdasarkan status infeksi parasit usus dengan karakteristik dasar dan lingkungan sampel dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi frekuensi sampel berdasarkan status infeksi parasit usus dengan karakteristik dasar dan lingkungan sampel
Karakteristik dasar dan lingkungan sampel |
Status infeksi (N = 121) | |
Positif (n,%) |
Negatif (n,%) | |
Kelas | ||
Kelas I |
4 (3,3) |
17 (14,0) |
Kelas II |
1 (0,8) |
17 (14,0) |
Kelas III |
2 (1,7) |
21 (17,4) |
Kelas IV |
1 (0,8) |
22 (18,2) |
Kelas V |
0 (0,0) |
19 (15,7) |
Kelas VI |
2 (1,7) |
15 (12,4) |
Jenis kelamin | ||
Laki-laki |
8 (6,6) |
56 (46,3) |
Perempuan |
2 (1,7) |
55 (45,5) |
Umur | ||
6-9 tahun |
6 (5,0) |
49 (40,5) |
10-12 tahun |
4 (3,3) |
62 (51,2) |
Ketersediaan | ||
sumber air | ||
1 jenis sumber |
6 (5,0) |
82 (67,8) |
≥1 jenis sumber |
4 (3,3) |
29 (24,0) |
Jenis sumber air |
6 (5,0) |
44 (36,4) |
PDAM |
0 (0,0) |
2 (1,7) |
Sungai |
3 (2,5) |
41 (33,9) |
Mata air |
0 (0,0) |
1 (0,8) |
Cubang |
3 (2,5) |
55 (45,4) |
Sumur |
2 (1,7) |
3 (2,5) |
Sumber air lain | ||
Ketersediaan jamban | ||
Ada |
9 (7,4) |
107 (88,4) |
Tidak ada |
1 (0,8) |
4 (3,3) |
Keberadaan hewan | ||
peliharaan | ||
1 jenis hewan |
6 (5,0) |
59 (48,8) |
≥1 jenis hewan |
3 (2,5) |
34 (28,1) |
Tidak ada hewan |
1 (0,8) |
18 (14,9) |
Jenis hewan peliharaan | ||
Unggas | ||
Babi |
4 (3,3) |
59 (48,8) |
Anjing |
0 (0,0) |
8 (6,6) |
Sapi |
5 (4,1) |
43 (35,5) |
Kucing |
1 (0,8) |
1 (0,8) |
Hewan lain |
3 (2,5) |
22 (18,2) |
0 (0,0) |
3 (2,5) | |
Penempatan hewan | ||
peliharaan | ||
Pekarangan rumah |
3 (2,5) |
39 (32,2) |
Kandang |
5 (4,1) |
48 (39,7) |
Ditambatkan di |
0 (0,0) |
3 (2,5) |
pohon | ||
Jauh dari tempat |
1 (0,8) |
3 (2,5) |
tinggal |
PEMBAHASAN
Prevalensi Infeksi Parasit Usus Berdasarkan Status Infeksi
Prevalensi infeksi parasit usus di SD Negeri 5 Subagan, Desa Jasri, Kabupaten Karangasem pada bulan Mei hingga Juni tahun 2022 tergolong rendah dengan angka kejadian sebesar 8,3%. Berdasarkan karakteristik sampel, infeksi parasit usus pada penelitian ini paling banyak ditemukan pada siswa kelas I (4/121; 3,3%), siswa laki-laki (8/121; 6,6%), dan siswa berusia 6-9 tahun (6/121; 5%). Penelitian di tepi sungai Batanghari pada tahun 2017 juga menemukan angka prevalensi infeksi parasit usus yang serupa yaitu sebesar 12%.14 Sementara itu, hasil penelitian yang bertentangan dapat dilihat pada penelitian di Jakarta Selatan tahun 2016 dimana prevalensi infeksi parasit usus yang ditemukan cukup tinggi yaitu sebesar 38,2%.15 Penemuan prevalensi infeksi parasit usus yang rendah pada penelitian ini kemungkinan berkaitan dengan kondisi lingkungan serta masyarakat Desa Subagan itu sendiri. Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara kuesioner, sebagian besar sampel sudah memiliki jamban di tempat tinggalnya. Keberadaan jamban yang memadai dapat mengurangi kebiasaan masyarakat untuk BAB sembarangan sehingga pencemaran tanah oleh feses yang terkontaminasi parasit usus dapat berkurang. Dengan berkurangnya pencemaran tersebut, risiko penularan infeksi parasit usus melalui tanah juga dapat berkurang. Data juga menunjukkan bahwa sebagian besar sampel sudah menggunakan sumber air seperti PDAM dan sumur. Penggunaan sumber air yang layak dapat mengurangi risiko infeksi parasit usus yang ditularkan melalui air. Prevalensi infeksi usus yang rendah kemungkinan juga berkaitan dengan kondisi penempatan hewan peliharaan dimana sebagian besar sampel penelitian yang memiliki hewan peliharaan sudah menempatkan hewannya di kandang. Penempatan hewan peliharaan di kandang dapat mengurangi penggunaan sumber air bersama antara manusia dan hewan sehingga risiko penularan infeksi parasit usus dari hewan ke manusia juga dapat berkurang. Temuan prevalensi infeksi parasit usus yang lebih rendah dibandingkan dengan temuan pada penelitian di Jakarta Selatan tahun 2016 dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi sosial dan lingkungan dari masyarakat yang diteliti.
Prevalensi Infeksi Parasit Usus Berdasarkan Jenis Infeksi
Berdasarkan spesies parasit, jenis infeksi parasit usus yang ditemukan pada penelitian ini terdiri dari infeksi protozoa dan cacing usus. Spesies protozoa usus yang ditemukan adalah Giardia lamblia dan Blastocystis spp. Sementara itu, spesies cacing usus yang ditemukan adalah Trichuris trichiura, Hymenolepis diminuta, dan Taenia sp. Spesies protozoa usus ditemukan lebih banyak dibandingkan spesies cacing usus. Spesies protozoa usus terdeteksi pada 8 dari 121 orang (6,6%) sedangkan spesies cacing usus terdeteksi pada 3 dari 121 orang (2,5%). Temuan yang sejalan dapat dijumpai pada penelitian di Boyolali, Jawa Tengah pada tahun 2020 dengan prevalensi infeksi protozoa usus sebesar 13,38% dan prevalensi infeksi cacing usus sebesar 9,45%.16 Penemuan kasus infeksi protozoa usus yang lebih banyak dibandingkan kasus infeksi cacing usus dapat disebabkan oleh adanya program pemberian obat pencegahan massal (POPM) infeksi cacing usus setiap enam bulan oleh pemerintah. Program tersebut terbukti efektif dalam
memberikan efek protektif untuk mencegah kejadian infeksi cacing usus pada anak-anak sekolah dasar.13,17 Metode pemeriksaan spesimen tinja juga dapat mempengaruhi temuan infeksi cacing usus. WHO menyebutkan bahwa metode yang menjadi gold standard dari pemeriksaan infeksi cacing usus (khususnya STH) adalah metode Kato-Katz. Metode tersebut. Metode Kato-Katz dinilai lebih sensitif dalam mendeteksi infeksi cacing usus dibandingkan metode direct wet mount.18
Berdasarkan jumlah spesies parasit, jenis infeksi parasit usus yang ditemukan pada penelitian ini dapat dibagi menjadi dua yaitu infeksi parasit usus tunggal dan campuran. Kasus infeksi parasit usus tunggal pada penelitian ini terdiri dari infeksi Giardia lamblia, Blastocystis spp., Trichuris trichiura, dan Hymenolepis diminuta. Sementara itu, kasus infeksi campuran pada penelitian ini disebabkan oleh Giardia lamblia dengan Taenia sp. Kasus infeksi parasit usus tunggal ditemukan lebih banyak (9/121; 7,4%) dibandingkan kasus infeksi parasit usus campuran (1/121; 0,8%). Penelitian di tepi sungai Batanghari pada tahun 2017 juga menemukan hasil yang sejalan dimana kasus infeksi parasit usus tunggal ditemukan lebih banyak (10%) dibandingkan kasus infeksi parasit usus campuran (2%).14
Prevalensi Infeksi Parasit Usus Tunggal Giardia lamblia
Kasus infeksi parasit usus tunggal akibat Giardia lamblia ditemukan pada 4 dari 121 sampel (3,3%). Temuan yang serupa dapat dilihat pada penelitian di Desa Mojo, Surabaya pada tahun 2018 (1,8%) serta di KB-TK Al Amin Paciran Lamongan, Jawa Timur pada tahun 2020 (8,2%).19,20 Sementara itu, penelitian di Pesantren X di Surabaya pada tahun 2019 menunjukkan hasil yang bertentangan dimana prevalensi kasus infeksi Giardia lamblia mencapai angka 20%.21 Penemuan kasus infeksi parasit usus Giardia lamblia menandakan bahwa masih terdapat faktor risiko yang berhubungan dengan parasit tersebut. Infeksi Giardia lamblia berkaitan erat dengan kondisi sanitasi lingkungan, khususnya sumber air. Sumber air dengan kondisi sanitasi yang buruk dan tercemar oleh kista Giardia lamblia disertai penggunaan air yang tidak dimatangkan terlebih dahulu dapat menjadi media penularan infeksi parasit secara waterborne. Penularan infeksi Giardia lamblia juga dapat terjadi secara foodborne, khususnya jika bahan makanan tidak dibersihkan dengan baik atau dibersihkan dengan air yang terkontaminasi kista parasit. Penularan infeksi Giardia lamblia juga dilaporkan dapat terjadi secara zoonotic ketika manusia kontak dengan feses hewan yang terinfeksi parasit atau menggunakan sumber air yang sama dengan hewan terinfeksi. Faktor lain yang berkaitan erat dengan infeksi Giardia lamblia adalah kondisi geografis dari tempat hidup parasit serta kondisi sosial ekonomi masyarakat. Penemuan kasus infeksi Giardia lamblia pada anak-anak usia sekolah dasar kemungkinan disebabkan oleh pemahaman terhadap infeksi parasit usus yang masih rendah serta kurangnya penerapan PHBS.22,23 Temuan prevalensi infeksi parasit usus tunggal Giardia lamblia yang lebih rendah dibandingkan dengan temuan pada penelitian di Pesantren X Surabaya tahun 2019 kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kondisi sosial masyarakat dan sanitasi lingkungan dari masyarakat yang diteliti.
Prevalensi Infeksi Parasit Usus Tunggal Blastocystis spp.
Kasus infeksi parasit usus tunggal akibat Blastocystis spp. ditemukan pada 3 dari 121 sampel (2,5%). Temuan yang serupa
dapat dijumpai pada penelitian di panti asuhan Kota Pekanbaru pada tahun 2019 (4,6%).24 Sementara itu, temuan yang bertentangan dapat dijumpai pada penelitian di Desa Dukuh, Karangasem pada tahun 2016 (28,1%) serta di Boyolali, Jawa Tengah pada tahun 2020 (11,8%).5,16 Penemuan kasus infeksi Blastocystis spp. menandakan bahwa faktor risikonya masih ada pada masyarakat desa ini. Salah satu faktor yang berkaitan erat dengan infeksi Blastocystis spp. adalah faktor lingkungan, khususnya terkait sumber air. Sama seperti infeksi Giardia lamblia, penularan infeksi Blastocystis spp. dapat terjadi secara waterborne melalui sumber air yang sanitasinya buruk. Penggunaan air yang kotor atau tidak matang juga meningkatkan risiko terkena infeksi Blastocystis spp. Blastocystis spp. dapat bertahan hidup selama 19 hari jika berada di air dengan suhu normal lingkungan. Infeksi Blastocystis spp. juga dapat terjadi secara zoonotic jika manusia kontak langsung dengan atau menggunakan sumber air yang sama dengan hewan yang terinfeksi. Keberadaan jamban yang kurang memadai dapat meningkatkan pencemaran tanah oleh feses terkontaminasi parasit Blastocystis spp. sehingga risiko terkena infeksi parasit tersebut juga meningkat. Faktor risiko lain yang berkaitan dengan infeksi Blastocystis spp. adalah sanitasi personal yang rendah, adanya sumber makanan yang terkontaminasi, serta kondisi sosial ekonomi yang rendah. Pada anak-anak, infeksi Blastocystis spp. cenderung terjadi oleh karena pemahaman dan penerapan PHBS yang masih rendah.5 Perbedaan temuan prevalensi infeksi Blastocystis spp. dengan temuan pada penelitian di Desa Dukuh tahun 2016 dan di Boyolali tahun 2020 dapat disebabkan oleh perbedaan pola perilaku, kondisi sosial ekonomi, serta kondisi lingkungan dari sampel penelitian.
Kasus Infeksi Parasit Usus Tunggal Trichuris trichiura
Kasus infeksi parasit usus tunggal oleh Trichuris trichiura ditemukan pada 1 dari 121 sampel (0,8%). Temuan ini bertentangan dengan temuan pada penelitian di SD Negeri 6 Gegelang, Manggis, Karangasem tahun 2018 (34,57%) dan di SD Negeri 5 Gegelang, Karangasem tahun 2019 (37,7%).25,26 Penemuan kasus infeksi Trichuris trichiura pada penelitian ini menandakan bahwa masih terdapat faktor risiko paparan infeksi cacing tersebut pada masyarakat desa Subagan. Kasus infeksi Trichuris trichiura berkaitan erat dengan tanah karena tanah menjadi reservoir sekaligus tempat transmisi utama dari telur infektif cacing usus tersebut. Tanah dengan kondisi yang menguntungkan untuk siklus hidup Trichuris trichiura yaitu tanah dengan kelembapan tinggi dapat membuat parasit tersebut bertahan hidup hingga siklus hidupnya terus berlanjut selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Tanah yang tercemar oleh feses yang terkontaminasi telur cacing parasit juga dapat meningkatkan risiko paparan infeksi Trichuris trichiura. Pencemaran tanah oleh feses yang terkontaminasi tersebut dapat terjadi karena adanya kebiasaan BAB sembarangan serta terbatasnya ketersediaan jamban yang bersih.12,27,28 Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, ketersediaan air bersih yang kurang, serta kondisi cuaca yang panas dan lembap turut berperan dalam penyebaran kasus infeksi Trichuris trichiura. Faktor lain yang berkaitan erat dengan kejadian infeksi Trichuris trichiura adalah kondisi sosial ekonomi yang rendah dan kepadatan penduduk yang tinggi. Pada anak-anak, kasus infeksi Trichuris trichiura kemungkinan terjadi karena sanitasi diri yang buruk,
penerapan PHBS yang kurang baik, serta aktivitas yang berkaitan dengan tanah.2,17 Perbedaan temuan prevalensi infeksi Trichuris trichiura dengan temuan pada penelitian di SD Negeri 6 Gegelang tahun 2018 dan di SD Negeri 5 Gegelang tahun 2019 dapat disebabkan oleh perbedaan teknik pemeriksaan spesimen tinja, perbedaan faktor risiko terkait kondisi sosial atau lingkungan, serta adanya program POPM cacing usus.
Kasus Infeksi Parasit Usus Tunggal Hymenolepis diminuta
Kasus infeksi parasit usus tunggal oleh karena cacing Hymenolepis diminuta ditemukan pada 1 dari 121 sampel penelitian (0,8%). Hasil penelitian yang serupa ditemukan pada penelitian di Desa Porabatang, Sumba Tenggara pada tahun 2016 (0,24%).29 Penemuan kasus infeksi Hymenolepis diminuta pada penelitian ini kemungkinan berkaitan dengan adanya faktor risiko paparan infeksi cacing tersebut seperti kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, adanya penularan dari tangan ke mulut melalui produk makanan yang terkontaminasi oleh serangga hospes perantara atau feses tikus mengandung parasit, serta adanya kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi tanah yang mengandung telur parasit. Faktor lain yang mempengaruhi paparan infeksi Hymenolepis diminuta adalah lingkungan yang padat, kondisi sosial ekonomi yang rendah, serta kesadaran diri dan tingkat pendidikan yang rendah.29,30
Kasus Infeksi Parasit Usus Campuran Giardia lamblia dengan Taenia sp.
Kasus infeksi campuran akibat protozoa usus Giardia lamblia dengan cacing usus Taenia sp. ditemukan pada 1 dari 121 sampel (0,8%). Pada penelitian ini, spesies dari telur cacing Taenia sp. tidak bisa ditentukan oleh karena kemiripan morfologi telur cacing Taenia solium dengan telur cacing Taenia saginata. Hal yang dapat membedakan antara kedua spesies cacing tersebut adalah karakteristik dari gravid cacing.7,31 Penelitian lain yang juga menemukan infeksi parasit usus campuran antara protozoa dengan cacing usus yaitu penelitian di Desa Dukuh, Karangasem pada tahun 2016 (infeksi Blastocystis spp. dengan hookworm) dan di tepi sungai Batanghari, Kecamatan Telanaipura pada tahun 2017 (infeksi Trichuris trichiura dengan Cryptosporidium sp.).5,14 Penemuan kasus infeksi parasit usus campuran Giardia lamblia dengan Taenia sp. pada penelitian ini kemungkinan berkaitan dengan faktor risiko infeksi parasit khususnya faktor risiko dari lingkungan dan hewan peliharaan. Infeksi Giardia lamblia dengan Taenia sp. sama-sama dapat ditularkan melalui sumber air yang sanitasinya buruk dan terkontaminasi parasit. Infeksi kedua spesies tersebut juga sama-sama dapat ditularkan secara zoonotic melalui hewan-hewan yang terinfeksi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian infeksi Taenia sp. adalah adanya bahan makanan yang terkontaminasi telur cacing, tercemarnya tanah oleh feses yang terkontaminasi oleh telur cacing, serta kondisi sosial ekonomi yang rendah.7
SIMPULAN DAN SARAN
Prevalensi infeksi parasit usus pada anak-anak SD Negeri 5 Subagan, Kabupaten Karangasem bulan Mei hingga Juni tahun 2022 tergolong rendah yaitu sebesar 8,3%. Penyebab kasus infeksi parasit usus pada penelitian
ini adalah Giardia lamblia, Blastocystis spp., Trichuris trichiura, Hymenolepis diminuta, dan Taenia sp..
Saran-saran yang dapat diberikan setelah terlaksananya penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Penelitian lebih lanjut khususnya terkait hubungan faktor risiko dengan prevalensi parasit usus di tempat penelitian ini perlu dilaksanakan.
-
2. Program pencegahan dan pengobatan infeksi parasit usus di tempat penelitian ini perlu ditingkatkan.
-
3. Sanitasi lingkungan dan penerapan PHBS di tempat penelitian perlu ditingkatkan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh siswa SD Negeri 5 SD Subagan yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini serta kepada kepala sekolah dan guru-guru yang telah membantu dalam pengumpulan sampel penelitian. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen dan staff dari Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas dukungan dan bimbingan yang diberikan selama studi ini berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Halleyantoro R, Riansari A, Dewi DP. Insidensi dan analisis faktor risiko infeksi cacing tambang pada siswa sekolah dasar di Grobogan, Jawa Tengah. Jurnal Kedokteran Raflesiaa[Internet].a2019;5(1):18–27.
Availableafrom:ahttps://ejournal.unib.ac.id/index.php/j ukeraflesia
-
2. Puteri P P, Nuryanto, Candra A. Hubungan kejadian kecacingan terhadap anemia dan kemampuan kognitif pada anak sekolah dasar di kelurahan Bandarharjo, Semarang. Journal Nutrition College [Internet].
2019;8(2):101–6. Availableafrom:
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/
-
3. Eyayu T, Kiros T, Workineh L, Sema M, Damtie S, Hailemichael W, et al. Prevalence of intestinal parasitic infections and associated factors among patients attending at Sanja primary hospital, Northwest Ethiopia: An institutional-based cross-sectional study. PLoS One [Internet]. 2021;16(2):1–14.
Availableafrom:
http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0247075
-
4. Ponce-Gordo F, García-Rodríguez JJ. Balantioides coli. Research in Veterinary Science [Internet]. 2020;424–31. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.rvsc.2020.10.028
-
5. Diarthini NLPE, Swastika IK, Ariwati L, Isyaputri R, Fitri N MY, Hidajati S, et al. Blastocystis and other intestinal parasites infections in elementary school children in Dukuh village, Karangasem district, Bali. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease. 2018;7(3):57–61.
-
6. Agustin SS, Rusjdi SR, Desmawati D. Hubungan personal hygiene dengan kejadian enterobiasis pada anak panti asuhan di wilayah kerja puskesmas Rawang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017;6(3):668–72.
-
7. Susanty E. Taeniasis solium dan sistiserkosis pada manusia. Jurnal Ilmu Kedokteran. 2018;12(1):1–6.
-
8. Charisma AM, Anwari F, Ashari WP. Gambaran kebersihan personal dengan prevalensi infeksi cestoda usus pada petugas kebersihan rumah potong hewan Krian. Jurnal Media Analis Kesehatan. 2022;13(1):54– 63.
-
9. Winerungan CC, Sorisi AMH, Wahongan GJP. Infeksi parasit usus pada penduduk di sekitar tempat pembuangan akhir Sumompo kota Manado. Jurnal Biomedik: Jbm. 2020;12(1):61–7.
-
10. Charisma AM, Fernita NF. Prevalensi protozoa usus dengan gambaran kebersihan personal pada anak SD di Ngingas Barat, Krian Sidoarjo. Jurnal Analis
Kesehatan. 2020;9(2):67–71.
-
11. Djuma AW, Susilawati NM, Djami SW, Rantesalu A, Agni N, Rohi Bire WL., et al. Siswa SD bebas kecacingan di SD Inpres Besmarak dan SD Gmit Biupu. Jurnal Pengabdian Masyarakat Sasambo. 2020;2(1):114–20.
-
12. Nurhalina, Desyana. Gambaran infeksi kecacingan pada siswa SDN 1-4 desa Muara Laung kabupaten Murung Raya provinsi Kalimantan Tengah tahun 2017. Jurnal Surya Medika. 2018;3(2):41–53.
-
13. Sastrawan IGG, Setiabudi J, Sanjiwani NPGR, Indriyani NKV, Laksemi DAAS. Risk factors of soil transmitted helminth infection among primary school students. Health Science Journal of Indonesia.
2020;11(2):126–32.
-
14. Hardiyanti LT, Umniyati SR. Higiene buruk dan infeksi parasit usus pada anak sekolah dasar di tepi sungai Batanghari. Berita Kedokteran Masyarakat. 2017;33(11):521–8.
-
15. Sari IP, Audindra S, Zhafira AS, Rahma AA, Syarira C V., Wahdini S. Nutritional status of school-aged children with intestinal parasite infection in South Jakarta, Indonesia. Open Access Macedonian Journal of Medical Science. 2021;9(E):95–100.
-
16. Wijayanti L, Sari Y, Marufah S, Listyaningsih S. E, Haryati S. The prevalence of parasitic gastrointestinal infection and hygiene knowledge in elementary school children in Boyolali district. Bali Medical Journal. 2021;10(2):749–52.
-
17. Suryantari SAA, Satyarsa ABS, Hartawan IGNBRM, Parastuta IKY, Sudarmaja IM. Prevalence, intensity and risk factors of soil transmitted helminths infections among elementary school students in Ngis Village, Karangasem District, Bali. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease. 2019;7(6):137–43.
-
18. Ngwese MM, Manouana GP, Moure PAN, Ramharter M, Esen M, Adégnika AA. Diagnostic techniques of soil-transmitted helminths: Impact on control
measures. Tropical Medicine and Infectious Disease. 2020;5(2).
-
19. Bachtiar ZA, Hasanah APU, Yasin M, Isyaputri R, Budiono, Basuki S. The comparison of Giardia lamblia infection and nutritional status of elementary school students in Mandangin Island, Sampang and Mojo Village, Surabaya, Indonesia. Biomolecular and Health Science Journal. 2020;3(2):88.
-
20. Nengsih DS, Saputro SA, Diyanah KC. Prevalensi Giardiasis dan kondisi hygiene perorangan pada murid PAUD di KB-TK Al Amin Paciran Lamongan. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2020;19(2):94–100.
-
21. Liandari R. Hubungan hand hygiene dengan kontaminasi parasit usus pada murid tingkat sekolah dasar Pondok Pesantren X di Kota Surabaya 2018. MTPH Journal. 2021;5(1):75–84.
-
22. Dixon BR. Giardia duodenalis in humans and animals – Transmission and disease. Research in Veterinary Science [Internet]. 2021;135(September):283–9. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.rvsc.2020.09.034
-
23. Midlej V, de Souza W, Benchimol M. The peripheral vesicles gather multivesicular bodies with different behavior during the Giardia intestinalis life cycle. Journal of Structural Biology [Internet].
2019;207(3):301–11. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.jsb.2019.07.002
-
24. Maryanti E, Hamidy MRA, Haslinda L. Identifikasi protozoa usus oportunistik dan faktor risikonya pada anak panti asuhan kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Kedokteran. 2019;13(2):55.
-
25. Abdulhadi F, Swastika I, IM S. Prevalensi dan hubungan infeksi soil-transmitted helminths terhadap status gizi pada siswa SD Negeri 6 Gegelang, kecamatan Manggis, kabupaten Karangasem, Bali. Jurnal Medika Udayana [Internet]. 2019;8(9). Available from: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
-
26. Susanto JI, Swastika IK, Ariwati NL. Prevalensi dan hubungan infeksi soil transmitted helminths terhadap tingkat prestasi anak SD Negeri 5 Gegelang. Jurnal Medika Udayana. 2019;8(12):2.
-
27. David A. O, Ifeoluwa O, Adesola A. H. Risk of exposure to soil-transmitted helminths in the
Zoological Garden in Southwestern Nigeria. Asian Journal of Epidemiology. 2019;12(1):17–24.
-
28. Novianty S, Dimyati Y, Pasaribu S, Pasaribu AP. Risk factors for soil-transmitted helminthiasis in preschool children living in farmland, North Sumatera, Indonesia. Journal of Tropical Medicine. 2018;1–6.
-
29. Sungkar S, Sianturi I, Kusumowidagdo G. Human infection with Hymenolepis Spp .: Case reports from East Indonesia Archives of Parasitology. Arch Parasitol. 2017;1(1):5–8.
-
30. Widiastuti D, Pramestuti N, Astuti NT, Sari TF. Infeksi cacing Hymenolepis nana dan Hymenolepis diminuta pada tikus dan cecurut di area pemukiman Kabupaten
Banyumas. Vektora Jurnal Vektor dan Reservoir Penyakit. 2016;8(2):81–90.
-
31. Ahmad N, Alspaugh JA, Drew WL, Lagunoff M, Pottinger P, Reller LB, et al. Sherris Medical Microbiology. 7th ed. Ryan KJ, editor. New York: McGraw-Hill Education; 2018. 899–970 p.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i12.P15
119
Discussion and feedback