UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KELOR “MORINGA OLEIFERA” SEBAGAI IMUNOSTIMULAN DAN ANTIPLASMODIUM PADA MENCIT YANG DIINFEKSI PLASMODIUM BERGHEI
on

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.12,DESEMBER, 2023

Diterima: 2022-12-10 Revisi: 2023-11-08 Accepted: 25-11-2023
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KELOR “MORINGA OLEIFERA” SEBAGAI IMUNOSTIMULAN DAN ANTIPLASMODIUM PADA MENCIT YANG DIINFEKSI PLASMODIUM BERGHEI
I Made Pranawa Yogananda Sujaya1), Dewa Ayu Agus Sri Laksemi2), Putu Ayu Asri Damayanti2), Ni Luh Putu Eka Diarthini2) 1Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
Email: [email protected]
2Departemen/Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email: [email protected]
ABSTRAK
Malaria adalah penyakit yang sangat umum dan kompleks terjadi di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh parasit yang masuk kedalam genus Plasmodium dan tergolong protozoa obligat intraseluler. Banyaknya kasus resistensi obat antimalaria di Indonesia menyebabkan muncul suatu inovasi untuk menggunakan obat herbal sebagai penggantinya. Daun Kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu solusi dari masalah ini karena kandungan antioksidan di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah mengamati aktivitas daun kelor (Moringa oleifera) sebagai imunostimulan dan antiplasmodium terhadap Plasmodium berghei secara in vivo. Penelitian merupakan penelitian eksperimental secara in vivo dengan 4 kelompok sampel terbagi dengan 2 kelompok kontrol dan 2 kelompok perlakuan dengan total mencit 24 ekor. Didapatkan hasil rerata derajat parasitemia pada kelompok kontrol antiplasmodium sebesar 35,7% dan kelompok kontrol imunostimulan sebesar 36,4%, sedangkan pada kelompok perlakuan antiplasmodium sebesar 17,1% dan pada kelompok perlakuan imunostimulan sebesar 17,6%. Berdasarkan hasil analisis dengan One Way ANOVA ditemukan perbedaan rerata antara kelompok kontrol dan perlakuan dengan nilai p value <0,000. Penelitian mendapatkan hasil bahwa ekstrak daun kelor dapat menghambat pertumbuhan dari Plasmodium berghei lebih baik sebagai antiplasmodium dibandingkan sebagai imunostimulan.
Kata kunci : Antimalaria., Moringa oleifera,. Plasmodium berghei
ABSTRACT
Malaria is a very common and complex disease that occurs in Indonesia. This disease caused by parasites belonging to the genus Plasmodium and classified as intracellular obligate protozoa. The number of cases of antimalarial drug resistance in Indonesia has led to an innovation to use herbal medicine as a substitute. Moringa leaf (Moringa oleifera) is one solution to this problem because of the antioxidant content in it. The purpose of this study was to observe the activity of moringa leaves (Moringa oleifera) as an immunostimulant and antiplasmodium against Plasmodium berghei in vivo. The study was an in vivo experimental study with 4 sample groups divided into 2 control groups and 2 treatment groups with a total of 24 mice. The average degree of parasitemia in the antiplasmodium control group was 35.7% and the immunostimulant control group was 36.4%, while the antiplasmodium treatment group was 17.1% and the immunostimulant treatment group was 17.6%. Based on the results of the analysis using One Way ANOVA, it was found that there was a mean difference between the control and treatment groups with p value < 0.000. The study found that Moringa leaf extract could inhibit the growth of Plasmodium berghei better as an antiplasmodium than as an immunostimulant.
Keywords : Antimalarial., Moringa oleifera., Plasmodium berghei
PENDAHULUAN masuk dalam beberapa stratifikasi yang berbeda-beda. Wilayah
Indonesia bagian timur seperti Papua merupakan wilayah yang
Indonesia merupakan negara asia beriklim tropis yang stratifikasi malaria yang tinggi, sedangkan pulau Sumatera,
menjadi salah satu negara endemis malaria. Malaria di Indonesia Kalimantan, dan Sulawesi mendapatkan startifikasi sedang
malaria. Wilayah pulau Jawa dan Bali mendapatkan stratifikasi yang rendah pada penyakit malaria ini.1
Malaria merupakan penyakit yang sangat umum dan kompleks terjadi di wilayah Indonesia. Plasmodium merupakan parasite penyebab penyakit ini dan tergolong protozoa obligat intraseluler. Parasit ini diperantarai oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria sangat berbahaya karena dapat meningkatkan jumlah kematian bayi, balita, dan wanita yang akan melakukan persalinan, selain itu kondisi tersebut juga mengganggu produktivitas kerja.2
WHO atau World Health Organization melaporkan bahwa 17% penduduk Indonesia menderita malaria pada tahun 2012, dengan stratifikasi yang tinggi, transmisi rendah sebesar 44% dan yang bebas dari malaria sebesar 39%. Selain angka WHO, data menunjukkan bahwa Annual Parasite Incidence di wilayah Indonesia turun dari 2,47 per 1000 penduduk pada tahun 2008– 2009 menjadi 1,85 per 1000 penduduk.1 Plasmodium berghei merupakan jenis parasit yang tidak kalah berbahaya dibandingkan Plasmodium falciparum. Plasmodium berghei merupakan suatu parasit hemaprotozoa yang memiliki kesamaan molekuler dengan Plasmodium falciparum. Perbedaan dari kedua Plasmodium ini adalah Plasmodium berghei biasanya menyebabkan malaria pada hewan sedangkan Plasmodium falciparum menyebabkan malaria pada manusia.3
Selama ini telah banyak dilakukan upaya upaya dalam pengobatan Malaria ini seperti menggunakan obat antimalaria. Banyaknya kasus resistensi obat antimalaria di Indonesia menyebabkan muncul suatu inovasi untuk menggunakan obat herbal sebagai penggantinya. Ini dikarenakan harga yang lebih terjangkau serta efek samping yang lebih rendah.4
Daun Kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu solusi dari masalah ini. Ekstrak daun dari kelor ini dipercaya dapat mengobati malaria yang disebabkan oleh Plasmodium berghei, ini dikarenakan didalam daun kelor terdapat kandungan flavonoid yang dapat mengontrol aktivitas kimia antibodi dan membantu dalam mencegah penyakit masuk kedalam tubuh. Melihat hal ini, penelitian lebih lanjut untuk melihat efektivitas dari ekstrak daun kelor dalam mengobati penyakit malaria akibat dari parasit Plasmodium berghei perlu dilakukan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini bersifat eksperimental dan menggunakan metodologi Randomized Post Test Only Controlled Group. Sampel akan dipilih secara randomized dalam kelompok kontrol maupun kelompok eksperimental. Sampel akan dibagi menjadi 4 kelompok dasar dan dibagi kembali menjadi 2 kelompok kontrol eksperimental (P1 dan P2) dan 2 kelompok kontrol negatif (K1 dan K2).
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Enam ekor mencit galur Balb/c jantan dari masing-masing kelompok dijadikan sampel dalam penelitian ini, dengan total 24 ekor.
Alat yang digunakan meliputi: alat pemeliharan hewan uji (kandang berukuran 50 x 40 cm, tempat makan dan minum, serta sonde), neraca OHAUS dan timbangan, lemari pendingin, gelas
ukur, pengaduk, mikropipet, microtip, Eppendorf, pipet tetes, object glass, cover glass, gunting, minorset, paraffin, spuit 1 cc, tabung EDTA, handscoon, masker, dan jas laboratorium. Sedangkan bahan penelitian, yaitu mencit jantan galur Balb/c dengan berat badan 20-25 gram dan umur 2-3 bulan, pakan standar (Turbo 521), P. berghei strain ANKA yang didapat di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, control negative (PBS), ekstrak daun kelor, methanol, pewarna Giemsa, aquades, dan minyak imersi.
Persiapan Hewan Uji
Mencit berjenis kelamin jantan galur Balb/c yang sehat dengan usia sekitar 2-3 bulan dengan berat sekitar 20-25 gram dan berjumlah 24 ekor digunakan sebagai hewan uji. Mencit ini akan dipelihara dalam 4 kandang berukuran 50cm x 40cm. Aklimatisasi akan dilakukan dalam perlakuan dan keadaan yang dipantau dalam kisaran lingkunga yang konsisten serta berat badan mencit akan diukur setiap harinya untuk meninjau kondisi dari mencit tersebut.
Pembuatan Ekstrak Daun Kelor
Persiapan daun kelor (Moringa oleifera) sejumlah 1kg dengan membelinya di supermarket atau pasar di daerah Denpasar. Setelah daun kelor siap maka dilakukan pencucian agar daun kelor bersih dan dikeringkan dengan diangin-anginkan. Jika daun kelor dirasa sudah kering maka dapat dilanjutkan dengan pembuatan serbuknya dengan cara penggilingan daun kelor yang sudah kering. Setelah serbuk dari daun kelor sudah siap maka ekstrak akan dibuat dengan maserasi dengan larutan etanol 96% yang pelarutnya diganti setiap harinya secara konsisten selama 3 hari.5
Penetapan Dosis
Penetapan dosis dilakukan melihat lethal dose dari daun kelor itu sendiri. Setelah melakukan literasi ditemukan bahwa lethal dose dari ekstrak daun kelor ada pada dosis 1500mg/KgBB dan hasil terbaik pada dosis 400mg/KgBB.6 Dosis yang akan digunakan sebagai perlakuan pada penelitian ini yaitu 400mg/KgBB karena ini merupakan dosis terbaik dari literasi yang dilakukan. Dosis ini akan dikonversi sesuai dengan berat dari mencit yang disiapkan sehingga menghasilkan dosis 1 mg/25gramBB.
Hewan Uji
Mencit galur Balb/c jantan dengan berat badan 20-25 gram digunakan sebagai subjek uji dalam penelitian ini. Dua kelompok perlakuan (P1, P2) dan dua kelompok kontrol (K1 dan K2) dibuat untuk menjadi hewan uji. 7 ekor mencit digunakan pada setiap kelompok baik kelompok kontrol maupun perlakuan. Aklimatisasi dilakukan sebelum dimulainya perlakuan selama 7 hari dengan diberikan pakan dan air secara teratur. Kandang yang digunakan untuk memelihara mencit berukuran 50 x 40 cm.
Tahap Perlakuan
Plasmodium berghei pertama kali dibiakan pada tikus donor. Langkah awal dalam pembiakan Plasmodium berghei menggunakan mencit donor adalah menyiapkan beberapa mencit yang nantinya akan menjadi mencit yang terinfeksi.. Mencit yang
telah diinfeksikan oleh Plasmodium berghei ini lalu didiamkan selama 2-3 hari sebelum menjadi mencit donor. Mencit ini akan diinfeksikan dengan Plasmodium berghei dengan jumlah ±1 x 109.7 Setelah 2-3 hari maka diukur derajat parasitemia pada mencit donor dan jika sudah mencapai lebih dari 10% maka dinyatakan sudah siap menjadi mencit yang akan mendonorkan Plasmodium berghei kepada mencit uji Induksi Plasmodium berghei pada sampel mencit
pada lima lapang pandang. Berikut merupakan hasil hapusan darah pada kelompok K1, K2, P1, dan P2.

Gambar 1. Kelompok K2 (Kontrol Imunostimulan)
Inokulasi Plasmodium berghei yang dilakukan pada mencit akan dilakukan secara intraperitoneal. Perhitungan parasitemia pada mencit donor adalah awal kegiatan yang harus dilakukan dan jika sudah lebih dari 10% maka pengambilan darah dari mencit ini sebesar 2 mL. Darah yang diambil ini selanjutnya akan dicampurkan dengan larutan EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) 1% sebanyak 200 µL lalu akan diresuspensi pada pelarut berupa PBS. Setelah diresuspensi maka penyuntikan larutan ini pada hewan uji dapat dilakukan dengan peninjauan 2x24 jam.7 Setelah itu maka dilakukan perhitungan eritrosit pada hemositometer dilihat pada mikroskop. Jumlah pengenceran yang diperlukan untuk inokulasi tergantung pada jumlah sel darah merah yang terlihat.. Setelah mengetahui jumlah darah yang diperlukan, maka dilakukan penyampuran darah dengan PBS. Campuran ini akan diinjeksikan ke setiap mencit coba secara intraperitoneal.8

Gambar 2. Kelompok P2 (Perlakuan Imunostimulan)
Ekstrak diberikan setelah induksi Plasmodium berghei pada hewan uji, yang menunjukkan bahwa hewan uji positif malaria dan akan diberikan dengan dosis 1mg/25gramBB pada kelompok perlakuan. Pemberian ekstrak ini akan dilakukan setelah aklimatisasi dari mencit dan setelah 7 hari. Pada perlakuan pertama (P1) akan dilakukan inokulasi setelah dari pemberian ekstrak untuk menguji ekstrak sebagai imunostimulan, sedangkan pada perlakuan kedua (P2) akan dilakukan inokulasi sebelum pemberian ekstrak untuk melihat efektivitas ekstrak sebagai antiplasmodium. Kelompok kontrol negatif tidak diberikan terapi ekstrak daun kelor dan hanya diberikan 0,2 ml larutan PBS.

Gambar 3. Kelompok K1 (Kontrol Antiplasmodium)
Kemudian dilakukan pembuatan hapusan darah. Pembuatan hapusan darah diawali dengan pengambilan darah dari ekor mencit secukupnya, lalu darah itu diaplikasikan pada object glass dan dibuat hapusan tipis di atas object glass. Setelah hapusan darah kering, selanjutnya hapusan ini akan diberikan methanol sebagai media fiksasi, dan Giemsa 10 % sebagai sarana pewarnaan selama 15 menit. Setelah pewarnaan selesai maka object glass dicuci dengan air mengalir dan hapusan siap diamati pada mikroskop.9
Tahap selanjutnya merupakan pengamatan derajat parasitemia. Pengamatan yang akan dilakukan adalah pengamatan derajat dari parasitemia dan juga mengamati penghambatan dari Plasmodium berghei ini sendiri dalam tubuh mencit.10

Gambar 4. Kelompok P1 (Perlakuan Antiplasmodium)
HASIL
Uji Pemeriksaan Hapusan Darah
Untuk melihat derajat parasitemia pada mencit yang diuji perlu dilakukan pemeriksaan hapusan darah. Pemeriksaan hapusan darah diawali dengan pengambilan darah pada ekor mencit yang kemudian dilakukan pengecekan pada mikroskop dengan pembesaran 1000x
Uji Aktivitas Antimalaria
Setelah melakukan proses penelitian antimalaria dari ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dan perhitungan data, didapatkanlah hasil rata-rata derjat parasitemia pada keempat kelompok yang ada. Kelompok negatif antiplasmodium (K2) mendapatkan rerata derajat parasitemia tertinggi sebesar 46,6000 sedangkan kelompok perlakuan antiplasmodium (P2) mendapatkan rerata terendah sebesar 22,5800. Data hasil rerata derajat parasitemia ada pada tabel 1. Selain menghitung hasil rerata derajat parasitemia, Percent Parasite Suppresion juga perlu dihitung untuk melihat persentase supresi derajat parasitemia pada setiap kelompok dan dapat dijabarkan pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil identifikasi PCR Gen stx-1 subtipe EHEC
No. |
Kelompok |
Aktivitas Antimalaria | |
%Parasitemia ± SEM |
%Supresi | ||
1 |
Kelompok K2 |
35,7 ± 1,6 |
0.0 |
2 |
Kelompok P2 |
17,1 ± 1,4 |
52 |
3 |
Kelompok K1 |
36,4 ± 1,4 |
0.0 |
4 |
Kelompok P1 |
17,6 ± 1,2 |
51 |
Uji Beda Dosis Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Derajat Parasitemia
Uji normalitas derajat parasitemia agar pendistribusian data diketahui normal atau tidak. Uji Shapiro-Wilk digunakan dan ditemukan nilai p>0.05 yang menunjukkan data terdistribusi normal, karena data terdistribusi normal, maka uji parametrik dapat dilakukan. Hasil uji normalitas ada pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Derajat
Parasitemia Mencit Jantan galur Balb/c Pada Masing-Masing Kelompok
Kelompok |
Sampel (n) |
Sig. |
Kelompok P2 |
6 |
0.349 |
Kelompok P1 |
6 |
0.569 |
Kelompok K2 |
6 |
0.349 |
Kelompok K1 |
6 |
0.889 |
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui homogen atau tidaknya data. Uji Levene digunakan dan didapatkan hasil p>0.05 yang berarti hasil setelah diuji homogen. Dikarenakan data homogen maka uji parametrik dapat dilakukan. Hasil uji homogenitas dilampirkan pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Data Derajat Parasitemia
Mencit Jantan Galur Balb/c
Variabel |
Hasil Uji Homogenitas |
Derajat Parasitemia |
0.736 |
Uji parametrik One Way ANOVA dilakukan bertujuan untuk mengamati apakah ada perbedaan rerata derajat parasitemia pada keempat kelompok sampel. Berdasarkan hasil analisis data didapatkan hasil p<0.05 yang berarti pemberian perberian perlakuan ditemukan derajat parasitemia yang berbeda secara signifikan antara kelompok. Selain melihat perbedaan rerata pada kelompok kontrol dan perlakuan, pengujian juga dilakukan untuk mengamati perbedaan antara kelompok antiplasmodium imunostimulan. Hasil uji parametrik One Way ANOVA dilampirkan pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisa One Way ANOVA Terhadap Rerata
Derajat Parasitemia Terhadap Mencit Jantan Galur Balb/c
Jumlah kuadrat Sig.
Antar 2108,450 0,000
Kelompok
Dalam 42,047
Kelompok
Total 2150,497
Uji Post Hoc bertujuan untuk mengamati perbedaan rerata derajat parasitemia di setiap kelompok sampel. Berdasarkan hasil Uji Post Hoc maka didapatkan hasil yaitu p-value derajat parasitemia adalah <0.05. Secara statistik, ditemukan perbedaan derajat parasitemia yang menonjol pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan, sedangkan pada dua kelompok perlakuan P1 dan P2 tidak menonkol. Hasil Uji Post Hoc dilampirkan pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Post Hoc Terhadap Rerata Derajat
Parasitemia Mencit Jantan Galur Balb/c Pada Setiap Kelompok
Kelompok Perlakuan (I) |
Kelompok Perlakuan (J) |
Sig. |
Kelompok K2 |
Kelompok P2 |
0,000 |
Kelompok K1 |
Kelompok P1 |
0,000 |
Kelompok P1 |
Kelompok P2 |
-1,8364 |
PEMBAHASAN
Penelitian yang sudah dilakukan dengan memberikan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) kepada kelompok kontrol dan juga kelompok perlakuan membuktikan bahwa pertumbuhan Plasmodium berghei yang diinduksi ke dalam mencit jantan galur Balb/c mengalami perlambatan yang dapat dilihat dari persentase derajat parasitemia dalam kelompok perlakuan baik antiplasmodium maupun imunostimulan. Setelah melakukan perhitungan rerata pada derajat parasitemia setiap kelompok yang ada ditemukan bahwa derajat parasitemia pada kelompok perlakuan baik antiplasmodium maupun imunostimulan jauh lebih rendah dibandingkan dengan kelompok negatif yang tidak diberikan ekstrak dari daun kelor ini. Meskipun memiliki efek yang signifikan, kelompok antiplasmodium memiliki dampak yang lebih efektif dibandingkan dengan imunostimulan.
Kandungan alami yang ada di dalam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) inilah yang terbukti berpengaruh dalam penurunan dari tingkat parasitemia yang ada pada mencit yang terinfeksi oleh Plasmodium berghei. Kandungan alami ini berupa kandungan flavonoid, alkaloid, tannin, saponin, dan juga fenolat yang merupakan antioksidan dan juga menjadi senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antiplasmodium.11 Senyawa antioksidan seperti flavonoid dan juga saponin ini mampu menghambat sistesis protein dari plasmodium serta meningkatkan oksidasi yang ada pada sel darah merah sehingga mampu disebut sebagai antiplasmodium.3 Veronica dan kawan-kawan pada tahun 2020 melakukan suatu penelitian mengenai potensi kombinasi ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dan Artemisia annua sebagai antiplasmodium, pengurangan parasitemia yang cukup besar hingga 69,4% didapatkan berkat kombinasi artemisinin dari tanaman artemisia dan kandungan flavonoid pada daun kelor.6 Daun kelor (Moringa oleifera) juga pernah diteliti oleh Mulisa dan kawan-kawan pada tahun 2018 sebagai antimalaria terhadap tikus yang diinfeksi oleh Plasmodium berghei yang mendapatkan hasil yang signifikan pada kelompok perlakuan dengan ekstrak 400mg/kg dibandingkan dengan perlakuan lainnya karena efek antioksidan dari flavonoid yang tinggi pada daun kelor.12
Penelitian yang dilakukan oleh Prasiwi dan kawan-kawan pada tahun 2018 ini yang menggunakan ekstrak Paronema canescens memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian ini.Kandungan senyawa antioksidan yang ada pada Paronema canescens ini seperti alkaloid, flavonoid, tannin, dan saponin merupakan senyawa antioksidan yang juga ada di dalam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera). Penelitian yang dilakukan oleh Prasiwi dan kawan-kawan mendapatkan hasil persentase penghambatan tertinggi pada kelompok P3 yaitu sebesar 54,06% yang memiliki interpretasi bahwa fraksi etanol yang diambil dari ekstrak daun Peronema canescens ini memiliki dampak dalam perhambatan pertumbuhan parasit Plasmodiuum berghei.3 Suatu analisis pernah dilakukan pada tahun 2019 yang meneliti 20 tanaman herbal seperti daun tapak liman (Elephantopus scaber L.) dan biji mahoni (Swietenia macrophylla). Kedua tanaman ini memiliki beberapa kandungan antioksidan seperti saponin dan flavonoid yang juga merupakan kandungan dari daun kelor (Moringa oleifera).13 Laksemi dan kawan-kawan pada tahun 2021 juga melakukan suatu penelitian terhadapat ekstrak methanol daun Spondias pinnata terhadap mencit yang diinfeksi
Plasmodium berghei yang memiliki kesamaan terhadapat penelitian ini karena pada daun Spondias pinnata dan daun kelor (Moringa oleifera) memiliki kandungan yang sama yaitu flavonoid yang juga merupakan antioksidan yang mampu menjadi senyawa antimalaria.9 Mustofa dan kawan-kawan juga mendapatkan hasil yang sama karena di dalam ekstra methanol akar pandan wangi dan ekstrak daun kelor memiliki kandungan antioksidan yang sama.7
Skizon muda Plasmodium yang menjadi skizon matang lalu menjadi merozoit yang banyak sehingga sel darah merah akan pecah dan mengalami lisis, pada saat inilah peran antioksidan penting karena dapat memberikan perlindungan baik terhadap sel yang sudah terinvasi maupun yang belum. Perlindungan antioksidan ini umumnya terjadi karena penghambatan sintesis protein plasmodium maupun peningkatan oksidasi dari sel darah merah.3 Salah satu antioksidan yang ada di dalam Moringa oleifera yaitu saponin yang memiliki mekanisme pembentukan antioksidan sekunder berupa hidroperoksida yang akan menghambat dari perangkaian lipid peroksida. Selain saponin, alkaloid juga merupakan antioksidan yang ada di dalam Moringa oleifera dengan mekanisme pendonoran atom H kepada radikal bebas.11 Flavonoid merupakan senyawa dalam Moringa oleifera yang sangat penting dalam menghambat pertumbuhan parasit di dalam tubuh, karena flavonoid merupakan senyawa yang memiliki efek immunostimulator dengan mekanisme penetralisir radikal bebas melalui pendonoran ion hidrogen. Pada kasus malaria, flavonoid akan membantu menghambat degradasi sel darah merah menjadi heme dan juga pendistribusian nutrisi parasite.6
Melihat dari penelitian-penelitian sebelumnya dapat dibuktikan bahwa ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) mampu memberikan dampak sebagai antiplasodium dan imunostimulan karena senyawa-senyawa alami seperti flavonoid, saponin, tannin, dan alkaloid yang juga terkandung di dalam Paronema canescens, daun tapak liman (Elephantopus scaber L.), biji mahoni (Swietenia macrophylla), daun Spondias pinnata, dan akar pandan wangi.
Penelitian ini mendapatkan hasil kelompok perlakuan baik imunostimulan maupun antiplasmodium mengalami penurunan derajat parasitemia yang signifikan. Hasil penurunan yang signifikan ini dipengaruhi oleh senyawa flavonoid pada daun kelor yang tinggi sehingga tugasnya sebagai antioksidan primer yang mampu bereaksi dengan radikal bebas dan menstabilkannya serta sebagai antioksidan sekunder yang sering disebut juga dengan antioksidan preventif sehingga dapat menjadi imunostimulator yang baik. Hasil yang signifikan terhadap penurunan derajat parasitemia ini berkaitan juga dengan Percent Parasite Suppresion yang telah dihitung dengan cara mengurangi persentase penurunan derajat parasitemia kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol lalu dibagi dengan kelompok kontrol dan dikali dengan 100% yang mendapatkan hasil baik pada kelompok imunostimulan maupun antiplasmodium di angka >30% dengan implementasi bahwa penghambatan parasit sudah berjalan dengan baik dan dapat memperpanjang kelangsungan hidup mencit yang diberi perlakuan.15 Selain itu penentuan dosis yang tidak melewati lethal dose dari daun kelor juga merupakan salah satu alasan penelitian ini mendapatkan hasil yang diharapkan.14 Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian ini
diketahui bahwa daun kelor (Moringa oleifera) memiliki dampak signifikan menjadi antiplasmodium dan imunostimulan karena kandungan antioksidan aktif di dalamnya. Signifikannya hasil ini diharapkan menjadi sebuah referensi kedepannya dapat di aplikasikan sebagai suatu solusi dalam masalah resistensi terhadap efek obat antimalaria, tetapi perlu kembali dilakukan suat penelitian lebih lanjut dengan dosis berbeda untuk melihat dan membandingkan efektivitas ekstrak ini sebagai antimalaria.
Kesimpulan yang dapat diberikan adalah ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) terbukti memiliki aktivitas sebagai imunostimulan dan antiplasmodium dengan menghambat persentase parasitemia pada mencit yang terinfeksi Plasmodium berghei. Selain itu, perlakuan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) terbukti mampu memberikan dampak yang lebih signifikan sebagai antoplasmodium karena perbedaan persentase parasitemia sebelum dan sesudah inokulasi parasit.
Adapun anjuran yang dapat diberikan, yaitu penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait efektivitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) pada mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei dengan dosis yang lebih tinggi. Toxicity test terhadap daun kelor (Moringa oleifera) juga penting dilakukan untuk mendapatkan takaran yang sesuai sehingga dikemudian hari dapat mencapai hasil maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Mayasari, R., Andriayani, D., dan Sitorus, H. “Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Indonesia (Analisis Lanjut Riskesdas 2013)”, Buletin Penelitian Kesehatan, 2016; 44(1), h. 5–9.
-
2. Karmila, dkk. “Penerapan Data Mining K-Means dalam Mengelompokkan Kasus Penyakit Malaria Berdasarkan Provinsi dengan Aplikasi RapidMiner”, Ready Star, 2018; 1(1) h. 31–40.
-
3. Prasiwi, D., Sundaryono, A. dan Handayani, D.
“Aktivitas Fraksi Etanol Dari Ekstrak Daun Peronema Canescens Terhadap Tingkat Pertumbuhan Plasmodium berghei”, ALOTROP, Jurnal Pendidikan dan Ilmu KImia, 2018; 2(1), h. 25.
-
4. Kinansi, R. R., Mayasari, R. and Pratamawati, D. A. “Pengobatan Malaria Kombinasi Artemisinin (ACT) Di Provinsi Papua Barat Tahun 2013”, Balaba: Jurnal Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara, 2017;13(1), h. 43–54.
-
5. Yusuf, A. L., Nurawaliah, E. and Harun, N. “Uji efektivitas gel ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera L.) sebagai antijamur Malassezia furfur”, Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi, 2017; 5(2), h. 62.
-
6. Veronica, E., dkk. “Potensi Kombinasi Ekstrak Daun Kelor (Moringa oliefera) dan Artemisia (Artemisia annua) Sebagai Antimalaria Plasmodium falciparum”, Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 2020; 12(2), h. 831–841.
-
7. Mustofa, D., dkk. “Efektivitas ekstrak metanol akar pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Sebagai antimalaria terhadap jumlah limfosit dalam darah mencit (Mus musculus) yang diinfeksi Plasmodium berghei”, Intisari Sains Medis, 2019; 10(2), h. 16–26.
-
8. Rachmadenawanti E, Hermansyah B, dan Hermansyah Y. “Uji Aktivitas Fraksi Diklorometana Ekstrak Metanol Bangle ( Zingiber cassumunar Roxb .) sebagai Terapi Komplementer Malaria secara In Vivo ( The Activity Test of Dichloromethane Fraction of Bangle ( Zingiber cassumunar Roxb .) Methanolic Extract as Comple”, e-journal Pustaka Kesehatan. 2016; 4(2), h. 205.
-
9. Laksemi, D. A. A. S., dkk. “Ethanol Extract of Spondias pinnata Leaves Reduce Parasite Number and Increase Macrophage Phagocytosis Capacity of Mice Infected by Plasmodium berghei”, Indonesian Biomedical Journal, 2021; 13(1), h. 40–47.
-
10. Wardani, A. K., Wahid, A. R., dan Astuti, Y. “Uji Aktivitas Antimalaria in vitro dari Ekstrak Etanol Batang Tanaman Ashitaba (Angelica keiskei [Miq.] Koidz)”, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 2020; 18(2), h. 203 & 205.
-
11. Widiastini, L. P., Karuniadi, I. G. A. M., dan Tangkas, M. “Senyawa Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa Oleifera) Di Denpasar Selatan Bali”, Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar, 2021; 16(1), h. 135.
-
12. Mulisa, E., dkk. “Evaluation of in vivo antimalarial activities of leaves of Moringa oleifera against Plasmodium berghei in mice”, Jundishapur Journal of Natural Pharmaceutical Products, 2018; 13(1), h. 1–5.
-
13. Wijayanti, E. dan Chaerunissa “Tanaman Herbal Berkhasiat Sebagai Obat Antimalaria”, Farmaka, 2019; 17(2), h. 94–104.
-
14. Awodele, O., dkk. “Toxicological evaluation of the aqueous leaf extract of Moringa oleifera Lam. (Moringaceae)”, Journal of Ethnopharmacology.
Elsevier Ireland Ltd, 2012; 139(2), h. 330–336.
-
15. Andika, F. F. A. “Uji Aktivitas Antimalaria Ekstrak Etanol Rimpang Bangle (Zingiber cassumunar Roxb.) Terhadap Plasmodium Berghei Secara In Vivo”, Universitas Jember, 2017; h. 93.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i12.P13
103
Discussion and feedback