Characteristics of Myopia in Children at Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah General Hospital Period 2020/2021
on

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.12,DESEMBER, 2023
DOAJ
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

Diterima: 2022-12-07 Revisi: 2023-10-08 Accepted: 25-10-2023
KARAKTERISTIK MIOPIA PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PROF. DR. I.G.N.G.
NGOERAH PERIODE 2020/2021
Putri Tamia Desriyanti1, Ni Made Ayu Surasmiati2, I Gusti Ayu Ratna Suryaningrum2, I Made Agus Kusumadjaja2
-
1 Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
-
2 Departemen Ilmu Kesehatan Mata, RSUP Prof.Dr.I.G.N.G. Ngoerah
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Miopia merupakan penyebab utama gangguan penglihatan yang diderita oleh anak usia sekolah di dunia. Miopia menyebabkan anak tidak dapat melihat jelas pada jarak jauh sehingga apabila tidak di koreksi dapat mempengaruhi aktivitas dan prestasi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik miopia pada pasien anak yang memeriksakan diri ke Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah periode 2020/2021. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif rancangan potong lintang dengan pengambilan sampel total dari data sekunder rekam medis yang selanjutnya dianalisis dan diolah menggunakan SPSS. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan 32 pasien anak menderita miopia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa miopia lebih banyak pada perempuan (59,4%) dengan rentang usia 6-12 tahun (62,5%). Domisili pasien terbanyak berasal dari Denpasar (62,5%). Seluruh kasus miopia didapatkan pada kedua mata atau bilateral (100,0%). Klasifikasi miopia paling banyak ditemukan miopia astigmatisma kompositus pada mata kanan (53,1%) dan mata kiri (65,6%). Pasien paling sering mengalami moderate visual impairment dengan visus <6/18 – 6/60 pada mata kanan (46,9%) dan mata kiri (40,6%). Derajat miopia terbanyak pada mata kanan miopia ringan (40,6%) dengan lensa koreksi <S-3,00 dan miopia tinggi pada mata kiri (43,8%) dengan >S-6,00. Sebagian besar pasien mengalami perbaikan visus menjadi normal 6/6 – 6/12 paska koreksi pada mata kanan (59,4%) dan mata kiri (65,6%). Ambliopia ditemukan (56,3%) miopia pada anak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai miopia dan menyadari pentingnya mencegah serta tatalaksana tepat untuk miopia pada anak.
Kata kunci: Miopia., anak usia sekolah., visus., derajat myopia., visus paska koreksi.
ABSTRACT
Myopia is the main cause of visual impairment suffered by school-age children in the world. Myopia causes children unable to see clearly at a distance so that if not corrected it can affect children's activities and achievements. This study aims to determine the characteristics of myopia in pediatric patients who came at Eye Polyclinic Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah in 2020/2021. This study is a descriptive retrospective cross-sectional design with total sampling from secondary medical record which analyzed and processed using SPSS. Based on the study results, it was found that 32 pediatric patients suffered myopia. The results showed that myopia was more common in women (59.4%) with an age range 6-12 years (62.5%). Most of the patients were from Denpasar (62.5%). All cases of myopia were present in both eyes or bilateral (100.0%). The most common classification of myopia found compound myopic astigmatism in right eye (53.1%) and left eye (65.6%). Patients most often experienced moderate visual impairment with visual acuity <6/18 – 6/60 in right eye (46.9%) and left eye (40.6%). The highest degree of myopia was low myopia (40.6%) in right eye with a correction lens <S-3.00 and high myopia in left eye (43.8%) with >S-6.00. Most of patients experienced improvement to normal vision 6/6 – 6/12 after correction in right eye (59.4%) and left eye (65.6%). Amblyopia was found (56.3%) myopia in
children. The results of this study are expected to be basis for further research and to realize the importance of preventing and proper management myopia in children.
Keywords: Myopia., school-age children., visual acuity., degree of myopia., post-correction visual acuity.
PENDAHULUAN
Miopia merupakan salah satu kelainan refraksi yang diderita oleh mayoritas masyarakat seluruh dunia. Miopia menjadi penyebab utama penurunan tajam penglihatan pada anak usia sekolah padahal penglihatan yang baik sangat diperlukan untuk mendukung kelancaran proses belajar dan dapat mengakibatkan penurunan prestasi pada anak.1 Angka kejadian miopia dan konsekuensi patologis dari pemanjangan bola mata yang dapat menyebabkan kebutaan ireversibel semakin meningkat. Usia pasien ketika miopia mulai bermanifestasi menentukan progresivitas dan derajat miopia.
Berdasarkan data, angka miopia tertinggi di dunia pada negara Asia, tepatnya di Cina. Prevalensi miopia pada anak 5% di negara barat dan ditemukan lebih tinggi di Asia yang mencapai 29%.2 Perkiraan jumlah penderita miopia mencapai 2,5 miliar penduduk pada tahun 2020 menurut Institute of Eye Research. Dari data WHO (2009) menyatakan bahwa 10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi yaitu miopia, apabila tidak dikoreksi dapat menjadi penyebab utama dari gangguan tajam penglihatan di seluruh dunia.3
Menurut Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dalam Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2012 kelainan refraksi menjadi penyebab kebutaan serta gangguan penglihatan yaitu sebanyak 22,1% dari total penduduk dan 15% di antaranya diderita oleh anak usia sekolah.4 Prevalensi gangguan penglihatan berat pada usia 6 tahun ke atas menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 secara nasional mencapai 0,9% dan terjadi peningkatan seiring dengan pertambahan usia. Angka kejadian gangguan penglihatan berat di Bali sebesar 0,6% dan kebutaan 0,3%.5 Dari data Poliklinik Mata Rumah Sakit Mata Bali Mandara tahun 2016 miopia menempati posisi kedua dengan kasus terbanyak dengan jumlah kunjungan 2000 kasus atau sebesar 15,94%.6 Penelitian terkini mengenai karakteristik miopia pada anak di Bali masih kurang. Miopia pada anak terus meningkat setiap tahunnya apabila tidak ada penanganan lebih lanjut dan dapat mempengaruhi nilai produktivitasnya kelak.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik penderita miopia pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah Denpasar periode 2020/2021.
KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi merupakan keadaan dimana bayangan tidak dapat terbentuk tepat pada retina tetapi di depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik tajam. Gangguan refraksi terjadi karena mata tidak mampu untuk memfokuskan sinar cahaya yang datang secara akurat dan tepat dari sebuah objek ke retina.7Kelainan refraksi memiliki prevalensi tinggi dan diperkirakan hingga 34,78% di seluruh dunia. Menurut data VISION 2020 gangguan visus ditemukan pada 153 juta penduduk dunia akibat kelainan refraksi yang tidak dikoreksi dan sekitar 12 juta diantaranya anak usia 5-15 tahun.3 Menurut WHO (2011) 43% kelainan refraksi dapat menyebabkan kebutaan.8 Kelainan refraksi terdiri dari miopia, hipermetropia dan astigmatisma.
Miopia pada Anak
Miopia adalah salah satu kelainan refraksi yang terjadi ketika sinar sejajar garis pandang suatu benda difokuskan di depan retina saat mata sedang tidak berakomodasi.9 Miopia dapat terjadi karena aksis bola mata relatif panjang, indeks bias tinggi atau indeks refraksi lensa dan kornea terlalu kuat.10 Angka kejadian miopia telah meningkat selama 50 tahun terakhir dan diperkirakan mempengaruhi 1,6 miliar populasi di seluruh dunia.2 Miopia diderita oleh 25% penduduk Amerika dan menunjukkan persentase lebih tinggi pada beberapa negara di Asia yang terhitung 70-90% dari total penduduk. Prevalensi miopia sebanyak 30-40% di Eropa dan 10-20% di Afrika.11
Prevalensi miopia tertinggi pada anak usia sekolah terjadi di Asia Timur dan Tenggara, yaitu di Singapura, Cina, Taiwan, Hongkong, Jepang dan Korea serta mengalami peningkatan yang signifikan.12 Tingkat kejadian tahunan miopia pada anak-anak di Asia Timur ditemukan lebih tinggi dibandingkan di Eropa.13 Di Indonesia 25% populasi mengalami kelainan refraksi atau sekitar 55 juta jiwa. Prevalensi gangguan refraksi severe low vision pada usia 6-14 tahun mencapai 0,03% dengan pemakaian kacamata sebesar 1%.5
Miopia adalah penyakit multifaktorial yang dipengaruhi oleh genetik dan gaya hidup. Miopia pada anak seringkali berkaitan dengan faktor genetik, sedangkan miopia pada usia dewasa seringkali berhubungan dengan gaya hidup.14 Miopia bersifat progresif dan terus berkembang pada anak15 sehingga jika tidak dikoreksi dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa, bahkan jika dibiarkan berlanjut dapat menimbulkan risiko kehilangan penglihatan yang irreversible.16
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif secara deskriptif retrospektif dengan menggunakan metode pendekatan potong lintang atau cross-sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada satu waktu secara bersamaan. Penelitian menggunakan data sekunder berupa rekam medis untuk mengetahui karakteristik miopia pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah Denpasar Bali. Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu Januari hingga Juni 2022.
Populasi target penelitian merupakan pasien anak penderita miopia. Sementara populasi terjangkau adalah pasien anak penderita miopia di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah Denpasar pada periode 2020/2021. Kriteria inklusi semua pasien anak yang terdaftar di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah Denpasar dengan diagnosis miopia dengan atau tanpa disertai astigmatisma dalam rentang November 2020 - Juni 2021. Sedangkan kriteria eksklusi pasien anak yang data rekam medisnya tidak lengkap atau tidak didapatkan di ruang rekam medis, gudang rekam medis, maupun database rekam medis. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik total sampling dimana seluruh subjek penderita miopia pada anak yang sesuai
kriteria inklusi dan eksklusi selama periode dimasukkan ke dalam penelitian.
Variabel yang diteliti yaitu jenis kelamin, usia, domisili, lateralitas, klasifikasi miopia, visus, derajat miopia, visus paska koreksi dan ambliopia. Data yang diperoleh dari rekam medis diolah dan analisis secara bertahap menggunakan software SPSS versi 26, kemudian hasilnya dikelompokkan berdasarkan karakteristik miopia.
Penelitian ini tidak melakukan intervensi kepada subjek penelitian dan privasi pada hasil akhir penelitian.
HASIL
Terdapat total 32 pasien anak dengan diagnosis miopia yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi menjadi subjek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan 32 pasien
anak menderita miopia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan (59,4%) lebih banyak menderita miopia dibandingkan laki-laki 13 pasien (40,6%) seperti pada Tabel 1. Usia paling banyak pada rentang 6-12 tahun (62,5%) dengan rata-rata usia seluruh pasien anak yang menderita miopia adalah 11 tahun (Tabel 2). Kunjungan pasien berasal dari kota/kabupaten di Bali dan Nusa Tenggara. Pada Tabel 3 domisili pasien terbanyak berasal dari Denpasar (62,5%). Seluruh kasus miopia didapatkan pada kedua mata atau bilateral (100,0%).
Pada penelitian ini miopia diklasifikasikan menjadi miopia simpleks dan miopia astigmatisma kompositus. Miopia yang paling banyak ditemukan miopia astigmatisma kompositus pada oculi dextra (53,1%) dan oculi sinistra (65,6%) seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 1. Distribusi Penderita Miopia Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin |
Jumlah (n=32) |
Persentase (%) | |
Laki-laki |
13 |
40,6 | |
Perempuan |
19 |
59,4 | |
Tabel 2. Distribusi Penderita Miopia Berdasarkan Usia | |||
Usia |
Jumlah (n=32) |
Persentase (%) | |
6-12 |
20 |
62,5 | |
13-15 |
5 |
15,6 | |
16-18 |
7 |
21,9 | |
Tabel 3. Distribusi Penderita Miopia Berdasarkan Domisili | |||
Domisili |
Jumlah (n=32) |
Persentase (%) | |
Denpasar |
20 |
62,5 | |
Badung |
3 |
9,4 | |
Gianyar |
1 |
3,1 | |
Tabanan |
1 |
3,1 | |
Jembrana |
1 |
3,1 | |
Bangli |
1 |
3,1 | |
Klungkung |
1 |
3,1 | |
Buleleng |
1 |
3,1 | |
Luar Bali |
3 |
9,4 |
Tabel 4. Distribusi Penderita Miopia Berdasarkan Klasifikasi Miopia
Klasifikasi Miopia |
Jumlah (n=32) |
Persentase (%) |
OD | ||
Miopia Simpleks |
15 |
46,9 |
Miopia Astigmatisma Kompositus |
17 |
53,1 |
OS | ||
Miopia Simpleks |
11 |
34,4 |
Miopia Astigmatisma Kompositus |
21 |
65,6 |
Tabel 5. Distribusi Penderita Miopia Berdasarkan Tajam Penglihatan
Tajam Penglihatan (Visus) |
Jumlah (n=32) |
Persentase (%) |
OD | ||
6/6 – 6/12 |
6 |
18,8 |
<6/12 – 6/18 |
2 |
6,3 |
<6/18 – 6/60 |
15 |
46,9 |
<6/60 – 3/60 |
7 |
21,9 |
<3/60 |
2 |
6,3 |
OS | ||
6/6 – 6/12 |
6 |
18,8 |
<6/12 – 6/18 |
3 |
9,4 |
<6/18 – 6/60 |
13 |
40,6 |
<6/60 – 3/60 |
6 |
18,8 |
<3/60 |
4 |
12,5 |
Tabel 6. Distribusi Penderita Miopia Berdasarkan Derajat Miopia | ||
Derajat Miopia |
Jumlah (n=32) |
Persentase (%) |
OD | ||
Miopia Ringan |
13 |
40,6 |
Miopia Sedang |
8 |
25,0 |
Miopia Tinggi |
11 |
34,4 |
OS | ||
Miopia Ringan |
12 |
37,5 |
Miopia Sedang |
6 |
18 |
Miopia Tinggi |
14 |
43,8 |
Tabel 7. Distribusi Penderita Miopia Berdasarkan Visus Paska Koreksi
Visus Paska Koreksi |
Jumlah (n=32) |
Persentase (%) |
OD | ||
6/6 – 6/12 |
19 |
59,4 |
<6/12 – 6/18 |
4 |
12,5 |
<6/18 – 6/60 |
9 |
28,1 |
OS | ||
6/6 – 6/12 |
21 |
65,6 |
<6/12 – 6/18 |
2 |
6,3 |
<6/18 – 6/60 |
9 |
28,1 |
Tabel 8. Distribusi Ambliopia Pada Penderita Miopia | ||
Ambliopia |
Jumlah (n=32) |
Persentase (%) |
Ya |
18 |
56,3 |
Tidak |
14 |
43,8 |
Ditinjau dari ketajaman penglihatan atau visus, persebarannya dibagi menjadi mata normal 6/6 – 6/12, mild visual impairment <6/12 – 6/18, moderate visual impairment <6/18 – 6/6, severe visual impairment <6/60 – 3/60, dan blindness <3/60. Pada Tabel 5 pasien miopia pada anak paling sering mengalami moderate visual impairment dengan visus <6/18 – 6/60 pada oculi dextra (46,9%) dan oculi sinistra (40,6%).
Apabila dilihat dari tingkat keparahan kelainan refraksi, derajat miopia dibagi menjadi miopia ringan, miopia sedang dan miopia tinggi. Derajat miopia diklasifikasi berdasarkan ukuran lensa kacamata spheris negatif atau hasil spherical equivalent yang digunakan untuk mengoreksi tajam penglihatan, yaitu miopia ringan <-3,00 dioptri, miopia sedang -3,00 hingga -6,00 dioptri, dan miopia tinggi >-6,00 dioptri. Derajat miopia terbanyak pada oculi dextra adalah miopia ringan (40,6%) dengan lensa koreksi <S-3,00 dan miopia tinggi pada oculi sinistra (43,8%) dengan >S-6,00 sesuai Tabel 6. Sebesar 25,0% dari seluruh pasien anak memiliki derajat miopia berbeda antara mata kanan dan kiri.
Berdasarkan visus paska koreksi terdapat perbaikan tajam penglihatan setelah menggunakan lensa kacamata dengan koreksi terbaik. Tabel 7 menunjukkan sebagian besar pasien mengalami perbaikan visus menjadi visus normal 6/6 – 6/12 paska koreksi pada oculi dextra (59,4%) dan oculi sinistra (65,6%). Pada sejumlah pasien terjadi pengurangan ketajaman visual walaupun sudah diberikan koreksi terbaik. Berdasarkan diagnosis ambliopia dan data penurunan tajam penglihatan pada visus akhir ditemukan ambliopia (56,3%) pada pasien anak yang menderita miopia seperti pada Tabel 8.
PEMBAHASAN
Miopia atau rabun jauh merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan yang diderita oleh anak-anak usia sekolah di dunia. Miopia terjadi karena kekuatan refraksi mata terlalu kuat terhadap panjang bola mata dan menjadi kelainan refraksi yang paling sering ditemukan pada anak. Apabila kelainan refraksi tidak dikoreksi dapat mempengaruhi aktivitas dan prestasi anak,
sehingga perlu pencegahan dan penatalaksanaan untuk perbaikan prognosis pasien.
Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data dari 32 rekam medis pasien dengan diagnosis miopia yang datang memeriksakan diri ke RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah Denpasar dan kemudian diambil gambaran karakteristik miopia pada anak berdasarkan jenis kelamin, usia, domisili, lateralitas, klasifikasi miopia, visus, derajat miopia, visus paska koreksi dan ambliopia.
Apabila ditinjau dari jenis kelamin penderita miopia lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan laki-laki dengan persentase 59,4% perempuan dan 40,6% laki-laki. Hasil pada penelitian ini sejalan dengan penelitian kelainan refraksi pada anak di SD Cipta Dharma Denpasar yaitu miopia lebih banyak pada anak perempuan 51,1% dibandingkan laki-laki 48,9%.17 Penelitian serupa dilakukan di RS Mata Cicendo Bandung ditemukan 64,1% pasien perempuan dan 35,9% pasien laki-laki menderita miopia.18 Hal ini dikarenakan perempuan lebih sedikit beraktivitas di luar ruangan daripada laki-laki. Pada perempuan progresivitas miopia berkembang lebih cepat dibandingkan laki-laki.19
Penelitian di Hongkong memaparkan bahwa insiden miopia yang terjadi pada anak usia sekolah mencapai 37% dengan perbandingan yang sama antara jumlah anak perempuan dan laki-laki.20 Dalam analisis univariat oleh Li dkk. di Beijing Cina, ditemukan anak perempuan (52.1%) secara signifikan (P <0,001) lebih rabun dan lebih mungkin untuk memiliki miopia daripada (47.9%) anak laki-laki.21 Dari penelitian Tricard dkk. di Eropa ditemukan progresivitas atau perkembangan rata-rata miopia lebih tinggi di antara anak perempuan –0,35 D daripada di antara anak laki-laki –0,32 D.22
Berdasarkan usia paling banyak miopia pada anak dengan rentang usia 6-12 tahun sebesar 62,5%. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan di RS Mata Cicendo Bandung dimana miopia terbanyak diderita oleh anak usia 10-14 tahun yaitu 88,9%.23 Selain itu, dari penelitian yang dilakukan di poliklinik mata RSUP Sanglah ditemukan paling banyak miopia pada anak usia 9-12 tahun yang mencapai 63,3%.24Aktivitas jarak
dekat dan perkembangan teknologi berpotensi meningkatkan prevalensi miopia pada usia muda karena penggunaan mata yang berlebihan untuk melihat dari jarak dekat akan mempengaruhi daya akomodasi mata. Diperoleh rata-rata usia pasien anak yang menderita miopia adalah 11 tahun, dimana hal ini selaras dengan penelitian di SD Saraswati 2 Denpasar terbanyak pada usia 11 tahun yang mencapai 84,0%.25
Prevalensi miopia meningkat seiring dengan pertambahan usia pada anak. Prevalensi miopia yang diderita oleh anak di Amerika adalah 3% pada usia 5-7 tahun, 8% usia 8-10 tahun, 14% usia 11-12 tahun dan 25% usia 12-17 tahun. Dari penelitian di Taiwan terdapat 12% anak usia 6 tahun dan 84% anak usia 1618 tahun mengalami miopia. Data di Jepang juga menunjukkan bahwa prevalensi miopia pada anak usia 12 tahun sebesar 43,5% meningkat menjadi 66% pada anak usia 17 tahun.26 Di Hong Kong, prevalensi miopia 17% pada anak-anak yang berusia dibawah 7 tahun, 37,5% pada usia 8 tahun dan meningkat menjadi 53,1% pada anak yang berusia diatas 11 tahun. Di Singapura, prevalensi miopia 11% pada anak-anak berusia 6 hingga 72 bulan, 29% pada usia 7 tahun, 34,7% pada usia 8 tahun dan 53,1% pada usia 9 tahun. Di Korea, prevalensi miopia berdasarkan kelompok umur adalah 50% pada anak usia 5 hingga 11 tahun, 78% pada usia 12 hingga 18 tahun dan 45,7% pada siswa sekolah menengah.13
Berdasarkan domisili, mayoritas pasien 62,5% yang datang ke poliklinik mata RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah berasal dari Denpasar. Hal ini disebabkan karena keseluruhan sampel yang diambil dari rekam medis RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah yang terletak di kota Denpasar, sehingga akses pasien lebih mudah jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Selain itu, RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah menjadi rumah sakit rujukan utama dengan fasilitas lengkap di Bali sehingga banyak pasien dari berbagai daerah yang datang berobat. Hasil tersebut sama dengan beberapa penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar, seperti oleh Handayani dkk. yang menemukan 62,1% dan Gracella dkk. mendapatkan 37,0% pasien berasal dari Denpasar.27,28 Dapat dilihat dari penelitian di SD Saraswati 2 Denpasar, miopia terjadi pada 41,0% siswa.25Selain itu, sejumlah 86,6% siswa di SD Cipta Dharma Denpasar dan di SMP II Pekutatan Jembrana, 85,24% siswa yang berasal dari Bali menderita miopia.17,29
Angka miopia pada anak yang menetap di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah pedesaan pada beberapa negara.30 Di Cina, prevalensi miopia pada anak perkotaan berkisar dari 5,7% pada usia 5 tahun, 30,1% usia 10 tahun, dan meningkat menjadi 78,4% usia 15 tahun. Sedangkan pada anak pedesaan, tidak ditemukan miopia pada usia 5 tahun, 36,8% dari anak usia 13 tahun, 43% usia 15 tahun dan 53,9% dari usia 17 tahun ditemukan miopia. Di India, anak perkotaan memiliki prevalensi miopia masing-masing 4,7%, 7%, dan 10,8% pada usia 5, 10, dan 15 tahun. Sedangkan pada anak pedesaan di India prevalensinya 2,8%, 4,1%, dan 6,7% pada usia 7, 10, dan 15 tahun.13
Secara umum miopia terjadi pada kedua mata atau bilateral. Berdasarkan lateralitas didapatkan seluruh pasien 100,0% menderita miopia pada kedua mata atau bilateral. Hal ini serupa dengan penelitian di RS Mata Cicendo Bandung yang
menemukan 92,4% miopia bilateral.18 Pada penelitian di poliklinik mata RSUP Sanglah dimana bilateralitas didapatkan sebesar 96,7%.24
Berdasarkan klasifikasi miopia, dari total sampel ditemukan dua jenis miopia pada penelitian ini, yaitu miopia simpleks dan miopia astigmatisma kompositus. Pada oculi dextra diperoleh persentase 46,9% dan 53,1%, sedangkan pada oculi sinistra persentase masing-masing 34,4% dan 65,6%. Ditemukan miopia astigmatisma kompositus lebih banyak karena RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah cenderung menerima pasien rujukan dari fasilitas kesehatan lain sehingga miopia ditemukan lebih kompleks. Diduga perkembangan miopia dapat disebabkan karena astigmatisma yang tidak terkoreksi sehingga pertumbuhan mata tidak terkoordinasi dan menjadi miopia astigmatisma kompositus. Hal ini sesuai dengan penelitian lainnya, seperti di RS Mata Cicendo Bandung 9,4% miopia simpleks dan 57,2% miopia astigmatisma kompositus31, di poliklinik mata RSUP Sanglah 25,0% miopia simpleks dan 48,3% miopia astigmatisma kompositus24 serta di SMP II Pekutatan Jembrana, miopia simpleks 2,6% dan miopia astigmatisma kompositus 3,5%.29
Berdasarkan penelitian di India oleh Bakare dkk., miopia ditemukan sebanyak 6,68% pada anak dengan klasifikasi Simple Myopic Astigmatism (SMA) sejumlah 2,39% dan Compound Myopic Astigmatism (CMA) sejumlah 1,24%.32 Dalam penelitian astigmatisma oleh Ijaz dkk. yang dilakukan di Pakistan, didapatkan simple myopic astigmatism 13,8%, compound myopic astigmatism 32,3% dan mixed astigmatism 8,4% yang selanjutnya apabila tidak ditangani tepat waktu maka dapat menyebabkan ambliopia, sehingga skrining yang tepat dapat mencegah anak dari kehilangan penglihatan permanen karena ambliopia.33
Hasil pemeriksaan visus didapatkan dari rekam medis pasien anak yang diperiksa dengan menggunakan snellen chart. Berdasarkan visus atau tajam penglihatan, pasien dominan mengalami moderate visual impairment yaitu gangguan penglihatan visus <6/18 – 6/6 dengan persentase 46,9% pada oculi dextra dan 40,6% oculi sinistra. Apabila dilihat penelitian serupa yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar terdapat gangguan penglihatan ringan 24,7%, gangguan penglihatan sedang 39,7%, gangguan penglihatan berat 17,8%, dan kebutaan 17,8%.28 Hasil yang diperoleh serupa dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Gracella dkk. dimana gangguan tajam penglihatan paling banyak pada tingkat moderate atau sedang. Penelitian lain yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar oleh Handayani dkk. menemukan gangguan penglihatan sebesar 51,6% pada mata kanan dan 49,1% pada mata kiri.27
Dari hasil presentasi ketajaman visual (PVA) di India oleh Panda dkk. ditemukan 82,9% buta, 5,3% severe visual impairment, 6% moderate visual impairment, dan 5,7% normal.34 Berdasarkan penelitian di Uganda Afrika Timur oleh Kinengyere dkk. diperoleh prevalensi Childhood Visual Impairment (CVI) mencapai 42,14% dari 134 pasien, diantaranya 49 pasien (15,41%) gangguan penglihatan sedang, 45 pasien (14,15%) gangguan penglihatan berat dan 40 pasien (12,58%) dengan kebutaan.35
Derajat miopia sesuai besarnya koreksi kacamata dengan menggunakan lensa spheris negatif maupun spherical equivalent
adaptasi nyaman, sehingga ditemukan miopia ringan 40,6% dengan koreksi <S-3,00 pada oculi dextra dan miopia tinggi 43,8% dengan koreksi >S-6,00 pada oculi sinistra. Hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar menemukan paling banyak miopia derajat ringan27 dan miopia derajat sedang pada kedua mata.24 Dari penelitian yang dilakukan di SDN 09 Tanah Tinggi Jakarta Pusat didapatkan prevalensi miopia ringan 87%, 9% miopia sedang dan 4% miopia berat.36 Penelitian lain yang dilakukan di RS Mata Cicendo Bandung menemukan miopia dengan koreksi <S-3,00 sebesar 92,6% dan S-3,00 – S-6,00 sebesar 7,4%.23
Penelitian di Pakistan oleh Khan dkk. memperoleh hasil dari 200 peserta, 98 anak menderita miopia ringan, 87 miopia sedang, 10 miopia tinggi, dan 5 miopia berat.37 Di India penelitian oleh Verkicharla dkk. mendapatkan miopia derajat ringan 65%, miopia sedang 23%, miopia tinggi 7% dan miopia berat 5%.38 Miopia seringkali tidak disadari saat terjadi pada anak maka dapat terjadi gangguan bahkan perburukan pada penglihatan.
Setelah dilakukan koreksi didapatkan visus akhir, kedua mata pasien mengalami perbaikan visus dan penglihatan menjadi lebih baik. Hasil pemeriksaan visus akhir merupakan visus setelah koreksi terbaik dengan nilai visus 6/12 sebagai batas nilai visus normal. Sementara pada penelitian oleh Paudel dkk. cut-off point untuk penglihatan normal adalah visus 6/9.39 Mayoritas pasien pada penelitian ini memperoleh visus paska koreksi menjadi tajam penglihatan normal yaitu 6/6 – 6/12 pada kedua mata baik oculi dextra 59,4% maupun oculi sinistra 65,6%. Hal ini sejalan dengan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar oleh Handayani dkk. bahwa sebagian besar pasien mengalami perbaikan visus menjadi 6/6 setelah koreksi yaitu 80,7% pada mata kanan dan 83,9% pada mata kiri.27
Ambliopia merupakan penurunan ketajaman visual yang tidak dapat dikoreksi pada satu atau kedua mata yang tidak berkaitan dengan kelainan struktural maupun defek anatomik nyata pada mata serta menjadi penyebab paling umum sekitar 25% kecacatan penglihatan yang dapat dicegah pada anak.40 Kecurigaan ambliopia terjadi pada pasien yang memiliki visus akhir <6/6. Penelitian oleh Paudel dkk. menyatakan bahwa ambliopia dapat terjadi pada pasien dengan visus akhir < 6/12.39
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lin dkk. di Taiwan terdapat 28 anak dengan ambliopia refraksi tinggi bilateral yang sebelumnya tidak diobati.41 Dari penelitian Aljohani dkk. di Arab Saudi didapatkan ambliopia unilateral lebih banyak pada 76,03% anak dibandingkan dengan ambliopia bilateral. Penyebab utama ambliopia unilateral adalah anisometropia 80,56% dan strabismus 72,22%. Sedangkan penyebab ambliopia bilateral paling sering astigmatisma 50,50%, diikuti oleh hiperopia dan miopia 23,07%. Dari 121 pasien ambliopia ditemukan 7 pasien anak mengalami miopia.42 Penelitian di Australia oleh Robaei dkk. menemukan ambliopia terjadi pada 22,5% pasien anak dengan kelainan refraksi.43
Beberapa perbedaan terkait prevalensi miopia pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti populasi studi, metode pemeriksaan yang dilakukan, dan definisi dari miopia yang digunakan sebagai acuan pada penelitian. Variasi pada hasil penelitian dapat diperoleh karena perbedaan dari segi geografis,
etnis dan budaya setempat. Faktor genetik serta gaya hidup seperti kebiasaan ketika melihat dengan jarak dan intensitas tertentu dapat mempengaruhi derajat miopia yang diderita oleh anak. Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini, antara lain tipe penelitian hospital-based sehingga sampel yang didapat kurang mewakili keseluruhan populasi. Selain itu, data sekunder dengan retrospektif dapat menyebabkan data yang tercatat kurang lengkap dan proses pengambilan data yang dilakukan dalam satu waktu bersamaan atau cross-sectional sehingga tidak dapat memantau kondisi pasien secara berkelanjutan dan tidak dapat memberikan intervensi pada subjek penelitian. Penelitian lebih lanjut dapat memberikan informasi lebih mengenai etiologi miopia pada anak.
Dari 32 pasien anak yang memenuhi kriteria inklusi dan menjadi sampel penelitian. Dapat disimpulkan berdasarkan hasil penelitian bahwa miopia pada anak paling banyak berjenis kelamin perempuan. Usia terbanyak pada rentang 6-12 tahun. Domisili pasien paling banyak berasal dari Denpasar. Seluruh kasus miopia didapatkan pada kedua mata atau bilateral. Klasifikasi miopia yang paling banyak ditemukan miopia astigmatisma kompositus. Pasien miopia pada anak paling banyak mengalami moderate visual impairment dengan visus <6/18 – 6/60. Derajat miopia terbanyak ditemukan pada mata kanan adalah miopia ringan dengan lensa koreksi <S-3,00 dan miopia tinggi pada mata kiri dengan koreksi kacamata >S-6,00. Sebagian besar pasien mengalami perbaikan visus menjadi visus normal 6/6 – 6/12 paska koreksi. Selain itu, ambliopia ditemukan pada sejumlah anak yang menderita miopia.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai data acuan dan dikembangkan untuk penelitian lainnya. Terdapat berbagai keterbatasan dalam penelitian ini, sehingga perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan lebih banyak jumlah sampel sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat. Apabila terdapat penelitian serupa dapat menambahkan data seperti faktor genetik dari riwayat orang tua dan aktivitas dekat. Adapun penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mencari hubungan antara faktor risiko dan karakteristik miopia. Beberapa kelemahan pada penelitian ini yaitu penyimpanan data rekam medis di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah yang kurang sistematis sehingga cukup banyak data pasien yang tidak ditemukan dan beberapa penulisan data pasien poliklinik mata kurang lengkap sehingga tidak dapat ditinjau gambaran karakteristik pada penelitian ini. Oleh karena itu, semoga penelitian ini dapat menjadi dasar untuk meningkatkan berbagai aspek tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Wood, J. M., Black, A. A., Hopkins, S., & White, S. Vision and Academic Performance in Primary School Children. Ophthalmic & physiological optics : the journal of the British College of Ophthalmic Opticians (Optometrists). 2018;38(5),516–524.
https://doi.org/10.1111/opo.12582
-
2. Yu L, Li, Z.K. Gao, J.R. Liu, J.R & Xu, C.T. Epidemiology, Genetics And Treatments For Myopia.
International Journal of Ophthalmology. 2011;658–69.
-
3. World Health Organization. Global Initiative For The Elimination of Avoidable Blindness: Action plan 2006 -2011. 2009. [online] Tersedia di:
https://www.who.int/blindness/Vision2020_report.pdf
-
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mata Sehat di Segala Usia untuk Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Indonesia. Kemkes.go.id. 2012. [online] Tersedia di:
-
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. 2013. [online]
Tersedia di: https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset-kesehatan-dasar-riskesdas/
-
6. Yuniti, N. M. Rumah Sakit Mata Bali Mandara. 2016. [online] Tersedia di:
http://103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Laporan_Akun tabilitas_Kinerja_Instansi_Pemerintah_49_V1_5976ba2 2a3b4b.pdf
-
7. Ilyas, H.S. Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.
-
8. World Health Organization. Visual Impairment and
Blindness. 2011. [online] Tersedia di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheet.
-
9. Ostrow, G.I., Kirkeby, L., Epley, D., Iribarren, R. & Nallasamy, S. Myopia. 2019. [online] American Academy of Ophthalmology. Tersedia di: https://eyewiki.aao.org/Myopia
-
10. De Jong, P. Myopia: Its Historical Contexts. The British journal of ophthalmology. 2018;102(8),1021–1027.
https://doi.org/10.1136/bjophthalmol-2017-311625
-
11. Myrowitz, E.H. Juvenile Myopia Progression, Risk Factors and Interventions. Saudi journal of ophthalmology: official journal of the Saudi
Ophthalmological Society. 2012;26(3),293–297.
https://doi.org/10.1016/j.sjopt.2011.03.002
-
12. Morgan, I.G., Ohno-Matsui, K., Saw, S.M. Myopia. Lancet (London, England). 2012;379(9827),1739–1748. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(12)60272-4
-
13. Wu, P.-C., Huang, H.-M., Yu, H.-J., Fang, P.-C., & Chen, C.-T. Epidemiology of Myopia. Asia-Pacific Journal of Ophthalmology. 2016;5(6),386–393.
doi:10.1097/apo.0000000000000236
-
14. Ang, M., & Wong, T.Y. Updates on Myopia : A Clinical Perspective. Singapore: Springer Nature; 2020. ISBN 978-981-13-8490-5
-
15. Weissman, J. Environmental Factors and Progressive Myopia: A Global Health Problem. The Science Journal of the Lander College of Arts and Sciences; 2007.
-
16. Foster, P. J., & Jiang, Y. Epidemiology of myopia. Eye (London, England). 2014;28(2), 202–208.
https://doi.org/10.1038/eye.2013.280
-
17. Lestari, K.D., Handayani, T.A., Pemayun, C.I.D., & Manuaba, I.B.P. Karakteristik dan perbedaan kelainan refraksi pada anak usia sekolah dasar di Sekolah Dasar Cipta Dharma Denpasar Februari 2014. Medicina. 2019;50(2):220-225. DOI:
10.15562/Medicina.v50i2.224
-
18. Juanarta, P. and Sirait, S. Karakteristik Pasien Miopia di Poli Refraksi, Lensa Kontak, dan Low Vision Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Periode Januari – Desember Tahun 2020. Mini Observasional. Bandung: Universitas Padjajaran; 2021.
-
19. Donovan, L., Sankaridurg, P., Ho, A., Naduvilath, T., Smith, E. L., & A. Holden, B. Myopia Progression Rates in Urban Children Wearing Single-Vision Spectacles. Optometry and Vision Science. 2012;89(1), 27–
32. doi:10.1097/opx.0b013e3182357f79
-
20. Fan, D. S., Lam, D. S., Lam, R. F., Lau, J. T., Chong, K. S., Cheung, E. Y., Lai, R. Y., & Chew, S. J. Prevalence, incidence, and progression of myopia of school children in Hong Kong. Investigative ophthalmology & visual science. 2004;45(4),1071–1075.
https://doi.org/10.1167/iovs.03-1151
-
21. Li, S.Y., Li, S.M., Zhou, Y.H., Liu, L.R., Li, H., Kang, M.T., Zhan, S.Y., Wang, N., & Millodot, M. Effect of undercorrection on myopia progression in 12-year-old children. Graefe's Archive for Clinical and Experimental Ophthalmology. 2015;253(8). DOI:10.1007/s00417-015-3053-8
-
22. Tricard D., Marillet S., Ingrand P., Bullimore M., Bourne R., & Levezie N. Progression of myopia in children and teenagers: a nationwide longitudinal study Br J Ophthalmol; 2021. doi:10.1136/ bjophthalmol-
2020-318256
-
23. Ihsanti, D., Tanuwidjaja, S., & Respati, T. Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Derajat Kelainan Refraksi pada Anak di RS Mata Cicendo Bandung. Prosiding Pendidikan Dokter. Bandung: Universitas Islam Bandung; 2015.
-
24. Mihartari, P.G., Sutyawan, I., & Triningrat, A.
Gambaran Umum Kelainan Refraksi pada Pasien Anak Usia 6-12 Tahun di Divisi Refraksi dan Lensa Kontak Poliklinik Mata RSUP Sanglah Tahun 2014. E-Jurnal Medika. 2017;6(12),170 – 174.
-
25. Permana, G.A.R., Sari, K.A.K., Aryani, P. Hubungan perilaku penggunaan gadget terhadap miopia pada anak sekolah dasar kelas 6 di Kota Denpasar. Intisari Sains Medis. 2020;11(2):763-768. DOI:
10.15562/ism.v11i2.694
-
26. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San Francisco. 2005;120-2.
-
27. Handayani T.A., Supradnya, I.G.N.A., & Pemayun,
C.I.D. Characteristic of Patients with Refractive Disorder at Eye Clinic of Sanglah General Hospital Denpasar, Bali-Indonesia. Bali Medical Journal (BMJ). 2012;1(3):101-107
-
28. Gracella, F.L., Sutyawan I.W.E., Triningrat, A.A.M.P. Karakteristik Penderita Katarak Senilis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Tahun 2014. E-Jurnal Medika. 2017;6 (12):151 - 156
-
29. Suryathi, N., Budhiastra, I. and Handayani, A. Outdoor Activities and Myopia on Junior High School Student in Rural Area of Bali. Ophthalmologica Indonesiana. 2018;44(1), p.30.
-
30. Khairunnisa, I. Progresifitas Miopia Pada Anak Sekolah Dasar Di Daerah Pedesaan Dibandingkan Dengan Daerah Perkotaan. Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 2017.
-
31. Ginting, D.V., Amiruddin, P.O. Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Jenis Kelainan Refraksi pada Anak di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. Observasional Study. Bandung: Universitas Padjajaran; 2016.
-
32. Bakare, P. N., Gogate, P., Magdum, R., Phadke, S., & Maheshgauri, R. (2022). Estimation of the Prevalence of Uncorrected Refractive Error and Other Ocular Morbid Conditions in School Children of Industrial Area in a Non-metro City in India. Cureus. 2022;14(8),e27972. https://doi.org/10.7759/cureus.27972
-
33. Ijaz R., Ijaz H., Rustam N. Prevalence of Astigmatism in School Going Children. Pak J Ophthalmol. 2017;33(3).
-
34. Panda L, Khanna RC, Metla AL, Marmamula S, Pehere NK, Keeffe JE. Causes of vision impairment and blindness among children in schools for the blind in South Indian States of Andhra Pradesh and Telangana. Indian J Ophthalmol. 2020;68:345-50. DOI:
10.4103/ijo.IJO_923_19
-
35. Kinengyere, P., Kizito, S., Kiggundu, J. B., Ampaire, A., & Wabulembo, G. (2017). Burden, etiology and predictors of visual impairment among children attending Mulago National Referral Hospital eye clinic, Uganda. African health sciences. 2017;17(3),877–885. https://doi.org/10.4314/ahs.v17i3.31
. Mokoginta, S.N., Marsiati, H., Indriawati, A., Susmiarsih, T.P. Prevalensi Kelainan Refraksi pada Siswa SD Negeri 09 Pagi Tanah Tinggi Jakarta Pusat. Majalah Sainstekes. 2017;4(1):030-035.
. Khan S, Alam M, Mohammad L. Severity of myopia in children presented at KDA district head quarter teaching hospital Kohat. Professional Med J. 2022;29(6):834-
838. https://doi.org/10.29309/TPMJ/2022.29.06.6767
. Verkicharla PK, Kammari P, Das AV. Myopia
progression varies with age and severity of myopia.
PLoS ONE. 2020;15(11):e0241759.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0241759
. Paudel P., Boptom P.R., Naduvilath, T., Wilson, D., Phuong, H.T., Ho, S.M., dkk. Prevalence of vision impairment and refractive error in school children in Ba Ria – Vung Tau province, Vietnam. Clinical and Experimental Ophtalmology. 2014;42:217-226
. Park S. H. Current Management of Childhood Amblyopia. Korean journal of ophthalmology : KJO. 2019;33(6),557–568.
https://doi.org/10.3341/kjo.2019.0061
. Lin, P.W., Chang, H.W., Lai, I.C., Teng, M.C. Visual outcomes after spectacles treatment in children with bilateral high refractive amblyopia. Clin Exp Optom. 2016;99:550-554. DOI:10.1111/cxo.12412
. Aljohani S, Aldakhil S, Alrasheed SH, Tan QQ, Alshammeri S. The Clinical Characteristics of Amblyopia in Children Under 17 Years of Age in Qassim Region, Saudi Arabia. Clin Ophthalmol.
2022;16:2677-2684
https://doi.org/10.2147/OPTH.S379550
. Robaei, D., Rose, K., Ojaimi, E., Kifley, A., Huynh, S., & Mitchell, P. Visual acuity and the causes of visual loss in a population-based sample of 6-year-old Australian children. Ophthalmology. 2005;112(7), 1275–1282.
https://doi.org/10.1016/j.ophtha.2005.01.052
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i12.P05
44
Discussion and feedback