ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.12,DESEMBER, 2023

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Diterima: 2022-12-07 Revisi: 2023-10-08 Accepted: 25-10-2023

TINGKAT PENGETAHUAN MANAJEMEN NYERI MAHASISWA TAHAP AKHIR DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Ni Kadek Ayuk Ari Wahyuni1, Dewa Ayu Mas Shintya Dewi2, I Gusti Agung Gede Utara Hartawan2 1Program Studi Sarjana Kedokteran, Universitas Udayana

2Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh seluruh mahasiswa kedokteran yaitu mengenai manajemen nyeri karena nyeri menjadi penyebab utama pasien datang untuk mendapatkan pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan manajemen nyeri mahasiswa tahap akhir di Fakultas Kedokteran Universita Udayana. Metode penelitian dengan responden penelitian ini adalah mahasiswa tahap akhir semester VI program studi pendidikan dokter di fakultas kedokteran universitas udayana. Adapun jenis penelitian ini non eksperimental dengan metode penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan cross-sectional (potong lintang). Teknik pengambilan sampel dengan metode total sampling dan menggunakan kuesioner dari Knowledge and attitudes regarding pain (KASRP). Dari total 213 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan manajemen nyeri mahasiswa tahap akhir di fakultas kedokteran universitas udayana sebanyak 46,94% dengan nilai minumun 28,21% dan nilai maksimun 100%. Mahasiswa tahap semester VI program studi pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memiliki pengetahuan mengenai manajemen nyeri yang kurang baik. Peneliti menyarankan dilakukan pelatihan dan pembelajaran mengenai manajemen nyeri sebelum mahasiswa masuk ke tahap klinik (co-ass).

Kata kunci : Mahasiswa Kedokteran., Manajemen Nyeri., Tingkat Pengetahuan

ABSTRACT

The basic knowledge that all medical students must know is about pain management because pain is the main cause of patients coming for treatment. Objective: The purpose of this study was to determine the level of pain management knowledge of final stage students at the Faculty of Medicine, Udayana University. The respondents of this study were students in the final stage of the sixth semester of the medical education study program at the medical faculty of Udayana University. The type of this research is non-experimental with descriptive research method that uses a cross-sectional approach (cross-sectional). The sampling technique used was the total sampling method and used a questionnaire from Knowledge and attitudes regarding pain (KASRP). A total of 213 respondents who have met the inclusion criteria and obtained research results which show that the average level of knowledge of pain management in the final stages of the Udayana University medical faculty is 46.94% with a minimum score of 28.21% and a maximum value of 100%. The sixth semester students of the medical education study program at the medical Faculty Of Udayana University have poor knowledge of pain management. Researchers suggest training and learning about pain management before students enter the clinical stage (co-ass). Keywords : Medical Student., Pain Management., Level Of Knowledge

PENDAHULUAN

Nyeri telah menjadi alasan utama pasien mencari pelayanan kesehatan. Sebanyak 40% dari 100 juta pasien datang ke rumah sakit mengeluhkan nyeri. International Association for the Study of Pain menjabarkan nyeri sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan baik secara sensori

dan emosional sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial. Pasien yang mengeluh nyeri mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik dan kualitas hidup hingga 50%1. kondisi ini tidak hanya mempengaruhi pasien (sebagai masalah

sensorik dan emosional) tetapi juga mempengaruhi keluarga dan lingkungan sosialnya serta hubungan interaksi di tempat kerja.

Kesadaran akan pentingnya manajemen nyeri dapat menurunkan resiko pasien mengalami kecemasan ,depresi dan mempercepat proses penyembuhan sehingga penting bagi pelayanan di fasilitas kesehatan. Namun dari 150 negara 80% dari populasi secara global tidak mendapatkan penanganan manajemen nyeri yang layak2.

Hingga saat ini belum ada data yang memberikan gambaran tingkat pengetahuan terkait manajemen nyeri dari mahasiswa seluruh program studi Fakultas Kedokteran pada umumnya dan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada khususnya , maka dari itu penulis tertarik untuk membuat sebuah penelitian pendahuluan mengenai tingkat pengetahuan mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana terkait manajemen nyeri. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi sejauh mana pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa kedokteran di Universitas Udayana.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan suatu pengalaman yang subjektif yang definisikan sebagai sensasi rasa sakit yang dapat berkisar dari ringan, bersifat lokal sampai berat. Pengalaman nyeri berupa respon sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan menjadikan nyeri masuk ke dalam tanda vital ke lima setelah suhu, tekanan darah, denyut nadi dan laju pernapasan karena nyeri dapat memberikan perubahan fisiologis dan emosional dalam jangka waktu yang panjang. Patofisiologi Nyeri

Proses terjadinya nyeri diawali dengan adanya sebuah injury atau trauma yang terjadi dibagian tubuh individu, sehingga diterjemahkan menjadi rangsangan sensoris yang tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan suatu jaringan dan organ. Mekanisme dasar terjadinya nyeri terjadi secara bertahap mulai dari transduksi, konduksi, modulasi, dan persepsi terjadinya mekanisme ini pada seluruh jenis nyeri baik kronik maupun nyeri akut3.

Klasifikasi Nyeri

Nyeri berdasarkan waktu terjadinya dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi akibat trauma mendadak dan cidera yang spesifik berlangsung selama kurang dari 3 bulan sementara nyeri kronik adalah nyeri yang terjadi lebih dari 3 bulan dengan intensitas yang hilang timbul, terus menerus dan adanya respon dari parasimpatis4.

Dampak Nyeri

Nyeri menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat saat ini yang dapat menyebabkan beban ekonomi dan sosial yang signifikan. Selain itu, kondisi ini tidak hanya mempengaruhi pasien (sebagai masalah sensorik dan emosional) tetapi juga mempengaruhi keluarga dan lingkungan sosialnya. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien nyeri kronis diperoleh data menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik hingga 50%5

Di daerah Spanyol di lakukan penelitian mengenai hubungan nyeri kronik dengan tingkat pengaruh nyeri terhadap pekerjaan dan di peroleh hasil bahwa 24,4% pasien yang menderita nyeri kronik meminta cuti sakit dan 12% telah kehilangan pekerjaan6.

Manajemen Nyeri

Manajemen nyeri merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan guna bertujuan untuk mengurangi rasa sakit yang dialami oleh pasien7. Manejemen nyeri secara farmakologis menggunakan obat-obatan opioid dan nonopioid sementara itu manajemen nyeri secara non-farmakologi dengan relaksasi, massage, distraksi, musk terapi, dan terapi es.

PENGETAHUAN

Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan yang terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera pendengaran, peraba, pengecap, pengeheliatan, penciuman dan perasaan8.

Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto, pada hasil tingkat ukur pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu dikategorikan baik jika jawaban benar 76%-100% , cukup apabila mampu menjawab benar 56%-75% dan kurang baik apabila jawaban benar ≤55%9.

PERAN MAHASISWA KEDOKTERAN DALAM MANAJEMEN NYERI

Mahasiswa kedokteran kelak akan lulus dan terlibat langsung menjadi seorang tenaga medis, sehingga memiliki pengetahuan dan pengalaman yang mumpuni dalam melakukan manajemen nyeri yang efektif akan memberikan kesembuhan yang signifikan bagi pasien. Pengalaman sebagai sebuah sumber pengetahuan yang diperoleh dengan cara mengulang kembali sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Sebagai mahasiswa kedokteran sudah menjadi kebiasan untuk belajar mengkaji keluhan

pasien, tanda umum dan respon fisiologi tubuh pasien terhadap nyeri.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan dengan jenis penelitian non eksperimental dengan metode penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan cross-sectional (potong lintang) untuk mengetahui tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kedokteran tingkat akhir di Universitas Udayana Denpasar Bali mengenai manajemen nyeri.

Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yang diambil dengan metode total sampling, populasi terjangkau pada penelitian ini adalah Mahasiswa Aktif Program Studi Sarjana Kedokteran Dan Profesi Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar tahun 2022, yaitu mahasiswa tingkat akhir semester VI angkatan 2019 yang berjumlah 247 orang. Kuesioner yang digunakan adalah Knowledge and attitudes

regarding pain (KASRP) merupakan kuesioner yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan mengenai manajemen nyeri.Kuesioner ini dibuat oleh Betty Ferrel, RN, PhD, FAAN dan Margo McCaffery, RN,MS,FAAN dalam (http://prc.coh.org) yang berisikan 39 pertanyaan10.

HASIL

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Penelitian dilakukan secara online dengan pembagian Google Form kepada responden dan pengisian data oleh para responden. Pada penelitian ini subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 213 responden. Sesuai dengan kriteria inklusi yaitu mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kedokteran Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter maka seluruh responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2019 (100%).

Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan small group discusion

Kelompok

Frekuensi

Persentase

B1

11

5,16

B2

13

6,10

B3

10

4,69

B4

12

5,63

B5

10

4,69

B6

12

5,63

B7

10

4,69

B8

10

4,69

B9

11

5,16

B10

10

4,69

A1

11

5,16

Kelompok

Frekuensi

Persentase

A2

10

4,69

A3

11

5,16

A4

10

4,69

A5

10

4,69

A6

11

5,16

A7

11

5,16

A8

9

4,23

A9

11

5,16

A10

10

4,69

Total

213

100

Tabel 2. Skor Tingkat Pengetahuan Manajemen Nyeri

Skor Tingkat

Rerata(s.b)

Minimun

Maksimum

Pengetahuan Manajemen

46,94%

28,21%

100%

Nyeri

(9,21)

Tabel 3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Manajemen Nyeri

Tingkat Pengetahuan        Frekuensi

Persentase

Baik                      3

Cukup                   32

Kurang                   178

Total                       213

1,4% 15% 83,6% 100%

Dalam penelitian ini didapatkan rerata skor pengetahuan manajemen nyeri pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana adalah 46,94%, dengan skor terendah 28,21% dan skor tertinggi 100%. Berdasarkan

Tabel 5.2 didapatkan distribusi skor KARSP sebagai berikut yaitu tingkat pengetahuan baik sebanyak 3 orang (1,4%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 32 orang (15%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 178 orang (83,6%).

Tabel 4. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kategori Soal

No.

Pertanyaan

Jawaban benar, n (%)

Kategori penilaian

55,04%

1.

Tanda-tanda vital adalah analgesic yang terpercaya untuk mengetahui intensitas nyeri pasien

123 (57,75)

4.     Pasien bisa tidur meskipun mengalami nyeri yang hebat                                         34 (15,96)

  • 12.    Anak-anak berusia kurang dari 11 tahun tidak dapat melaporkan rasa nyeri yang dialami dengan terpercaya, karenanya dokter harus mengandalkan pengkajian orangtua pada intensitas nyeri anak.

    127 (59,62)

    167 (78,40)

    180 (84,51)


  • 15.    Memberikan pasien air steril dengan cara suntikan (placebo) adalah suatu cara yang berguna untuk menentukan apakah nyeri yang dialami pasien itu nyata.

  • 17.    Jika sumber nyeri pasien tidak diketahui, opioid tidak boleh digunakan selama periode evaluasi nyeri, karena dapat menghalangi kemampuan mendiagnosa penyebab nyeri dengan benar.

31    Pihak yang paling akurat dalam menentukan intensitas nyeri pasien adalah                        122 (57,28)

  • 38.    Kasus 1

Pasien A: Andrew berusia 25 tahun dan saat ini adalah hari pertamanya setelah operasi perut. Saat Anda memasuki kamarnya, dia tersenyum pada Anda dan terus berbicara dan bercanda dengan pengunjungnya. Pengkajian Anda mendapatkan informasi berikut: BP = 120/80; HR = 80; RR = 18; pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak ada rasa nyeri/ketidaknyamanan, 10 = rasa nyeri/ketidaknyamanan terburuk), analgesik menilai nyeri yang dirasakan dengan skala 8.

  • a.     Pada catatan dokumentasi pasien, Anda harus menandai rasa nyeri pasien dengan skala dibawah 72 (33,80)

  • ini. Pilihlah nomor yang menggambarkan pengkajian Anda atas nyeri yang dialami Andrew.

39    Kasus 2

Pasien B: Robert berusia 25 tahun dan saat ini adalah hari pertamanya setelah operasi perut. Saat Anda memasuki kamarnya, dia berbaring tenang di tempat tidur dan meringis saat ia bergerak di tempat tidur. Pengkajian Anda mendapatkan informasi berikut: BP = 120/80; HR = 80; RR = 18; pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak ada rasa nyeri/ketidaknyamanan, 10 = rasa nyeri/ketidaknyamanan terburuk), ia menilai nyeri yang dirasakan dengan skala 8. A. Pada catatan dokumentasi pasien, Anda harus menandai rasa nyeri pasien dengan skala dibawah ini. Pilihlah nomor yang menggambarkan pengkajian Anda atas nyeri yang dialami 113 (53,05) Robert.

Katagori pengobatan

58,97%

5.

Aspirin dan zat anti inflamasi nonsteroid lain bukan merupakan

nalgesic yang efektif untuk  106 (49,77)

metastasis nyeri tulang

6.

Gangguan pernapasan jarang terjadi pada pasien yang mengkonsumsi opioid dengan dosis stabil selama periode waktu bulanan.

82 (38,50)

7.

Mengkombinasikan nalgesic yang bekerja dengan mekanisme berbeda (misalnya, menggabungkan NSAID dengan opioid) dapat mengontrol nyeri dengan lebih baik dan dengan efek samping yang lebih sedikit daripada menggunakan obat nalgesic tunggal.

154 (72,30)

8.

Durasi efek dari analgesia 1-2 mg morfin IV biasanya adalah 4-5 jam.

174 (81,69)

9.

Opioid tidak boleh digunakan pada pasien dengan nalges penyalahgunaan obat

176 (82,63)

10.

Pasien lansia tidak boleh diberikan opioid untuk nalge nyeri.

119 (55,87

11.

Pasien harus didorong untuk menahan rasa nyeri sebanyak mungkin sebelum menggunakan opioid.

98 (46,01)

14.

Setelah dosis awal kolaborasi analgesik opioid diberikan, dosis berikutnya harus disesuaikan dengan respon individu pasien

204 (95,77)

16.

Vicodin (hydrocodone 5 mg + acetaminophen 300 mg) yang diberikan secara oral kurang lebih sama dengan 5- 10 mg morfin yang diberikan secara oral pula

136 (63,85)

18.

Obat antikonvulsan seperti gabapentin (Neurontin) mampu meredakan nyeri secara optimal setelah diberikan pada pasien dengan dosis tunggal.

146 (68,54)

19.

Benzodiazepin bukanlah obat pereda nyeri yang efektif dan jarang direkomendasikan sebagai obat analgesik.

127 (59,62)

21.

Istilah equianalgesia kurang lebih sama artinya dengan analgesia, dan digunakan untuk mengacu pada dosis berbagai analgesik yang bisa meredakan nyeri dengan tingkatan yang kurang lebih

169 (79,34)

sama.

23.

Cara yang direkomendasikan untuk pemberian analgesik opioid pada pasien dengan nyeri kanker yang dirasakan terus menerus adalah.

Cara yang direkomendasikan untuk pemberian analgesik opioid pada pasien dengan nyeri yang

48 (21,60)

24.

hebat dan tiba-tiba dalam waktu yang singkat, seperti nyeri trauma atau nyeri pasca operasi adalah..

126 (59,15)

25.

Manakah dari obat analgesik berikut yang dianggap sebagai obat pilihan untuk penanganan nyeri tingkat sedang sampai nyeri hebat dalam jangka panjang bagi pasien kanker?

115 (53,99)

26.

Dosis 30 mg morfin oral kurang lebih setara dengan

114 (53,52)

27.

Analgesik untuk meredakan nyeri pasca operasi harus diberikan

93 (43,66)

28.

Seorang pasien dengan nyeri kanker yang dirasakan terus menerus diberikan analgesik opioid setiap hari selama 2 bulan. Kemarin pasien diberikan morfin 200 mg / jam secara intravena. Hari ini pasien juga diberikan obat yang sama sebanyak 250 mg / jam melalui intravena. Kemungkinan pasien mengalami gangguan pernafasan yang signifikan secara klinis tanpa adanya faktor komorbiditas baru adalah.

33 (15,49)

29.

Alasan yang paling mungkin bagi seorang pasien yang mengalami nyeri untuk meminta penambahan obat penghilang rasa nyeri adalah

147 (69,01)

30.

Manakah dari obat berikut ini bermanfaat untuk penanganan nyeri kanker

133 (62,44)

34.

Waktu dimana efek morfin yang diberikan melalui IV berada pada kondisi puncak adalah

122 (57,28)

35.

Waktu dimana efek morfin yang diberikan secara oral berada pada kondisi puncak adalah

111 (85,11)

37.

Pernyataan yang benar mengenai penggunaan opioid yang menyebabkan gangguan pernafasan

88 (41,31)

Kategori Intervensi                                                                                  33,96 %

3.

Pasien yang dapat dialihkan perhatiannya dari nyeri biasanya tidak mengalami rasa nyeri yang hebat.

179 (84,04)

38B

Pengkajian Anda seperti di atas dilakukan dua jam setelah pasien diberikan morfin 2 mg melalui IV. Setiap setengah jam, skala nyeri setelah injeksi berkisar antara 6-8 dan secara klinis pasien tidak mengalami gangguan pernapasan yang berarti, sedasi, atau efek samping lain yang tidak diinginkan. Pasien mengidentifikasi nilai 2/10 sebagai tingkat penurunan nyeri yang dialaminya. Permintaan dokter untuk obat analgesia adalah ―morfin IV 1-3 mg q1h PRN untuk pereda nyeri. Periksalah tindakan apa saja yang akan anda lakukan pada pasien ini

10 (4,69)

39B

Pengkajian Anda seperti di atas dilakukan dua jam setelah pasien diberikan morfin 2 mg melalui IV. Setiap setengah jam, skala nyeri setelah injeksi berkisar antara 6-8 dan secara klinis pasien tidak mengalami gangguan pernapasan yang berarti, sedasi, atau efek samping lain yang tidak diinginkan. Pasien mengidentifikasi nilai 2/10 sebagai tingkat penurunan nyeri yang dialaminya. Perintah dokter untuk obat analgesia adalah ―morfin IV 1-3 mg q1h PRN untuk pereda nyeri .

28 (13,15)

Periksalah tindakan apa yang akan Anda lakukan pada pasien saat ini.

Kategori Kecanduan

76,05%

20

Kecanduan narkotika / opioid didefinisikan sebagai suatu penyakit neurobiologis kronis, ditandai dengan perilaku yang meliputi satu atau lebih dari hal berikut: gangguan control terhadap penggunaan obat, penggunaan yang kompulsif, penggunaan terus menerus meskipun berbahaya, dan hasrat/keinginan yang besar.

206 (96,71)

22.

Pengkajian sedasi dianjurkan dalam manajemen nyeri dengan opioid karena sedasi berlebihan dapat menyebabkan gangguan pernapasan yang dipicu oleh opioid.

196 (92,02)

33

Seberapa besar kemungkinan bahwa pasien yang mengalami nyeri mempunyai masalah dengan alkohol dan atau penyalahgunaan obat?

133 (62,44)

36

Setelah pemberian opioid dihentikan secara tiba-tiba, ketergantungan fisik yang dialami pasien dimanifestasikan sebagai berikut

113 (53,05)

13.

Keyakinan spiritual mengarahkan pasien untuk bersabar akan nyeri dan penderitaannya.

181 (84,98)

32.

Manakah dari pernyataan berikut ini yang menggambarkan pendekatan yang terbaik dengan pertimbangan budaya dalam merawat pasien yang mengalami nyeri

147 (69,01

Kategori Patofisiologi

69,95%

2.

Karena sistem saraf yang belum berkembang, anak-anak di bawah usia dua tahun mengalami penurunan sensitivitas nyeri dan memori yang terbatas pada pengalaman nyeri yang dialami

149 (69,95)

Dalam penelitian ini didapatkan skor tertinggi pada kategori soal terkait dalam nilai budaya dan spiritual dalam manejemen nyeri (76,99%) dan skor terendah diperoleh dalam kategori intervensi yaitu 33,96%. Dalam penelitian ini secara berturut turut setelah kategori tertinggi yaitu kategori kecanduan (70,05%), kategori patofisiologi (69,95%), kategori pengobatan (58,97%), dan kategori penilaian (55,04%).

Berdasarkan penelitian ini didapatkan rata –rata pertanyaan yang berhasil dijawab dengan benar sebanyak 58,17% dari 39 pertanyaan. Secara berturut turut tiga pertanyaan terbanyak yang berhasil dijawab dengan benar yaitu pada soal nomor 20, soal nomor 14 dan soal nomor 22.

Secara berturut turut tiga pertanyaan terbanyak yang dijawab salah yaitu pada soal nomor 38B, soal nomor 39B dan soal nomor 28. Sebanyak 95,31% responden salah menjawab pertanyaan nomor 38B yaitu mengenai dosis pemberian morfin.

Tabel 5. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pertanyaan Benar Salah

No.

Pertanyaan

Jawaban benar, n (%)

1.

Tanda-tanda vital adalah indikator yang terpercaya untuk mengetahui intensitas nyeri pasien

123 (53,75)

2.

Karena sistem saraf yang belum berkembang, anak-anak di bawah usia dua tahun mengalami penurunan sensitivitas nyeri dan memori yang terbatas pada pengalaman nyeri yang dialami

149 (69,95)

3.

Pasien yang dapat dialihkan perhatiannya dari nyeri biasanya tidak mengalami rasa nyeri yang hebat.

179 (84,04)

4.

Pasien bisa tidur meskipun mengalami nyeri yang hebat

34 (15,96)

5.

Aspirin dan zat anti inflamasi nonsteroid lain bukan merupakan analgesik yang efektif untuk metastasis nyeri tulang

106 (49,77)

6.

Gangguan pernapasan jarang terjadi pada pasien yang mengkonsumsi opioid dengan dosis stabil selama periode waktu bulanan.

82 (38,50)

7.

Mengkombinasikan analgesik yang bekerja dengan mekanisme berbeda (misalnya, menggabungkan NSAID dengan opioid) dapat mengontrol nyeri dengan lebih baik dan dengan efek samping yang lebih sedikit daripada menggunakan obat analgesik tunggal.

154 (72,30)

8.

Durasi efek dari analgesia 1-2 mg morfin IV biasanya adalah 4-5 jam.

174 (81,69)

9.

Opioid tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan obat

176 (82,63)

10.

Pasien lansia tidak boleh diberikan opioid untuk pereda nyeri.

119 (55,87)

11.

Pasien harus didorong untuk menahan rasa nyeri sebanyak mungkin sebelum menggunakan opioid.

98 (46,01)

12.

Anak-anak berusia kurang dari 11 tahun tidak dapat melaporkan rasa nyeri yang dialami dengan terpercaya, karenanya dokter harus mengandalkan pengkajian orangtua pada

127 (59,62)

intensitas nyeri anak.

Keyakinan spiritual mengarahkan pasien untuk bersabar akan nyeri dan penderitaannya.

Setelah dosis awal kolaborasi analgesik opioid diberikan, dosis berikutnya harus disesuaikan dengan respon individu pasien

Memberikan pasien air steril dengan cara suntikan (placebo) adalah suatu cara yang berguna untuk menentukan apakah nyeri yang dialami pasien itu nyata.

Vicodin (hydrocodone 5 mg + acetaminophen 300 mg) yang diberikan secara oral kurang lebih sama dengan 5- 10 mg morfin yang diberikan secara oral pula

Jika sumber nyeri pasien tidak diketahui, opioid tidak boleh digunakan selama periode evaluasi nyeri, karena dapat menghalangi kemampuan mendiagnosa penyebab nyeri dengan benar.

Obat antikonvulsan seperti gabapentin (Neurontin) mampu meredakan nyeri secara optimal setelah diberikan pada pasien dengan dosis tunggal.

Benzodiazepin bukanlah obat pereda nyeri yang efektif dan jarang direkomendasikan sebagai obat analgesik.

Kecanduan narkotika / opioid didefinisikan sebagai suatu penyakit neurobiologis kronis, ditandai dengan perilaku yang meliputi satu atau lebih dari hal berikut: gangguan control terhadap penggunaan obat, penggunaan yang kompulsif, penggunaan terus menerus meskipun berbahaya, dan hasrat/keinginan yang besar.

Istilah equianalgesia kurang lebih sama artinya dengan analgesia, dan digunakan untuk mengacu pada dosis berbagai analgesik yang bisa meredakan nyeri dengan tingkatan yang kurang lebih sama.

Pengkajian sedasi dianjurkan dalam manajemen nyeri dengan opioid karena sedasi berlebihan dapat menyebabkan gangguan pernapasan yang dipicu oleh opioid.

Cara yang direkomendasikan untuk pemberian analgesik opioid pada pasien dengan nyeri kanker yang dirasakan terus menerus adalah.

Cara yang direkomendasikan untuk pemberian analgesik opioid pada pasien dengan nyeri yang hebat dan tiba-tiba dalam waktu yang singkat, seperti nyeri trauma atau nyeri pasca operasi adalah..

Manakah dari obat analgesik berikut yang dianggap sebagai obat pilihan untuk penanganan nyeri tingkat sedang sampai nyeri hebat dalam jangka panjang bagi pasien kanker?

Dosis 30 mg morfin oral kurang lebih setara dengan

Analgesik untuk meredakan nyeri pasca operasi harus diberikan

Seorang pasien dengan nyeri kanker yang dirasakan terus menerus diberikan analgesik opioid setiap hari selama 2 bulan. Kemarin pasien diberikan morfin 200 mg / jam secara intravena. Hari ini pasien juga diberikan obat yang sama sebanyak 250 mg / jam melalui intravena. Kemungkinan pasien mengalami gangguan pernafasan yang signifikan secara klinis tanpa adanya faktor komorbiditas baru adalah.

Alasan yang paling mungkin bagi seorang pasien yang mengalami nyeri untuk meminta penambahan obat penghilang rasa nyeri adalah

Manakah dari obat berikut ini bermanfaat untuk penanganan nyeri kanker

Pihak yang paling akurat dalam menentukan intensitas nyeri pasien adalah

Manakah dari pernyataan berikut ini yang menggambarkan pendekatan yang terbaik dengan pertimbangan budaya dalam merawat pasien yang mengalami nyeri

Seberapa besar kemungkinan bahwa pasien yang mengalami nyeri mempunyai masalah dengan alkohol dan atau penyalahgunaan obat?

Waktu dimana efek morfin yang diberikan melalui IV berada pada kondisi puncak adalah Waktu dimana efek morfin yang diberikan secara oral berada pada kondisi puncak adalah Setelah pemberian opioid dihentikan secara tiba-tiba, ketergantungan fisik yang dialami pasien dimanifestasikan sebagai berikut

Pernyataan yang benar mengenai penggunaan opioid yang menyebabkan gangguan pernafasan

181 (84,98)

204 (95,77)

167 (78,40)

136 (63,85)

180 (84,51)

146 (68,54)

127 (59,62)

206 (96,71)

169 (79,34)

196 (92,02)

46 (21,60)

126 (59,15)

115 (53,99)

114 (53,52)

93 (43,66)

33 (15,49)

147 (69,01)

133 (62,44)

122 (57,28)

80 (37,56)

113 (53,05)

133 (62,44)

111 (52,11)

34 (15,96)

88 (41,31)


Kasus 1

Pasien A: Andrew berusia 25 tahun dan saat ini adalah hari pertamanya setelah operasi perut. Saat Anda memasuki kamarnya, dia tersenyum pada Anda dan terus berbicara dan bercanda dengan pengunjungnya. Pengkajian Anda mendapatkan informasi berikut: BP = 120/80; HR = 80; RR = 18; pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak ada rasa nyeri/ketidaknyamanan, 10 = rasa nyeri/ketidaknyamanan terburuk), andrew menilai nyeri yang dirasakan dengan skala 8.

38A Pilihlah nomor yang menggambarkan pengkajian Anda atas nyeri yang dialami Andrew.

72 (33,80)

10 (4,69)


38B Pengkajian Anda seperti di atas dilakukan dua jam setelah pasien diberikan morfin 2 mg melalui IV. Setiap setengah jam, skala nyeri setelah injeksi berkisar antara 6-8 dan secara klinis pasien tidak mengalami gangguan pernapasan yang berarti, sedasi, atau efek samping lain yang tidak diinginkan. Pasien mengidentifikasi nilai 2/10 sebagai tingkat penurunan nyeri yang dialaminya. Permintaan dokter untuk obat analgesia adalah ―morfin IV 1-3 mg q1h PRN untuk pereda nyeri. Periksalah tindakan apa saja yang akan anda lakukan pada pasien ini Kasus 2

Pasien B: Robert berusia 25 tahun dan saat ini adalah hari pertamanya setelah operasi perut. Saat Anda memasuki kamarnya, dia berbaring tenang di tempat tidur dan meringis saat ia bergerak di tempat tidur. Pengkajian Anda mendapatkan informasi berikut: BP = 120/80; HR = 80; RR = 18; pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak ada rasa nyeri/ketidaknyamanan, 10 = rasa nyeri/ketidaknyamanan terburuk), ia menilai nyeri yang dirasakan dengan skala 8.

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI MANAJEMEN NYERI

Tingkat pengetahuan responden mengenai manajemen nyeri yang dimuat dalam kuesioner Knowledge


and attitudes regarding pain (KASRP) secara umum ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi berikut.


39A


Pilihlah nomor yang menggambarkan pengkajian Anda atas nyeri yang dialami Robert.


113 (53,05)


39B Pengkajian Anda seperti di atas dilakukan dua jam setelah pasien diberikan morfin 2 mg melalui IV. Setiap setengah jam, skala nyeri setelah injeksi berkisar antara 6-8 dan secara klinis pasien tidak mengalami gangguan pernapasan yang berarti, sedasi, atau efek samping lain yang tidak diinginkan. Pasien mengidentifikasi nilai 2/10 sebagai tingkat penurunan nyeri yang dialaminya. Perintah dokter untuk obat analgesia adalah ―morfin IV 1-3 mg q1h PRN untuk pereda nyeri . Periksalah tindakan apa yang akan Anda lakukan pada pasien saat ini.

28 (13,15)


PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih banyak responden yang belum memiliki pengetahuan dasar mengenai manajemen nyeri. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, di mana didapatkan rerata skor pengetahuan manajemen nyeri yang masih rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ou dkk. pada 4.668 perawat di 48 Rumah Sakit Daerah di Hunan, China, didapatkan rerata skor KASRP sebesar 40,3 (7,95) dengan rentang nilai minimum yaitu 15, dan nilai terbesar 75. Tidak didapatkan responden yang berhasil melampaui skor nilai di atas 80, sebanyak 44 orang mendapat skor 60-80, sebanyak 1.923 orang mendapatkan skor 40-60%, dan sebanyak 2.662 orang mendapatkan skor < 40%9. Skor yang lebih tinggi ditunjukkan pada penelitian oleh Hroch dkk., yaitu rerata skor pengetahuan manajemen nyeri sebesar 66,7% (±9,1)11. Hasil ini juga didukung oleh penelitian lainnya terhadap perawat Rumah Sakit Geriatri di Vietnam, rata-rata tingkat pengetahuan manajemen nyeri yang rendah yaitu 45,2% (SD 2.2). Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian oleh Beck dkk. terhadap perawat, didapatkan skor manajemen nyeri yang lebih tinggi pada perawat dengan

sertifikasi oncology certified nurse (OCN) dengan rerata 82%, sedangkan perawat tanpa sertifikaasi yaitu 76%12 .

Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan bedanya latar belakang pendidikan, kondisi sosiodemografi, dan pengalaman kerja. Dalam penelitian ini hasil yang rendah mungkin terjadi dikarenakan selama masa studi perkuliahan di fakultas kedokteran universitas udayana mahasiswa materi dan waktu pembelajaran mengenai manajemen nyeri yang tidak adekuat. Penelitian Beck dkk., menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari pelatihan terhadap tingkat pengetahuan manajemen nyeri. Faktor pengalaman juga berkontribusi terhadap tingkat pengetahuan13. Penelitian di Iceland dari 235 orang yang berpartisipasi, diperoleh bahwa perawat yang memiliki pendidikan lebih tinggi, telah mendapatkan pelatihan, dan yang memiliki pengalaman kerja mengenai manajemen nyeri selama 11 tahun memiliki rata-rata skor 26,1 poin dari 40 pertanyaan (68,8%)14.

Pada tabel 4 hasil penelitian yang diperoleh senada didapatkan dengan penelitian oleh Ou dkk., yaitu soal yang terbanyak berhasil dijawab benar adalah pada kategori spiritual dan budaya (64,4%) dan kategori soal dengan skor terendah adalah kategori intervensi (17,3%). Adapun kategori lainnya rata-rata soal yang berhasil

dijawab benar yaitu kategori pengkajian (33,6%), kategori pengobatan (42,5%), kategori adiksi (50,7%), dan kategori patofisiologi (30,8%). Dari hasil penelitian Yava dkk di Turki diperoleh hasil pengukuran menggunakan kuesioner KASRP yaitu 39,65% yang menunjukan pengetahuan yang buruk mengenai manajemen nyeri15. Presentase tertinggi dari jawaban yang benar berasal dari kelompok soal spiritual dan budaya (80,1%), hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu kelompok soal yang berhasil dijawab benar berasal dari kategori spiritul dan budaya

  • 8. SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini sebanyak 213 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan manajemen nyeri mahasiswa tahap akhir di fakultas kedokteran universitas udayana sebanyak 46,94% dengan nilai minumun 28,21% dan nilai maksimun 100%. Hasil penelitian yang dinilai menggunakan kuesioner Knowledge and attitudes regarding pain (KASRP) menunjukan bahwa 178 orang (83,6%) memiliki tingkat pengetahuan manajemen nyeri yang kurang baik. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai manajemen nyeri sebanyak 3 orang (1,4%) dan tingkat pengetahuan cukup sebanyak 32 orang (15%).

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, beberapa saran yang dapat penulis berikan yaitu penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengambilan sampel yang lebih banyak dan kuesionernya diperbaruhi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Soenarto, R.F., Sukmono, R.B., Findyartini, A. & Susilo, A.P. (2019), “Pengkajian nyeri kronik”, pp. 6– 10.

  • 2.    Gumilang, M. (2019), “Gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa profesi ners universitas diponegoro tentang manajemen nyeri skripsi”, pp. 1–116.

  • 3.    Agung Krisdianto, M. & Mulyanti, M. (2016), “Mekanisme Koping dengan Tingkat Depresi pada Mahasiswa Tingkat Akhir”, Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, Vol. 3 No. 2, p. 71.

  • 4.    Baker, R., Szabova, A. & Goldschneider, K. (2019), Chronic Pain, A Practice of Anesthesia for Infants and Children,   Sixth Edit., Elsevier Inc., available

at:https://doi.org/10.1016/B978-0-323-42974-0.00045-8.

  • 5.    Mayasari, C.D. (2016), “Pentingnya Pemahaman

Manajemen Nyeri Non Farmakologi bagi Seorang Perawat”, Jurnal Wawasan Kesehatan, Vol. 1 No. 1, pp. 35–42.

  • 6.    Mota, M., Cunha, M., Santos, M.R., Silva, D. & Santos, E. (2019), “Non-pharmacological interventions for pain management in adult victims of trauma: A scoping review protocol”, JBI Database of Systematic Reviews and Implementation Reports, Vol. 17 No. 12, pp. 2483–2490.

  • 7.    Nguyen, A.T., Dang, A.K., Nguyen, H.T.T., Nguyen, T.X., Nguyen, T.N., Nguyen, T.T.H., Pham, T., et al. (2021), “Assessing knowledge and attitudes regarding pain management among nurses working in a geriatric hospital in Vietnam”, Journal of Multidisciplinary Healthcare, Vol. 14, pp. 799–807.

  • 8.    Liberati, A., Altman, D., Tetzlaff, J., Mulrow, C., Gotzsche, P., Loannidis, J., Clarke, M., et al. (2022), “How Short or Long Should Be a Questionnaire for any research? Researchers Dilemma in Deciding The Appropriate Questionnaire Length”, Saudi Journal of Anesthesia.

  • 9.    Wells, N., Pasero, C. & McCaffery, M. (2013), “Improving the Quality of Care Through Pain Assessment and Management”, Patient Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses, Agency for Healthcare Research and Quality (US).

  • 10.    Yava, A., Professor, A., Çicek, H., Tosun, N., Özcan, C., Yildiz, D., Professor, A., et al. (2013), “www.internationaljournalofcaringsciences.org Knowledge and Attitudes of Nurses about Pain Management             in             Turkey

www.internationaljournalofcaringsciences.org”, International Journal of Caring Sciences, Vol. 6 No. 3.

  • 11.    Wells, N., Pasero, C. & McCaffery, M. (2013), “Improving the Quality of Care Through Pain Assessment and Management”, Patient Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses, Agency for Healthcare Research and Quality (US).

  • 12.    Mędrzycka-Dąbrowska, W., Dąbrowski, S. & Basiński, A. (2015), “Problems and barriers in ensuring effective acute and post-operative pain management - An international perspective”, Advances in Clinical and Experimental Medicine, Vol. 24 No. 5, pp. 905–910.

  • 13.    Afifah. (2016), “Pengukuran Kuantitas Nyeri”, Universitas Hasanuddin, Vol. 1 No. 1, pp. 1–6.

  • 14.    Bashir, A. (2020), “Hubungan Nyeri dan Kecemasan dengan Pola Istirahat Tidur Pasien Post Operasi di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Tengku Chik

Ditiro Sigli”, Serambi Saintia: Jurnal Sains Dan Aplikasi, Vol. 8 No. 1, pp. 15–22.

  • 15.    Beck, S.L., Brant, J.M., Donohue, R., Smith, E.M.L., Towsley, G.L., Berry, P.H., Guo, J.W., et al. (2016), “Oncology nursing certification: Relation to nurses’ knowledge and attitudes about pain, patient-reported pain care quality, and pain outcomes”, Oncology Nursing Forum, Vol. 43 No. 1, pp. 67–76.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i12.P04

35