ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.7,JULI, 2023


Diterima: 2022-12-03 Revisi: 2023-04-30 Accepted: 25-06-2023

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II RAWAT JALAN TERHADAP KEPATUHAN TERAPI OAD DI PUSKESMAS KABUPATEN GIANYAR SELAMA PANDEMI COVID-19

Kadek Ayu Sri Tresnayanthi1, Agung Nova Mahendra2, Agung Wiwiek Indrayani2, I Wayan Sumardika2

  • 1    Program Studi Sarjana Kedokteran

  • 2    Departemen Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Diabetes melitus tipe II mendominasi kasus DM rawat jalan pada layanan kesehatan primer. Keterbatasan dari pelayanan DM tipe II selama pandemi COVID-19 oleh Puskesmas akan berisiko terhadap penurunan tingkat pengetahuan serta kepatuhan terapi OAD dari pasien DM tipe II. Tingkat pengetahuan pasien yang baik mengenai DM tipe II dapat memengaruhi keputusan pasien akan kepatuhannya dalam menjalani terapi OAD selama pandemi COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien Diabetes Melitus tipe II terhadap kepatuhan terapi OAD di Puskesmas Kabupaten Gianyar selama pandemi COVID-19. Metode yang digunakan jenis analitik dengan pendekatan cross sectional selama periode Maret-Agustus 2022 di empat Puskesmas wilayah Kabupaten Gianyar. Tingkat pengetahuan diukur menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scales (MMAS-8), data diambil dengan menggunakan google form. Berdasarkan tingkat pengetahuan 96 responden, (43,7%) memiliki

pengetahuan tinggi, 46 orang (48%) pengetahuan sedang, serta 8 orang (8,3%) pengetahuan rendah. Sementara berdasarkan tingkat kepatuhan, sebanyak 53 orang (55,2%) dengan kepatuhan tinggi, 35 orang (36,5%) kepatuhan sedang, dan 8 orang (8,3%) kepatuhan rendah. Tingkat pengetahuan dan kepatuhan terapi pasien pada saat pandemi COVID-19 sebagian besar termasuk ke dalam pengetahuan sedang dan kepatuhan tinggi, hal ini mungkin dipengaruhi oleh kemudahan akses informasi baik melalui media cetak maupun internet. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien DM tipe II rawat jalan di empat Puskesmas Kabupaten Gianyar selama pandemi COVID-19 memiliki pengetahuan yang sedang serta kepatuhan yang tinggi, dan terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan terapi dengan p-value 0,000.

Kata kunci : pengetahuan., kepatuhan., pengaruh., diabetes melitus (DM) tipe II., pandemi COVID-19.

ABSTRACT

Type II Diabetes Mellitus dominates DM cases in primary health care. The limitations type II DM services during the COVID-19 pandemic by Puskesmas risk decreasing the level of knowledge and adherence to OAD therapy in type II patients. A good level of patient knowledge about type II DM can influence a patient’s decision to comply with OAD therapy during the COVID-19 pandemic. This study aims describe effect of knowledge level type II Diabetes Mellitus patients on OAD therapy adherence at Gianyar district health center during the COVID-19 pandemic. The method used analytic method with a cross-sectional approach during the period March-August 2022 in four health centers of Gianyar regency. The level of measurement using the Diabetes Knowledge Questionnaire (DKQ-24) and therapeutic compliance with the Morisky Medication Adherence Scales (MMAS-8) questionnaire, the data was taken using google form. Based level knowledge 96 respondents (43.7%) high knowledge, 46 people (48%) moderate knowledge, and 8 people (8.3%) low knowledge. Meanwhile based on level of compliance, there were 53 people (55.2%) with hight compliance, 35 people (36.5%) with moderate compliance, and 8 people (8.3%) with low compliance. The level knowledge and compliance to patients during COVID-19 was moderate knowledge and high compliance, may be influenced by the ease of access to information for patients in internet. Outpatient type II DM at the Gianyar district health center during the COVID-19 pandemic moderate knowledge and high compliance, and there was a significant effect between the level of knowledge to therapy adherence and a p-value of 0.000.

Keywords : knowledge., compliance., influence., diabetes mellitus type II., pandemic COVID-19.

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai denga gangguan metabolisme berupa peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia serta terjadinya kekurangan produksi insulin yang diproduksi oleh pankreas di dalam tubuh. Menurut para ahli, diabetes melitus diklasifikasikan menjadi diabetes melitus tipe I, diabetes melitus tipe II, diabetes melitus tipe lain, dan diabetes gestasional.1

Prevalensi DM di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, pada tahun 2013 sebesar 6,9% dan meningkat menjadi 8,5% pada tahun 2018, dimana 6,3% penderita diabetes terjadi pada rentang usia 55-64 tahun. Sedangkan diabetes melitus di Bali untuk usia ≥ 15 tahun pada tahun 2013 mencapai 1,5% dan mengalami peningkatan pada 2018 menjadi 1,8%.2 Tahun 2019 di Kabupaten Gianyar dilaporkan jumlah pasien DM 8,551 jiwa dengan sebaran sebagai berikut, Puskesmas Sukawati I dan II 1.897 penderita, Puskesmas Payangan 552 penderita, Puskesmas Ubud I dan II 926 penderita, Puskesmas Tegallalang I dan II 606 penderita, Puskesmas Tampaksiring 476 penderita, Puskesmas Blahbatuh I dan II 861 penderita, dan Puskesmas Gianyar I dan II 3.233 penderita.3 Diabetes melitus tipe II merupakan kasus diabetes yang paling sering ditemui dengan prevalensi 90% dari seluruh kasus diabetes.4

Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Gianyar pada tahun 2019 mengalami penurunan mencapai 7,1% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal ini disebabkan karena terjadinya pandemi COVID-19 yang membatasi komunikasi serta interaksi antara tenaga kesehatan dengan pasien melakukan pertemuan tatap muka di luar jaringan dikarenakan interaksi dan komunikasi dilakukan melalui pertemuan tatap muka dalam jaringan.5Pelayanan kesehatan yang rendah akan menjadikan semakin meningkatnya kasus DM tipe II dikemudian hari, selain karena pelayanan kesehatan yang rendah kasus DM tipe II juga disebabkan dari ketidakpatuhan dalam penggunaan obat Oral Anti Diabetes (OAD). Ketidakpatuhan tersebut dapat menyebabkan gagalnya terapi yang dijalani oleh pasien, meningkatnya angka hospitalisasi, peningkatan biaya perawatan, peningkatan risiko rawat inap, hingga peningkatan kasus komplikasi.6

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tipe II rawat jalan terhadap kepatuhan terapi OAD di Puskesmas Kabupaten Gianyar selama pandemi COVID-19.

DIABETES MELITUS

Diabetes melitus merupakan suatu gangguan yang terjadi terhadap produksi insulin, diabetes melitus disebabkan dari penurunan kerja pankreas di dalam tubuh serta terjadinya gangguan metabolisme yang ditandai dengan kelainan sekresi insulin berupa peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia.1 DM terdiri dari empat jenis, yaitu DM tipe I, DM tipe II, DM gestasional, dan DM tipe lain.4 DM tipe II merupakan kasus diabetes yang paling banyak dijumpai pada penyakit diabetes, dimana insiden DM tipe II cenderung mengalami

peningkatan di seluruh dunia. WHO memprediksi kenaikan jumlah kasus tersebut mencapai 8,4 juta tahun 2000 serta 2030 menjadi 21,3 juta.2,4 Patogenesis hiperglikemia diabetes melitus tipe II dapat disebabkan dari egregious eleven atau sebelas hal, yaitu kegagalan sel beta pankreas, sel alpha pankreas, sel lemak, otot, hati, otak, kolon/microbiota, usus halus, ginjal, lambung, dan sistem imun.7

Diagnosis diabetes melitus tipe II dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah secara enzimatik menggunakan darah vena dengan hasil kadar tes laboratorium normal jika HbA1c (%) < 5,7, gula darah postprandial (GDPP) (mg/dL) 70139, dan glukosa darah puasa (GDP) (mg/dL) 70-99. Target terapi dari diabetes melitus tipe II terdiri dari terapi non farmakologi (edukasi dan latihan jasmani) dan terapi farmakologi (obat oral dan suntikan).7,8,9 Berdasarkan PERKENI 2019, cara kerja dari terapi OAD dibagi menjadi 6 golongan yang terdiri dari insulin secretagogue, metformin, tiazolidindion, penghambat alfa glucosidase, Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4 inhibitor), dan Sodium Glucose co-Transporter 2 (SGLT-2 inhibitor).7

Pengetahuan dan Kepatuhan Terapi

Pengetahuan merupakan hasil dari proses sensoris atas rasa keingintahuan yang didapatkan melalui mata dan telinga berdasarkan objek yang telah diamati.10 Pengukuran pengetahuan mengenai diabetes melitus dapat diukur dengan Diabetes Knowledge Questionnaire (DKQ) berupa kuesioner yang terdiri dari 24 pertanyaan mengenai DM.11 Kepatuhan adalah suatu perubahan perilaku yang dilakukan sesuai dengan perintah dalam bentuk terapi latihan, pengobatan diet, maupun melakukan kontrol penyakit ke dokter atau layanan kesehatan. Secara tidak langsung, tingkat kepatuhan dalam konsumsi obat pada pasien dapat menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8).12

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan penelitian jenis analitik dengan pendekatan potong lintang atau cross sectional menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan dan kuesioner tingkat kepatuhan terapi OAD tanpa memberi perlakuan di luar standar operasional prosedur dan dilaksanakan pada satu waktu tertentu di empat Puskesmas wilayah Kabupaten Gianyar yaitu Puskesmas Tegallalang I, Puskesmas Payangan, Puskesmas Blahbatuh II, dan Puskesmas Ubud I. Adapun pemilihan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan dari kriteria data yang dimiliki Puskesmas berupa jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, alamat, pekerjaan, dan nomor telepon. Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu pada periode pandemi COVID-19 dari 1 Maret hingga 31 Agustus 2022. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah bidang farmakologi komunitas. Populasi target dari penelitian yaitu semua pasien yang didiagnosis DM tipe II dan sedang menjalani terapi rawat jalan dengan OAD selama pandemi COVID-19, sedangkan populasi terjangkaunya adalah pasien yang terdiagnosis DM tipe II dan sedang menjalani terapi rawat jalan di Puskesmas Tegallalang I, Puskesmas Payangan, Puskesmas

Blahbatuh II, dan Puskesmas Ubud I selama periode pandemi COVID-19 dari 1 Maret hingga 31 Agustus 2022. Pengambilan sampel responden menggunakan rancangan cross sectional, dengan tingkat kemaknaan 1,96, prevalensi keadaan yang ingin dicari (0,423),13 derajat kesalahan yang masih diterima 0,1, sehingga diperoleh minimal 94 responden. Metode untuk memilih lokasi penelitian dengan non-probability sampling tipe purposive sampling sedangkan untuk minimal sampel pada setiap Puskesmas dengan multistage sampling jenis randomly selected. Variabel independent dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan responden, sedangkan variabel dependentnya adalah tingkat kepatuhan dari responden. Instrumen penelitian ini menggunakan google forms untuk pengisian kuesioner dilakukan secara online. Adapun kuesioner yang digunakan yaitu kuesioner

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

tingkat pengetahuan diabetes melitus (DKQ-24) dan kuesioner tingkat kepatuhan OAD (MMAS-8). Kedua kuesioner tersebut sudah teruji validitasnya sehingga peneliti tidak melakukan uji validitas lagi terhadap kuesioner tersebut. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS ver.25.

HASIL

Subjek penelitian terdiri dari 96 orang pasien Diabetes Melitus tipe II yang sedang menjalani terapi rawat jalan selama pandemi COVID-19 dengan periode bulan Maret-Agustus 2022 di 4 Puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Gianyar, yaitu Puskesmas Tegallalang I, Puskesmas Payangan, Puskesmas Ubud I, dan Puskesmas Blahbatuh II.

Karakteristik

Total (n=96)

Frekuensi

Persentase (%)

Usia

26-40 tahun

11

11,5

41-55 tahun

42

43,7

>56 tahun

43

44,8

Jenis Kelamin

Laki-laki

50

52,1

Perempuan

46

47,9

Pendidikan

SD

38

39,6

SMP/Sederajat

9

9,4

SMA/Sederajat

29

30,2

Perguruan Tinggi

20

22,8

Status Pekerjaan

Bekerja

68

70,8

Tidak Bekerja

28

29,2

Tabel 2. Tingkat Kepatuhan Subjek Penelitian                    Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Subjek Penelitian

Tingkat

Frekuensi

Persentase (%)            Tingkat

Frekuensi     Persentase (%)

kepatuhan

pengetahuan

terapi OAD

Rendah

8                   8,3

Rendah

8

8,3                    Sedang

46              47,9

Sedang Tinggi

35

53

36,5

55,2                    Tinggi

42               43,8

Total

96

10,0                      Total

96               100


Tabel 4. Tingkat Kepatuhan di masing-masing Puskesmas

Tingkat kepatuhan minum obat

Puskesmas

Tegallalang I

Puskesmas Payangan

Puskesmas Ubud I

Puskesmas

Blahbatuh II

Rendah

3 (9,7%)

1 (4%)

3 (12,5)

1 (6,3%)

Sedang

18 (58%)

19 (76%)

8 (33,3%)

4 (25%)

Tinggi

10 (32,3%)

5 (20%)

13 (54,2%)

11 (68,8%)

Total

31 (100%)

25 (100%)

24 (100%)

16 (100%)

Tabel 5. Tingkat Pengetahuan di masing-masing Puskesmas

Tingkat kepatuhan

Puskesmas

Puskesmas

Puskesmas Ubud I

Puskesmas

minum obat

Tegallalang I

Payangan

Blahbatuh II

Rendah

3 (9,7%)

1 (4%)

3 (12,5)

1 (6,3%)

Sedang

18 (58%)

19 (76%)

8 (33,3%)

4 (25%)

Tinggi

10 (32,3%)

5 (20%)

13 (54,2%)

11 (68,8%)

Total

31 (100%)

25 (100%)

24 (100%)

16 (100%)

Tabel 6. Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Kepatuhan Terapi OAD Pasien Diabetes Melitus Tipe II

Tingkat Kepatuhan

Tingkat Pengetahuan          Rendah

Sedang

Tinggi

Total        p-value

Rendah

4

3

1

8

Sedang

4

19

23

46          0,000

Tinggi

0

13

29

42

Total

8

35

53

96


PEMBAHASAN

Pengetahuan dan kepatuhan terapi pasien diabetes melitus tipe II merupakan sebuah kunci utama dalam keberhasilan dari terapi yang dilakukan oleh pasien tersebut. Peranan dari Pengawas Minum Obat (PMO) dalam proses pendampingan kepada pasien selama menjalani terapi rawat jalan sangat berpengaruh terhadap kepatuhan dari pasien diabetes melitus tipe II dalam menjalani terapinya sampai tuntas. Selain melakukan pengawasan, PMO juga memiliki peran dalam hal melakukan edukasi kepada pasien serta keluarga pasien mengenai penyakit diabetes melitus tipe II itu sendiri. Pada masa pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan dari intensitas pengawasan dan edukasi PMO terhadap pasien diabetes melitus tipe II. Pendampingan secara online dilakukan untuk memaksimalkan pengawasan minum obat, serta dalam upaya meminimalisir kontak langsung antara pasien DM dengan PMO. Kondisi ini sangat rentan akan menyebabkan penurunan kepatuhan pasien diabetes melitus tipe II dalam menjalani terapi. Namun, selama proses pendataan pada empat Puskesmas yang dipilih sebagai tempat penelitian, tercatat 96 pasien DM tipe II yang sedang aktif menjalani pengobatan rawat jalan dan terlibat dalam penelitian ini

setelah melihat dari kriteria inklusi, eksklusi, serta kesediaan untuk menjadi responden. Pemenuhan dari target penelitian ini dikarenakan antusias responden yang tinggi serta banyak keluarga terdekat responden yang membantu untuk mengisi kuesioner yang telah dibagikan secara online.

Karakteristik subjek dari usia responden dalam penelitian ini dibagi menjadi rentang usia 26-40 tahun, 41-55 tahun, dan >56 tahun. Dari rentang usia tersebut didapatkan 41-55 tahun dan >56 tahun memiliki total frekuensi 85 orang sedangkan 26-40 tahun dengan frekuensi 11 orang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rudi dan Kwureh pada tahun 2017 di dalam Komariah dan Rahayu tahun 2020 menyatakan bahwa usia >40 tahun memiliki faktor risiko 1,4 kali lebih tinggi mengalami diabetes melitus dibandingkan dengan responden yang berusia <40 tahun. Hal ini berkaitan dengan terjadinya peningkatan intoleransi glukosa sehingga menyebabkan kejadian diabetes melitus lebih dominan terjadi pada usia >40 tahun.14

Pada penelitian ini persentase laki-laki lebih dominan dibandingkan dengan perempuan, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Komariah dan Rahayu tahun 2020 dari 81 responden 60,4% termasuk jenis kelamin perempuan. Prevalensi

ini menunjukan bahwa jenis kelamin perempuan lebih dominan menderita diabetes melitus dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan laki-laki karena karena secara fisik perempuan mempunyai peluang lebih besar untuk meningkatkan indeks masa tubuhnya.14 Menopause juga dapat membuat lemak tubuh lebih mudah untuk tertimbun dikarenakan hormon dari perempuan sehingga perempuan mempunyai resiko lebih besar menderita diabetes melitus dibandingkan laki-laki. Pada laki-laki resiko dari diabetes melitus lebih rendah dikarenakan adanya hormon testosterone yang menjadikan laki-laki lebih sedikit mengalami diabetes melitus tipe II daripada wanita. Hormon estrogen dan progesteron memiliki kemampuan untuk meningkatkan respon insulin di dalam darah, dimana pada saat wanita mengalami masa menopause maka hormon estrogen dan progesteron rendah sehingga mengakibatkan insulin dalam tubuh menurun.15,16

Mayoritas pendidikan terakhir dari responden dalam penelitian ini yaitu sekolah dasar (SD) yang berjumlah 38 orang (39,6%). Berdasarkan dari RISKESDAS tahun 2018 menyatakan bahwa proporsi dari penderita diabetes melitus menurut pendidikan lebih tinggi pada kelompok individu dengan tingkat pendidikan rendah atau setara dengan sekolah dasar (SD).2 Serta terdapat juga sebuah penelitian yang menyatakan bahwa Sebagian besar responden diabetes melitus tipe II berpendidikan sekolah dasar (SD) dengan persentase 73,0%.17

Berkaitan dengan status sosial dan ekonomi dari pekerjaan responden, sebagian besar responden memiliki pekerjaan atau bekerja. Dalam hal ini pandemi COVID-19 tidak sangat berdampak secara signifikan kepada responden dikarenakan responden masih memiliki pekerjaan selama pandemi COVID-19, dimana sebenarnya kondisi di lapangan yang terjadi saat pandemi COVID-19 memiliki dampak terhadap peningkatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan penurunan dari pendapatan pekerja.18

Tingkat pengetahuan subjek dalam penelitian ini diukur menggunakan kuesioner DKQ-24 yang terdiri dari 24 pertanyaan dengan skoring kuesioner subjek dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pengetahuan dikatakan rendah jika responden hanya mampu menjawab <11 pertanyaan yang benar, pengetahuan dikatakan sedang apabila responden dapat menjawab pertanyaan yang benar sebanyak 12-15 soal, dan pengetahuan dikatakan tinggi apabila responden dapat menjawab >15 pertanyaan yang benar. Keseluruhan item pertanyaan dalam kuesioner pada penelitian tingkat pengetahuan ini telah melalui uji validitas serta reliabilitas sebelum disebarkan kepada subjek penelitian secara online. Proporsi tingkat pengetahuan dari 96 responden berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan sebesar 43,8% subjek penelitian memiliki pengetahuan tinggi, 47,9% memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan sisanya 8,3% memiliki pengetahuan yang rendah. Penelitian mengenai analisis pengetahuan pasien diabetes mellitus tipe II dengan kepatuhan minum obat di Dusun Batu Bangka Kabupaten

Sumbawa tahun 2020, dimana dari penelitian tersebut didapatkan mengenai tingkat pengetahuan diabetes melitus mayoritas baik (70,0%) dan kurang baik (30,0%) dari 30 responden,19 selain itu penelitian yang dilakukan sebelum pandemi COVID-19 mengenai gambaran tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan diabetes melitus pada pasien diabetes melitus di RSUP Sanglah, dari penelitian tersebut tingkat pengetahuan responden untuk pengetahuan diabetes melitus mayoritas memiliki pengetahuan cukup (63,2%) dari 95 orang responden.20 Namun, penelitian yang dilakukan oleh Firda et al pada tahun 2017 yang didapatkan dari 100 orang responden memiliki persentase tingkat pengetahuan baik sebanyak 56%, persentase pengetahuan cukup sebanyak 18%, dan sebanyak 26% persentase pengetahuan kurang. Dimana, dalam penelitiannya tersebut mengenai tingkat pengetahuan dari pasien diabetes melitus yaitu dalam tingkat pengetahuan yang tinggi/baik.13 Sedangkan sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2018 didapatkan data dari 30 orang responden sebanyak 70% responden memiliki pengetahuan cukup.21

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tipe II pada saat pandemi COVID-19 yaitu pada tingkat sedang, dimana hal ini dapat dikaitkan dengan salah satu syarat inklusi pada penelitian yaitu mengenai kepemilikan perangkat hand phone dengan fasilitas internet yang memadai. Sehingga peneliti berasumsi meskipun intensitas edukasi secara langsung oleh tenaga kesehatan selama pandemi COVID-19 menurun, tetapi subjek penelitian masih bisa mencari informasi melalui sumber lainnya seperti misalnya melalui internet. Meskipun sebagian besar subjek dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang sedang, subjek dengan pengetahuan rendah 8 orang dan pengetahuan tinggi 42 orang, dimana dalam hal ini responden tetap perlu mendapatkan perhatian khusus bahkan perhatian harus ditingkatkan hingga pengetahuan responden tinggi dan pengetahuan rendah menurun. Dimana, pengetahuan rendah akan pemahaman pasien diabetes melitus mengenai penyakit yang dideritanya dikhawatirkan dapat memengaruhi keputusan pasien dalam menjalani terapi sampai tuntas. Berdasarkan kondisi ini, pelatihan dan pengarahan anggota keluarga/PMO sebagai edukator sangat penting untuk dilakukan. Nantinya diharapkan keluarga pasien yang berperan sekaligus PMO dapat menjadi ujung tombak penanganan kasus diabetes melitus tipe II dari lingkup terkecil yakni keluarga.

Kepatuhan dari subjek penelitian ini dibedakan menjadi kepatuhan rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat kepatuhan tersebut ditentukan melalui hasil skoring kuesioner MMAS-8, dimana kuesioner ini terdiri dari 8 buah pertanyaan yang dijawab dengan pernyataan “Ya” atau “Tidak”. Skoring dari kuesioner ini dikatakan kepatuhan rendah apabila responden mendapatkan skor < 6, kepatuhan sedang apabila skor dari responden 6 - <8, dan kepatuhan tinggi apabila skor dari responden 8. Secara garis besar isi dari kuesioner ini menggali akan kepatuhan subjek meliputi keteraturan

minum obat serta keputusan untuk menghentikan terapi tanpa sepengetahuan tenaga medis. Sebagian besar pasien DM tipe II pada penelitian ini memiliki tingkat kepatuhan tinggi dengan persentase 55,2%, diikuti dengan pasien yang memiliki kepatuhan sedang yaitu 36,5%, dan hanya sebagian kecil pasien yang memiliki kepatuhan rendah yaitu 8,3%. Penelitian mengenai analisis pengetahuan pasien diabetes mellitus tipe II dengan kepatuhan minum obat di Dusun Batu Bangka Kabupaten Sumbawa tahun 2020, dimana dari penelitian tersebut didapatkan mengenai kepatuhan minum obat pasien diabetes melitus tipe II (66,7%) patuh dan (33,3%) tidak patuh dari 30 responden.19 Gambaran tingkat kepatuhan pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan pengukuran kepatuhan yang dilakukan sebelum pandemi COVID-19 di wilayah kerja Puskesmas Tabanan II yang menunjukkan mayoritas pasien memiliki kepatuhan tinggi, dimana penelitian tersebut dilakukan terhadap 69 responden dengan hasil 52 responden (75,36%) memiliki kepatuhan tinggi dan sisanya 17 responden (24,64%) tidak patuh minum obat.22 Penelitian yang telah dilakukan oleh Citri et al tahun 2018 mendapatkan hasil tingkat kepatuhan pasien akan minum obat pada diabetes melitus tipe 2 yaitu kebanyakan pasien tidak patuh (62,22%) dan pasien yang patuh (37,78%) dengan 45 orang responden.23

Meskipun sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki kepatuhan tinggi, subjek dengan kepatuhan rendah 8 orang dan kepatuhan sedang 35 orang, dimana untuk tingkat kepatuhan dari responden tersebut masih perlu mendapatkan perhatian khusus dari PMO serta tenaga kesehatan lainnya, mengingat bahwa kepatuhan merupakan suatu kunci utama dalam keberhasilan dari terapi yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus tipe II. Perlu dilakukan evaluasi mengenai efektivitas metode follow up online serta peningkatan partisipasi anggota keluarga sebagai PMO untuk mengawasi dan mengingatkan proses terapi pasien diabetes melitus tipe II selama di rumah.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa hipotesis diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan terapi OAD pasien rawat jalan diabetes melitus tipe II di Puskesmas Kabupaten Gianyar selama pandemi COVID-19. Tingkat pengetahuan dengan kepatuhan terapi OAD memiliki hubungan (+). Hal ini diartikan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan maka semakin tinggi juga kepatuhan terapi OAD dari pasien diabetes melitus tipe II, dan sebaliknya jika tingkat pengetahuan rendah, maka kepatuhan terapi OAD dari pasien tersebut juga akan rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamid et al tahun 2020 mengenai analisis pengetahuan pasien diabetes mellitus tipe II dengan kepatuhan minum obat di Dusun Batu Bangka Kabupaten Sumbawa tahun 2020 dengan menggunakan uji analisis chi-square mendapatkan nilai p (0,001) < 0,05 dan nilai x2 hitung (11,429) > 3,841 yang menandakan hipotesis dalam penelitian tersebut diterima.19 Selain itu, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Firda et

al tahun 2017 juga sejalan dengan penelitian ini mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi obat oral anti DM tipe 2 melalui analisis statistik yang dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Spearman maka diperoleh nilai korelasi sebesar 0,423 dan nilai significancy sebesar p<0,000.14 Pada tahun 2018 juga terdapat penelitian yang dilakukan oleh Elda et al mengenai pengetahuan pasien diabetes melitus tipe 2 dan hubungannya dengan kepatuhan minum obat di puskesmas Mandau Kabupaten Bengkalis didapatkan data bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada pasien DM Tipe 2 yaitu nilai p = 0,022 (p < 0,05). Nilai korelasi yang didapatkan sebesar 0,360 yang menunjukkan korelasi tersebut juga ke arah positif, namun kekuatan dari korelasi tersebut dengan kekuatan lemah.24

Berdasarkan dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang diabetes melitus sangat erat kaitannya dengan kepatuhan mengkonsumsi obat oral anti diabetes tipe 2, dimana jika semakin tinggi pengetahuan seseorang maka kesadaran akan penyakit yang dideritanya juga semakin meningkat. Minimnya pengetahuan dari responden akan obat OAD akan memicu terjadinya ketidakpatuhan pada pasien dalam menjalani terapi secara teratur. Sebagian dari responden dengan pengetahuan yang rendah pada penelitian ini saat ditanyakan mengaku tidak paham tentang manfaat dari konsumsi obat OAD yang diberikan di puskesmas dan dari beberapa responden juga ada yang mengaku bahwa ketika diberikan obat oral anti diabetes maka obatnya hanya disimpan saja dan mereka mengkonsumsi obat-obat herbal yang berasal dari rebusan tumbuh-tumbuhan serta terdapat juga responden yang hanya mengkonsumsi OAD ketika merasa gula darah mereka meningkat. Disamping karena faktor pengetahuan yang minim, terdapat juga faktor pekerjaan mereka yang kurang mendukung untuk mengkonsumsi obat OAD secara teratur, hal ini terlihat dari mayoritas responden yang bekerja ke sawah/ladang sehingga mereka terkadang lupa membawanya ketempat kerja dan sebagian dari mereka juga beralasan terkadang sesampai di rumah sudah lelah sehingga langsung istirahat dan menjadi lupa untuk meminum OAD. Akibat dari ketidakpahaman akan penyakit diabetes melitus tersebut, ditakutkan banyak penderita diabetes melitus yang tidak patuh untuk konsumsi obat OAD sehingga hal tersebut dapat meningkatkan angka terjadinya komplikasi dan penyakit dari pasien akan bertambah parah. Awal mula dari timbulnya pemicu masalah-masalah kesehatan yang kronis dan mengakibatkan hal yang fatal yaitu dari hal yang sederhana, seperti misalnya ketidakpatuhan penderita diabetes melitus itu sendiri dalam menjaga serta menjalani berbagai macam pengobatan yang tidak teratur sehingga pada akhirnya menyebabkan terjadinya komplikasi yang fatal dan berujung pada amputasi hingga kematian.

Meskipun dalam penelitian ini ditemukan bahwa tingkat pengetahuan yang mayoritas sedang serta kepatuhan

yang tinggi, namun masih perlu dilakukan upaya lebih menggencarkan lagi pemberian informasi kepada pasien diabetes melitus terkait dengan penyakitnya serta konsumsi obatnya. Oleh karena itu, diharapkan nantinya semakin banyak penyuluhan maupun penyebaran informasi baik melalui brosur, spanduk, serta media social tentang tingkat pengetahuan dan kepatuhan terapi pada pasien diabetes melitus tipe II serta perlunya dilakukan penelitian di wilayah yang cakupan lebih luas lagi.

  • 1.    SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tipe II rawat jalan pada beberapa Puskesmas di Kabupaten Gianyar selama pandemi COVID-19 dapat dinyatakan tinggi sebanyak 42 orang (43,8%), sedang sebanyak 46 orang (47,9%), dan rendah sebanyak 8 orang (8,3%). Kepatuhan pasiennya dinyatakan tinggi sebanyak 53 orang (55,2%), sedang sebanyak 35 orang (36,5%), dan rendah sebanyak 8 orang (8,3). Terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tipe II rawat jalan terhadap kepatuhan terapi OAD di Puskesmas Kabupaten Gianyar selama pandemi COVID-19 dengan p-value 0,000.

Peran aktif anggota keluarga sebagai PMO selama pandemi perlu dilakukan guna meningkatkan pengawasan pasien diabetes melitus tipe II selama menjalani terapi di rumah. Pelatihan PMO sebagai educator disamping menjadi pengawas proses terapi perlu dilakukan agar edukasi pasien dapat dilakukan secara optimal. Besar populasi subjek penelitian perlu diperbesar dan melibatkan lebih banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di Kabupaten Gianyar. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan faktor-faktor yang mungkin berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan pasien serta tingkat kepatuhan pasien di masa pandemi COVID-19. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai outcome kepatuhan terapi OAD dalam bidang klinis.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Asmat U, Abad K, Ismail K. “Diabetes mellitus and oxidative stress—A concise review.” Saudi Pharmaceutical Journal. King Saud University. 2016; 24(5): 547–553.

  • 2.    Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. “Hasil utama Riset Kesehatan Dasar.” Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. 2018. Available from: https://www.litbang.kemkes.go.id/hasil-utama-riskesdas-2018/.pdf.

  • 3.    Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Gianyar. “Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar 2020.” In: Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. Kabupaten Gianyar; 2020.

  • 4.    American Diabetes Association. “Classification and Diagnosis of Diabetes: Standards of Medical Care in Diabetes-2021.” Diabetes Care. [Internet]. 2021;44 (Suppl. 1):S15-S33.

  • 5.    Dinas Kesehatan Provinsi Bali. “Profil Kesehatan Provinsi Bali tahun 2018.” In: Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2018

  • 6.    Srikartika V, Cahya A, Hardiati R. “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Penggunaan Obat Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2.” Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. 2016;6(3), 205-212.

  • 7.    PERKENI. “Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia.” 2019. PB. PERKENI. Jakarta.

  • 8.    Alexander K, Yanne PE, Garri PD. “Diabetes Melitus Tipe 2.” 2019. Padang, Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

  • 9.    Fatimah, Restyana N. “Diabetes Melitus Tipe 2.” J Majority. 2015;4(5), 101-93.

  • 10.    Donsu, Jenita DT. “Psikologi Keperawatan.” 2017. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

  • 11.    Bukhsh A, Lee SW, Pusparajah P, dkk. “Psychometric properties of the urdu version of diabetes knowledge questionnaire.” [Internet]. 2017. Available from: doi: 10.3389/fpubh.2017.00139.

  • 12.    Chaliks R. “Kepatuhan dan Kepuasan Terapi dengan Antidiabetik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 Rawat Jalan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”

[Thesis]. 2012. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

  • 13.    Firda I, Florentina S, Atiah. “Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi obat antidiabetes oral pada diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Universitas Airlangga Tahun 2015.” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran  Universitas

Airlangga. 2017;9(1), 73-77.

  • 14.    Komariah, Rahayu S. “Hubungan Usia, Jenis Kelamin Dan Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Klinik Pratama Rawat Jalan Proklamasi, Depok, Jawa Barat.” Jurnal   Kesehatan Kusuma Husada.    2020.

Januari(2020), 41-50.

  • 15.    Meidikayanti W. “Hubungan Dukungan Keluarga dan Aktivitas Fisik dengan Kualitas  Hidup  Diabetes

Mellitus Tipe 2” (Skripsi). 2017. Surabaya: Universitas Airlangga.

  • 16.    Mildawati, Diani N, Wahid A. “Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Lama Menderita Diabetes dengan Kejadian Neuropati Perifer Diabetik.” Carring Nursing Journal. 2019;3(2), 31-37.

  • 17.    Puspasari M, Udiyono A, Yuliawati S. “Gambaran Karakteristik Pasien Komplikasi Diabetes di Rumah Sakit Kristen Ngesti Waluyo Parakan.” Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2017; 5(3), 107-112.

  • 18.    Ngadi N, Meliana R, Purba YA. “Dampak Pandemi Covid-19 terhadap PHK dan Pendapatan Pekerja di Indonesia.”   Jurnal   Kependudukan   Indonesia.

2020;2902, 43.

  • 19.    Hamid A, Maliga I, Rafi’ah. “Analisis Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Kepatuhan

Minum Obat Di Dusun Batu Bangka Kabupaten Sumbawa Tahun 2020.” Jurnal Ilmu Kesehatan. 2020;13(1), 1-9.

  • 20.    Agustyawan PTD, Ratna SM. “Gambaran Tingkat Pengetahuan tentang Penatalaksanaan Diabetes Melitus pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP Sanglah.” Jurnal Medika Udayana. 2016;9(8), 1-4.

  • 21.    Sembihingang F, Kalengkongan DJ, Tooy GC. “Gambaran Pengetahuan tentang Diet Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Siloam Tamako.” Jurnal Ilmiah Sesebanua 2018;2(1), 31-37.

  • 22.    Mita DIAP, Sutarga IM. “Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan II tahun 2019.” Arc. Com. Health. 2019;6(2), 40-50.

  • 23.    Citri M, Weny IW, Deby AM. “Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 disertai Hipertensi dengan Menggunakan Metode MMAS-8.” Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT. 2018;7(4), 2302

2493.

  • 24.    Elda N, Diana P, Tuti R. “Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hubungannya dengan Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas Mandau Kabupaten

Bengkalis.” Majalah Kedokteran Andalas. 2018;41(2), 59-68.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i7.P07

52